KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NO. KEP-1sA/MEN/1994
TENTANG
PETUNJUK PENYNI,ESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PE}IUTUSAN HUBUNGAN KERJA
DI
TINGT(AT PERUSAHAAN DAN PNMERANTARAANllenimbang :a.
c.
Mengingat
:
1.b.
MENTERI TENAGA KER.'A,
bahwa sesuai dengan Hubungan Industrial Pancasila persel isihan antara Pengusaha dan Pekerja diselesaikan dengan musyawarah secara
kekeluargaan sehingga persel isihan tersebut tidak merusak hubungan baik antara pekerja
dengan pengusaha;
bahwa Pemut.usan llubungan Kerja oleh pengusahe terhadap pekerjanya merupakan hal yang sedapat
nungkin dihi ndari , namun denikian apabila
Lerpaksa terjadi Pemutusan Hubungan Kerja maka
diselesaikan s()cara bai k;
bahwa peLunjuk penyelesaian perselisihan hubungan i ntlrrstr i al tlan pemut usan hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan Ment.eri Tenaga Kerja No. KEP-342/UEN/I986, No. KEP-f108/MEN/1986 dan No. KEP-120/UEN/1988, sudah tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga
perl u disemprrrnakan;
bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Undang-rrndangl No . 3 Tahun 1951 tentang
Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasa,n
Perburuhan Tahun 1948 No. 23 Dari Republik Indonesi.a tlnt.uk Selttruh Indonesia;
Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Pnrselisihan Perburuhan (Lenbaran
Negara Tahun 195? No. 42, Tambahan Lembaran Negara No. 12271;
Undang-undang No. I 2 Tahun 1964 tentang
Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta ( Lembaran Negara Tahun 1 964 , No.93, Tambahan Lembaran Negara No.2686 ) ;
d.
,
Keputusan Presiden RI No.l04 Tahun 1993 tentang
Perubahan abas Keputusan Presiden No.15 Tahun 1984 ten'tang Susunan Organisasi Departenen Sebagainana Telah Duapuluh Kal i Diubah Terakhir Dengan Keputusan Presiden No.83 Tahun 1993; Keputusan Presiden RI No.96/tl Tahun 1993
tentang Penbentukan Kabinet. Pembangunan VI; Peraturan MenLeri Tenagla Kerja No. PER-O2/ t{EN/1985 terntang Syarat Penun jukan, Tulas ,
Kedudukan dan Wewenang Pegawai Perantara;
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/
MEN/1986 tentang Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang! Jasa dan Ganti Kerugian;
Ke.r,rrt.usan MenLeri Tenaga Kerja No. KEP-297/MEN/ 1985 tentang Pedoman Kerja Pegawai PeranLara.
MEMUTUSKAN:
Menet apkan : KEPUTUSAN I.{ENTERI TENAGA KERJA TENTANG PETUN.'UK PENYEI,RSAIAN PERSI.II,ISIHAN HTJBUNGAN INDI'STRIAL DAN
PEMUTI.JSAN HUBUNGAN KF]RJA I)I'I'INGKAT PERUSAIIAAN DAN
PF]MF:RANTARAAN .
BAII I
KETENI'UAN TJMUM
Pasal I
Dalam Keputusan Menteri ini yang dinaksud :
a. Pegawai Perantara ialah Pegawai sebagaimana dinaksud dalan
Pasal 1 ayaL ( 1 ) huruf e tlndang-undang No.22 Tahun 1957
t.entang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan;
h. Perselisihan Hubungan Industrial ialah Perselisihan Perburuhan sebagaimana dinaksud dalarn Pasal I ayat ( I ) huruf c
Undang-undang No.22 Tahun 1957 Lenl.ang Penyel esaian Persel isihan
Perburuhan;
(:. Pekerja ialah Tenaga Kerja yang bekerja pacla pengusaha dengan menerima upah; 4. 5. 6. 7, 8.
f.
e.
d. Pengusaha adalah
l. Orang, persekutuan atau badan hukum y&ng
sesuatu perusahaan nilik sendiri. menjal ankan
e.
2. Orang, persekutuan atau badan hukun yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan niliknya.
3. Orang, perusa.haan atau badan hukum yang berada di Indonesia
newakili perusahaan sebagainana dimaksud pada angka I dan z
yang berkedudukan diluar fndonesia.
Panitia Daerah ialah Panit.ia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Daerah sebagaimana dimaksud dalan Pasal I ayat ( I )
huruf f ,Undang-undang No.22 Tahun 1957;
Panitia Pusat ialah Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat sebagainana dinaksud dalan Pasal I ayat ( I )
huruf g Undang-undang No.22 Tahun 195?;
Panitj.a tenaga Kerja ialah srrat.u PaniLia yang dibentuk oleh
Departeuen Tenaga Kerja dan Departemen Tehnis yang bertugas dan berwenan[i untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan yang terjadi di Perusahaan dari satu sekt.or usaha tertentu.
Pasal
Penyelesaian Persel isi han Hubungan Industrial dan Penutusan Hubungan Kerja diselesaikan se(:ara berLahap, nulai dari tingkat
Perusahaan atau Bipartit, tingkat Penerantaraan, t.ingkat Panitia
Daerah dan tingkat Panitia Pusat.
BAB II
PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Bag ian Pertana
Tingkat Perusahaan Pasa] 3
Penyelesaian keluh kesah sebelun renjadi industrial dan pemtrt.usan hubungan kerja :
a. Dilakukan di tingkat perusahaan secara
musyawarah untuk nrrfakat oleh pekerja i
atasannya dengan pengusaha;
persel isihan hubungan Bipartit dengan prinsip
b.
c.
Penyelesaian keluh kesah sebagaimana dimaksud dalan huruf a,
dapat pula dilakukan melalui pengurus Serikat Pekerja yang terdaftar di Departemen Tenaga Kerja atau Organisasi Pekerja
lainnya;
Pengusaha dan Pekerja wajib mengupayakan agar keluh kesah yang tinbul tidak nenjadi perselisihan hubungan industrial atau
nenjadi penutusan hubungan kerja.
Pasal
Dalan hal keluh kesah meningkat nenjadi perselisihan hubungan industrial naka penyelesaiannya dilakukan :
a. llelalui perundingan secara musyawarah untuk nufakat antara
Serikat Pekerja atau Gabungan Serikat Pekerja yang terdaftar di Departemen Tenaga Kerja atau Organisasi Pekerja lainnya,
dengan Pengusaha atau Gabungan Pengusaha;
b. Setiap perundingan sebagaimana dinaksud dalan huruf I,
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali dalan jangka waktu paling
lama 1 (satu) bulan dan setiap perundingan dibuat risalah yang disanpaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan;
c. Risalah perundingan sebagainana dinaksud dalam huruf b memuat
antara lain :
1. Nama dan alamat pekerja;
2. Nana dan alanat Serikat Pekerja atau organisasi pekerja lainnya;
3. Nana dan alanat Pengusaha atau yang newakili;
1. Tanggal dan Tenpat perundingan;
5. Alasan atau pokok masalah perselisihan;
6. Pendirian para pihak;
7 . Kesinpulan perundingan;
8. Tanggal dan tanda tangan pihak yang melakukan perundingan.
d. Apabila perundingan sebagaimana dinaksud dalan huruf a
tercapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat persetujuan
bersana secara tertulis yang ditandatangani oleh para pihak
dan disaksikan oleh Pengurus Serikat Pekerja setempat pada perusahaan yang telah terbentuk Serikat Pekerja atau
organisasi pekerja lainnya serta disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan;
e. Apabila perundingan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak tercapai kesepakatan penyelesaian, maka kedua belah pihak
f. Dalau hal kedua belah pihak tidak nenghendaki penyelesaian
sebagainana dinaksud dalan huruf e, maka salah satu pihak atau
kedua beleh pihak meninta kepada Kantor Departeren Tenaga Kerja setenpat dengan tembusan kepada Panitia Daerah disertai
bukti-bukti perundingan untuk diselesaikan nelelui
penerantaraan.
Pasal
Dalan hal keluh kesah sebagainana dineksud dalan pasal 3
berkembang nenjurus kepada penutusan hubungan kerja naka penyelesaiannya sebagai berikut :
g,. Penyelesaian harus dirundingkan secara musyawarah untuk
nufakat antara pengusaha dengan pekerja itu sendiri atau
dengan Serikat Pekerja yang terdaftar di Departenen Tenaga Kerja atau or5anisasi pekerja lainnya apabila pekerja tersebut nenJadi anggota;
b. Setiap perundingan sebagaimana dinaksud dalan huruf a dilakukan sebanyak-banyaknya 3 ( tiga) kali dalan jangka waktu
paling lana 1 (satu) bulan, dan setiap perundingan dibuat risalah yang disampaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan;
c. Risalah perundingan sebagaimana dimaksud dalam huruf b nenuat
antara lain :
1. Nama dan alanat pekerja;
2. Nana dan alamat Serikat Pekerja atau organisasi pekerja lainnya;
3. Nana dan alanat pengusaha atau yang mewakili;
4. Tanggal dan tenpat perundingan;
5. Pokok uasalah atau alasan Pemutusan llubungan Kerja; 6. Pendirian para pihak;
7 . Kesinpulan perundingan;
8. Tanggal dan tanda tangan pihak-pihak y&ng melakukan perundingan.
d. Apabila perundingan sebagainana dinaksud dalam huruf (a)
meneapai kesepakatan, maka dibuat Persetujuan Bersana secara
tertulis yang ditanda tangani oleh para pihak dan disaksikan
oleh Pengurus Serikat Pekerja setenpat pada Perusahaan yang telah terbentuk Serikat Pekerja atau organisasi pekerja lain-nya serta disanpaikan kepada pihak-pihah yang
f.
e. Apabila perundingan sebagaimana dinaksud dalam huruf a tidak
rencapai kesepakatanr naka sebelun pengusaha mengajukan pernohonan ijin penutusan hubungan kerja kepada panitia
Daerah, untuk peuutusan hubungan kerja peroranElan atau panitia
Pusat untuk penutusan hubungan kerja massal, kedua belah
pihak atau salah satu pihak dapat nengajukan permintaan kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat untuk diperantarai oleh Pegarai Peranbara;
Hasil perundingan baik yang telah tercapai persetujuan bersama maupun tidakr harus dilanpirkan pada setiap pengajuan pernohonan ijin penutusan hubungan kerja oleh pengusaha.
Pasal 6
Dalan hal tinbul keluh kesahs penyelesaian Perselisihan Hubungan rndustrial dan Peniutusbn Hubungan Kerja, pengusaha sedapat
nungkin lenghindarkan terjadinya penutupan perusahaan ( lock out )
dan Pekerja sedapat munElkin menghindari terjadinya mogok/unjuk rasa. dan atau slow down.
Pasal 7
Dalan hal terjadi Perselisihan Hubungan Industrial diluar ketentuan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, penyelesaiannya dilakukan secara Lerpadu dengan instansi t,erkait sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Bagian Kedua
Tingkat. Perantaraan
Pasal I
Penyelesaian tingkat perantaraan :
a,. Pegawai Perantara harus nenerima setiap pernintaan
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan penutusan hubungan kerja;
b. Pegawai Perantara setelah nenerima permintaan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial sebagaiuana dinaksud dalan
huruf a harus menawarkan kepada kedua belah pihak apakah perselisihan hubungan industrial tersebut. akan diselesaikan nelalui Arbitrase;
Co Dalan hal kedua belah pihak tidak nenglhendaki penyelesaian
perselisihan hubungan industrial nelalui Arbitrase, Pegawai Perantara dalan waktu selanbat-lambatnya 7 hari harus sudah
rengadakan pemerantaraan nenurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku, ternasuk nengadakan penelitian dan usaha penyelesaian nasalah-nasalah yang sifatnya norratif nelalui
Fegawai Pengawas Ketenagakerjaan;
Tenggang waktu seba$ainana dinaksud dalam huruf cr berlaku juga bagi perantaraan penyelesaian persel.isihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja;
Pegawai Perantara dalam melaksanakan pemerantaraan
Perselisihan llubungan Industrial atau Pemutusan Hubungan Kerja harus oengupayakan penyelesaian nelalui perundingan secara musyawarah untuk nufakat;
Dalan hal penerantaraan sebagainana dimaksud dalam huruf e
tercapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat persetujuan bersana secara tertulis yang ditandatangani oleh para pihak dan diketahui/disaksikan oleh Pegawai Perantara;
Pegawai Perantara setelah nenerima persetujuan bersana
Perselisihan Hubungan Industrial atau Pemutusan Hubungan Kerja yang dicapai di tingkat Perusahaan, dalan waktu
selambat-laubatnya 7 (tujuh) hari harus sudah reneruskan
kepada Panitla Daerah untuk Persel.isihan Hubungan fndustrial atau Penutusan Hubungan Kerja perorangan, dan kepada Panitia
Pusat untuk Penutusan Hubungan Kerja massal I
Dalam hal penerantaraan sebagainana dimaksud dalan huruf e
tidak tercapai kesepakatan penyelesaian, Peglawai Perantara
harus menbuat anjuran secara tertulis yang lenuat usul penyelesaian dengan nenyebutkan dasar pertimbanglannya dan
Denyanpaikan kepada para pihak serta men6upayakan tanggapan
para pihak dalan waktu selslbat-lanbatnya ? (tujuh) hari sejak dlterinanya anJuran dinakaud;
Apabila kedua belah pihak nenerima anjuran sebagainana
dilahsud huruf h naka dibuat Persetujuan Bersana secsra
tertulis, dieelesaikan seperti tersebut dalan huruf 8i
Dalan hal anjuran tidak diterina oleh para pihak/salah satu
pihsk, naka pegawai perantara membuat taporan Penerantaraan
Bentuk II secara lengkapt sehingga memberikan iktisar yang jelas aengenai penyelesaian perkara;
d. e. f. g. h. l. J.
k.
I.
Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf j beserta tanggapan para pihak/salah satu pihak disanpaikan kepada Panitia Daerah untuk perselisihan hubunglan industrial dan penutusan hubungan kerja perorangan atau kepada Panitia Pusat untuk peuutusan
hubungan kerja massal dengan tembusan kepada Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat;
Dalan hal Penerantaraan Perselisihan terdapat tuntutan yang bersifat nornatif antara lain upah lembur, tunjanga'n
kecelakaan dan cuti tahunan raka Pegawai Perantara rerinta bantuan kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Kantor
Departenen Tenaga Kerja setempat untuk menetapkan dan
aenghitun$ upah lenbur tersebut;
Dalam hal penetapan upah lembur, Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dinaksud dalan huruf I merupakan satu kesatuan dengan nasalah Pemutusan Hubungan Kerja, maka
Pegawai Perantara neneruskan kepada Panitia Daerah atau
Panitia Pusat unt'rk penyelesaian lebih lanjut.
m.
Pasal I
Penyelesaian di tingkat pemerantaraan sebagaimana dimaksud dalan
Pasal 8 harus sudah selesai dalan waktu selambat-lanbatnya 30
(tiga puluh) hari.
Pasal l0
( I ) Dalam hal Pegawai Perantara uenerima pengaduan yang
berhubunglan dengan masalah ketenagakerjaan pada Badan Usaha I.lilik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maka
Pegawai Perantara dapat memberikan iasa-iasa baik.
(2) Dalan penyelesaian pengaduan sebagaimana dinaksud dalan ayat
(1) tercapai kesepakatan penyelesaian maka Pegawai Perantara
membuat Persetujuan Bersama secara t.ertulis dan apabila tidak tercapai kesepakatan penyelesaian dibuat-kan anjuran secara
tertul is.
(3) Apabila anjuran Pegawai Perantara sebagaimana dinaksud dalam ayat (21 tidak diterima, naka Pegawai Perantara neneruskan peroasalahannya kepada Korpri BUilN/BUHD yang bersangkutan
untuk penyelesaian lebih lanjut.
(4) Dalam penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud dalan ayat
(21, Pegawai Perantara dapat mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan instansi teknis, Pemerintah Daerah dan Korpri
(5) untuk sektor pada BUl.lN yang sudah ada Panitia Tenaga Kerja,
naka Pegawai Perantara menyerahkan penyelesaiannya kepada Panitia Tenaga Kerja yang bersangkutan.
Pasa} 1 I
(1) Apabila Pegawai Perantara nengetahui terjadinya penutupan
perusahaan (Iock out), pemoElokan dan atau slow down pegawai Perantara langsung mendatangi lokasi kejadian.
(21 Dalan Denanglani hejadian sebagainana dinaksud dalan ayat ( I )
Pegawai Perantara mengupayakan dan menganjurkan kepada para
pekerja agar bekerja kembali seperti semula dan nenganjurkan
pengus,aha agar meneruskan kegiatannya.
(3) Pegawai Perantara segera nelakukan perundingan dengan para
pihak untuk menyeresaikan masalah ketenagakerjaan yang
menyebabkan terjadinya penutupan perusahaan ( rock out), pemogokan dan atau slow down.
(4) Dalan hal perundingan sebagaimana dinaksud dalan ayat (3)
tercapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Persetujuan Bersama secara tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah
pihak yang diketahui/disaksikan oleh pegawai perantara.
(5) Dalan hal p6rundingan sebagainana dimaksud daran ayat (3)
tidak tercapai kesepakatan penyelesaian, naka pegawai perantara menJrerahkan kepada Panil.ia Daerah mengenai masalah Persel isihan Hrtbungan fndustrial dan Pemutusan Hubungan Kerja perorangan serta kepada pani tia pusat nengenai
Pemutusan Hubungan Kerja nassal untuk penyelesaian lebih lanjut.
B A B III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
( I ) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan mengardasi pelaksanaan Keputusan lfenteri ini sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(21 Dalam har Pegawai Pengawas mengetahui adanya gejara akan terjadi Perselisihan Hubungan rndustrial, wajib segera
nenganbil langkah-langkah sesuai dengan kewenangannya dan nelaporkan kepada atasannya.
Pasal 13
Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini ' maka Keputusan Menteri Tenrga Kerja No. Kep-342/!lenl1986 tentang Pedoman/ Petunjuk Uuuu Penerantaraan Persclisihan Hubungan Industrial khususnya dalau Eenghadspi kasus-kasus menglenai upah lembur,
penogokan, pekerja kontrah, pemutusan hubungan kerja dan perubaban status atau pemilikan perusahaan, No. Kep. llOS/ !len/i986 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyelesaian Perselisihan Industrial dan Penutusan Hubungan Kerja dan No. KeP. I2O/Ven/1988
tentang Pedoman Penuntun Perilaku (Code of Conduct ) dalan pencegahan dan penyelesaian perselisihan industrial dinyatakan
tidak berlaku lagi.
Pasal 14
Keputusan lfenteri in i mulai trerlaku pada tanggal di tetapkan
Di tet.apkan cli Pada tanggal
:Jakarta
: ii - 1 - 1994 MENTERI TENAGA KERJA R. I.
t.td.