• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PEMEKARAN DESA DI KABUPAEN LINGGA (Studi Pembangunan Di Desa Tajur Biru, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga) NASKAH PUBLIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PEMEKARAN DESA DI KABUPAEN LINGGA (Studi Pembangunan Di Desa Tajur Biru, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga) NASKAH PUBLIKASI"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PEMEKARAN DESA DI KABUPAEN LINGGA

(Studi Pembangunan Di Desa Tajur Biru,

Kecamatan Senayang,

Kabupaten Lingga)

NASKAH PUBLIKASI

HAMIDI

NIM : 110565201120

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

(2)

EVALUASI PEMEKARAN DESA DI KABUPATEN LINGGA

(Studi Pembangunan Di Desa Tajur Biru, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga)

HAMIDI

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH

ABSTRAK

Desa Tajur Biru merupakan pemekaran dari Desa Temiang Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga yang dimekarkan pada bulan juli 2013, yang mana dulunya Desa Tajur Biru adalah Desa Induk Dari Desa Temiang. Pemekaran wilayah Desa Tajur Biru yang sudah berjalan lima tahun ini pada dasarnya adalah merupakan upaya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tetap berpedoman pada pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan daya dukung wilayah, baik dari segi aspek pelayanan masyarakat, aspek pemerintahan, aspek sosial ekonomi, dan aspek potensi wilayah yang ada. Pemekaran wilayah Desa di Desa Tajur Biru ini diharapkan akan bisa memberikan dampak positif bagi kemajuan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di pulau dari desa, seperti lebih meningkatkan dan mendekatkan pelayanan pada masyarakat secara efektif dan efisien, mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat, mempercepat proses pelaksanaan pembangunan disegala bidang kehidupan, mempercepat pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang ada, meningkatkan keamanan dan ketertiban.

Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengevaluasi pemekaran pembangunan yang terjadi di Desa Tajur Biru Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga. Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif Kualitatif. Dalam penelitian ini juga melakukan wawancara kepada informan yang dilakukan kepada 7 orang informan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif. Setelah dilakukan evaluasi terhadap permasalahan penelitian maka dapat dianalisa dan dapat diambil kesimpulan bahwa Pemekaran Desa Tajur Biru Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga sudah baik, karena Desa Tajur Biru telah memenuhi syarat untuk dimekarkan dan didukung oleh pemerintahan desa yang mampu terbuka dalam hal pengelolaan keuangan dan pembangunan yang akan dilakukan di Desa Tajur Biru, namun ada beberapa hal yang masih harus diperhatikan juga oleh pemerintah Desa, seperti masih banyaknya jalan yang belum disemenisasi, fasilitas jalan dan yang lainnya, agar kedepannya Desa ini bisa lebih maju.

(3)

EVALUASI PEMEKARAN DESA DI KABUPATEN LINGGA

(Studi Pembangunan Di Desa Tajur Biru, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga)

HAMIDI

Student of Government Science, FISIP UMRAH

ABSTRACT

The village of Tajur Biru is an expansion of Temiang Village Senayang Sub-district of Lingga Regency which was split in July 2013, which was formerly Blue Tajur Village is the Parent Village Of Temiang Village. Expansion of the Tajur Biru Village area that has been running for five years is basically an effort to improve the welfare of the community by staying guided by economic growth by observing the carrying capacity of the region, both in terms of public service aspects, governance aspects, socioeconomic aspects, and potential aspects of the region which exists. The expansion of the village area in the Tajur Biru Village is expected to have a positive impact on the progress of the community, especially the people who are on the island from the village, such as further improving and bringing the community closer effectively and efficiently, accelerating the economic growth of the community, Areas of life, accelerate the management of natural resources (SDA) that exist, improve security and order.

The purpose of this research is basically to evaluate the expansion of development that occurred in the Village Tajur Biru Senayang District Linga District. In this study the authors use the type of Descriptive Qualitative research. In this study also conducted interviews to informants conducted to 7 informants. Date analysis technique used in this research is qualitative descriptive data analysis technique. After the evaluation of the research problem can be analyzed and it can be concluded that the division of Tajur Biru Village Senayang Sub-district of Lingga Regency has been good, because the Tajur Biru Village has fulfilled the requirement to be expanded and supported by the village government which is able to open in financial management and development which will Conducted in Tajur Biru Village, but there are some things that still need to be considered by the village government, such as the number of unsettled roads, road facilities and others, so that the future of this village can be more advanced.

(4)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk

republik yang

dalam pelaksanaan

pemerintahannya dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupatan dan kota mempunyai pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan.

Dampak lain adalah tumbuhnya kehidupan demokrasi yang lebih semarak, khususnya dalam pemilihan kepala dearah. Selain itu kebijakan-kebijakan yang sifatnya menyangkut publik dilakukan lebih transparan. Dengan demikian adanya otonomi dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola daerahnya masing-masing, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.

Pemekaran wilayah pemerintahan merupakan suatu langkah strategis yang ditempuh oleh Pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan

(5)

tugas-tugas pemerintahan baik dalam rangka pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan menuju terwujudnya suatu tatanan kehidupan masyarakat yang maju,mandiri,sejahtera, adil dan makmur. Dengan perkataan lain, hakikat pemekaran daerah otonom lebih ditekankan pada aspek mendekatkan pelayanan pemerintahan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pemekaran daerah merupakan cara atau pendekatan untuk mempercepat

akselerasi pembangunan daerah.

Dan Oleh karena itu juga, maka birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan publik yang baik dan profesional. Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pada masyarakatnya tentu harus memperhatikan dinamika perkembangan masyarakat, terlebih di era globalisasi dimana informasi semakin mudah diperoleh. hal ini membuat masyarakat semakin cerdas dan kritis terhadap segala perubahan yang terjadi.

Pemekaran Desa secara intensif hingga saat ini telah berkembang di Indonesia sebagai salah satu jalan untuk pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti dalam bidang ekonomi, keuangan, pelayanan publik dan aparatur pemerintah desa termasuk juga mencakup aspek sosial politik, batas wilayah maupun keamanan serta menjadi pilar utama pembangunan pada jangka panjang.

Secara historis, desa merupakan cikal bakal terbentuknya

masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum bangsa ini terbentuk. Dalam undang-undang no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam Struktur sosial sejenis desa, masyarakat adat

(6)

dan lain sebagainya telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Desa merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri serta relatif mandiri. Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut (wijaya : 2003). Otonomi desa dianggap sebagai kewengan yang telah ada, tumbuh mengakar dalam adat istiadat desa bukan juga berarti pemberian atau desentralisasi. Otonomi desa berarti juga kemampuan masyarakat. jadi istilah (otonomi desa) lebih tepat bila diubah menjadi (otonomi masyarakat desa) yang berarti kemampuan masyarakat yang benar-benar tumbuh darimasyarakat (Tumpal P. Saragi :2004).

Kabupaten Lingga terletak di antara 0 derajat 20 menit Lintang Utara dengan 0 derajat 40 menit Lintang Selatan dan 104 derajat Bujur Timur dan 105 derajat Bujur Timur. Luas wilayah

daratan dan lautan mencapai 45.456,7162 km2 dengan luas daratan 2.117,72 km2 dan lautan mencapai 43.338,9962 km2. Wilayahnya terdiri dari 531 buah pulau besar dan kecil. Tidak kurang dari 95 buah diantaranya sudah dihuni, sedangkan sisanya 436 buah walaupun belum berpenghuni sebagiannya sudah dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas kegiatan pertanian, khususnya pada usaha perkebunan. Kabupaten Lingga adalah salah satu kabupaten di provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Kabupaten Lingga memiliki 9 Kecamatan, 7 kelurahan, dan 74 desa.

Adapun nama kecamatan yang ada di Kabupaten Lingga yaitu Kecamatan Singkep, Kecamatan Singkep pesisir, Kecamatan Singkep barat, Kecamatan Singkep selatan, Kecamatan Selayar, Kecamatan Lingga, Kecamatan Lingga timur, Kecamatan Lingga utara, dan Kecamatan Senayang. Kecamatan Singkep Selatan memiliki desa paling sedikit (3 desa : Marok Kecil, Berhala dan Resang). Kecamatan Singkep Selatan

(7)

adalah termuda dan Kecamatan Senayang merupakan kecamatan dengan desa terbanyak (18 desa) yaitu Senayang, Penaah, Laboh, Tanjung kelit, Mamut, Tanjung lipat, Baran, Rejai, Cempa, Pasir panjang, Batu belobang, Benan, Mensanak, Pulau duyung, Pulau Medang, Pulau batang, Temiang, dan Tajur biru.

Setelah dilakukan pemecahan Desa Temiang menjadi Desa Tajur Biru yang diharapkan nantinya dapat melaksanakan berbagai pembangunan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. atas dasar itulah penulis mengadakan penelitian ntuk mengetahui apakah daerah yang dimekarkan tersebut mengalami perkembangan, dan kemajuan ataupun berupa kemunduran dari segi pembangunan sarana dan prasarana dalam menunjang pelayanan yang maksimal tersebut kepada masyarakat dan melakukan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai pembentukan desa baik berupa potensi wilayah, pelayanan, kepada masyarakat

dalam melaksanakan administrasi pemerintahan, dan sarana pendidikan serta pembangunan lain yang menunjang kehidupan masyarakat khususnya di Desa Tajur biru sebagai objek dalam penelitian.

Desa Tajur Biru juga pada dasarnya memiliki wilayah yang luas, memiliki wilayah yang strategis, sehingga desa ini menjadi pusat pelabuhan penghubung dari masyarakat desa yang ada di sekitarnya, dan juga merupakan pusat perdagangan antar nelayan desa untuk pengiriman ikan ke tanjung pinang dan batam,bahkan ke Singapore juga, kemudian Desa Tajur Biru juga adalah desa dengan jumlah penduduk yang lebih banyak dari desa yang ada di sekitarnya, dengan jumlah penduduk 1776 jiwa, yang mana jumlah itu terbagi antara laki-laki 909 orang, wanita 867 orang, dengan jumlah 499 kepala keluarga, sebelum pembentukan desa ini dibentuk masyarakatnya sebagaian besarnya sudah berkembang dari segi mata pencaharian, pendidikan ataupun lainnya, sehingga masyarakat juga telah ikut

(8)

berpartisipasi dalam pelayanan yang diberikan, tujuannya agar semua bisa dapat tepat sasaran sesuai dengan tujuan pembangunan yang diinginkan masyarakat desa tersebut.

Jika di tinjau dari segi pelayanan yang telah diberikan kepada masyarakat, Saat ini kantor desa memang sudah ada kantor baru, namun pelaksanaannya tidak sebaik seperti yang diharapkan, pelaksanaannya masih sama dengan sebelum adanya pemekaran, hanya tempatnya saja yang saat ini sudah berada dekat. Selain itu juga pelayanan aparatur masih jauh dari apa yang diharapkan, itu dapat dilihat dari kantor desa yang tutup pada siang hari, aparatur yang masih banyak yang datang terlambat dan terkesan sesuka hati mau datang jam berapa, sehingga itu pelayanan untuk masyarakatpun jadi terhambat. Tidak hanya itu, aparatur yang ada juga belumlah sesuai dengan tugasnya, karna sebagian besar aparatur desa diambil bukan berdasarkan pendidikan dan keahlian.

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk menelaah lebih dalam mengenai evaluasi

daerah baru yang merupakan hasil pemekaran Desa Temiang dibentukan lagi satu menjadi Desa Tajur Biru yang ada di kecamatan Senayang Kabupaten Lingga. evaluasi yang dilakukan penulis bertujuan mengkaji seberapa besar hasil pemekaran dapat mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan serta dapat memberi panduan kepada para pelaksana kebijakan dalam hal ini pemerintah desa mengenai seberapa lancar perjalanan atau proses pemekaran ini di implementasikan. atas dasar itulah penulis mengadakan penelitian dengan judul

“EVALUASI PEMEKARAN DESA DI KABUPATEN LINGGA”

B. Perumusan Masalah

Pemekaran Desa Tajur Biru, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga ini tentu tidak terlepas dari berbagai faktor yang melatar belakanginya.Dari berbagai faktor yang ada, tentu di dalamnya terdapat berbagai macam perbedaan, ketidaksepakatan, dan konflik atau perdebatan, karena pada dasarnya konflik, perbedaan dan ketidaksepakatan

(9)

merupakan sebuah fenomena yang tidak bisa dihindarkan dari kesatuan masyarakat.

Untuk dapat

menjelaskan adanya perbedaan, ketidakpuasan dan apa yang di rasakan masyarakat Desa Tajur Biru setelah pemekaran di desa mereka, maka penulis dapat merumuskan suatu masalah dalam usulan penelitian ini. adapun perumusan masalah dalam usulan penelitian ini adalah

“ Apa Yang Dirasakan Masyarakat Dari Evaluasi Pemekaran Desa Di Kabupaten Lingga (Studi Pembangunan Di Desa Tajur Biru Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga”?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitien ini adalah untuk mengetahui dampak Pemekaran Desa di Kabupaten Lingga terkait dengan maslah Pembangunan (Studi di Desa Tajur Biru Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga). 2. Kegunaan Penelitian a. Akademis : Diharapkan akan mampu menyumbang khasanah ilmiah dan kepustakaan di dalam penelitian ilmu-ilmu

sosial dan

politik khususnya bagi Universitas Maritim Raja Ali Haji serta diharapkan sebagai referensi atau masukan bagi instansi terkait. b. Praktis : Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi mahasiswa dalam melengkapi kajian yang mengarah

pada pengembangan ilmu pengetahuan serta menjadi bahan referensi bagi peneliti

selanjutnya.

D. Kerangka Teoristis

Sebelum membahas lebih jauh, terlebih dahulu diperlukan suatu kerangka pemikiran yang kebenarannya tidak diragukan lagi. Sesuai dengan masalah yang dibahas di sini akan dikemukakan beberapa kerangka pemikiran dari para ahli:

(10)

Proses evaluasi kebijakan dimaksudkan untuk menguraikan dan memahami dinamika internal berjalannya suatu program atau kebijakan, dimana proses evaluasi selalu memerlukan deskripsi rinci tentang berjalannya suatu program.

Evaluasi menurut Hanafi dan Guntur dalam Nurharjadmo (2008:215) adalah penilaian terhadap suatu permasalahan atau persoalan yang umumnya menuju baik buruknya persoalan tersebut. Dalam kaitannya dalam program biasanya evaluasi dilakukan dalam rangka mengukur kinerja dan efek atau program dalam mencapai tujuan tertentu.

Menurut Mahmudi (2015:107) apabila evaluasi dikaitkan terhadap pengukuran kinerja dan efek suatu program dalam mencapai tujuan yang ditetapkan maka sangat erat kaitannya dengan tercapainya outcame dan adanya impact dari suatu program. Outcame adalah hasil yang diharapkan atau diingginkan dicapai dari suatu program atau aktifitas yang dibandingkan dengan hasil yang diharapakan atau tujuan awal dari pelaksanaan

program tersebut. Sedangkan impact dalam dampak berupa efek langsung dan tidak langsung atau konsekwensi yang diakibatkan dari pencapaian tujuan program, yang diukur dengan membandingkan antara hasil program dengan perkiraan keadaan yang akan terjadi apabila program atau kebijakan tersebut tidak ada.

Abidin (2002:186) menyatakan bahwa “evaluasi atau pelaksanaan kebijakan terkait dengan identifikasi permasalahan dan tujuan serta formulasi kebijakan sebagai langkah awal dan monitoring serta evaluasi sebagai langkah akhir”.

Menurut Winarno (2007:144) evaluasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan. Evaluasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak

(11)

(outcome). Ripley dan Franklin (dalam Winarno, (2007:145) berpendapat bahwa evaluasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan dan benefit. Sementara itu, Grindle (dalam Winarno 2007:146) juga memberikan pandangannya tentang evaluasi dengan mengatakan bahwa secara umum, tugas evaluasi adalah membentuk suatu kaitan yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dikatakan pada dasarnya, evaluasi kebijakan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dari kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut telah tercapai atau tidak. Dan dari beberapa pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa Evaluasi menunjuk pada sebuah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Evaluasi mencangkup tindakan-tindakan oleh

berbagai actor, khususnya para birokrat yang dimaksud untuk membuat program berjalan. Wibawa dkk yang di kutip Nugroho (2004:186) mengatakan Evaluasi kebijakan publik memiliki empat fungsi, yaitu:

1. Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat di buat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan. 2. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya sesuai dengan standart dan prosedur yang di tetapkan oleh kebijakan.

3. Audit. Melalui evalusi dapat diketahui, apakah output

(12)

benar-benar sampai ketangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.

4. Akunting. Melalui evaluasi dapat di ketahui apa akibat social ekonomi dari kebijakan tersebut. Evaluasi member informasi yang valid dan dapat di percaya, evaluasi juga sangat berperan dalam nilai-nilai suatu tujuan dan target yang telah ditetapkan. Menurut Nawawi (2006:73) “ Evaluasi kinerja di artikan juga sebagai kegiatan mengukur/menilai pelaksanaan pekerjaan untuk menetapkan sukses atau gagalnya seorang pekerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dibidang kerjanya masing-masing.

Menurut Agustino (2006:188) kinerja kebijakan yang di nilai dalam evaluasi kebijakan melingkupi :

a. Seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah di capai melalui tindakan kebijakan/program. b. Tindakan yang ditempuh oleh Implementing Agencie sudah benar-benar efektif, Responsive,

akuntabel dan adil. c. Efek dan dampak

dari kebijakan itu sendiri.

Evaluasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu proses pekerjaan, karna dengan adanya evaluasi maka hal tersebut akan mempermudah jalannya suatu proses kerja dalam sebuah organisasi. Dunn (2003:610) menggambarkan kriteria-kriteria evaluasi kebijakan bahwa:

1. Efektivitas : Berkenaan dengan program/kebijakan tersebut mencapai hasil (akibat) yang di harapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Efektifitas, yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya.

2. Efisiensi : Berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektifitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi adalah

(13)

merupakan hubungan antara efektifitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter.

3. Perataan :

Kebijakan/program tersebut dilaksanakan merata serta terpenuhinya seluruh kebutuhan.

4. Ketepatan : Suatu hasil pelaksanaan yang di lihat dari kesesuaian biaya dengan standar dan bentuk surat pertanggung jawaban yang sesuai dengan ketentuan.

Untuk dapat mengusahakan agar pekerjaan sesuai dengan rencana atau maksud yang telah di tetapkan, maka pemimpin harus melakukan kegiatan-kegiatan pemeriksaan, pengecekan, pencocokan, inspeksi, pengendalian dan berbagai tindakan yang sejenis dengan itu, Apabila kemudian ternyata ada penyimpangan, penyelewengan atau ketidak cocokan maka pemimpin dihadapkan kepada keharusan menempuh langkah-langkah

perbaikan atau

penyempurnaan.

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli maka diketahui bahwa dengan adanya evaluasi baik

yang dilakukan oleh intern ataupun ekstern dari suatu kebijakan/program, diharapkan kebijakan-kebijakan kedepan akan lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama.

Studi ini akan melakukan evaluasi berdasarkan tujuan pemekaran yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2006 secara khusus membahas mengenai tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan, definisi evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar.

Evaluasi „output‟ akan difokuskan kepada aspek kepentingan utama masyarakat dalam mempertahankan hidupnya, yakni sisi ekonomi. Apabila kondisi ekonomi masyarakat semakin membaik, maka secara tidak langsung hal ini berpengaruh kepada akses masyarakat terhadap pelayanan publik, baik dibidang pendidikan maupun dibidang kesehatan. Disisi lain, pelayanan publik juga

(14)

mencerminkan sejauh mana pemerintah daerah mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta kondisi umum daerah itu sendiri.

Berdasarkan pemikiran diatas, maka evaluasi difokuskan pada :

a. Perekonomian Daerah: b. Keuangan Daerah: c. Pelayanan Publik: serta d. Aparatur Pemerintah

Daerah.

Keempat aspek tersebut saling terkait satu sama lain. Secara teoritis, pemekaran daerah mendorong lahirnya pemerintah baru, yang pada gilirannya membutuhkan

aparatur untuk

menjalankannya. Dalam menjalankan tugas fungsi kepemerintahan, aparatur berwenang untuk mengelola keuangan yang ada, agar dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi pelayanan publik serta mendorong perekonomian daerah.

E. Konsep operasional

Untuk menghindari salah penafsiran terhadap beberapa pengertian, maka penulis membuat beberapa batasan pengertian yang digunakan dalam analisis lebih lanjut. Dalam konsep

teori yang telah dijelaskan oleh Dunn (2003:610) yang menyatakan bahwa ada beberapa kriteria-kriteria evaluasi kebijakan publik, yakni efektifitas, effisiensi, perataan, dan ketepatan. Dari beberapa pengertian diatas dapat dikatakan pada dasarnya,evaluasi kebijakan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dari kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut telah tercapai atau tidak. untuk melihat kriteria-kriteria dalam evaluasi Pemekaran Desa Tajur Biru, maka konsep dan pengukurannya dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan. jadi apabila tujuan tersebut telah dicapai, baru dapat dikatakan efektif. hal ini dapat dilihat dari indikator sebagai berikut:

a. Pemerataan Pembangunan

b. Pelayanan Kepada Masyarakat

2. Efisiensi, yaitu mengandung arti pembangunan yang hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran

(15)

pembangunan dengan memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pembangunan yang berkaitan. Efisiensi dapat dilihat dari:

a. bagaimana usaha mencapai pembangunan yang merata

b. bagaimana usaha yang dilakukan untuk meningkatkan

pembangunan kepada masyarakat.

3. Pemerataan, merupakan pembangunan yang dilaksanakan dapat semakin merata dan masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan. Sampai sejauh mana biaya manfaat yang dapat dirasakan semua lapisan masyarakat dan dapat dilihat dari indikator:

a. bagaimana manfaat hasil pembangunan yang dirasakan masyarakat b. bagaimana pemerataan pembangunan yang diberikan terhadap masyarakat.

4. Ketepatan, ketepatan suatu hasil yang diinginkan dapat ditemukan dan dikembangkan sehingga benar-benar berguna dalam memberikan pemecahan persoalan. hal ini dapat dilihat

dari: pencapaian tujuan yang dihasilkan dapat memberikan manfaat untuk warga masyarakat.

F. Metode Penelitian. 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian bersifat Deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Sugiyono (2010:29) metode deskriptif adalah metode yang digunakanuntuk

menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

2. Lokasi Penelitianan

Lokasi yang menjadi tempat penelitian yaitu di Desa Tajur Biru kecamatan senayang kabupaten Lingga. adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah bahwa Desa Tajur Biru merupakan salah satu daerah atau desa baru hasil pemekaran dari desa lain dalam kecamatan senayang. hal ini sangat berpengaruh sekali dengan peran pemerintah desa dalam pembangunan masyarakat di desa.

(16)

Objek dalam penelitian ini adalah Desa Tajur Biru dan Kepala Desa sebagai informasi kunci (Key informan) Dan Sekretaris Desa, yang menjadi Informan lainnya juga dalam penelitian ini adalah BPD dan Masyarakat Desa Tajur Biru.

Tabel 1. Jumlah Informan No Jabatan Jumlah 1 Kepala Desa 1 Orang 2 Sekretaris Desa 1 Orang 3 BPD 1 Orang 4 Masyarakat 4 Orang Jumlah 7 Orang

4. Sumber dan jenis Data.

a. Data primer.

Data yang dikumpul dan diolah oleh perorangan (peneliti) langsung dari informan. Data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli

atau data baru yang memiliki sifat up to date.

b. Data sekunder. Data yang diperoleh dari pihak kedua, yang telah dikumpulkan dan diolah. data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada.

5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini untuk melakukan pengumpulan data, fakta dan informasi di lapangan digunakan:

a. wawancara

Yaitu proses percakapan dengan maksud

tertentu dan

untuk mengkonstruksi

mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi,motivasi, perasaan dan sebagainya, yang dilakukan secara dua pihak yaitu pewawancara ( interview ) yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai. adapun alat pengumpulan data yang digunakan adalah Pedoman wawancara yaitu suatu catatan mengenai hal-hal yang akan ditanyakan kepada informan kunci agar dapat

(17)

menegaskan atas variasi jawaban responden.

b. Observasi

Yaitu suatu teknik dengan melakukan peninjauan secara langsung ke lokasi penelitian. Pengamatan ini dilakukan terhadap kegiatan lapangan. adapun alat yang digunakan dengan menggunakan daftar cheek list.

G. Teknik Analisa Data

Dalam Penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Peneliti melakukan triangulasi dengan membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.

Pada metode triangulasi ini dapat diperoleh dengan berbagai cara yaitu:

a. membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

b. membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi terbuka dan tertutup.

c. membandingkan keadaan dan perspektif seseorang

dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang. d. membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

LANDASAN TEORITIS 1. Evaluasi Kebijakan

Proses evaluasi kebijakan dimaksudkan untuk menguraikan dan memahami dinamika internal berjalannya suatu program atau kebijakan, dimana proses evaluasi selalu memerlukan deskripsi rinci tentang berjalannya suatu program.

Evaluasi menurut Hanafi dan Guntur dalam Nurharjadmo (2008:215) adalah penilaian terhadap suatu permasalahan atau persoalan yang umumnya menuju baik buruknya persoalan tersebut. Dalam kaitannya dalam program biasanya evaluasi dilakukan dalam rangka mengukur kinerja dan efek atau program dalam mencapai tujuan tertentu.

Menurut Mahmudi (2015:107) apabila evaluasi dikaitkan terhadap pengukuran

(18)

kinerja dan efek suatu program dalam mencapai tujuan yang ditetapkan maka sangat erat kaitannya dengan tercapainya outcame dan adanya impact dari suatu program. Outcame adalah hasil yang diharapkan atau diingginkan dicapai darisuatu program atau aktifitas yang dibandingkan dengan hasil yang diharapakan atau tujuan awal dari pelaksanaan program tersebut. Sedangkan impact dalam dampak berupa efek langsung dan tidak langsung atau konsekwensi yang diakibatkan dari pencapaian tujuan program, yang diukur dengan membandingkan antara hasil program dengan perkiraan keadaan yang akan terjadi apabila program atau kebijakan tersebut tidak ada.

Abidin (2002:186) menyatakan bahwa “evaluasi atau pelaksanaan kebijakan terkait dengan identifikasi permasalahan dan tujuan serta formulasi kebijakan sebagai langkah awal dan monitoring serta evaluasi sebagai langkah akhir”.

Menurut Winarno (2007:144) evaluasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang

dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan. Evaluasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome). Ripley dan Franklin (dalam Winarno, (2007:145) berpendapat bahwa evaluasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan dan benefit. Sementara itu, Grindle (dalam Winarno 2007:146) juga memberikan pandangannya tentang evaluasi dengan mengatakan bahwa secara umum, tugas evaluasi adalah membentuk suatu kaitan yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dikatakan pada dasarnya, evaluasi kebijakan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dari kebijakan yang dibuat dan

(19)

dilaksanakan tersebut telah tercapai atau tidak. Dan dari beberapa pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa Evaluasi menunjuk pada sebuah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Evaluasi mencangkup tindakan-tindakan oleh berbagai actor, khususnya para birokrat yang dimaksud untuk membuat program berjalan. Wibawa dkk yang di kutip Nugroho (2004:186) mengatakan Evaluasi kebijakan publik memiliki empat fungsi, yaitu :

1. Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat di buat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi, dan actor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.

2. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya sesuai dengan standart dan prosedur yang di tetapkan oleh kebijakan.

3. Audit. Melalui evalusi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ketangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.

4. Akunting. Melalui evaluasi dapat di ketahui apa akibat social ekonomi dari kebijakan tersebut. Evaluasi member informasi yang valid dan dapat di percaya, evaluasi juga sangat berperan dalam nilai-nilai suatu tujuan dan target yang telah ditetapkan. Menurut Nawawi (2006:73) “ Evaluasi kinerja di artikan juga sebagai kegiatan mengukur/menilai pelaksanaan pekerjaan untuk menetapkan sukses atau gagalnya seorang pekerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab

(20)

dibidang kerjanya masing-masing.

Menurut Agustino (2006:188) kinerja kebijakan yang di nilai dalam evaluasi kebijakan melingkupi :

a. Seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah di capai melalui tindakan kebijakan/program. b. Tindakan yang ditempuh oleh Implementing Agencie sudah benar-benar efektif, Responsive,

akuntabel dan adil. c. Efek dan dampak

dari kebijakan itu sendiri.

Evaluasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu proses pekerjaan, karna dengan adanya evaluasi maka hal tersebut akan mempermudah jalannya suatu proses kerja dalam sebuah organisasi. Dunn (2003:610) menggambarkan kriteria-kriteria evaluasi kebijakan bahwa:

1. Efektivitas : Berkenaan dengan program/kebijakan tersebut mencapai hasil (akibat) yang di harapkan, atau

mencapai tujuan dari diadakannya kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Efektifitas, yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya.

2. Efisiensi : Berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektifitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi adalah merupakan hubungan antara efektifitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter.

3. Perataan :

Kebijakan/program tersebut dilaksanakan merata serta terpenuhinya seluruh kebutuhan.

4. Ketepatan : Suatu hasil pelaksanaan yang di lihat dari kesesuaian biaya dengan standar dan bentuk surat pertanggung jawaban yang sesuai dengan ketentuan.

Untuk dapat mengusahakan agar pekerjaan sesuai dengan rencana atau maksud yang telah di tetapkan, maka pemimpin harus melakukan kegiatan-kegiatan pemeriksaan, pengecekan, pencocokan, inspeksi,

(21)

pengendalian dan berbagai tindakan yang sejenis dengan itu, Apabila kemudian ternyata ada penyimpangan, penyelewengan atau ketidak cocokan maka pemimpin dihadapkan kepada keharusan menempuh langkah-langkah

perbaikan atau

penyempurnaan.

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli maka diketahui bahwa dengan adanya evaluasi baik yang dilakukan oleh intern ataupun ekstern dari suatu kebijakan/program, diharapkan kebijakan-kebijakan kedepan akan lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama.

Studi ini akan melakukan evaluasi berdasarkan tujuan pemekaran yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2006 secara khusus membahas mengenai tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan, definisi evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar.

Evaluasi „output‟ akan difokuskan kepada aspek kepentingan utama masyarakat dalam mempertahankan hidupnya, yakni sisi ekonomi. Apabila kondisi ekonomi masyarakat semakin membaik, maka secara tidak langsung hal ini berpengaruh kepada akses masyarakat terhadap pelayanan publik, baik dibidang pendidikan maupun dibidang kesehatan. Disisi lain, pelayanan publik juga mencerminkan sejauh mana pemerintah daerah mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta kondisi umum daerah itu sendiri.

2. Pemerintahan

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Ada beberapa definisi mengenai sistem pemerintahan. Pemerintahan dalam pengertian yang sempit ialah segala aktivitas, tugas, fungsi, dan

kewajiban yang dijalankan

oleh lembaga yang berwenang serta mengelola dan mengatur jalannya sistem pemerintahan negara untuk mencapai tujuan negara. Sedangkan dalam arti yang luas, pemerintahan

(22)

merupakan sebuah bentuk organisasi yang tugasnya menjalankan suatu sistem pemerintahan dan segala bentuk aktivitas yang terorganisasi & terstruktur dengan baik berlandaskan pada dasar negara, rakyat dan wilayah negaranya dalam mencapai tujuan sebuah negara. Adapun struktur pemerintah terdiri dari badan

eksekutif, legislatif dan

yudikatif.

3. Pemekaran Desa

Menurut Rasyid dalam pambudi (2003:61) menjelaskan bahwa jika pemekaran wilayah dilakukan, maka kebijakan itu harus memberi jaminan bahwa aparatur pemerintah yang ada harus memiliki kemampuan yang cukup untuk memaksimalkan fungsi-fungsi pemerintahan. Asumsi yang menyertainya adalah pemekaran pemerintahan yang memperluas jangkauan pelayanan, itu akan menciptakan dorongan-dorongan baru dalam masyarakat bagi lahirnya prakarsa yang mandiri menuju kemandirian yang bersama.

Lebih lanjutnya dikatakan oleh Rasyid dalam pambudi (2003:62) Politik Pemberdayaan, Dalam Mewujudkan Otonomi Desa ada tiga pola dalam pembentukan wilayah pemerintahan daerah selama ini, yaitu : 1. Pembentukan wilayah-wilayah pemerintahan sekaligus menjadi daerah otonom (propinsi, kabupaten/kota) dengan persyaratan yang cukup objektif seperti jumlah penduduk dan potensi ekonomi. 2. Pembentukan wilayah-wilayah administrasi dan daerah otonom berdasarkan pertimbangan politis dengan jumlah penduduk relatif kecil tetapi memiliki potensi ekonomi yang besar (seperti papua) serta potensi ekonomi dan penduduk yang sedikit tetapi secara

(23)

historis dipandang khas. 3. Pembentukan wilayah administrasi pemerintahan tanpa disertai pembentukan daerah otonom seperti lazim terjadi untuk pembentukan wilayah. Disamping itu pemekaran wilayah juga harus mengoptimalkan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Sebagaimana dikatakan koswara (2002:25) dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat, pelayanan harus didasarkan pada :

1. Pengembangan wilayah

pemerintahan atau pemekaran daerah harus selaras dan sesuai, sehingga efektivitas penyelenggaraan pemerintahan tetap dengan konsep lingkungan kerja yang ideal, dengan ukuran organisasi

dan jumlah instansi yang terjamin. 2. Pengembangan wilayah pemerintahan atau pemekaran daerah bertolak dari pertimbangan atas prospek pengembangan ekonomi yang layak di lakukan berdasarkan

kewenangan yang akan diletakan pada pemerintahan yang baru. 3. Kebijakan pengembangan wilayah harus menjamin bahwa aparatur pemerintahan didaerah yang dibentuk memiliki kemampuan yang cukup untuk melaksanakan fungsi pemerintahan dan mendorong lahirnya kebijakan yang konsisten mendukung kualitas pelayanan publik. Dari segi

pengembangan wilayah, calon daerah baru yang akan

(24)

dibentuk perlu memiliki basis sumberdaya harus seimbang antara satu dengan yang lain, hal ini perlu diupayakan agar tidak terjadi disparitas yang mencolok dimasa yang akan dating. Pemekaran daerah tidak lain bertujuan untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan, membuka ketimpangan-ketimpangan pembangunan wilayah dan menciptakan perekonomian wilayah yang kuat demi tercapainya kesejahteraan masyarakat, sehingga pemekaran wilayah diharapkan dapat mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, membuka peluang baru bagi terciptanya pemberdayaan masyarakat dan meningkatnya intensitas pembangunan guna mensejahterakan masyarakat.

Tugas utama pemerintah dalam rangka otonomi desa adalah menciptakan kehidupan demokratis, member pelayanan publik dan sipil yang cepat dan membangun kepercayaan masyarakat menuju kemandirian desa. Untuk itu desa tidak di kelola secara teknokratis tetapi harus mampu memadukan relita kemajuan teknologi yang berbasis pada

sistem nilai lokal yang mengandung tata aturan, nilai, norma, kaidah dan pranata-pranata sosial lainnya. Potensi-potensi desa berupa hak tanah (tanah bengkok, titisari dan tanah-tanah khas desa lainnya), potensi penduduk, sentra-sentra ekonomi dan dinamikasosial-politik yang dinamis itu menuntut kearifan dan propesionalisme dalam pengelolaan desa menuju optimalisasi pelayanan, pemberdayaan, dan dinamisasi pembangunan masyarakat desa. Sejalan dengan itu, Sutoro Eko (2005:15) menjelaskan bahwa : „tujuan yang subtansial dari desentralisasi dan otonomi desa itu adalah : 1. Mendekatkan perencanaan pembangunan ke masyarakat. 2. Memperbaiki pelayanan publik dan pemerataan pembangunan. 3. Menciptakan efisiensi pembiayaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan lokal.

(25)

4. Mendongkrak kesejahteraan perangkat desa. 5. Menggairahkan

ekonomi lokal dan penghidupan

masyarakat desa. 6. Memberikan

kepercayaan,

tanggung jawab dan tantangan bagi desa untuk

membangkitkan prakarsa dan potensi desa. 7. Menempa kapasitas desa dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan. 8. Membuka arena pembelajaran bagi pemerintah desa, BPD dan masyarakat. 9. Merangsang tumbuhnya partisipasi masyarakat lokal. Esensi dan subtansi rujukan tersebut diatas yaitu kesejahteraan masyarakat, partisipasi aktif dan upaya membangun kepercayaan bersama yang di bingkai dengan sinergitas antara pemerintah dengan yang

diperintah. Upaya mengawal tujuan desentralisasi dan otonomi desa itu memerlukan komitmen politik dan keberpihakan kepada desa menuju kemandirian desa. Dan tuntutan kemandirian desa pada hakekatnya adalah terbentuknya daerah otonomi tingkat tiga yang disebut otonomi desa. Pokok-pokok pikiran tersebut diatas berdampak langsung pada kegiatan pemerintahan pada level desa sebagai subsistem pemerintahan nasional yang dalam kondisi empirik cenderung tidak proporsional.

Sesuai dengan peraturan pemerintah No 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, maka syarat yang harus dipenuhi dalam pemekaran kabupaten meliputi syarat administrative, teknis, dan fisik kewilayahan. Adapun syarat administrative tersebut meliputi : 1. Keputusan DPRD Kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/kota.

(26)

2. Keputusan Bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/kota. 3. Keputusan Gubernur tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/kota. 4. Rekomendasi Menteri. Kemudian syarat teknisnya meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Sedangkan sayarat fisik kewilayahan meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Persetujuan DPRD dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk Keputusan DPRD, yang diproses berdasarkan pernyataan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat, sedangkan persetujuan gubernur didasarkan pada hasil

kajian tim yang khusus dibentuk oleh pemerintah provinsi yang bersangkutan.

Tim dimaksud

mengikutsertakan tenaga ahli sesuai kebutuhan (Rozali Abdullah, 2005:11).

Faktor-faktor yang menentukan perkembangan desa induk dan desa pemekaran menurut Khasan Effendy (2009:103-140) dalam buku Pengembangan Organisasi : Moratorium dan Morbitarium Pemekaran yaitu : 1. Kondisi lingkungan. Suasana kehidupan individu dan masyarakat yang berjalan sesuai ritme kondisi lingkungan fisik, sosial, budaya maupun ekonomi tegambar melalui aktivitas seseorang maupun kelompok dalam masyarakat desa. 2. Hubungan Inter-organisasi. Adanya kontak dalam melaksanakan kegiatan antar organisasi dengan organisasi atau badan lainnya.

(27)

3. Ketersediaan

sumber daya. Analisis sumber daya dalam konteks kondisi dana, fasilitas, birokrasi lokal dan nasional dan yang dapat mendungkung proses maupun hasil dari pemekaran desa. 4. Karakteristik implementor. Watak, sikap, pengetahuan para pelaksana. 5. Isi kebijakan pemekaran desa. Adanya penyuluhan kepada infra desa dan lembaga-lembaga desa. 6. Kontrol sosial.

Kontrol sosial pasca pemekaran dapat dicermati melalui pelaksanaan, sifat dan tujuan control. Berbagai syarat dan criteria tersebut menunjukan bahwa optimalisasi dalam bentuk komulatif pendapatan asli daerah menjadi salah satu syarat dalam memekarkan kabupaten, kemampuan tersebut berimbas dengan

potensi daerah baik dalam bentuk material maupun bentuk non material termasuk pengembangan infra struktur lainnya, (Khasan Effendy, 2009:75).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang desa,disebut bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas- batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul adat istiadat setempat yang diakuidan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah. berbeda dengan kelurahan. Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan. kewenangan desa adalah :

a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa.

(28)

b. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat. c. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah kabupaten/kota.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan, Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan Desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Tajur Biru

Desa Tajur biru adalah salah satu Desa pemekaran dari Desa Temiang, dan terdiri dari beberapa pulau. Desa Tajur Biru juga pada dasarnya memiliki wilayah yang luas, memiliki wilayah yang strategis, sehingga desa ini menjadi pusat pelabuhan penghubung dari masyarakat desa yang ada di sekitarnya, dan juga merupakan pusat perdagangan antar nelayan desa untuk pengiriman ikan ke tanjung pinang dan batam,bahkan ke Singapore juga, sebelum pembentukan desa ini dibentuk masyarakatnya sebagaian besarnya sudah berkembang dari segi mata pencaharian, pendidikan ataupun lainnya. Desa tajur Biru mulai terbentuk pada tahun 2013 dengan jumlah penduduk 1776 jiwa, yang mana jumlah itu terbagi antara laki-laki 909 orang, wanita 867 orang, dengan jumlah 499 kepala keluarga, mata pencaharian penduduk

(29)

90% adalah rata-rata sebagai nelayan. Sebelum dipilihnya Kepala Desa, Posisi Kepala Desa sementara dijabat oleh Pejabat Sementara (PJS) dari kantor Camat Senayang (Ikin Kurniawan). Dan Pada tanggal 25 Juli 2015 barulah diadakan pemilihan kepala desa dan yang mendapat kepercayaan atau yang dipilih oleh masyarakat untuk menjabat menjadi kepala desa adalah Muhamad Herman Efendi penduduk tajur biru. Dan pada tanggal 28 Agustus barulah saudara Zamri diangkat menjadi sekdes oleh kades. Letak geografi Desa Tajur Biru, Terletak diantara :

Sebelah Utara : Desa Temiang

Sebelah Selatan : Desa Rejai

Sebelah Barat : Desa Pulau Batang

Sebelah Timur : Desa Pulau Medang B. Perencanaan Pembanguan Desa 1. Perencanaan Dalam pelaksanaan pembangunan perencanaan

merupakan proses penting untuk mecapai hasil yang diinginkan, perencanaan pembangunan desa merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh pemerintahan desa. Perencanaan pembangunan desa merupakan wujud dari visi misi kepala desa terpilih yang dituangkan dalam rencana pembangunan jangka menenagh desa.

Dalam pelaksanaan proses perencanaan tersebut kepala desa harus melibatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan, proses yang melibatkan masyarakat ini, mencakup dengar pendapt terbukasecara eksstensif dengan sejumalah besar warganegara yang mempunyai kepedulian, dimana dengar pendapt ini disusun dalam suatu cata untuk mempercepat para individu, kelompok kelompok kepentingan dan para pejabat agensi memberikan kontribusi mereka kepada pembuatan desain dan redesain kebijakan dengan tujuan mengumpulkan informasi sehingga pembuat kebijakan bisa membuat kebijakan lebih baik. (winarso, 2007:64).

(30)

Dengan pelibatan tersebut maka perencanaan menjadi semakin baik, aspirasi masyarakat semakin tertampung sehingga tujuan dan langkah langkah yang diambil oleh pmerintah desa semakin baik dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Senada dengan apa yang disampaiakan oleh Robinson Tarigan, Perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. (Tarigan, 2009:1)

Dalam ketentuan umum permendagri lebih jelas dikatakan pada pasal 1 ayat 10, Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangkamencapai tujuan pembangunan desa.

Pemaparan diatas sangatlah jelas bahwa perencanaan adalah proses penting dalam pelaksanaan

pembangunan dan pelibatan masyarakat merupakan upaya untuk mendekatkan kebutuhan masyarakat dalam kerangka pilihan keputusan dalam perencanaan.

2. Pembangunan

Pembangunan

merupakan sebuah proses kegiatan yang sebelumya tidak ada menjadi ada, atau yang sebelumnya sudah ada dan dikembangkan menjadi lebih baik, menurut Myrdal (1971) pembangunan adalah sebagai pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial. Artinya bahwa pembangunan bukan melulu pembangunan ekonomi, melainkan pembangunan seutuhnya yaitu semua bidang kehidupan

dimasyarakat.(dalam Kuncoro. Mudrajad, 2013:5)

Dalam pelaksanaan pembangunan pelibatan masyarakat sangatlah perlu untuk dilakukan karena dengan partisipasi masyarakat maka proses perencanaan dan hasil perencanaan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini sebagaimana pendapat Arif (2006 : 149-150) tujuan pembangunan adalah untuk kesejahteraan masyarakat, jadi sudah selayaknya masyarakat terlibat

(31)

dalam proses pembangunan, atau dengan kata lain partisipasi masyarakat (dalam Suwandi dan Dewi Rostyaningsih)

Dengan peningkatan pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan maka diharapkan hasil pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan tujuan pembangunan itu sendiri sebagaimana disebutkan dalam Permendagri 114 Pasal 1 ayat 9. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Dari uaran tersebut sangatlah jelas bahwa pembangunan yang melibatkan masyarakat secara aktif akan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.

C. Pembangunan Desa Tajur Biru

Program Desa diawali dari adanya musyawarah Desa yang dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, RT / RW, Pemerintah Desa beserta BPD dalam rangka penggalian gagasan untuk dibahas dan disepakati. Dari penggalian gagasan tersebut dapat diketahui permasalahan apa yang ada di desa dan kebutuhan apa yang

diperlukan oleh masyarakat sehingga apa yang menjadi aspirasi dari masyarakat bisa tertampung.

Sebagai tim penyusun, tentunya sangat berperan aktif untuk membantu desa dalam membahas dan menyepakati proses pembangunan di desa, penyelenggaran pemerintahan di desa, pemberdayaan masyarakat di desa, partisipasi masyarakat, sikap Kepala desa dan perangkat desa, operasional pemerintahan desa, tunjangan operasional BPD, dan insentif RT/RW. Dalam hal ini penyusunannya yang bersipat mendesak dan harus dilakukan denagan segera dalam arti menyusun skala prioritas.

Program Pembangunan Desa 1. Belanja Kepala Desa dan

Perangkat Desa 2. Insentif RT dan RW 3. Operasional Lembaga Kemasyarakatan Desa 4. Tunjangan operasional BPD 5. Program operasional Pemerintahan Desa

6. Program pelayanan dasar 7. Program pelayanan dasar

(32)

8. Program kebutuhan primer pangan

9. Program pelayanan dasar Pendidikan

10. Program pelayanan kesehatan

11. Program kebutuhan primer Sandang

12. Program penyelenggaraan pemerintah Desa

13. Program ekonomi produktif 14. Program peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur Desa

15. Program penunjang peringatan hari-hari besar 16. Program dana bergulir

D. Indikator Program Pemekaran yang dijalankan

Agar pemekaran daerah dapat memenuhi visi dan tujuannya, ada beberapa indikator yang menjadi faktor pemekaran yang dapat dijadikan pedoman, yaitu 1. Faktor Ekonomi

Pemekaran harus memberikan dampak pada peningkatan perkapita dan PDRB. Peningkatan itu bisa dilakukan secara bertahap dengan parameter yang bisa dibuat secara cermat dengan memperhitungkan potensi ekonomi daerah. Prioritas

pembangunan harus disusun secara cermat mulai dari pembangunan infrastruktur dasar dan seterusnya.

2. Faktor Sosial Politik

Pemekaran daerah harus mendorong semakin kuatnya kohesi sosial dan politik masyarakat. Pemekaran tidak boleh menyebabkan perpecahan apalagi sampai berujung konflik horizontal. Karna dibeberapa daerah pemekaran seringkali menimbulkan konflik sosial politik. Pemekaran juga harus dapat meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan. Aspirasi pemekaran harus muncul sebagai kesadaran sosial politik seluruh warga dalam rangka membangun dan mensejahterakan daerah, Bukan sekedar kepentingan politik kekuasaan.

3. Faktor Organisasi dan Manajemen

Pemekaran daerah harus berdampak pada peningkatan dan pertumbuhan organisasi dan menajmen daerah yang berdampak langsung pada kualitas pembangunan. Hal ini

(33)

meliputi perbaikan dalam Sumber Daya Aparatur, Sumber Daya Masyarakat, Sumber Daya Organisasi Perangkat, Sarana dan Prasarana Dasar, Dibeberapa daerah pemekaran, Keterbatasan SDN Aparatur, Finansial, Organisasi Perangkat, Dan Sarana-Prasarana dasar sering kali menjadi masalah besar dan tidak menunjukan adanya perbaikan dari waktu ke waktu.

4. Jangkauan Pelayanan Dengan pemekaran seharusnya jangkauan pelayanan kepada masyarakat harus semakin efesien dan efektif karena masyarakat dapat langsung mendapatkan layanan oleh aparat/aparatur setempat di daerahnya sendiri. Inilah maknanya Desentralisasi dalam perpektif pelayanan publik, dimana ada otonomi daerah untuk mengadakan dan memenuhi kebutuhan warganya.

5. Faktor Kualitas Pelayanan Publik

Setelah jangkauan pelayanan semakin dekat, maka kualitas pelayanan harus semakin meningkat dengan penguatan hak otonomi yang

dimiliki oleh daerah otonomi baru. Ketersediaan pelayanan dasar seperti sandang, pangan, kesehatan, pendidikan, peningkatan daya beli masyarakat, transportasi dan komunikasi kependudukan dan lainnya harus secara kualitatif dan kuantitatif mengalami peningkatan. Pemekaran yang tidak memberikan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat harus menjadi tanda tanya besar bagi indikator keberhasilan pemekaran.

6. Faktor tata pemerintahan yang baik (good govermance)

Pemekaran harus membawa efek pada perwujudan tata pemerintahan yang bersih dan baik, bukan sebaliknya jusrtu menyebabkan semakin suburnya korupsi. Good local govermance terbentuk jika akuntabilitas pemerintahan semakin baik, transparasi semakin tinggi, prinsip rule of law semakin dapat ditegakkan, partisipasi masyarakat semakin meningkat, pemerintahan yang semakin efisien dan efektif, konflik kepentingan dalam birokrasi

(34)

dapat dikurangi, pengisian jabatan-jabatan karir tidak dipenuhi dengan praktek KKN.

7. Faktor Resvonsiveness Pemekaran daerah harus mendorong pemerintahan daerah yang memiliki daya tanggap dalam merumuskan kebutuhan dan potensi daerah. Hal ini dapat dilihat dari rencana strategis, program dan implementasi program-program

pembangunan. Jika tidak terdapat rencana strategis, program dan implementasi program yang inovatif, maka pemekaran daerah tidak menumbuhkan daya tanggap daerah terhadap potensi dan kebutuhan daerah.

8. Peningkatan pengelolaan pelayanan pemerintahan dan pembangunan daerah

Salah satu tujuan utama dari pemekaran wilayah adalah untuk mendekatkan pemerintahan kepada masyarakat, sehingga diharapkan pengelolaan pemerintahan dapat berjalan lebih efektif dan efisien, pelayanan kepada masyarakat lebih baik dan pembangunan daerah dapat berjalan lancar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemekaran Desa adalah tindakan membentuk lebih dari satu desa dari desa yang telah ada. Batas Desa adalah batas wilayah yuridiksi pemisah wilayah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan suatu desa dengan desa lain. Kekayaan Desa adalah segala kekayaan dan sumber penghasilan bagi desa yang bersangkutan. Dusun adalah bagian wilayah dalam desa yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan desa.

Oleh karna desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat, maka sesuai dengan aspirasi serta perkembangan situasi dan kondisi masyarakat yang lebih dinamis, telah menuntut adanya peningkatan pelayanan publik dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Pemekaran memiliki dampak positif bagi desa dan masyarakatnya. Dalam pemaparan ini akan lebih ditekankan tentang dampak positif yang ditimbulkan dari adanya

(35)

pemekaran wilayah desa menuju pada pemekaran kecamatan dan juga pembentukan kabupaten baru.

Pemekaran wilayah Desa di desa Tajur Biru pada dasarnya merupakan upaya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tetap berpedoman pada pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan daya dukung wilayah, baik dari segi aspek pelayanan masyarakat, aspek pemerintahan, aspek sosial ekonomi, dan aspek potensi wilayah yang ada. Kabupaten Lingga memiliki 9 Kecamatan, 7 Kelurahan dan 74 Desa. Pemerintah Kabupaten Lingga terdiri dari 9 kecamatan, Di antaranya :

Kecamatan Singkep yaitu Dabo, Dabo Lama, Tanjung Harapan, Pasir Kuning, Batu Berdaun, Batu Kacang, dan Batu Ampar. Kecamatan Lingga yaitu Daik, Panggak Laut, Panggak Darat, Merawang, Mentuda, Kelumu, Mepar, Kelombok, Pekajang, dan Musai. Kecamatan Lingga Utara yaitu Pancur, Sungai Besar, Linau, Teluk Sekanah, Resun, Limbung, Duara, Bukit Harapan, Rantau Panjang, dan Keton. Kecamatan Singkep Barat yaitu Raya, Langkap, Tinjul, Suak Buaya, Busung Panjang, Jagoh, Sungai Harapan, Sungai Raya, Sungai Buluh, Posek, Marok Tua, Kuala Raya, Bakong, dan Tanjung Irat. Singkep Pesisir yaitu Berindat, Kote, Lanjut, dan Sedamai. Kecamatan

Lingga Timur yaitu Kerandin, Pekaka, Keton, Sei Pinang, Kudung, dan Bukit Langkap. Kecamatan Selayar Penuba, dan Selayar. Kecamatan Singkep Selatan yaitu Marok Kecil, Berhala, dan Resang. Kecamatan Senayang yaitu Senayang, Baran, Cempa, Penaah, Laboh, Batu Belubang, Benan, Pulau Batang, Tanjung Kelit, Mensanak, Pulau Medang, Rejai, Pasir Panjang, Mamut, Pulau Duyung, Tanjung lipat, Temiang, dan Tajur biru Dan Pada Tahun 2012 Desa Tajur Biru dimekarkan menjadi desa sendiri dari desa induk sebelumnya yaitu desa Temiang, Dan pada tahun 2012 dengan secara bersamaan pada tahun itu ada 25 Desa yang dimekarkan di Kabupaten Lingga.

Desa Tajur Biru dimekarkan oleh Pemerintah Kabupaten Lingga menurut Peraturan Daerah (perda) No 36 Tahun 2012 atas dasar dari perubahan Peraturan Daerah (perda) Kabupaten Lingga No 3 Tahun 2011 tentang pembentukan desa.

Pemekaran wilayah desa Tajur Biru diharapkan akan memberikan dampak positif bagi kemajuan masyarakat, karena dengan setelah adanya pemekaran, didesa Tajur Biru sudah sedikit terlihat pembangunan-pembangunan dari dana ADD maupun dari dana APBDes dan APBN. Dan dana yang didapatkan desa pada awal

(36)

pemekaran pada tahun 2012 yang mana jabatan Kepala Desa masih PJS dari Kecamatan Senayang yaitu Cuma kisaran Rp. 229.907.227. Setelah berjalannya pemekaran, barulah ada perubahan dari tahun ketahunnya, pada tahun 2013 desa mendapatkan dana sebesar Rp. 530.832.335, dan pada tahun 2014 desa mendapatkan dana sebesar Rp. 854.442.767, dan pada tahun 2015 desa mendapatkan dana sebesar Rp. 1.347.097.887, pada tahun 2016 desa mendapatkan sebesar Rp. 1.542.170.427.42, dan pada tahun 2017 ini desa mendapatkan dana sebesar Rp. 1.710.644.707.65.

Terlihat jelas bahwa semenjak dimekarkan memang banyak sekali anggaran perubahan dana yang didapatkan, dari tahun ke tahun dana yang didapatkan semakin bertambah, sehingga desa sangat mempunyai kesempatan untuk bisa lebih membangun desanya sendiri.

PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pemekaran desa Tajur Biru ini sudah bisa dikatakan berjalan baik hingga saat ini, namun akan tetapi belum begitu banyak juga membawa dampak yang baik bagi masyarakat, karna masih ada yang harus diperbaiki berkaitan dengan pemekaran desa Tajur Biru ini. Ada beberapa hal yang ditemukan saat penelitian yaitu : Selama dalam pemekaran ini banyak pembangunan yang belum merata, dan belum begitu nampak kemajuan, masih banyak jalan yang belum disemenisasi. Kemudian masalah transportasi juga masih kurang, pemekaran masih belum berdampak signifikan kepada masyarakat dan itu dapat dilihat dari tidak adanya fasilitas jalan yang baik, fasilitas air yang tidak sebanding dengan tingkat penggunaan masyarakat, Aspek-aspek dalam pembangunan meliputi antara lain salah satunya adalah aspek fisik, Dimana seharusnya pembangunan memberikan hasil-hasil yang nyata bagi masyarakat. Kegiatan pembangunan adalah suatu kegiatan yang memiliki dua sifat, yaitu sifat akademis dan sifat birokratis dalam prosesnya, dengan demikian

(37)

pendekatan geografi sangat diperlukan dalam kegiatan pembangunan.

Dari hasil observasi juga ditemukan bahwa minimnya pengetahuan aparatur desa dalam bidang teknologi informasi seperti laptop atau komputer, kurangnya minat aparatur desa untuk belajar mengoprasikan teknologi tersebut, kemudian kualitas sumber daya aparatur yang dimiliki desa masih sangat rendah, hal ini disebabkan karna tingkat pendidikan aparatur pada umumnya hanya (SMA) dan mengikuti Paket C, Nampak juga oleh peneliti bahwa aparatur desa selalu pulang lebih awal dari jam pulang kerja yang telah ditentukan, dengan alas an bahwa sudah tidak ada lagi masyarakat yang ingin berurusan.

B. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah : 1. Sebaiknya pembangunan yang

akan dilakukan, terlebih dahulu harus direncanakan dengan baik dan melibatkan masyarakat agar tepat dengan sasaran dan sesuai dengan harapan dan tujuan.

2. Perlu adanya pembangunan yang merata dalam pemekaran ini, karna dari pembangunan yang merata nanti bisa dilihat sejauh

mana keberhasilan yang telah dilakukan oleh pemerintah desa. 3. Sebaiknya aparatur pemerintah

desa juga diberikan pemahaman agar bisa membangun Desa Tajur Biru dengan baik dan bisa memberikan pembangunan serta pelayanan yang lebih baik dan maksimal kepada masyarakat. 4. Hendaknya seluruh masyarakat

Desa Tajur Biru untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan yang akan dibangun di desa, tujuannya agar manfaat dari pemekaran desa ini seperti pembangunan-pembangunan yang dilakukan dapat dirasakan secara merata oleh semua masyarakat desa.

5. Seharusnya Camat berserta pemerintah terkait harus selalu mengawasi pelaksanaan dari pemekaran desa ini, agar kedepannya bisa semakin lebih baik.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Dunn, W, 2003, Pengantar Analisis Kebijakan

Publik,Yogyakarta : Gajah Mada Universitas Press. Dunn, W, 2003, Analisa kebijakan. Jakarta

: PT. Bumi Aksara

Mahmudi, 2005, Manajemen Kinerja sektor Publik , Yogyakarta: UPP AMP YKPN

Nurharjadmo, W, 2008, Evaluasi Implementasi Kebijakan Pendidikan system Ganda di Sekolah Kejuruan, Jurnal Spirit Publik, 4 (2) 215. Parson, Wayne, 2006. Publik Policy,

Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan.

Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Nugroho, Riant D. 2004. Kebijakan Publik Formulasi implementasi dan

Evaluasi.Jakarta : PT.Elex Media Komputindo Saragi, Tumpal P, 2004, Mewujudkan

Otonomi Masyarakat Desa, Jakarta : CV Cipruy

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi, Bandung : Alfabeta

Syafiie, Inu Kencana, 2015. Pengantar Ilmu Pemerintahan, Bandung : PT Refika Aditama. http://www.kompasiana.com/poetoetego/p emerataan-pembangunan-indonesia_55109f1a813311d63 8bc6981

Soetardjo. 1984. Desa. Jakarta: Balai Pustaka.

Solekhan, 2012, Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Setara, Malang.

Bappenas dan UNDP, 2008, Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007, Jakarta : Bridge

Wijaya, Adi, 2003, Kebijakan

Pembanguan daerah dalam era Otonomi, Jakarta : P2E-LIPI.

http://administrasidanmanajemen.blogspot .co.id/2009/01/pengertian-tujuan-dan-manfaat-

Jurnal :

Jnanuarsyah, Dedi and Retno, Agustiana EkaPutri and Benardin, Benardin. 2014. Evaluasi pelaksanaan pemekaran desa dalam kabupaten Musi Rawas. Thesis, Universitas Bengkulu

Dokumen :

Undang-undang Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004 Pemerintah Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.72 Tahun 2005 Tentang Desa

Gambar

Tabel 1.  Jumlah Informan  No  Jabatan  Jumlah   1     Kepala  Desa     1  Orang   2     Sekretaris  Desa     1  Orang   3     BPD     1  Orang   4     Masyarakat     4  Orang     Jumlah     7  Orang  4

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan memberi zakat dan juga memberi sedekah adalah di samping membersihkan jiwa, juga menimbulkan kasih sayang antara sesama Muslim, atau dengan sesama manusia makhluk

Hasil penelitian , menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata tentang kesukaan sebelum lilin dibakar antar formulasi yang dibuat dan formula dengan konsentrasi

Alasan organisasi menerapkan model desentralisasi ini adalah karena manajer biasanya memiliki penilaian yang lebih baik pada penentuan user yang dapat mengakses

Melakukan penyusunan instrumen hukum Mahkamah Agung yang berfungsi untuk memberi petunjuk bagi hakim pengadilan tingkat pertama dan banding tentang penanganan perkara

Dalam pengujian kandungan informasi, khususnya pengumuman darurat global virus corona, studi peristiwa (event study) adalah metode yang tepat digunakan dalam

BNP Paribas Infrastruktur Plus merupakan alternatif produk investasi dalam mata uang Rupiah yang dapat memberikan tingkat pengembalian yang optimal atas investasi jangka panjang

Kemudian data disesuaikan dengan fakta di lapangan untuk selanjutnya dideskripsikan apa saja usulan pengembangan wisata yang dapat diimplementasikan mengacu pada

Pada penelitian ini penerapan metode Critical Chain Project Management dilakukan pada penjadwalan proyek PLTA Peusangan – Aceh Tengah, yang sebelumnya telah memiliki