• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN. seseorang melakukan penyimpangan diluar dari kebiasaan, adat-sitiadat, nilai-nilai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN. seseorang melakukan penyimpangan diluar dari kebiasaan, adat-sitiadat, nilai-nilai"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

48

Perilaku menyimpang adalah perilaku dari warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial yang berlaku atau denagan kata lain perilaku menyimpang itu dianggap sebagai bahwa seseorang melakukan penyimpangan diluar dari kebiasaan, adat-sitiadat, nilai-nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat (Narwoko dan Suyanto, 2006: 21).

Perilaku menyimpang sering disebut penyimpangan sosial, penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian dari makhluk sosial. Narwoko dan Suyanto (2004 : 103-106) mendefinisikan secara berbeda berdasarkan empat sudut pandang, yaitu secara statistikal, absolut atau mutlak, secara reaktif dan normatif.

Juvenil delinquency ialah perilaku jahat (dursila) atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebababkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan tingkah laku yang menyimpang (Kartono, 20114: 6).

Temuan ini menguatkan teori Juvenil delinquency yang wujud perilaku kejahatan tersebut seperti kriminalitas anak, remaja dan adolesens antara lain brupa perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, maling, mencuri mencopet, merampas, menjambret, menyerang, merampok, menggarong; melakukan pembunuhan dengan cara menyembelih korbannya; mencekik, meracun, tindak

(2)

kekerasan dan kecanduan atau ketagihan bahan narkotika (obat bius; drugs) yang erat bergandengan erat dengan tindak kejahatan (Kartono, 2014: 22).

Penulis menemukan beberapa dampak psikologis yang ditimbulkan oleh perilaku ngelem remaja anatara lain ialah:

A. Dampak Psikologis Terhadap Kehidupan Sosial a) Dikucilkan Oleh Masyarakat

Auguste Comte (dalam AbdulSyani, 2012: 31) mengatakan bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hokum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupannya.

Kehidupan sosial remaja ngelem tidak begitu baik, ini dikarenakan pandangan buruk masyarakat yang membuat mereka dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Remaja ngelem seringkali mendapat ejekan dari masyarakat. Berdasarkan observasi penulis dari bulan januari 2017 penulis mengamati bahwa hubungan remaja ngelem dengan masyarakat atau lingkungan sekitar tidak begitu baik, seperti tidak pernah bertegur sapa dengan masyarakat sekitar, tidak ikut serta dalam setiap acara yang diadakan warga dan sering sekali betengkar dengan masyarakat sekitar.

(3)

Remaja ngelem ini sering mendapat tuduhan maling baik itu uang, rokok hingga hasil ladang masyarakat sekitar. Selama waktu penelitian yang penulis lakukan, penulis sudah 4 kali menyaksikan Informan dalam penelitian ini dituduh mencuri hasil ladang warga dan 1 kali dituduh mencuri sandal di rumah warga.

Hal ini sesuai dengan wawancara yang penulis lakukan dengan Yuliar salah seorang warga Kampung Koto Jua mengatakan bahwa:

Tu anak-anak bala amah, ndak tahu malu, ndak bisa dikecekan elok-elok lai doh. Maliang a karajonyo, mulai dari lapau urang, hasil ladang urang sampai tarompa anak amaknyo maliang juo tu mah. Lah duo kali nyo maliang, kok dikecekan ka inyo ndak ka mangaku e doh, dikecekan ka amak e nyo bela juo anak e nan kurang aja tu. (itu anak-anak bandel, tidak tahu malu, tidak bisa tegur dengan baik-baik. Kerjanya maling, mulai dari warung, hasil panen hingga sandal juga di maling. Sudah dua kali dia maling, kalau dibilang sama dia, dia tidak akan mengakui, kalau dibilang sama orangtuanya pasti dia membela anaknya yang bandel iu).

Hal senada disampaikan oleh Darniwati warga Kampung Koto Jua mengatakan bahwa:

Kok limau di ladang den abih nyo ambiak e nah, kecek e amak e nan mananam kolah. Yakin den urang tu nan ma ambiak, sia juo nan co urang kelaparan lai, tangah malam nyo bajalan ka ladang urang mah. Siang-siang batamu di laki den nyo mausai di ladang tu, kok dikecekan nyo malawan lo ka awak, ndak ado utak e anak-anak kok lah rusak ko doh. Malam lem tiok malam, di tampa tambah galak e, lamak bana lem tu dek e mungkin mah. (jeruk di ladang saya habis diambilnya, dia kira ibunya yang nanam mungkin. Saya yakin mereka yang mengambil, tidak orang lain selain mereka yang kelaparan, tengah malam dia berjalan ke ladang orang. Siang-siang bertemu dengan suami saya di ladang, kalau dibilangin mereka melawan, tidak ada otaknya. Tiap malam ngelem, ditampar malah ketawa, mungkin enak kali lem itu bagi mereka).

(4)

Seperti yang penulis temukan pada observasi yang penulis lakukan 20 Januari 2017 di Masjid Kampung Koto Jua, penulis melihat bahwa masyarakat tidak menginginkan Informan ikut dan bergabung dalam persiapan acara yang akan diadakan oleh remaja Masjid pada minggu depan. Masyarakat berkata bahwa mereka hanya akan merusak acara dan tidak ada untungnya mereka diikut sertakan. Informan akan membuat kekacauan dan merusak acara dengan berkelahi dengan para tamu yang datang dari luar Kampung mereka.

Untuk memperkuat hasil observasi yang penulis lakukan penulis langsung menemui Sedi mantan kepala Kampung Koto Jua di rumahnya yang tidak beberapa meter dari Masjid.

Seperti yang sudah-sudah, kita hampir setiap tahunnya bahkan bisa beberapa kali dalam setahun mengadakan acara yang seperti ini, mengundang tamu dari luar. Tapi sepanjang acara kita selalu saja ada halangan dan tragedy lempar batu antara remaja kita dengan remaja tamu yang datang. Ini tidak lain adalah kelakuan dari anak-anak yang nakal dan tidak tahu sopan santun itu. Mereka membawa masalah pribadi mereka kedalam acara yang kita adakan, jadi tahun ini bapak harap mereka tidak diikut sertakan dan tidak membiarkan mereka mendekat ketempat acara, karena jika mereka mendekat maka gaduh akan muncul lagi nantinya.

Selanjutnya penulis melakukan wawancara dengan Anton yang sekarang adalah Ketua Pemuda Kampung Koto Jua mengatakan bahwa:

Sudah beberapa kali acara selalu berujung ricuh, penyebabnya adalah orang yang sama. Kalau dibiarkan saja mereka akan seperti it uterus, jadi sebaiknya untuk tahun ini mereka tidak usah diikut sertakan. Kalau mereka tidak mau berubah maka masyarakat tidak akan mau mereka menjadi bagian dari masyarakat kampong sini. Harus ada yang memperingati mereka nampaknya, besok kita ada rencana dengan wali nagari membahas bagaimana perlakuan kita terhadap perilaku ngelem

(5)

mereka yang mereka kerjakan hamper setiap malam itu. Tidak hanya itu tingkah laku maling mereka juga harus kita usut lagi dan diberi ganjaran untuk setiap kesalahn yang mereka lakukan. Dalam wawancara tersebut penulis menanyakan bagaimana tanggapan orangtuanya terhadap perilaku remaja yang sudah tidak rahasia lagi.

Orangtua mereka ada yang sudah menyerahkan semuanya pada Kepala Kampung dan ada juga yang masih tidak percaya dan membela anaknya yang jelas-jelas sudah salah. Mereka masih beranggapan bahwa anaknya adalah anak yang baik dan tidak mungkin terlibat dengan kelakuan nakal yang seperti itu.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak hanya sekedar dituntut untuk mampu bergaul dengan orang lain, tetapi juga dituntut untuk memiliki kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi terhadap orang lain dalam lingkungan. Kepekaan dan kepeduliaan ini diwujudkan dengan tindakan. Jelaslah bahwa perilaku sosial perilaku menolong yang ditunjukkan pada orang lain dengan didasari oleh rasa ikhlas dan ketulusan dari hati seseorang atau individu yang memberikan pertolongan. Orang yang mempunyai perilaku sosial berarti dia tidak hanya mementingkan dirinya sendiri.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang penulis lakukan, penulis mengambil kesimpulan bahwa perilaku remaja ngelem ini sudah sangat memprihatinkan dan merugikan berbagai pihak. Selain merugikan pihak lain mereka juga merugikan diri mereka sendiri, karena dengan perilaku menyimpang ini Informan tidak lagi mendapat

(6)

kepercayaan dimata masyarakat juga tidak diterima oleh masyarakat setempat.

Selain itu masyarakat juga tidak mengijinkan anaknya untuk berteman dengan Informan karena tidak ingin anaknya terjerumus kedalam hal yang tidak baik yang dilakukan oleh Iforman. Hal ini dikuatkan oleh wawancara yang penulis lakukan dengan Desi mengatakan bahwa:

Anak den yo den larang bakawan jo paja mada tu, ndak ado untuang e bakawan jo inyo doh, mambaok buruak dampak buruak se. anak den ka jadi urang bisuak, kok bakawan jo urang tu antah jadi a anak den bisuak tu, jadi indaknyo. Bialah anak den nyo kecekan e bencong ndak marokok, dikapik amak a taruih. Bialah asa bisuakko anak den jaleh masa depannyo. (saya melarang anak saya berteman dengan dia, tidak ada untungnya berteman dengan mereka, membawa dampak buruk, kalau berteman dengan mereka entah mau jadi apa dia nanti, biar aja anak saya dibilang bencong karena tidak merokok, di ketiak ibunya terus. Asalkan besok dia jelas masa depannya). Jadi, dari wawancara dan observasi tersebut penulis menyimpulkan bahwa perilaku ngelem yang dilakukan oleh remaja sangat meresahkan masyarakat dan menimbulkan stigma negative dikalangan masyarakat Kampung Koto Jua. Remaja sering di pandang buruk, dilarang berteman dengan anak-anaknya hingga dituduh mencuri. Pandangan buruk masyarakat inilah yang kadang juga menjadi alas an mengapa remaja melakukan kenakalan, remaja berpikir bahwa mereka terlanjur mendapat pandangan buruk dari masyarakat maka mereka melanjutkannya.

(7)

Selain itu Informan tidak mendapat temapat yang baik ditengah masyarakat, jika ada acara mereka tidak diikut sertakan karena dianggap hanya akan membuat rusuh. Hal ini juga yang menjadi alasan Informan tidak berhubungan baik dengan masyarakat lainnya.

b) Diasingkan Oleh Teman Sebaya

Salah satu tugas-tugas perkembangan remaja menurut Mubin dan Ani (2006: 45) adalah menjalin hubungan-hunbungan baru dengan teman-teman sebayanya, baik sesama jenis maupun lain jenis kelamin. Dalam kelompok sejenis, remaja belajar untuk berrtingah laku sebagaimana orang dewasa adapun dalam kelompok lawan jenis, remaja belajar menguasai keterampilan sosial.

Teman sebaya atau peers adalah anak-anak dengan tingkat kemtangan atau usia yang kurang lebih sama. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi danj komparasi tentang dunia di luar keluarga. Melalui kelompok teman sebaya remaja menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang kemampuan mereka. Remaja menilai apa-apa yang merek lakukan, apa-apakah dia lebih baik daripada teman-temannya, sama atakah lebih buruk dari apa yang remaja-remaja lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (Santrock, 2004: 287).

Hubungan yang baik diantara teman sebaya akan sangat membantu perkembangan aspek sosial anak secara normal. Anak

(8)

pendiam yang ditolak oleh teman sebayanya dan merasa kesepian beresiko menderita depresi. Sedangkan anak yang agresif terhadap teman sebayanya beresiko pada berkembangnya sejumlah masalah seperti kenakalan dan drop out dari sekolah. Tidak hanya itu saja pergaulan yang tidak baik juga mengakibatkan terjerumus kedalam hal-hal yang tidak baik seperti penyalahgunaan obat-terlarang dan sejenisnya. Dalam segi sosialisasi remaja yang telah terlanjur mengenal Obat-obatan terlarang cenderung akan diasingkan oleh teman sebaya yang lain untuk menghindari keterlibatan atau terbawa oleh kasus jika tertangkap oleh pihak berwenang.

Dalam konteks psikologi remaja ngelem dikatakan tidak memenuhi tugas dan tanggung jawab perkembangan dalam masa remajanya, ini dikarenakan remaja ngelem tidak berteman dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan teman sebaya juga lingkungan masyarakat sekitar. Tugas perkembangan yang tidak terpenuhi adalah mampu menerima keadaan fisik, mampu berteman dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis, berhubungan baik dengan lingkungan dan masyarakat.

Dalam penelitian yang penulis lakukan penulis menemukan bahwa selama beberapa tahun belakangan para Informan tidak lagi bergaul dan berteman dengan remaja sekitar Kampung Koto Jua yang tidak ikut melakukan aksi ngelem dengan mereka setiap malamnya. Para informan cenderung menertawakan remaja lainnya karena para

(9)

Informan menganggap mereka tidak gaul hingga menganggap bahwa mereka adalah bencong.

Dalam penelitian ini penulis juga menemukan bahwa remaja Kampung Koto Jua juga tidak mau berteman dengan para Informan dikarenakan tidak mau terjerumus dan berurusan dengan mereka pengguna lem. Hal ini sesuai dengan wawancara yang penulis lakukan dengan Suci mengatakan bahwa:

Manga bakawan jo anak urang tu, mambaok efek buruak se mah. Caliak se lah karajonyo apo satiok malam, ndak bana nyo doh. (buat apa berteman dengan orang itu, membawa efek buruk aja. Lihat aja kerjaan mereka tiap malam, mereka tidak baik).

Wawancara selanjutnya penulis lakukan dengan Pito mengatakan bahwa:

Ndak bulaih bakawan jo abang tu dek ama do kak, urang tu ma isok lem nyo bisuak tabaok-baok. Awak bakawan jo kawan samo sakolah se nyo, kalau di rumah awak bakawan jo Si Em se nyo kak. (tidak boleh sama mama berteman dengan dia kak, orang itu ngelem nanti terbawa-bawa. Saya berteman dengan teman sama sekolah saja kak, kalau di rumah berteman sam si Em aja). Senada dengan itu penuis melakukan wawancara dengan Rokel mengatakan bahwa:

Maleh den bakawan jo anak-anak tu kak, tabaok-baok lo awak ka nan buruak beko, jaleh den ka masuak polisi beko kok bakawan jo anak-anak tu tabaok marokok lo, tiok malam malem lo beko. Tu ndak jadi sampai cita-cita den do kak. (malas berteman sama anak-anak itu kak, terbawa nanti ke yang buruk, saya mau masuk angkatan Polisi nanti kalau berteman dengan mereka nanti saya ikut merokok, ngelem tiap malam. Nanti cita-cita saya tidak kesampaian kak).

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan pada tanggal 29 Januari 2017 dilapangan voli Kampung Koto Jua. Penulis melihat

(10)

bahwa pemuda yang akan bermain takraw disana tidak mau dipasangkan apalagi menjadi lawan bermain dengan Informan. Mereka semua menghindar dan memilih duduk menunggu giliran hingga permain Informan selesai. Selain itu ketika mereka duduk Informan hanya duduk dengan teman sekelompoknya saja tanpa ada pemuda lain yang mau bergabung kecuali pemuda yang sudah jauh lebih besar dari mereka dan tujuannya duduk dengan mereka hanya untuk mengolok-olk hingga member nasehat kepada mereka.

Hal ini dikuatkan oleh wawancara yang penulis lakukan dengan Buyung mengatakan bahwa:

Ndak ado gunonyo duduk-duduk jo urang tu doh kak, ancak bagabuang jo Remaja Masjid lai, labiah bermanfaat, dapek ilmu tu tahinda lo dari pabuekan buruak bantuak urang tu lai. (Tidak ada gunanya duduk-duduk dengan mereka kak, lebih baik bergabung dengan Remaja Masjid, lebih bermanfaat, dapat ilmu dan terhindar dari perilaku yang buruk seperti mereka). Wawancara selanjutnya penulis lakukan dengan Ujang mengatakan bahwa:

Baa lo ka bakawan jo anak urang tu, ndak suai jo urang tu do kak, nyo babeda jo awak. (bagaimana mau berteman dengan orang-orang itu kak, tidak cocok berteman dengan orang itu, dia berbeda dengan saya kak).

Berndt dalam Santrock (2004: 352) mengakui bahwa tidak semua teman dapat memberikan keuntungan bagi perkembangan. Perkembangan individu akan terbantu apabila anak memiliki teman yang secara sosial terampil dan bersifat supportif. Sedangkan teman-teman yang suka memaksakan kehendak dan banyak menimbulkan

(11)

konflik akan menghambat perkembangan. Seperti yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa para Informan dianggap tidak membawa dampak positif sehingga mereka diasingkan oleh remaja lainnya.

Temuan ini bertentangan dengan teori Havighrust dalam Hurlock (1996) mengatakan kehidupan remaja merupakan masa transisi antara kehidupan anak-anak menuju ke kehidupan dewasa. Salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja adalah bergaul dengan kelompok pria dan wanita yang sebaya. Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Tugas-tugas perkembangan merupakan suatu proses yang menggambarkan perilaku kehidupan sosio-psikologis manusia pada posisi yang harmonis didalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks. Proses tersebut merupakan tugas-tugas perkembangan fisik dan psikis yang harus dipelajari, dijalani dan sikuasai oleh setiap individu (Elizabeth B Hurlock, 1996: 209).

Dari wawancara dan observasi tersebut penulis menyimpulkan bahwa Informan tidak terlalu menghiraukan hubungannya dengan teman sebayanya. Informan hanya memikirkana dirinya sendiri dan tidak peduli dengan orang lain, hal ini menyebabkan remaja tidak mempunyai hubungan yang baik dengan remaja lainnya baik sejenis maupun lawan jenis.

(12)

Hal lain juga penulis temukan dilapangan bahwa remaja lainnya tidak ingin berteman dengan Informan karena takut akan membawa dampak buruk kepada mereka dan takut akan terbawa arus kea rah yang buruk. Remaja berpikiran bahwa jika berteman dengan mereka maka tidak ada temapat di tengah masyarakat dan masa depan mereka tidak jelas.

B. Dampak Psikologis Terhadap Emosi Remaja

Remaja memiliki karakteristik pemunculan emosi yang berbeda bila dibandingkan dengan masa kanak-kanak maupun dengan orang dewasa. Emosi remaja seringkali meluap-luap (tinggi) dan emosi negative mereka lebih mudah muncul. Keadaan ini lebih banyak disebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka dan lingkungan menghalangi terpuaskan kebutuhan tersebut.

Keadaan emosi remaja yang masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan hormone. Suatu saat ia bisa sedih sekali, dilain waktu ia bisa marah sekali. Hal ini disebabkan oleh pemenuhan kebutuhan dan lingkungan yang menghalangi kebutuhannya. Artinya, ketika remaja melakukan perilaku ngelem ia merasa bahwa kebutuhannya tidak dipenuhi secara keseluruhan atau adanya perasaan kecewa dalam diri mereka hingga perasaan terhalanginya kebebasan yang mereka dapatkan.

Salah satu fungsi emosi yang dikemukakan oleh Coleman dan Hammen dalam (Sobur, 2003: 40) mengatakan bahwa emosi adalah salah satu perantara pembawa pesan. Berbagai penelitian membuktikan bahwa

(13)

pembicaraan yang menyertakan seluruh emosi dalam pidato dipandang lebih hidup, lebih dinamis dan lebih meyakinkan.

Salah satu dampak psikis terhadap emosi perilaku ngelem adalah emosinya yang mudah sekali terpancing. Emosi yang penulis maksud adalah emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, seperti : perasaan intelektual, yang berhubungan dengan ruang lingkup kebenaran perasaan sosial, yaitu perasaan yang terkait dengan hubungan dengan orang lain, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Siti Sundari (2005: 35) bahwa marah adalah sebuah perilaku agresif dan ditunjukkan pada suatu benda atau seseorang yang dapat membangkitkan suasana emosional yang biasanya terjadi jika keinginan atau perbuatannya dihalang-halangi yang dapat menimbulkan perbuatan dalam bentuk kata-kata melanggar kesopanan, mencela, berlaku tak pantas, atau menyerang. Sesuai dengan fakta yang penulis temukan dilapangan memang benar bahwasanya marah merupakan perilaku yang agresif yang ditunjukan pada seseorang yang dapat membangkitkan suasana emosional.

Seperti yang penulis lihat pada tanggal 4 Januari 2017 pukul 15.30 WIB di pos pemuda, penulis melihat bahwa Informan dua memarahi temannya karena tidak mau memmenuhi kehendaknya. Informan kerap kali berkata kasar hingga memukul kepala temannya hingga temannya pun tidak tahan dan membalas perbuatan Informan 2 tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Bima. Bima mengatakan bahwa Informan 2 memintanya

(14)

untuk membelikan lem tetapi Bima tidak punya uang, Informan 2 menyuruh Bima mengambil uang di warung ibunya dan membelikannya lem Aica Aibon, lantaran Bima tidak mau maka Informan 2 marah dan memukul kepala Bima dengan tangannya. Bima melawan Informan 2 karena tidak tahan lagi dengan gaya sok berkuasanya(wawancara, 4 Januari 2017).

Jadi dari wawancara dan observasi dapat diketahui bahwa Informan 2 marah karena merasa kebutuhannya tidak dipenuhi, Informan 2 kerap berlaku kasar apabila ada yang menentang keinginannya. Seseorang bereaksi menjadi marah tentunya ada factor yang mempengaruhi yaitu dorongan emergency, yaitu reaksi yang diberikan dalam situasi darurat. Hal ini sama dengan yang ditunjukkan oleh Informan 2, dia marah karena permintaannya tidak dipenuhi oleh teman sebayanya, padahal ia sangat ingin dan sudah merasa ngelem adalah sebuah kebutuhan.

Secara general factor kemunculan amarah bisa diklasifikasikan kedalam dua factor eksternal dan internal. Factor eksternal adalah stimulasi yang datang dari luar baik lingkungan maupun alam sekitar, sedangkan internal adalah apa yang datang dari dalam diri manusia.

Dari beberapa uraian diatas dijelaskan bahwa adanya perubahan kehidupan mental emosional berupa gangguan perilaku yang membuat remaja pembangkang dan melawan setiap kali mereka ditegur. emosi yang berbentuk amarah seringkali membuat remaja sering mengamuk, benci,

(15)

marah besar, jengkel, kesal hati, mudah tersinggung, bermusuhan dan lain sebagainya.

Berdasarkan penelitian yang telah lalu (Adam, )mengatakan bahwa dampak psikososial penyalahgunaan Narkotika akan mengubah seseorang menjadi pemurung, pemarah, pencemas, depresi, paranoid, dan mengalami gangguan jiwa, menimbulkan sikap masa bodoh, bosoh, tidak peduli dengan norma, masyarakat, hokum dan agama, serta dapat mendorong melakukan tindak criminal seperti mencuri, berkelahi dan lain-lain.

Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Muryanta menemukan bahwa dampak psikologis terhadap emosi remaja ngelem adalah perubahan pada kehidupan mental dan emosi hingga mengakibatkan perilaku yang tidak wajar, seperti pemarah, berkata kasar hingga berlaku kasar.

Hal ini sama dengan penelitian yang penullis lakukan bahwa sikap pemarah dan berlaku kasar kerap kali diperlihatkan oleh Informan, hal ini dikarenakan oleh Informan merasa kebutuhannya tidak terpenuhi dan diberi saran-saran yang baik oleh orang lain. Perilaku kasar seperti memukul orang lain terjadi apabila Informan merasa dia tidak dihargai dan tidak diakui sebagai pemimpin dalam kelompok teman sebayanya.

Hal ini sesuai dengan wawancara yang penulis lakukan dengan Informan 1 mengatakan bahwa:

Den ketua nyo mah kak, ndak ado yang barani malawan den doh. Kok adoh den hantam jo kaki. Kok bos ko tu manunggu se nyo kak. (saya adalah ketuanya kak, kalau ada yang melawan akan saya hantam dengan kaki. Kalau ketua sifatnya hanya menunggu saja).

(16)

Wawancara tersebut didukung oleh wawancara selanjutnya yang penulis lakukan dengan Abel mengatakan bahwa:

Nyo lah maraso bos se kak, nyo bagak. Kok malawan se saketek nyo tapuak. Awak ndak barani do, badannyo gadang ndak lawan awak tu do kak. (dia merasa bahwa dia adalah bos, kalau melawan ditampar. Saya tidak berani, badannya besar dia bukan tandingan saya).

Rasa marah merupakan salah satu emosi alamiah yang muncul ketika salah satu motivasi yang mendasar tidak terpenuhi karena ada hambatan tertentu. Jika hambatan tersebut menghalangi manusia mencapai tujuannya untuk memenuhi salah satu motivasi mendasarnya, maka individu akan marah, memberontak, melawan, dan berjuang mengalahkan atau menghilangkan hambatan tersebut hingga dapat mencapai tujuan dalam memenuhi motivasinya itu (Najati, 2004: 100).

Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa Informan merasa bahwa dia adalah ketua dalam kelompok teman sebayanya, Informan menuntut agar teman sebayanya memberikan pengakuan bahwa dia adalah yang ditakuti dan disegani. Untuk mendapatkan hal ini Informan memilih jalan kekerasan agar tidak ada yang bisa melawannya dan akhirnya dia ditakuti dikalangannya.

Hal ini didukung oleh wawancara yang penulis lakukan dengan Andra mengatakan bahwa:

Maraso bos se paja tu mah kak, kok ado yang malawannyo langsuang ditumbuak. Sok bakuaso yang gagah inyo, yang santiang inyo yang bagak inyo mah kak. (dia merasa bos, kalau ada yang melawan langsung dihajar. Sok berkuasa, sok ganteng, sok hebat dan sok berani).

(17)

Wawancara selanjutnya penulis lakukan dengan Bima mengatakan bahwa:

Awak lo yang ka dilawan-lawan e, tu ndak maukua baying-bayang nyo tu doh. (saya yang mau dia lawan, tidak mengukur baying-bayang dia).

Dari wawancara tersebut penulis meyimpulkan bahwa Informan tidak ingin ada yang melawan kepadanya. Informan menuntut pengakuan bahwa dia adalah ketua kelompokknya. Informan selalu main kekerasan agar dia bisa dihargai oleh kelompok teman sebayanya.

Rasa marah merupakan salah satu emosi alamiah yang muncul ketika salah satu motivasi yang mendasar tidak terpenuhi karena ada hambatan tertentu. Jika hambatan tersebut menghalangi manusia mencapai tujuannya untuk memenuhi salah satu motivasi mendasarnya, maka individu akan marah, memberontak, melawan, dan berjuang mengalahkan atau menghilangkan hambatan tersebut hingga dapat mencapai tujuan dalam memenuhi motivasinya itu (Najati, 2004: 100).

Berdasarkan observasi pada hari berikutnya yang penulis lakukan pada tanggal 15 Januari di pos pemuda, penulis melihat bahwa Informan 1 sangat mudah terpancing emosi ketika salah seorang temannya menghasutnya dengan ejekan yang ditambah-tambah oleh temannya. Informan 1 langsung melontarkan kata-kata kasr dan mengajak temannya tersebut menemui orang yang dikatakan temannya sudah menghina dirinya dan mau memukul kepalanya hingga mati. Informan mengatakan hal

(18)

seperti itu tanpa ada rasa takut dan penyesalan dalam dirinya, padahal ejekan temannya tidak seberapa.

Hal ini sesuai dengan wawancara yang penulis lakukan dengan Bima mengatakan bahwa:

Kok dikompor-komporan takah tadi tu kak nyo langsuang paneh mah. Acok kami pagarahan takah tu mah kak, beko sore nyo cari urang tu mah, nyo tenju langsuang ndak batanyo dulu doh. Dulu ado urang yang mangecekan inyo kok ndak dek kayo ndak nio cewek e tu doh, kami sampaian ka inyo bisuak e langsuang parang kak, nyo tenju paja tu disakolah e, sampai badarah-darah kak. Bisuak e nyo baok lo kawan untuak mancari paja tu baliak. Tapi ndak basobok doh. (kalau dipana-panasin seperti yang tadi itu kak dia langsung panas. Sering kami becandain seperti itu, nanti sore langsung dicari, ditonjok langsung tanpa bertanya. Dulu pernah ada orang yang bilang kalau dia tidak kaya pacarnya tidak akan mau dengannya. Besok disekolah langsung dipukul orang itu sampai berdarah-darah. Besoknya lagi dia bawa teman-temannya untuk mencari orang tersebut, tapi tidak ketemu).

Jadi penulis menyimpulkan bahwa emosi Informan tidak dapat dikontrol, emosi marah yang kerap kali ia munculkan selalu menjadi alasan untuk memukul orang lain tanpa rasa takut dan perasaan bersalah. Pendapat Alex Sobur mengatakan bahwa emosi marah itu adalah hal yang wajar dimiliki oleh setiap manusia tetapi pada temuan ini penulis menemukan bahwa emosi marah pada Informan sangat menonjol dan sangat tidak bisa dikendalikan. Hal ini terlihat jelas pada informan seperti sifat pemarah yang berlebihan, suka memaksakan kehendak dan menuntut pengakuan bahwa dia adalah yang terkuat disbanding dengan teman sebayanya.

Marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan oleh anak jika dibandingkan dengan rasa takut. Marah merupakan perasaan tidak

(19)

senang atau benci terhadap orang lain, diri sendiri atau objek tertentu yang diwujudkan dalam bentuk ferbal (kata-kata kasar) atau nonverbal (seperti mencubit, memukul, menampar, menendang dan merusak). Perasaan ini merupakan reaksi terhadap situasi frustasi yang didalamnya yaitu perasaan kecewa atau pearasaan tidak senang karena adanya hambatan terhadap pemenuhan keinginannya (Yusuf: 168).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil jumlah iterasi dalam satu kali konvergen terhadap jumlah varian data training pada metode improved semi supervised k-means dengan k-means Pada pengujian ketiga

Berdasarkan pengertian tentang komunikasi massa yang sudah dikemukakan oleh para ahli komunikasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi

Skripsi dengan judul “ Model Penelusuran Banjir Pada Sungai Dengkeng dengan Menggunakan Metode Gabungan O’Donnel dan Muskingum-Cunge serta Metode Muskingum

Pengadukan menyebabkan adanya kenaikan absorbansi yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan tanpa pengadukan (Gambar 3). Secara kualitatif, semakin tinggi

Pengamatan aktivitas siswa dilakukan oleh guru kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Observer duduk di belakang siswa dan mengamati aktivitas siswa sampai

Muslihadi juga melakukan penelitian tentang efektivitas pengelolaan kelas, dimana hasil penelitian tersebut adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara disiplin kerja

Guru menyuruh siswa untuk melakukan diskusi kelompok sesuai dengan materi yang telah disampaikan guru mengenai struktur, tata nama, dan sifat..