BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kertas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2015, kertas merupakan
barang lembaran dibuat dari bubur rumput, jerami, kayu dan sebagainya yang biasa ditulisi,pembungkus dan sebagainya. Natural paper atau kertas seni dapat dibuat dari serat- serat tanaman, seperti jerami, ijuk, dan eceng gondok.Kertas adalah material yang berasal dari pulp(bubur) yang menjalani proses penggilingan. Serat yang digunakan untuk membuat kertas biasanya adalah serat alami yang mengandung selulosa dan hemiselulosa. Pemakaian bahan pembuatan kertas sering dibuat dengan gabungan antara serat panjang dan serat pendek untuk menghasilkan kertas yang kuat dan halus (Dahlan,2011).
Kertas HVS adalah jenis kertas yang paling terkenal dan sangat sering digunakan, berwarna putih dan memiliki permukaan kasar. Biasa digunakan untuk fotocopy dan untuk mencetak buku. Ukuran kertas HVS juga bervariasi, tersedia ukuran A4 (21 x 29,7 cm) hingga A0 (84,1 x 118,8 cm), ukuran F4 (21,5 x 33 cm), dan ukuran Q4 (21,6 x 27,9 cm). Berat kertas yang tersedia dipasaran adalah 70g, 80g, dan 100g (Jamila, dkk., 2015).
Menurut Mufridayati (2013), kayu sebagai bahan dasar dalam industri kertas mengandung beberapa komponen antara lain:
a. Selulosa, tersusun atas molekul glukosa rantai lurus dan panjang yang merupakan komponen paling disukai dalampembuatan kertas karena panjang, dan kuat.
b. Hemiselulosa, tersusun atas glukosa rantai pendek dan bercabang. Hemiselulosa lebih mudah larut dalam air dan biasanya dihilangkan dalam proses pulping(pembuburan).
c. Lignin, adalah jaringan polimer fenolik tiga dimensi yang berfungsi merekatkan serat selulosa sehingga menjadikaku. Pulping(pembuburan) kimia dan proses pemutihan akan menghilangkan lignin tanpa mengurangi serat selusosa secara signifikan.
d. Ekstraktif, meliputi hormon tumbuhan, resin, asam lemak dan unsur lain.
Kertas bekas adalah sesuatu yang disebut sebagai sisa (yang telah rusak, terbakar, tidak dipakai lagi, dan sudah pernah dipakai)(Anonim, 2015 ).Kertas HVS bekas yang telah diolah kembali dengan baik dapat menjadi salah satu solusi untuk menjaga lingkungan. Sebab pembuatan kertas daur ulang yang telah diberi serat alami dan disempurnakan dapat menjadi suatu benda yang mempunyai nilai jual, salah satunya adalah dalam pemanfaatan pembuatan mikrokristalin selulosa sebagai bahan eksipien dalam pembuatan tablet pengganti Avicel pH 102 (Ahmad dan Saftyaningsih, 2013).
2.2 Selulosa
Selulosa banyak ditemukan di alam yang merupakan konstituen utama dari dinding sel tumbuh-tumbuhan dan rata-rata menduduki sekitar 50% dalam kayu tertentu. Selulosa juga menjadi konstituen utama dari berbagai serat alam yang terjadi sebagai rambut-rambut biji yang mengelilingi biji-bijian dari beberapa jenis tumbuhan misalnya kapas, sebagai kulit bagian dalam kayu yang berserat, batang, dan konstituen-konstituen berserat dari beberapa tangkai daun (serat-serat daun) (Syahfriana, 2013).
Selulosa adalah salah satu komponen utama dari lignoselulosa dan merupakan homopolisakarida yang terdiri dari unit monomer D-glukosa yang terikat pada ikatan 1,4-glikosidik. Selulosa cenderung membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan intra. Mikrofibril selulosa terdiri dari 2 tipe, yaitu kristalin dan amorf. Sumber selulosa yang dapat digunakan diantaranya adalah sisa-sisa produk pertanian dan hasil hutan, kertas bekas, dan limbah industri (Fuadi, dkk., 2015).
Selulosa berupa zat padat amorf, berwarna putih, yang tidak larut dalam air dan pelarut organik umum.Daya tahan selulosa terhadap reaksi kimia berhubungan dengan struktur serat selulosa.Kebanyakan bahan kimia yang ditambahkan pada selulosa tidak dapat menembus permukaan serat sehingga tidak dapat masuk ke dalam selulosa. Ini merupakan salah satu penyebab selulosa tidak dapat larut dalam air dan pelarut organik yang umum (Agoes, 2008).
Jumlah selulosa dalam serat bervariasi menurut sumbernya dan biasanya berkaitan dengan bahan-bahan seperti air, lilin, pektin, protein, lignin dan substansi-substansi mineral. Sifat – sifat selulosa adalah berwarna putih, tidak larut dalam air dan alkali, dapat dihidrolisis sempurna dalam suasana asam menghasilkan glukosa, hidrolisis tak sempurna menghasilkan maltosa. Menurut Syahfriana (2013), berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :
a. Selulosa α (Alfa Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600 – 1500
b. Selulosa β (Beta Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5 % atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 – 90, dapat mengendap bila dinetralkan.
c. Selulosa γ (Gamma Cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15.
Gambar 2.1 Struktur kimia Selulosa(Mufridayati, 2013).
Ditinjau dari strukturnya, diharapkan selulosa mempunyai kelarutan yang besar dalam air, karena banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (antar aksi yang tinggi antara pelarut-terlarut). Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, selulosa bukan hanya tidak larut dalam air tetapi juga dalam pelarut lain. Penyebabnya ialah kekakuan rantai dan tingginya gaya antarrantai karena ikatan hidrogen antar gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini dipandang menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Jika ikatan hidrogen berkurang, gaya antaraksi pun berkurang, sehingga gugus hidroksil selulosa harus diganti sebagian atau seluruhnya oleh pengesteran (Syahfriana, 2013).
Turunan selulosa telah digunakan secara luas dalam sediaan farmasi seperti etilselulosa, metilselulosa, karboksimetilselulosa, dan dalam bentuk lainnya yang digunakan dalam sediaan oral, topikal, dan injeksi. Sebagai contoh, karboksimetilselulosa merupakan bahan utama dari SeprafilmTM, yang digunakan
untuk mencegah adhesi setelah pembedahan. Bentuk sediaan selulosa banyak digunakan karna sifatnya yang inert dan biokompatibilitas yang sangat baik (Sumaiyah, 2014).
Hemiselulosa adalah polimer bercabang atau tidak linier. Rantai hemiselulosa lebih pendek dari pada rantai selulosa Selama pembuatan pulp, hemiselulosa bereaksi lebih cepat dengan larutan penghidrolisis dibandingkan dengan selulosa. Hemiselulosa bersifat hidrofil (mudah menyerap air) yang mengakibatkan strukturnya jadi kurang teratur. Kadar hemiselulosa dalam pulp jauh lebih kecil dibandingkan dengan serat asal, karena selama proses hidrolisis hemiselulosa bereaksi dan lebih mudah terlarut daripada selulosa (Purba, 2010).
Lignin merupakan polimer kompleks fenil propana, amorf, bersifat aromatis. Berat molekul 1500-2000 yang bervariasi dengan jenis kayu.Lignin merupakan bagian yang tidak diinginkan dalam pulp, sehingga harus dihilangkan atau diputihkan sesuai dengan mutu pulp yang diinginkan. Hal ini disebabkan oleh lignin yang mempunyai sifat tidak suka air (hidrofobik). Lignin dapat dijumpai pada tumbuh-tumbuhan sebagai zat perekat yang berhubungan dengan kekuatan kayu (Purba, 2010).
2.2.1 Sifat Fisikokimia
Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa dengan rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap degadasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruhbiologis. Menurut Syahfriana 2013, sifat fisik lain dari selulosa adalah:
a. Dapat terdegadasi oleh hidrolisa, oksidasi, secara kimia maupun mekanis sehingga berat molekulnya menurun.
b. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam larutan alkali.
c. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higoskopis, keras dan rapuh. Bila selulosa banyak mengandung air maka akan bersifat lunak.
d. Selulosa dalam bentuk kristal, mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan bentuk amorfnya.
Berikut adalah sifat kelarutan dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Perbedaan sifat kelarutan dari Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin
Selulosa Hemiselulosa Lignin
Tidak larut dalam pelarut organik dan air
Sedikit larut dalam air Tidak larut dalam air dan asam mineral kuat Tidak larut dalam alkali Larut dalam alkali
Larut dalam asam pekat Terhidrolisis dan larut dalam asam
Larut dalam pelarut organik dan larutan organik
maupunlarutan alkali encer
Terhidrolisis relatif lebih cepat pada temperature tinggi Lebih mudah terhidrolisis dibandingkan n-selulosa Sumber : (Ramdja, dkk., 2010) 2.2.2 Hidrolisis
Proses pemisahan selulosa dari lignin dan hemiselulosa disebut juga dengan proses pulping. Secara kimia proses pulping dapat dilakukan dengan proses sulfit, basa, dan sulfat untuk melarutkan lignin dan hemiselulosa, dan meninggalkan senyawa selulosa sebagai bentuk padatan. Pembuatannya dari pulp melalui proses mekanik yaitu proses penguraian dan homogenisasi tekanan tinggi dan menghasilkan selulosa yang memiliki luas permukaan yang besar.
Pembuatannya selama ini berasal dari selulosa kayu dan pemanfaatannya baru terbatas pada bahan aditif dalam makanan, cat, kosmetik dan produk medis (Jackson, dkk., 2011).
Dalam proses hidrolisis rantai polisakarida tersebut dipecah menjadi monosakarida-monosakarida. Hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna pada selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6) (Fuadi, dkk., 2015).
Hidrolisis selulosa dapat dilakukan secara enzimatis dan kimiawi. Hidrolisis secara enzimatis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim selulase, enzim Tridermae dan enzim lain-lainnya. sedangkan hidrolisis secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan asam, yaitu asam kuat konsentrasi rendah maupun asam lemah konsentrasi tinggi. Hidrolisis selulosa secara asam dapat dilakukan dengan menggunakan asam kuat encer pada temperatur dan tekanan tinggi, dan dapat dilakukan dengan menggunakan asam pekat pada temperatur dan tekanan rendah. Hidrolisis dengan larutan asam biasanya menggunakan asam encer, dimana kecepatan reaksinya berbanding dengan konsentrasi asam (Syahfriana, 2013).
Hidrolisis selulosa yang umum digunakan adalah dengan menggunakan asam kuat. Asam kuat dapat menghilangkan bagian amorf dari suatu rantai selulosa sehingga isolasi pada bagian kristalin selulosa dapat dilakukan (Effendi, dkk., 2015). Hidrolisis asam dapat menghilangkan bagian amorf dari selulosa ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan mekanisme hidrolisis asam ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.2 Hidrolisis asam dapat menghilangkan bagian amorf dari
selulosa (Effendi, dkk., 2015)
Gambar 2.3 Mekanisme Hidrolisis Asam (Effendi, dkk., 2015)
Hidrolisis dipengaruhi oleh suhu reaksi, waktu, pencampuran pereaksi dan konsentrasi asam yang digunakan. Semakin tinggi suhu reaksi, semakin cepat pula jalannya reaksi. Tapi jika suhu yang digunakan terlalu tinggi konversi akan menurun karena selulosa akan terdegadasi menjadi karbon. Semakin lama waktu hidrolisis, konversi yang dicapai semakin besar sampai pada batas waktu tertentu akan diperoleh konversi yang relatif dan apabila waktu tersebut diperpanjang, pertambahan konversi akan kecil sekali (Edison, dkk., 2015).
2.3 Selulosa Mikrokristal 2.3.1 Sinonim
Avicel pH, Cellets, Celex, gel selulosa, hellulosum microcristallinum,
Celphere, Ceolus KG, selulosa kristalin, E460, Emcocel, Etisfer, Fibrocel,
SMKHB Sanaq, Pharmacel, Tabulose, Vivapur (Rowe, dkk., 2009).
2.3.2 Rumus empiris dan berat molekul
(C6H10O5)n ≈ 36000
Dimana n ≈ 220 (Rowe, dkk., 2009).
2.3.3 Struktur kimia
Struktur kimia selulosa mikrokristal dapat dilihat pada Gambar 2.4 dibawah ini.
Gambar 2.4Struktur kimia Selulosa Mikrokristal (Rowe, dkk., 2009).
Awal tahun 1960-an selulosa mikrokristal diperkenalkan sebagai bahan eksipien (pengikat, pengisi dan penghancur) dalam pembuatan tablet secara cetak langsung yang akan menghasilkan tablet dengan kekerasan yang baik, tidak mudah rapuh dan mempunyai waktu hancur yang singkat serta dapat memperbaiki sifat aliran ganul. Selulosa mikrokristal dapat dibuat dengan cara hidrolisis terkontrol dari α-selulosa dengan larutan asam mineral encer (Sumaiyah, 2014).
Selulosa mikrokristal adalah produk yang sangat penting pada bidang farmasetik, makanan, kosmetik dan industri lain. Selulosa mikrokristal dapat diperoleh dari proses yang dimediasi oleh enzim dan hidrolisis asam. Hidrolisis asam membutuhkan waktu reaksi yang lebih singkat daripada proses yang lain dan dapat digunakan secara berkesinambungan (Chauhan, dkk., 2009).
Selulosa mikrokristal diakui secara umum sebagai salah satu bahan pengisi dan pengikat terbaik dalam pembuatan tablet cetak langsung. Tablet cetak langsung adalah pencetakan bahan obat berbentuk serbuk atau campuran obat dengan bahan tambahan. Bahan tambahan merupakan komponen lain selain bahanaktif obat.Olehkarenametode kerjanya lebih sederhana, metode inimerupakan teknik yang paling ekonomis untuk menghasilkan jumlah tablet yang besar (Thoorens, dkk., 2014).
Selulosa mikrokristal stabil meskipun higoskopis dan harus disimpan dalam wadah yang tertutup, kering dan sejuk. Selulosa mikrokristal dapat diproduksi dengan hidrolisis terkontrol selulosa dari bahan tanaman berserat dengan larutan asam mineral encer. Setelah hidrolisis, hidroselulosa yang diperoleh dimurnikan dengan penyaringan dan dengan metode spraydried untuk membentuk partikel berpori kering dengan distribusi ukuran partikel yang luas (Rowe, dkk., 2009).
Untuk mendapatkan sifat fisik dan kimia yang lebih baik dan memperluas aplikasinya, selulosa dibuat dalam berbagai turunannya diantaranya turunan ester dan eter. Ester selulosa banyak digunakan sebagai serat dan plastik, sedangkan eter selulosa sebagai pengikat dan bahan tambahan untuk mortir khusus atau kimia khusus untuk bangunan dan konstruksi juga stabilisator viskositas pada cat,
makanan, produk farmasetik, dan lain-lain. Selulosa juga merupakan bahan dasar dalam pembuatan kertas. Seratnya mempunyai kekuatan dan durabilitas yang tinggi. Jika dibasahi dengan air, menunjukkan pengembangan ketika jenuh, dan juga higoskopis. Bahkan dalam keadaan basah, serat selulosa alami tidak kehilangan kekuatannya (Sirait, 2014).
Selulosa mikrokristal dapat digunakan dalam pembuatan termoplastik yang dikombinasikan dengan berbagai polimer seperti polietilen, polistiren, dan lain-lain. DibidangIndustri-indusri yang menggunakan selulosa sebagai bahan baku meliputi industri kertas, industri yang memproduksi bahan penyerap
(absorbent) seperti popok bayi, kertas, tissue, pembalut wanita dan lain-lain.
Industri yang memproduksi Carboxy Methyl Cellulose (CMC) untuk digunakan pada industri makanan dan industri memproduksi selulosa asetat dan selulosa nitrat sebagai bahan plastik dan tekstil (rayon). Berbagai jenis kayu dapat juga dimanfaatkan sebelum diolah untuk diambil selulosanya, misalnya:untuk keperluan bahan bangunan seperti untuk lantai, dinding, pintu, dan kusen.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal dapat dihasilkan dariampas tebu (Zulharmita, dkk., 2012), jerami padi (Pratiwi, dkk., 2016), serat tanaman sisal (Bhimte dan Tayade, 2007), limbah kain katun dan kaus kaki (Chauhan, dkk., 2009), kulit kacang (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2009), batang rumput gajah (Zulharmita, dkk., 2011), kulit buah kakao (Nisa dan Putri, 2014), batang jagung (Ohwoavworhua, dkk., 2005) dan Tandan aren (Sumaiyah, dkk., 2014). Selain itu, limbah serbuk kayu gergaji juga telah dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pembuatan selulosa mikrokristal (Gusrianto, dkk., 2011).
2.4Instrumen Identifikasi Selulosa Mikrokristal
Spektroskopi inframerah merupakan salah satu metode yang umum digunakan, dan merupakan salah satu metode penting dalam teknik analisis suatu senyawa yang ada saat ini. Salah satu keuntungan besar dari spektroskopi inframerah adalah hampir semua sampel di hampir setiap negara dapat dipelajari, baik itu dalam bentuk cairan, larutan, pasta, serbuk, film, serat, gas dapat diperiksa (Masfria, dkk., 2013).
Spektroskopi inframerah adalah suatu tehnik yang didasarkan pada getaran dari atom-atom molekul. Spektrum inframerah umumnya diperoleh dengan melewatkan radiasi inframerah sampel dan menentukan sebagian kecil dari energi radiasi tertentu yang diserap, yaitu energi dimana setiap puncak dalam spektrum absorbsi muncul sesuai dengan frekuensi getaran bagian tertentu dari suatu molekul sampel (Masfria, dkk., 2013).
Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruh di daerah spektrum IR 4000-450 cm-1 (Muis, 2011).
Scanning Electron Microscopy(SEM) adalah alat yang dapat membentuk
bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorbsi elektron.Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20
μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan.Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket. Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktifitas tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis. Pada umumnya yang digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas (Au) dan palladium (Pd) (Muis, 2011).