• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Multi Sensor Sebagai Metode Alter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Multi Sensor Sebagai Metode Alter"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

Mulyadi

1

, Yuni Retnowati

2

, Joko Harianto

3

1

Program Studi Teknik Elektro, Universitas Borneo Tarakan 2Program Studi Kebidanan, Universitas Borneo Tarakan

3Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Tarakan

mulyadi@borneo.ac.id

Abstract—Todayblood glucose monitoring device performed invasive method with a needle on the patients finger or blood vessels, this causes trauma especially if the frequency very often. It causes the needfor more comfortable and effective device for early identificationof diabetes symptoms becoming urgent.Identification of the symptoms of diabetes can be done by bloods or urine test. Odor of urine in diabetics containing acetone is very high aroma than normal people. Diabetics distinctive smell of urine is used as input for identification using Principal Component Analysis and gas sensor system. To visualize the results of the gas sensors used electronic nose consisting of a series of gas sensors, digital acquisition system and signal processing method. The result showed that the olfactory system and Principal Component Analysis capable of identifying odor diabetic patients with 86,42% accuracy.

Intisari— Saat ini, perangkat pemantauan glukosa darah dilakukan secara invasif dengan menusukkan jarum pada jari atau pembuluh darah klien. Hal ini menyebabkan trauma bagi pasien terutama jika frekuensi pemeriksaan sangat sering. Kondisi tersebut serta komplikasi dari penggunaan strip dan komponen lainnya menunjukkan kebutuhan untuk perangkat baru yang lebih nyaman dan efektif untuk pengenalan tanda-tanda diabetes sejak dini pada diri seseorang, untuk memastikan apakah anda mengidap diabetes atau tidak dapat diketahui dengan melakukan pengecekan yang terdiri dari pengecekan darah dan urine. Odor urin pada penderita diabetes mellitus mengandung kadar gas Aseton (C3H6O) yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan orang sehat. Bau khas urin penderita diabetes inilah yang kemudian digunakan sebagai input untuk identifikasi dengan menggunakan Principal Component Analysis

dan sensor gas. Untuk memvisualkan tanggapan sensor gas tersebut dilakukan dengan menggunakan hidung elektronik yang terdiri dari deret sensor gas, akuisisi digital dan metode pengolahan sinyal. Studi ini menunjukkan bahwa sistem penciuman elektronik dan kombinasi perangkat lunak pengolahan data mampu mengidentifikasi odor tertentu dengan cepat dengan keakurasianmencapai 86,42%.

Kata Kunci odor, diabetes, electronic nose

I. PENDAHULUAN

Kecenderungan kenaikan penderita diabetes mellitusterlihat dari meningkatnya jumlahpenderita diabetes mellitus di dunia dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia pada tahun 2003, jumlah penderita diabetes mellitus mencapai 194 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 333 juta

jiwa di tahun 2025 mendatang, dan setengah dari angka tersebut terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Angka kejadian diabetes mellitus di Indonesia menempati urutan keempat tertinggi di dunia yaitu 8,4 juta jiwa (Kemenkes, 2011).

Fenomena yang terjadi di Tarakan dan daerah sekitarnya, mayoritas pasien diabetes mellitus menemui paramedis setelah kondisinya berada pada stadium kronik. Diabetes mellitus yang kronik terkadang tidak menunjukkan suatu gejala sampai tingkatan penyakit semakin parah. Sehingga penderita baru menyadari setelah berada pada stadium tinggi. Kendala yang dihadapi masyarakat tersebut seyogyanya tidak dibiarkan berlarut-larut. Keterbatasan sarana untuk memantau kondisi kesehatan, khususnya pendeteksian diabetes mellitus dapat diupayakan melalui sebuah perangkat elektronik yang relatif sederhana namun memiliki hasil analisa yang secara keilmuan dapat dijadikan dasar acuan tentang kondisi kesehatan pasien (Guo, 2010). Gejala penyakit diabetes mellitus dapat dideteksi melalui sampel urin. Salah satu unsur yang diuji pada makroskopik urin adalah bau (odor). Odor urin pada penderita diabetes mellitus mengandung kadar gas aseton (C3H6O), NH3 dan H2S yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan orang normal (Kodogiannis,2008). Pada laboratorium klinis, pemeriksaan urin dilakukan untuk mendeteksi suatu penyakit, tetapi dari pantauan yang kami lakukan hingga saat ini tidak ada laboratorium klinis di wilayah perbatasan yang memiliki alat penganalisa odor urin untuk mendeteksi suatu penyakit. Hal ini menjadi dasar dalam melakukan penelitian tentang aplikasi teknologi sistem penciuman elektronik. Teknologi sistem penciuman elektronik dengan memanfaatkan sensor gas dapat digunakan untuk mendeteksi perbedaan odor pada urin yang disebabkan oleh suatu bakteri (Ida, 2006).

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus

Ukuran Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolik yang dicirikan oleh hiperglikemia dan relatif kekurangan, atau ketiadaan lengkap insulin. Ini adalah penyakit, yang berdasarkan komplikasinya dapat mempengaruhi semua sistem organ dalam tubuh. Pencegahan, diagnosis yang tepat waktu, dan pengobatan adalah penting dalam pasien diabetes mellitus. Banyak dari komplikasi yang

Sistem

Multi

Sensor

Sebagai

Metode Alternatif

(2)

2 terkait dengan diabetes, seperti nefropati, retinopati, neuropati, penyakit jantung, stroke, dan kematian, dapat tertunda atau dicegah dengan perawatan yang tepat dari tekanan darah tinggi, lipid dan glukosa darah. Tubuh biasanya mampu menjaga kadar gula tetap stabil. Gula darah puasa normal yang biasanya antara 3.5-6.7mmol/l. Setelah makan itu akan jarang melebihi 8mmol l. Tidak biasanya tidak glukosa dalam urin karena ambang normal di atas glukosa yang akan muncul dalam urin akan 10mmol/l. di bawah konsentrasi 10mmol/l ginjal mengendur glukosa kembali ke dalam aliran darah dan jadi glukosa tidak muncul dalam urin kecuali konsentrasi glukosa darah tinggi.

B. Sistem Hidung Elektronik

Sistem olfaktori elektronik atau Hidung Elektronik (eNose) telah dikembangkan dan diterapkan dalam berbagai bidang. Instrumen Hidung Elektronik adalah sebuah instrumen yang dimaksudkan untuk mendeteksi bau atau aroma. Sistem olfaktori elektronik adalah sistem pengindera elektronik yang mempunyai kemampuan meniru cara kerja indera penciuman manusia. Hidung Elektronik terdiri dari beberapa sensor gas yang mempunyai selektivitas dan sensitifitas beragam sebagaimana sistem struktur syaraf penciuman dalam olfaktori manusia (Witt, dkk 2009). Hal tersebut menyebakan data luaran sebuah system Hidung Elektronik berupa pola-pola yang merupakan perwakilan dari masing-masing aroma sehingga dapat dimanfaatkan untuk sistem identifikasi, perbandingan, kuantifikasi dan klasifikasi berdasarkan aroma.

C. Jaringan Saraf Tiruan-Backpropagation

Algoritma Backpropagation termasuk metode pelatihan terbimbing (supervised) dan didesain untuk operasi pada JST feed forward lapis jamak (multi layer). Algoritma Backpropagation dipakai pada penelitian ini karena proses pelatihannya didasarkan pada interkoneksi yang sangat sederhana dimana bila keluarannya memberikan hasil yang salah, maka bobot dikoreksi sehingga error dapat diperkecil dan tanggapan JST selanjutnya akan diharapkan akan mendekati nilai yang benar. Ketika JST diberikan pola masukan sebagai pola pelatihan maka pola tersebut menuju ke unit-unit pada lapis tersembunyi untuk diteruskan keunit-unit pada lapis keluaran. Kemudian unit-unit lapis keluaran memberikan tanggapan yang disebut sebagai keluaran JST. Saat keluaran JST tidak sama dengan keluaran yang diharapkan maka keluaran akan disebarkan mundur pada lapis tersembunyi diteruskan ke unit pada lapis masukan. Algoritma Backpropagation melatih jaring untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaring untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaring untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan. (Siang, 2005). Pelatihan dilakukan untuk meminimumkan kuadrat kesalahan rata-rata atau mean square

error (mse). Dalam standar JST-BP, laju pemahaman berupa suatu konstanta yang nilainya tetap selama iterasi. Akibatnya unjuk kerja algoritma sangat dipengaruhi oleh besarnya laju pemahaman yang dipakai. Secara praktis sulit menentukan laju pemahaman yang paling optimal sebelum pelatihan dilakukan. Laju pemahaman yang terlalu besar maupun terlalu kecil akanmenyebabkan pelatihan menjadi lambat. Metode standar JST-BP ini seringkali terlalu lambat untuk keperluan praktis sehingga fungsi pelatihannya diganti untuk mempercepatnya. Metode yang dipakai menggunakan teknik heuristic yang dikembangkan dari metode penurunan tercepat yang dipakai dalam standar JST-BP dengan metode variable laju pemahaman (learningrate) dengan menambahkan faktor momentum. Laju pemahaman bukan merupakan konstanta yang tetap tetapi dapat berubah-ubah selama iterasi (Mauridhi dkk, 2006). Perubahan bobot dengan menambahkan momentum memperhatikan perubahan bobot pada iterasi sebelumnya. Perhitungan unjuk kerja dalam JST-BP dilakukan berdasarkan mse. Umumnya pelatihan JST-BP dalam matlab dilakukan secara berkelompok (batch training) dimana semua pola dimasukkan dalam sebuah matriks dahulu kemudian bobot diubah tiap epoch.

Gambar. 1 Arsitektur Backpropagation

Algoritma Backpropagation :

a. Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil)

b. Kerjakan langkah-langkah berikut selama kondisi bernilai FALSE. Langkah-langkahnya sebagai berikut :

Feedforward :

(3)

3 b. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj,j=1,2,3,….,p)

menjumlahkah sinyal-sinyal dengan bobot :

_ = 0 +

=1

Gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya :

=�( )

Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit dilapisan atasnya (unit-unit output).

c. Tiap-tiap unit output ( , = 1,2,3,…, ) menjumlahkan sinyal sinyal input dengan bobot :

_ = 0 +

=1

Gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya :

=�( _ )

Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit dilapisan atasnya (unit-unit output).

Backpropagation

d. Tiap-tiap unit output ( , = 1,2,3,…, ) menerima target pola yang berhubungan dengan pola input dari pembelajaran, hitung informasi errornya :

� = − �

Kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya digunakan untuk memperbaiki nilai wjk):

∆ =��

Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai w0k):

∆ 0 =��

Kirimkan � ini ke unit-unit yang ada dilapisan bawahnya.

e. Tiap-tiap unit tersembunyi ( , = 1,2,3,…,�) menjumlahkan delta input (dari unit-unit yang berada pada lapisan atasnya):

� = �

=1

Kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi aktivitasnya untuk menghitung informasi error :

� =�_ � �_

Kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai ):

∆ =��

Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai 0 ):

∆ 0 =��

f. Tiap-tiap unit output ( , = 1,2,3,…, ) memperbaiki bias dan bobotnya ( = 0,1,2,…. ,�):

� = +∆

Tiap-tiap unit tersembunyi , = 1,2,3,…,� memperbaiki bias dan bobotnya = 0,1,2,…. , ):

� � = +∆

Tes kondisi berhenti

metode penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Tarakan selama 5 bulan.Pada penelitian ini dilakukan eksperimental untuk pengujian sistem penciuman elektronik cerdas menggunakan bahan semikonduktor dan jaringan syaraf tiruan. Implementasi jaringan saraf tiruan dengan algoritma Backpropagation berfungsi sebagai sistem identifikasi penyakit Diabetes Mellitus non invasif.

Eksperimen ini menggunakan deret sensor gas semikonduktor produksi Figaro. Setiap sensor gas dipanaskan dengan menerapkan tegangan 5 Volt pada elemen pemanasnya dan konduktansinya diukur pada konfigurasi setengah jembatan menggunakan tegangan catu sebesar 12 Volt. Suhu dan kelembaban ruang pengujian dijaga konstan pada 25±2ºC, kelembaban 60±3% serta tekanan 1 atmosfir dan diamati dengan sistem berbasis bahasa pemrograman yang dibuat sendiri. Untuk setiap pengukuran uap sampel alirkan ke ruang uji tanpa tambahan zat kimiawi lainya. Masing-masing sampel dilakukan pengukuran sebanyak sepuluh kali pengukuran. Nilai perubahan tegangan sensor selama 10 detik ditentukan sebagai nilai tegangan awal untuk masing-masing sensor. Saat perubahan tegangan mendekati kestabilan, nilai rata-rata perubahan tegangan untuk 30 detik dicatat sebagai nilai tegangan akhir untuk masing-masing sensor.

Gambar. 2 Rangkaian Sensor

(4)

4 sensor TGS.Sensor membutuhkan dua input tegangan yaitu tegangan pemanas (VH) dan tegangan sirkuit (VC). tegangan pemanas (VH) diterapkan dengan pemanas terpadu untuk mempertahankan elemen pendeteksian pada suhu spesifik yang optimal. Tegangan sirkuit (VC) diterapkan untuk melakukan pengukuran tegangan (VOUT) di resistor beban (RL) yang dihubungkan secara seri dengan sensor. Tegangan DC diperlukan untuk tegangan rangkaian setelah sensor ini memiliki polaritas. Suatu rangkaian pencatu daya digunakan untuk kedua VC dan VH untuk seluruh kebutuhan catudaya sensor. Nilai dari resistor beban (RL) harus dipilih untuk mengoptimalkan nilai ambang batas, agar konsumsi daya (PS) semikonduktor dibawah 15 mW. Konsumsi daya (PS) tertinggi dicapai ketika nilai RS sama dengan RL setelah terkena paparan gas.

III.HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksperimen dimulai dengan mengalirkan gas N2 ke dalam ruang pengujian sampel urin dan nilai tegangan sensor diamati hingga dicapai nilai tegangan keluaran sensor yang stabil kemudian dilanjutkan dengan mengalirkan uap sampel urin ke ruang pengujian. Tanggapan waktu untuk tiap sensor ditunjukkan pada Gambar 3

Gambar. 3Akuisisi Data Sampel

Dari proses akusisi sampel urine diproleh data seperti berikut :

Gambar. 4 Data Sampel Urin Sehat

Gambar. 5 Data Sampel Urin Positif DM

A. Analisa Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

Data pengujian sampel selanjutnya diproses dengan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan yang bertujuan untuk mengklasifikasi data keluaran sensor TGS dari setiap pengukuran sampel yang dilakukan. Pada Jaringan Saraf Tiruan dikenal istilah proses pelatihan, proses pelatihan ini bertujuan untuk melatih jaringan hingga diproleh bobot yang diinginkan. Pada proses pelatihan, data sample kemudian diubah formatnya serta diberikan target untuk tiap jenis data (Data Urine Positif DM = 100, Data Urine Sehat = 010) Dari proses pelatihan menggunakan program antar muka yang dibuat sendiri dengan bahasa pemrograman diperolehlah data hasil pelatihan seperti gambar berikut ini:

(5)

5 Kemudian data tersebut diinput ke program, sehingga menghasilkan nilai Bobot, sebagai berikut:

input=8,output=2, node1= 5, node2 = 5, ∑ iterasi = 578, α= 0,5 ; β = 0,001 ;

TABEL I

Data Bobot Akhir dan Bias Akhir pada JST

Nilai Weight Nilai Bias

1.45E-01 -1.05E-01

-4.88E-01 2.65E-01

4.40E+00 -2.30E-01

-1.57E+00 4.23E-01

-5.46E-01 -1.40E-01

-2.87E+00 -1.49E-01

-8.23E-01 -2.09E-01

2.61E-01 4.62E-01

5.10E-03 1.36E-01

-1.16E-01 -3.80E-01

-1.56E+00 -4.68E-01

3.42E+00 3.33E-01

4.43E+00 -2.65E-01

Data nilai bobot inilah kemudian di input ke program untuk proses identifikasi seperti berikut ini

Gambar. 6 Hasil Identifikasi Urin Positif DM

Berdasarkan gambar 6 untuk hasil identifikasi Urine Positif DM terlihat pada grafik data sensor untuk axis Y (Bilangan heksa hasil keluaran sensor) dan axis X (waktu dalam detik), dibutuhkan waktu 5 detik untuk proses pembacaan sensor. Untuk masing-masing jenis sensor ditunjukan oleh garis berwarna. Setelah proses pembacaan sensor terjadi perubahan grafik dimana respon gas sudah stabil. Perubahan grafik tersebut merupakan pola sampel yang kemudian disesuaikan dengan target. Untuk pola diatas merupakan pola Urin Positif DM.

Gambar. 7 Hasil Identifikasi Urin Negatif DM

Berdasarkan gambar. 7 Setelah proses pembacaan sensor terjadi perubahan grafik dimana respon gas sudah stabil. Perubahan grafik tersebut merupakan pola sampel yang kemudian disesuaikan dengan target. Untuk pola diatas merupakan pola Urin Normal.

IV.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan, maka diambil kesimpulan bahwa sensor gas yang digunakan pada penelitian ini yaitu TGS 2602, TGS 2444 dan TGS 825 telah bekerja sesuai dengan perencanaan namun terdapat kecenderungan nilai tegangan keluaran dari sensor relatif tidak berubah jika terpapar odor sejenis selama lebih dari 60 detik. Hal ini diasumsikan merupakan karakteristik bahan SnO2 yang merupakan elemen utama bahan sensor sensitif. Waktu 5 detik yang digunakan untuk pengambilan data dinilai baik, karena telah dapat dijadikan acuan untuk merekam respon tegangan yang stabil. Proses identifikasi pola sampel urin pasien yang telah berhasil dicapai adalah 86,42% sehingga disimpulkan sistem yang dibangun telah mampu mengkarakterisasi pola sampel air seni responden positif diabetes mellitus dan air seni responden bukan penderita diabetes mellitus.

REFERENSI

[1] Kemenkes, Article Diabetes Mellitus Penyebab Kematian Nomor 6 di dunia, http://www.depkes.go.id, 2011.

[2] D. Guo, D. Zhang, N. Li, L. Zhang, J. Yang, A Novel Breath Analysis System Based on Electronic Olfaction, IEEE Trans. Biomed. Eng. 57, 1-11. 2010.

[3] V. S. Kodogiannis, N. John, T. Andrzej, and S. C. Hardial, Artificial Odour Discrimination System Using Electronic Nose and Neural Networks for the Identification of Urinary Tract Infection,” EEE Trans. Information Technology in Biomedicine., vol. 12(6): 707–713, 2008. [4] A. C. Ida, D.di. Piero, C. Massimilano. and D.Paulo, Application of

Electronic Nose for Disease Diagnosis and Food Spoilage Detection S e n s o r . 6: 1428–1439, 2006.

[5] K. Witt, T. Jochum, W. Poitz, K. J. Bär, and Voss, An Application of an Electronic Nose to Diagnose Liver Cirrhosis from The Skin Surface Proceedings of World Congress on Medical Physics and Biomedical Engineering, Munich, Germany, 7–12 September 2009; In IFMBE Proceedings 25/VIII, Dössel, O., Schlegel, W.C. Eds., pp. 150-152., 2009.

[6] Jong Sek Siang, Jaringan Syaraf Tiruan dan pemprogramannya Menggunakan MATLAB Andi Press ,Yogyakarta, 2006

Gambar

Gambar. 1 Arsitektur Backpropagation
Gambar. 2 Rangkaian Sensor
Gambar. 5 Data Sampel Urin Positif DM
Gambar. 6 Hasil Identifikasi Urin Positif DM

Referensi

Dokumen terkait

2. Peraturan Bupati Batang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Perubahan Peraturan Bupati Batang Nomor 8 tentang Pedoman Pengelolaan Bantuan Tambahan Penghasilan Bagi Aparat Pemerintah

Berdasarkan data ini upaya penanganan yang bisa dilakukan adalah konservasi tanah secara teknis pada daerah yang memiliki nilai aliran permukaan yang tinggi dalam penelitian ini

Gambar 4.3 Activity Diagram mengelola User (Admin) admin pilih menu pengolahan user tampil detail data user pilih insert.. user pilih update

Besi yang dililiti kawat email yang dialiri listrik DC ini akan memperkuat medan magnet dari kawat, maka dari itu besi paku ini bisa menjadi magnet, arus listrik disimpan dalam

Memberi keselamatan kepada tuan rumah, keselamatan kepada kerabat/teman/tetangga dan perlengkapan yang digunakan dalam hajatan, keselamatan mulai awal pelaksanaan upacara

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengidentifikasi kembali bagaimana analisis perbandingan kebangkrutan, kinerja keuangan, dan tata kelola yang di lakukan

relatif lebih ekstensif, akibatnya rendemen minyak atsiri yang dihasilkan akan berkurang sedangkan keuntungannya adalah metode destilasi dengan air baik untuk

Latar ini berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 2010:230). Masalah kapan