Identifikasi Pencemaran Air Tanah Akibat Air Lindi Menggunakan Geolistrik Tahanan Jenis (Studi Kasus Tps Itera Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan)
Identification of Groundwater Pollution Due to Leachate Water Using Geoelectric Prisoners in TPS ITERA Jati Agung District, South Lampung Regency
Handika Tampubolon1*, Dr. Ahmad Zaenudin 2 , Rizky Martin Antosia 3 1 Institut Teknologi Sumatera, Jalan Terusan Ryacudu, Way Huwi, Lampung Selatan, 35365 2Universitas Lampung, Jalan Prof.DR.Ir.Sumantri, Kec. Rajabasa, Kota Bandar Lampung, 35141
*E-mail: handika7tampubolon@gmail.com
ABSTRAK
Telah dilakukan survei geolistrik resistivitas sounding dengan konfigurasi Wenner sebanyak 14 titik sounding di TPS ITERA Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Pengukuran resistivitas menggunakan alat Resistivity Meter. Pengolahan data dilakukan dengan IPI2Win dan Surfer 16.0, dengan keluaran berupa kedalaman, ketebalan, jumlah perlapisan, harga resistivitasnya dan peta persebaran pada jarak yang di input pada surfer. Hasil pengolahan ditentukan berdasarkan rekomendasi model dengan persentase error terkecil yang mengacu pada informasi geologi, tabel referensi dan penelitian sebelumnya. Titik persebaran pencemaran air lindi di TPS ITERA tidak merata hanya terdapat pada titik pengukuran S4, S6 dan S9 yang berada pada kedalaman yang bervariasi antar masing-masing titik. Namun untuk titik yang paling dominan berada pada titik S9, dimana pada titik ini air lindi sudah merembes sampai pada lapisan kelima dengan kedalaman 18,2 meter dengan arah bentangan kabel dari Barat ke Timur. Pencemaran terjadi akibat rembesan air lindi dari tumpukan sampah yang dibuang ke TPS ITERA.
Kata kunci : resistivitas, konfigurasi Wenner, air lindi
1 ABSTRACT
A geoelectric survey of resistivity sounding with Wenner configuration of 14 sounding points was carried out at TPS ITERA Jati Agung District, South Lampung Regency. Measurement of resistivity using a resistivity meter. Data processing was performed with IPI2Win and Surfer 16.0, with the output in the form of depth, thickness, number of layers, resistivity value and distribution map at the input distance to the surfer. The processing results are determined based on the recommendation of the model with the smallest error percentage referring to geological information, reference tables and previous research. The point of distribution of leachate pollution at TPS ITERA is uneven, only at the measurement points S4, S6 and S9 which are at varying depths between each point. However, the most dominant point is at point S9, where at this point the leachate has seeped up to the fifth layer with a depth of 18.2 meters with the direction of the cable stretch from West to East. Pollution occurs due to leachate seepage from the pile of garbage dumped into ITERA TPS.
1. Pendahuluan
Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu kabupaten yang mengalami pertumbuhan cukup pesat. Hal ini dapat dilihat pada laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Lampung Selatan dari Tahun 2010 – 2018 sebesar 9,84% (BPS Kab. Lampung Selatan, 2019). Selain itu, pertumbuhan wilayah tersebut semakin didukung dengan adanya pembangunan kampus baru yakni Institut Teknologi Sumatera, yang mengakibatkan bertambahnya populasi penduduk luar daerah ke Kabupaten Lampung Selatan untuk menuntut ilmu. Meningkatnya jumlah penduduk pada wilayah tersebut, secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan peningkatan aktivitas masyarakat yang meninggalkan sisa dan dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga diperlakukan sebagai barang buangan yaitu sampah. Sampah merupakan polutan umum yang dapat menyebabkan turunnya nilai estetika lingkungan, membawa berbagai jenis penyakit, menimbulkan polusi, menyumbat saluran air dan berbagai akibat negatif lainnya, sehingga manusia berupaya untuk menyingkirkan sampah sejauh mungkin dari lingkunganya ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) (Sastrawijaya, A.T, 2009). TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang tempat pengelolaan sampah terpadu. Di kampus ITERA sendiri terdapat salah satu contoh TPS yang telah beroperasi sejak tahun 2014. TPS ini berada di lokasi perkebunan karet yang sudah tidak berfungsi lagi.
Pada musim penghujan, daerah sekitar TPS diduga terdapat rembesan air lindi yang merupakan polutan sampah yang dapat mencemari air tanah di daerah sekitar TPS. Air lindi merupakan cairan yang merembes melalui tumpukan sampah dengan membawa material terlarut hasil dari dekomposisi materi sampah (Damanhuri, 2010). Jika air lindi meresap kebawah permukaan dan bercampur dangan air permukaan dan air tanah maka akan mengakibatkan air tersebut menjadi tercemar (Susano, 2004). Oleh karena itu, perlu dilakukannya penelitian untuk mengetahui pencemaran air tanah akibat air lindi pada daerah tersebut.
Air tanah yang tercemar oleh air lindi dapat dikaji secara geofisika, contohnya dengan
metode geolistrik. Pada penelitian sebelumnya metode geolistrik dapat digunakan untuk menentukan pencemaran air tanah, seperti penelitian yang dilakukan Ngadimin dan Handayani (2000) karena berhasil memperkirakan penyebaran kontaminan cair dalam tanah yang diasosiasikan sebagai fluida konduktif dengan anomali konduktif (resistivitas kurang dari 10 Ωm). Esthi, dkk, (2008), berhasil memetakan arah penyebaran pencemaran air tanah (lindi) di sekitar TPA. Penelitian ini menggunakan data geolistrik resistivitas vertical electrical sounding yang bertujuan untuk mengidentifikasi pencemaran air tanah akibat air lindi di sekitar TPS ITERA dengan metode resistivitas, dan Memetakan persebaran air lindi. Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi bagi pemangku kepentingan.
2. Metode Penelitian Diagram alir
pada penelitian ini ditunjukkan seperti gambar dibawah ini :
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Tugas
Metode geolistrik
Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial, arus dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat injeksi arus ke dalam bumi (Anonim, 2012). Metode geolistrik dibagi menjadi dua jenis, yaitu geolistrik yang bersifat pasif dan geolistrik yang bersifat aktif. Pada geolistrik yang bersifat pasif, energi yang dibutuhkan telah ada terlebih dahulu sehingga tidak diperlukan adanya injeksi atau pemasukan arus terlebih dahulu. Geolistrik jenis ini disebut
Self Potential (SP). Pada geolistrik yang
bersifat aktif, energi yang dibutuhkan ada karena penginjeksian arus ke dalam bumi terlebih dahulu. Geolistrik jenis ini dibagi menjadi dua metode, yaitu metode resistivitas (tahanan jenis) dan polarisasi terimbas (induced
polarization) (Saputro, 2012).
Konfigurasi elektroda
Gambar 2. Konfigurasi Wenner (Lowrie, W,
2014)
Konfigurasi wenner memiliki faktor geometri (K) senilai K=2πa, dan resistivitas semunya adalah : 𝜌𝑎= 2𝜋𝑎
∆𝑉 𝐼 Geologi Regional
Gambar 3. Peta Geologi Lembar
Tanjungkarang (Mangga, 1993)
Sintesis geologi regional yang menggabungkan bagian-bagian geologi daerah Lampung dilakukan oleh Katili (1974), Gafoer dan Purbo Hadiwijoyo (1986) dan Andi Mangga (1991). Pemetaan geologi Lembar Tanjung karang dilaksanakan oleh Bidang Pemetaan Geologi Puslitbang Geologi, pada Mei-Juni 1985 dan September 1985 sampai Januari 1986.
3. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Air Lindi
Pencucian sampah bisa terjadi salah satunya akibat dari air hujan. Hasil dari pencucian sampah ini menimbulkan pencemaran air tanah yang disebut sebagai air lindi. Akibatnya, timbul kontaminasi sifat fisik maupun sifat kimia yang menyebabkan turunnya kualitas air. Sebagai contoh bila suatu TPA menimbun banyak sampah organic maka karakter air lindi yang dihasilkan akan mengandung zat organik tinggi disertai dengan bau yang busuk (Trihadiningrum, 1995). Air lindi mengandung polutan ion-ion logam berat, yang mana saat air lindi tersebut mencemari air tanah maka menyebabkan air tanah tersebut semakin konduktif karena kandungan ion-ion logam tersebut, sehingga menghasilkan nilai resistivitas rendah (Bernstone, 2000). Sementara itu, nilai resistivitas air tanah dalam kondisi normal (tidak mengalami pencemaran) yaitu 10-100 Ωm (Loke, 2004). Selain itu, hasil penelitian dari Petrus (2019) juga berhasil menunjukkan bahwa air tanah yang terkontaminasi lindi memiliki nilai tahanan jenis (lebih kecil dari 10 Ωm). Berikut ini merupakan rentang nilai resistivitas air lindi di TPS ITERA yang digunakan sebagai validasi nilai resistivitas air lindi pada hasil pengolahan data VES (Vertical Elektrical Sounding) :
Tabel 1 Rentang Nilai Resistivitas Air Lindi di TPS ITERA Lokas i TPS 1 TPS 2 a (cm) Resistivita s (Ω.m) a (cm) Resistivita s (Ω.m) 1 10 1,08 10 0,86 20 1,42 20 1,48 30 2,48 30 2,01 2 10 1,44 10 2,4 20 1,17 20 3,6 30 0,8 30 4,96 3 10 0,707 10 0,7 20 0,198 20 1,14 30 2,1 30 1,64
Setelah dilakukan pengolahan data Vertical
Elektrical Sounding dengan menggunakan software IPI2Win di 14 titik yang tersebar di
sekitaran TPS ITERA. Dengan ke-14 titik pengukuran maka dapat diidentifikasi pencemaran air tanah akibat air lindi menggunakan metode geolistrik yang ditentukan dengan nilai resistivitas lapisan batuan. Selain itu dapat pula dilihat dari kurva atau grafik pemodelan VES untuk lapisan perkedalaman batuan dengan nilai resistivitas masing-masing lapisan. Untuk rentang nilai resistivitas batuan dapat dilihat seperti pada tabel 1
Tabel 2. Rentang Nilai Resistivitas Batuan ITERA
(Rizka dan Setiawan,2019)
Nilai Resistivitas
(Ωm) Lithologi
<20
Lempung Tuffan ; batuan tuff berbutir halus yang memiliki kandungan clay
20-80
Pasir Tuffan ; batuan tuff yang memiliki kandungan pasir dengan ukuran butir menengah-kasar
80-150 Tuff ; batuan tuff dengan ukuran butir
kasar
>150 Tuff ; batuan tuff dengan ukuran butir
halus dan kompak
Untuk data dan pembahasan pada masing-masing titik pengukuran mengacu pada geologi
lembar Tanjungkarang (1993), Telford, dkk, (1990), Ngadimin dan Handayani, (2009) serta Rizka dan Setiawan, S, (2019).
Tabel 3. Interpretasi Litologi Titik VES Titik Sounding Lapisan Resistivitas (Ω.m) Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 11,4 0 - 2,33 2,33 lempung tuffaan
II 11,3 2,34 - 2,92 0,592 lempung tuffaan
III 1,29 2,93 - 5,27 2,35 lempung tuffaan
IV 21,5 5,28 - 6,71 1,44 pasir tuffaan
V 27,7 6,72 - 13,5 6,75 pasir tuffaan
VI 0,0361 13,6 Tidak Diketahui lempung tuffaan
Titik
Sounding Lapisan
Resistivitas (Ω.m)
Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 10,6 0 - 1,46 1,46 lempung tuffaan
II 125 1,47 - 4,53 3,08 Tuff butir kasar
III 2,43 4,54 - 8,99 4,46 lempung tuffaan
IV 4,57 9 - 13,5 4,55 lempung tuffaan
V 84,2 13,6 - 19 5,45 Tuff butir kasar
VI 0,261 19,1 Tidak Diketahui lempung tuffaan
Titik
Sounding Lapisan
Resistivitas (Ω.m)
Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 48,5 0 - 1,4 pasir tuffaan
II 42,5 1,5 - 2,87 1,47 pasir tuffaan
III 44,6 2,88 - 5,19 2,32 pasir tuffaan
IV 4,6 5,20 - 16,6 11,4 lempung tuffaan
V 5,61 16,7 - 21,5 4,82 lempung tuffaan
VI 976 21,6 - Tuff butir halus
Titik
Sounding Lapisan
Resistivitas (Ω.m)
Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 3,58 0 - 1,17 1,17 Air lindi
II 48,2 1,18 - 4,05 2,88 pasir tuffaan
III 0,208 4,06 - 5,27 1,22 lempung tuffaan
IV 0,552 5,28 - 11,5 6,2 lempung tuffaan
V 37,7 11,6 - 25,5 14 pasir tuffaan
VI 460 25,6 - Tuff butir halus
Titik
Sounding Lapisan
Resistivitas (Ω.m)
Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 92,2 0 - 1,8 1,8 Tuff butir kasar
II 27,6 1,9 - 3,76 1,95 pasir tuffaan
III 52,1 3,77 - 8,55 4,79 pasir tuffaan
IV 3,04 8,56 - 15,6 7,08 lempung tuffaan
V 22,4 15,7 - 18,4 2,72 pasir tuffaan
VI >1000 18,5 - Tuff butir halus
Titik
Sounding Lapisan
Resistivitas (Ω.m)
Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 3,86 0 - 1,27 1,27 Air lindi
II 74,2 1,28 - 4,26 2,99 pasir tuffaan
III 0,672 4,27 - 6,19 1,93 lempung tuffaan
IV 1,74 6,20 - 12,5 6,27 lempung tuffaan
V 57,6 12,6 - 22.9 10,4 pasir tuffaan
VI >1000 23 - Tuff butir halus
Titik
Sounding Lapisan
Resistivitas (Ω.m)
Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 27 0 - 0,419 0,419 pasir tuffaan
II 25,7 0,420 - 6,32 5,9 pasir tuffaan
III 3,77 6,33 - 12,7 6,41 lempung tuffaan
IV 18,4 12,8 - 14,4 1,65 lempung tuffaan
V 206 14,5 - 23,5 9,09 Tuff butir halus
VI 0,328 23,6 - lempung tuffaan 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 3. Interpretasi Litologi Titik VES Titik Sounding Lapisan Resistivitas (Ω.m) Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 43,1 0 - 1,47 1,47 pasir tuffaan
II 352 1,48 - 2,9 1,43 Tuff butir halus
III 74,4 3 - 4,37 1,46 pasir tuffaan
IV 4,57 4,38 - 5,45 1,08 lempung tuffaan
V 7,97 5,46 - 27 21,5 lempung tuffaan
VI >1000 27,1 - Tuff butir halus
Titik
Sounding Lapisan
Resistivitas (Ω.m)
Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 0,655 0 - 1,6 1,6 Air lindi
II 0,361 1,7 - 2,98 1,38 Air lindi
III 2,62 2,99 - 8,3 5,32 Air lindi
IV 0,203 8,4 - 14,9 6,65 Air lindi
V 1,5 15 - 18,2 3,23 Air lindi
VI 166 18,3 - Tuff butir halus
Titik
Sounding Lapisan
Resistivitas (Ω.m)
Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 10,6 0 - 2,43 2,43 lempung tuffaan
II 16,2 2,44 - 2,68 0,241 lempung tuffaan
III 58,4 2,69 - 7,38 4,7 pasir tuffaan
IV 0,604 7,39 - 12,6 5,25 lempung tuffaan
V 10 12,7 - 17,6 5,01 lempung tuffaan
VI 552 17,7 - Tuff butir halus
Titik
Sounding Lapisan
Resistivitas (Ω.m)
Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 22,7 0 - 2,09 2,09 pasir tuffaan
II 5,63 2,10 - 2,44 0,349 lempung tuffaan
III 0,964 2,45 - 4,7 2,26 lempung tuffaan
IV 28,9 4,8 - 12,9 8,23 pasir tuffaan
V 11 13 - 20,7 7,75 lempung tuffaan
VI 172 20,8 - Tuff butir halus
Titik
Sounding Lapisan
Resistivitas (Ω.m)
Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 33,5 0 - 1,88 1,88 pasir tuffaan
II 10,4 1,89 - 4,63 2,75 lempung tuffaan
III 89,7 4,64 - 4,88 0,251 Tuff butir kasar
IV 2,28 4,89 - 11,4 6,48 lempung tuffaan
V 8,61 11,5 - 13,4 2,07 lempung tuffaan
VI >1000 13,5 - Tuff butir halus
Titik
Sounding Lapisan
Resistivitas (Ω.m)
Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 662 0 - 1,69 1,69 Tuff butir halus
II 47,3 1,70 - 2,71 1,02 pasir tuffaan
III 165 2,72 - 5,3 2,58 Tuff butir halus
IV 16,3 5,4 - 8,09 2,8 lempung tuffaan
V 5,84 8,10 - 23,1 15 lempung tuffaan
VI >1000 23,2 - Tuff butir halus
Titik
Sounding Lapisan
Resistivitas (Ω.m)
Kedalaman
(m) Ketebalan (m) Estimasi Litologi Kurva Sounding
I 231 0 - 1,97 1,97 Tuff butir halus
II 19,4 1,98 - 3,46 1,5 lempung tuffaan
III 89,3 3,47 - 5,85 2,39 Tuff butir kasar
IV 15,9 5,85 - 8,01 2,16 lempung tuffaan
V 1,82 8,02 - 21 13 lempung tuffaan
VI 876 21,1 - Tuff butir halus
8 9 13 14 10 11 12
Pada tabel dapat dilihat bahwa titik pengukuran yang sudah tercemar oleh air lindi adalah titik S4, S6, dan S9. Hal ini dapat diketahui dari nilai resistivitas pada masing-masing lapisan air lindi. Untuk rentang nilai resistivitas air lindi di TPS ITERA adalah 0,19 Ωm – 4,96 Ωm. Pada beberapa titik terdapat lapisan yang memiliki nilai resistivitas sesuai dengan rentang nilai resistivitas air lindi di TPS ITERA, namun lapisan ini diinterpretasikan bukan merupakan air lindi, hal ini dapat dilihat pada lapisan yang berada diatas lapisan tersebut belum terkena polutan air lindi, jadi diestimasikan bahwa air lindi belum meresap hingga kebawah permukaan. Merujuk pada Sapiie (2006), tentang klasifikasi air tanah terdapat beberapa jenis batuan yang dapat menyimpan dan mengalirkan air serta yang tidak dapat. Seperti batuan lempung pasiran adalah lapisan batuan yang dapat menyimpan air dan mengalirkan dalam jumlah yang terbatas. Batuan lempung, serpih dan tuff adalah lapisan yang mampu menyimpan air, tetapi tidak dapat mengalirkan air dalam jumlah yang berarti. Air lindi terdapat pada sekitaran permukaan TPS, dimana air lindi belum merembes ke bawah permukaan pada S4 dan S6. Namun pada titik S9 adalah titik dimana dengan polutan air lindi terbanyak, kelima lapisan awal sudah tercemar polutan air lindi pada kedalaman 0 - 18,2 m dan ketebalan mencapai 18,2 meter dengan nilai resistivitas 0,203 – 2,62 Ωm kecuali pada lapisan yang keenam yang nilai resistivitasnya 166 Ωm. Hal ini terjadi karena pada titik S9 daerahnya lebih rendah dan terdapat banyak genangan air yang diduga adalah air dari hasil rembesan air lindi.
Peta Isoresistivitas
Peta isoresistivitas adalah peta yang menggambarkan nilai resistivitas pada kedalaman yang sama. Dalam penelitian ini, penulis membuat peta isoresistivitas dari TPS ITERA sebagaimana yang di tunjukkan pada Gambar 4 dan Gambar 5
Gambar 4. Peta Isoresistivitas
Gambar 5. Peta Isoresistivitas
Berdasarkan peta isoresistivitas diatas maka dapat dilihat peta persebaran atau distribusi tahanan jenis pada kedalaman 1 m, 2 m, 3 m, 4 m, 5 m, 8 m, 12 m, 15 m, 17 m dan 18 m. Pada peta isoresistivitas, nilai resistivitas dimulai dari 0 – 150 Ωm. Nilai resistivitas kurang dari 20 Ωm diestimasi sebagai batuan lempung tuffan yang memiliki kandungan clay. Batuan yang memiliki nilai resistivitas 20 - 80 Ωm diinterpretasikan sebagai pasir tuffan yang memiliki kandungan pasir dengan ukuran butir menengah-kasar. Batuan dengan nilai
resistivitas 80 – 150 Ωm diinterpretasikan sebagai batuan tuff. Sementara air lindi diinterpretasikan terdapat pada titik sounding S4, S6 dan S9 dengan rentang nilai 0,19 Ωm – 4,96 Ωm. Dari peta isoresistivitas dapat dilihat bahwa persebaran air lindi dimulai dari titik S4 dan S6 lalu menyebar ke titik S9.
Korelasi Titik Sounding
Gambar dibawah merupakan korelasi yang menghubungkan antar titik sounding S12, S4 dan S10 yang ditunjukkan pada gambar 5. 6 berikut :
Gambar 6. Korelasi Titik Sounding 12, 4 dan
10
Dapat dilihat korelasi yang dilakukan dari arah barat ke timur yang meliputi titik sounding S12, S4 dan S10. Didapati lima jenis litologi yang berbeda pada korelasi ini yaitu, air lindi (3,58 Ωm), lempung tuffan (0-20 Ωm), pasir tuffan (20-80 Ωm), tuff butir kasar (80-150 Ωm) dan tuff butir halus (>150 Ωm). Air lindi diinterpretasi terdapat pada titik sounding S4 dengan nilai resisitivitas 3,58 Ωm. Untuk penentuan air lindi didapat dengan melihat rentang nilai resistivitas air lindi di TPS ITERA
Selanjutnya adalah gambar korelasi yang menghubungkan antar titik sounding S13, S6 dan S7 ditunjukkan pada gambar 6 berikut :
Gambar 7. Korelasi Titik Sounding 13, 6 dan
7
Dapat dilihat korelasi yang dilakukan dari arah barat ke timur yang meliputi titik sounding S13, S6 dan S7. Didapati empat jenis litologi yang berbeda pada korelasi ini yaitu, air lindi (3,86 Ωm), lempung tuffan (0-20 Ωm), pasir tuffan (20-80 Ωm) dan tuff butir halus (>150 Ωm). Air lindi diinterpretasi terdapat pada titik sounding S6 dengan nilai resisitivitas 3,86 Ωm.
Gambar 6. Korelasi Titik Sounding 10, 9, 1
dan 7
Korelasi yang dilakukan dari arah utara ke selatan yang meliputi titik sounding S10, S9, S1 dan S7. Didapati empat jenis litologi yang berbeda pada korelasi ini yaitu, air lindi (0,2-2,6 Ωm), lempung tuffan (0-20 Ωm), pasir tuffan (20-80 Ωm) dan tuff butir halus (>150 Ωm). Air lindi diinterpretasi terdapat pada titik
sounding S9 dengan nilai resisitivitas 0,2-2,6
Kesimpulan
Hasil penelitian identifikasi pencemaran airtanah akibat air lindi dengan menggunakan metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi
Wenner di TPS ITERA, Kecamatan Jati Agung,
Kabupaten Lampung Selatan dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil pengukuran geolistrik setelah diolah dengan program IPI2Win
menunjukkan nilai resistivitas sebenarnya, yaitu titik S4 di Timur-Barat dengan nilai resistivitas air lindi 3,58 Ωm, titik S6 BaratLaut-Tenggara dengan nilai resistivitas air lindi 3,86 Ωm, titik S9 di Timur-Barat dengan nilai resistivitas air lindi berkisar 0,203– 2,62 Ωm.
2. Saat validasi dilapangan dengan pengukuran pada spasi elektroda 10 cm, 20 cm dan 30 cm didapat nilai resistivitas air lindi di TPS ITERA yaitu pada rentang 0,19 – 4,96 Ωm. Titik yang paling dominan tercemar polutan air lindi adalah titik S9, karena nilai resisitivitasnya dominan dibawah rentang nilai resistivitas air lindi di TPS ITERA (0,19 – 4,96 Ωm).
3. Nilai resistivitas menunjukkan bahwa air lindi sudah bergerak dari tengah TPS (S4 dan S6) kemudian menyebar ke arah Timur TPS (S9).
Saran
Adapun saran pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Agar dibuatkannya kolam air lindi di sekitaran TPS sehingga air lindi tidak mencemari sistem air bawah tanah. 2. Agar dibuatnya TPS yang terpusat
sehingga tumpakan sampah tidak berserakan pada suatu lokasi yang tidak dikelola.
Ucapan Terimakasih
Penghargaan dan terimakasih penulis berikan kepada Program studi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera serta kepada Bapak Dr. Ahmad Zaenudin,S.Si., M.T. telah mengizinkan untuk menggunakan alat untuk pengambilan data dan selaku pembimbing I serta bapak Risky Martin Antosia,S.Si., M.T selaku pembimbing II yang telah membantu mengarahkan penulisan tugas akhir ini.
Daftar pustaka
Atmaja, W., (2011). Identifikasi Air Tanah
dengan Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger. Skripsi.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Bemmelen, R., (1949). The Geology of
Indonesia V IA. Martinus Nijhof: Printif
Office.
Bernstone, C., Dahlin, T., Ohlosson, T., dan Hogland, H., (2000). DC-Resistivity Mapping of Internal Landfill Structures: Two Pre-Excavation Surveys.. Journal of
Environmental Geology, 39, 360-371.
BPS Kab. Lampung Selatan, (2019).
Kabupaten Lampung Selatan Dalam Angka, Lampung Selatan: s.n.
Damanhuri, E., (2010). Diktat Pengelolaan
Sampah. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Dimas, (2009). [Online]. [Diakses pada Rabu
Januari 2020]
Terdapat pada:
htps://dimasap.file.wordpress.com Dimas, (2009). [Online]. [Diakses pada Rabu
Januari 2020].
Terdapat pada:
htps://dimasap.file.wordpress.com/2009/1 0/sifat-fisik-batuan-reservoir.pdf
Esthi, (2008). Penelitian Pencemaran Air
Tanah Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Putri Cempo Mojosongo Surakarta Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Dipol-Dipol. Skripsi.
Semarang: Universitas Sebelas Maret. Flathe, H. dan Leibold, W., (1976). The
Sounding Graph : A Manual for Fieldwork in Direct Current Resistivity Sounding.
Hannover, German: Federal Institute for Geosciences and Natural Resources. Grandis, H., (2009). Pengantar Pemodelan
Inversi Geofisika. Bandung: Himpunan
Ahli Geofisika Indonesia.
Gunawan, (2006). Rancangan Sistem Teknologi Pengolahan Limbah Cair. Tesis. Surakarta: Program Pasca Sarjana
Ilmu Lingkungan UNS .
Juandi, M., (2009). Analisis Pencemaran Air Tanah Berdasarkan Metode Geolistrik
Studi Kasus Tempas Pembuangan Akhir Sampah Muara Fajar Kecamatan Rumbai.
Jurnal Enviromental Science.
Loke, M. H. dan Barker, R. D., (1996). Rapid
Least-Squares Inversion of Apparent Resistivity Pseudosection by A Quasi Newton Method. Orlando Florida: Geophysical Prospecting Press. Inc. Loke, M. H., (2004). 2D and 3D Electrical
Imaging Surveys. England: Birmingham
University.
Lowrie, W., (2007). Fundamentals of Geophysics, 2nd Edition. Cambridge:
Cambridge University Press.
Mangga, S. A. Amirudin, Suwarti, T., Gafoer, S., dan Sidarto, (1993). Peta Geologi
Lembar Tanjung Karang, Sumatera skala 1:250.000. Indonesia: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.
Milsom, J., (2003). Field Geophysics, The
Geological Field Guide. West Sussex: s.n.
Ngadimin dan Handayani, (2001). Aplikasi Metode Geolistrik Untuk Alat Monitoring Rembesan Limbah. JMS, 6(1), 43-53. Nurwidiyantoro dan Irham, M, (2006).
Pengaruh Ukuran Butir Terhadap Porositas dan Permeabilitas Pada Batuan Pasir. Semarang: Universitas Diponegoro
.
Petrus, A. L., (2019). Identifikasi Sebaran Indikasi Air Tanah Dangkal Terkontaminasi Lindi Dengan Menggunakan Metode Resistivitas Disekitar TPA Sambutan Kota Samarinda.
Jurnal Geosains Kutai Basin, 2.
Prameswari, (2012). Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi.
Jurnal Sains dan Seni ITS, 2(2).
Rahmawati, A., (2009). Pendugaan Bidang
Gelincir Tanah Longsor Berdasarkan Sifat Kelistrikan Bumi Dengan Aplikasi Geolistrik Metode Tahanan Jenis Konfigurasi Schlumberger (Studi Kasus di Daerah Karangsambung dan Sekitarnya, Kabupaten Kebumen). Skripsi. Semarang:
Program Sarjana Sains FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Rizka dan Setiawan, S., (2019). Investigasi Lapisan Akuifer Berdasarkan Data Vertikan Electrical Sounding (VES) dan Data Electrical Logging : Studi Kasus Kampus ITERA. Bulletin Of Scientific
Contribution :GEOLOGY, 17, 91-100.
Santoso, D., (2002). Pengantar Teknik
Geofisika. Bandung: Departemen Teknik
Geofisika ITB.
Sapiie, (2006). Klasifikasi Air Tanah. Bandung: ITB.
Saputro, B., (2010). Panduan Praktikum
Geolistrik. Yogyakarta: UPN.
Sastrawijaya, A., (2002). Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suyoso, (2003). Listrik Magnet. Yogyakarta: UNY.
Telford, W. M., Geldart, L.P., dan Sheriff, R. E., (1990). Applied Geophysics. USA: Cambridge University Press.
Trihadiningrum, Y., (1995). Mikrobiologi
Lingkungan. Surabaya: Teknik
Lingkungan ITS.
Wuryanto, (2007). Aplikasi Metode Geolistrik
Tahanan Jenis Untuk Menentukan Letak dan Kedalaman Akuifer Tanah. Skripsi.