• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KONTRIBUSI PKL TERHADAP EKONOMI WILAYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI KONTRIBUSI PKL TERHADAP EKONOMI WILAYAH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI PKL TERHADAP EKONOMI WILAYAH

Pembahasan tentang kontribusi PKL terhadap ekonomi wilayah difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL di kota Bogor dan kajian deskriptif kontribusi PKL terhadap ekonomi wilayah, baik pada level lokal, nasional, maupun global. Kajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL di kota Bogor dianalisis menggunakan analisis regresi berganda dan kajian deskriptif kontribusi PKL terhadap ekonomi wilayah dianalisis secara empiris menggunakan literatur yang tersedia.

6.1. Kontribusi PKL terhadap Ekonomi Wilayah

Timalsina (2011) menyatakan bahwa PKL mampu memberikan peran krusial dalam menyediakan lapangan kerja dan mata pencaharian bagi penduduk miskin urban dan pedesaan. Meski demikian perannya masih kurang banyak diakui dalam strategi pengentasan kemiskinan dan dalam program kebijakan perkotaan.

1. PKL sebagai Mata Pencaharian Urban

Mata pencaharian penduduk miskin ditentukan oleh konteks dimana mereka tinggal, kendala, dan peluang pada tempat tinggalnya. Ini karena konteks ekonomi, lingkungan, sosial dan politis menentukan aset-aset yang dapat diakses oleh warga, bagaimana mereka dapat menggunakannya (Meikle, 2002), dan kemampuannya dalam mendapatkan matapencaharian yang aman. Penduduk desa melihat peluang baru di wilayah urban dalam konteks lapangan kerja, fasilitas fisik, dan sebagainya. Akibatnya, pekerja pertanian pedesaan memiliki insentif kecil untuk tetap di sektor pertanian. Mereka lebih memilih bermigrasi ke kota-kota mencari lapangan kerja non pertanian yang lebih menjanjikan. Mata pencaharian migran urban ini bervariasi menurut level pendidikan dan skill yang dimiliki. Migran yang kompeten dan memiliki skill dapat menemukan pekerjaan formal, sementara yang kurang kompeten dan tidak ber-skill bekerja di sektor informal.

Di antara beragam aktivitas informal, PKL tumbuh cepat selama beberapa dekade terakhir. Di kota Bogor, meski keabsahan datanya masih diragukan, dari

(2)

hasil pendataan oleh Pemerintah Kota Bogor tahun 1996 tercatat PKL berjumlah 2.140 pedagang. Pada akhir tahun 1999 berdasarkan hasil survei Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) Kota Bogor jumlahnya hampir tiga kali lipat menjadi 6.340 pedagang. Pada akhir tahun 2002 berdasarkan hasil pendataan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor jumlah PKL meningkat lagi menjadi 10.350 PKL yang tersebar di 51 titik PKL, dimana 82 % dari para pedagang tersebut berasal dari luar kota Bogor. Tahun 2004 terdapat 50 lokasi PKL dengan jumlah pedagang sekitar 12.000 PKL.

Dari sisi aspek ekonomi, pertumbuhan PKL berkontribusi positif. Peran PKL dalam menggerakkan roda perekonomian tidak dapat diabaikan. Perputaran uang PKL setiap hari jumlahnya sangat besar. Hasil analisis pada Tabel 91 (Bab 5) menunjukkan bahwa rata-rata modal kerja harian PKL di kota Bogor adalah Rp 421.336,-. Dengan jumlah PKL sebanyak 12.000 makajumlah perputaran uang per hari yang dihasilkan sekitar Rp 5.056.034.483,-, suatu jumlah yang luar biasa besar. Jumlah ini akan mempu menggerakkan roda ekonomi kota Bogor dan berkontribusi positif terhadap ekonomi wilayah.

Kontribusi PKL terhadap ekonomi wilayah dapat dilihat dari jumlah retribusi yang mampu ditarik dari PKL. Regulasi di kota Bogor (Surat Keputusan Walikota No. 511.23.45.146. tahun 2008) mensyaratkan bahwa PKL harus mendapatkan ijin usaha. Pemkot Bogor mewajibkan PKL yang sudah berijin membayar retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pelayanan persampahan, dan pajak restoran khusus untuk pedagang makanan dan minuman. Sayangnya belum banyak PKL yang sudah berijin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata PKL membayar sekitar Rp 1.000,- per hari untuk kebersihan. Dengan jumlah PKL sebanyak 12.000 maka dihasilkan sekitar Rp 12.000.000,- per hari (∼ Rp 360.000.000,- per bulan), suatu jumlah yang sangat besar bagi PAD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKL mau membayar pemakaian kekayaan daerah rata-rata sebesar Rp 8.564,- per hari (E6), sehingga potensi PAD yang dapat dikumpulkan adalah Rp 102.768.000,- per hari (∼Rp 3.083 milyar/bulan), suatu jumlah sangat fantastis.

(3)

Widodo (2006) yang menggunakan analisis input-output dalam analisis PKL di Yogyakarta menyatakan bahwa sektor informal berkontribusi positif pada pembangunan DIY melalui peningkatan output, penyediaan lapangan kerja, pendapatan masyarakat. Perlu diingat bahwa kontribusi positif sektor informal mempunyai batas tertentu sehingga kontribusinya akan menurun jika sudah melebihi batas tersebut.

2. PKL sebagai Peluang Mata Pencaharian

PKL adalah suatu profesi yang hadir seiring dengan perkembangan kota. Selain sebagai lapangan kerja, PKL juga mampu memberikan jasa yang dapat terjangkau mayoritas penduduk urban. PKL adalah bagian integral dari ekonomi kota, menyediakan jasa-jasa penting dan menciptakan lapangan kerja sendiri dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi (Timalsina, 2011). Peran PKL dalam ekonomi sama pentingnya dengan penyediaan barang dan jasa bagi penduduk urban.

Dalam konteks ini, bekerja sebagai PKL menarik bagi mereka yang memiliki peluang terbatas untuk mendapatkan pekerjaan formal atau bisnis yang prestisius, dan meminimalkan peluang ekslusi sosial dan marginalisasi. PKL semakin menjadi opsi mata pencaharian bagi orang-orang termarginalkan. PKL mampu menyediakan lapangan kerja musiman bagi penduduk pedesaan dan menjadi sumber pendapatan. Oleh karenanya, PKL dapat dipandang sebagai peluang bagi komuniytas miskin.

a. Peluang Kerja dan Lapangan Kerja

Agar dapat bertahan hidup maka penduduk yang bermigrasi ke wilayah urban harus menciptakan lapangan kerja sendiri untuk menghasilkan pendapatan. PKL menjadi peluang pekerjaan dan lapangan kerja bagi penduduk miskin dan penduduk yang kurang sejahtera. Sektor ini juga berhubungan dengan sektor formal dalam penyediaan tenaga kerja dan pemasaran produk. Studi menunjukkan bahwa beragam barang yang dijual oleh PKL seperti baju, sepatu dan sandal, barang-barang plastik dan alat-alat rumah tangga diproduksi oleh industri rumah tangga. Industri ini sangat tergantung pada PKL dalam memasarkan produknya (Gottdiener and Budd, 2005). Dengan cara ini, PKL memberikan jasa dalam

(4)

keberlanjutan industri-industri rumah tangga yang akan menggerakkan ekonomi wilayah.

Selain menjadi mata pencaharian bagi sebagian penduduk kota, sektor ini juga memberikan peluang kerja bagi warga yang lebih berpendidikan, seiring menurunnya lapangan kerja formal. Dalam derajat tertentu, PKL menjadi pilihan bagi orang yang tidak mendapatkan pekerjaan meski berpendidikan dan berketerampilan mencukupi. Pekerjaan sebagai PKL di kota Bogor dapat menyerap mereka yang berpendidikan SMA atau sederajat (10,83 %) dan akademi atau sederajat (2,50 %).

Di sisi lain, melalui penyediaan barang yang murah maka penduduk miskin mampu mendapatkan kebutuhan dasarnya melalui PKL. Kelompok berpendapatan rendah membelanjakan pendapatannya ke PKL karena harga murah dan terjangkau (Bhowmik, 2005). Dengan cara ini, PKL membantu kelompok warga lain untuk bertahan hidup. Melalui penyediaan barang murah, PKL dapat dikatakan menyediakan subsidi bagi penduduk miskin urban, subsidi yang seharusnya disediakan oleh Pemerintah Kota.

b. Mata Pencaharian bagi Keluarga Batih

PKL mampu memberikan peluang pendapatan dan mata pencaharian bagi anggota keluarga batih karena para migran terkadang membawa keluarganya ke kota. Kebutuhan dasar anggota keluarga ini menjadi tanggung jawab anggota keluarga yang muda dan dewasa. Di kota Bogor, beberapa PKL bekerja sebagai PKL untuk menghidupi keluarga tanggungannya. Hasil analisis menunjukka n bahwa secara rata-rata responden PKL di kota Bogor memiliki tanggungan lebih dari 3 orang (62,50 %).

6.2. Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan PKL

Pendapatan PKL dipengaruhi banyak faktor. Tohar (2003) menyatakan bahwa pendapatan pedagang sektor informal di kota Medan dipengaruhi oleh modal investasi, jam kerja, tenaga kerja, dan modal kerja. Gonec and Harun (2007) menemukan bahwa ukuran usaha, jumlah tenaga kerja, keluarga, dan akses pasar sebagai faktor penting bagi ekonomi informal di Turki. Japina (2010) menunjukkan bahwa modal kerja, total tenaga kerja, dan waktu berdagang secara

(5)

signifikan mempengaruhi pendapatan PKL di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, Medan, Sumatera Utara.

Seperti hasil penelitian di atas, pendapatan PKL di kota Bogor juga dipengaruhi faktor yang beragam.

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL di kota

Bogor model yang digunakan adalah :

Yi = β0 + β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + β4 X4i + β5 X5i+ β6 X6+ β7 X7i + β11D1i + β12D2i+ β13D3i + β14D4i + ei

dimana

Y i = Pendapatan bersih PKL ke-i (Rp/hari) X1i = Omzet PKL ke-i (Rp/hari)

X2i = Modal awal/investasi PKL ke-i (Rp.) X3i = Jumlah lapak/tempat usaha PKL ke-i X4i = Modal kerja PKL ke-i (Rp/hari)

X5i = Retribusi/pungutan resmi PKL ke-i (Rp/hari) X6i = Biaya-biaya internal PKL ke-i (Rp/hari) X7i = Pungutan tidak resmi PKL ke i (Rp/hari} D1i = Nilai lokasi (strategis, tidak strategis) D2i = Jenis kelamin (laki-laki, perempuan) D3i = Asal pedagang (Bogor, luar Bogor) D4i = Kebersihan lokasi

ei = Error standar ke -i

Regresi tersebut dianalisis menggunakan analisis regresi berganda dengan program SPSS ver. 16 for Win.

Persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Y = 102773.132* + 0.012 X*1 + 0.002 X*2 – 2.04E4 X3 + 0.014 X4 - 0.055 X5

(1.679) (1.889) (1.936) (-0.930) (0.806) (-0.858)

+ 0.004 X6 – 5.41E2 X7 + 1.14E4 D1 – 4.0E3D2 – 3.64E4D*3 + 2.47E4D*4

(0.590) (-0.757) (0.327) (-0.167) (-2.754) (1.709)

R = 0.652 ; R2= 0.425, Sig-F=0.000 , (...) = t–hitung,* = nyata pada α=0.10

Nilai R (multiple R) adalah koefisien korelasi berganda untuk mengukur keeratan hubungan antara variabel dependent dan independent. Dari persamaan di atas diperoleh nilai R sebesar 0.652, yang berarti bahwa model tersebut secara keseluruhan dapat mengukur keeratan sebesar 65,2 %.

(6)

Nilai R2 (koefisien determinasi) adalah nilai yang menunjukkan seberapa jauh model yang dihasilkan menerangkan kondisi yang sebenarnya. Dari persamaan di atas, nilai R2 yang didapat adalah 0.425, yang berarti bahwa model tersebut mampu menjelaskan kondisi riil sebesar 42,5 %. Secara rinci, hasil analisis disajikan pada Lampiran.

Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel X1 (omzet, Sig-t = 0.062), X2

Tipologi

(modal awal, Sig-t = 0.056), dan D4 (dummy lokasi, Sig-t = 0.07) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL pada taraf 10 %. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan omzet Rp1000,-/hari akan meningkatkan pendapatan bersih pedagang sebesar Rp12,-/hari , cateris paribus. Peningkatan modal awal Rp1000,- akan meningkatkan pendapatan bersih sebesar Rp2,-/hari. Variabel asal pedagang (D3) berpengaruh signifikan (Sig-t = 0.007) dengan tanda negatif. Dummy kebersihan juga berpengaruh signifikan (sig-t = 0.091).

Untuk melihat pengaruh pendapatan PKL tiap tipologi terhadap tingkat pendidikan tertinggi anggota keluarga, kesehatan, dan konsumsi maka dilakukan analisis regresi linier sederhana untuk tiap tipologi. Hasil analisis disajikan pada Tabel 117.

Tabel 117. Pengaruh Pendapatan PKL terhadap Tingkat Pendidikan, Kesehatan, dan Konsumsi Keluarga PKL

Model Variabel Regresi

Pasar sayur malam Z1i = β0 + β1 Y1i, Z2i = β0 + β1 Y1i Z3i = β0 + β1 Y Y 1i 1i = Pendapatan PKL sayur malam ke-i Z1i = Tingkat pendidikan tertinggi anggota keluarga PKL sayur malam ke-i Z2i = Kesehatan keluarga PKL sayur malam ke-i Z3i Z = Konsumsi keluarga PKL sayur malam ke-i 1i = 7E-06Y1 + 1.944 R² = 0.034, Sig-F = 0.24 Z2i = 2E-06 Y1 + 1.643 R² = 0.020, Sig-F =0.37 Z3i = 0.214 Y1 + 18928 R² = 0.179, Sig-F = 0.006*

(7)

Tipologi Model Variabel Regresi Pasar kuliner Z4i = β0 + β1 Y2i Z5i = β0 + β1 Y2i Z6i = β0 + β1 Y Y 2i 2i = Pendapatan PKL kuliner ke-i Z4i = Tingkat pendidikan tertinggi anggota keluarga PKL kuliner ke-i Z5i = Kesehatan keluarga PKL kuliner ke-i Z6i Z = Konsumsi keluarga PKL kuliner ke-i 4i = 1E-06Y2 + 2.733 R² = 0.011; Sig-F = 0.51 Z5i = 4E-07 Y2 + 1.407 R² = 0.006 ; Sig-F = 0.60 Z6i = 0.122 Y2 + 19924 R² = 0.451 ; Sig-F = 2.04569E-06* Pasar tumpah Z7i = β0 + β1 Y3i Z8i = β0 + β1 Y1i Z9i = β0 + β1 Y Y 1i 3i = Pendapatan PKL pasar tumpah ke-i Z7i = Tingkat pendidikan tertinggi anggota keluarga PKL pasar tumpah ke-i Z8i = Kesehatan keluarga PKL pasar tumpah ke-i Z9i Z = Konsumsi keluarga PKL pasar tumpah ke-i

7i = 3E-06Y3 + 2.295 R² = 0.055 ; Sig-F = 0.14 Z8i = -7E-07 Y3 + 1.808 R² = 0.015 ; Sig-F = 0.45 Z9i = 0.139 Y3 + 23989 R² = 0.245 ; Sig-F = 0.001*

Keterangan : * Berbeda nyata pada level kepercayaan 95 %

Pada tipologi pasar sayur malam, pendapatan PKL tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pendidikan tertinggi dan kesehatan anggota keluarga meski trend -nya menunjukkan peningkatan dengan nilai R2 yang rendah. Hasil serupa didapatkan untuk tipologi pasar kuliner dan pasar tumpah. Secara keseluruhan untuk ketiga tipologi, pendapatan tidak berpengaruh nyata pada tingkat pendidikan dan kesehatan, tetapi berpengaruh nyata pada konsumsi keluarga PKL.

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa konsumsi meningkat dengan bertambahnya pendapatan. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa komponen konsumsi mendominasi pengeluaran keluarga PKL, sedangkan terhadap tingkat pendidikan dan kesehatan keluarga PKL ada kecenderungan yang lemah.

Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui perbedaan net pendapatan antara ketiga tipologi. Untuk memulainya, pada Gambar 14 disajikan boksplot net pendapatan untuk ketiga tipologi. Gambar 14 menunjukkan bahwa pasar tumpah dan pasar kuliner memiliki batas bawah dan atas hampir sama namun cukup berbeda dengan pasar sayur malam. Untuk menguji lebih lanjut dilakukan t test antar masing-masing tipologi.

(8)

Gambar 14. Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) menurut Tipologi dalam Boksplot

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Uji ragam untuk net pendapatan antara pasar tumpah dan pasar sayur malam menunjukkan P value sebesar 0.059, berbeda nyata pada taraf 10 %. Hasil uji ragam disajikan pada Tabel 108 sedangkan boksplot disajikan pada Gambar 15.

Tabel 118. Uji Ragam untuk Pendapatan Bersih Antara Pasar Tumpah dan Pasar Sayur Malam

Pasar tumpah Pasar sayur malam

Mean 80875 59000 Variance 6147291667 1550256410 Observations 40 40 Pooled Variance 3848774038 df 78 t Stat 1.576891646 P(T<=t) one-tail 0.059433918 t Critical one-tail 1.292499597 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

(9)

Gambar 15. Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) antara Pasar Sayur Malam dan Pasar Tumpah dalam Bentuk Boksplot

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Analisis antara pasar tumpah dan pasar kuliner tidak menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 10 %, dengan P value 0.313. Hasil uji ragam disajikan pada Tabel 119 sedangkan boksplot disajikan pada Gambar 16.

Tabel 119. Uji Ragam untuk Pendapatan Bersih antara Pasar Tumpah dan Pasar Kuliner

Pasar tumpah Pasar kuliner

Mean 80875 91150 Variance 6147291667 11691874359 Observations 40 40 Pooled Variance 8919583013 df 78 t Stat -0.486546724 P(T<=t) one-tail 0.313971957 t Critical one-tail 1.292499597 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

(10)

Gambar 16. Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) antara Pasar Tumpah dan Pasar Kuliner dalam bentuk Boksplot

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Analisis antara pasar sayur malam dan pasar kuliner menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 10 %, dengan P value 0.040. Hasil uji ragam disajikan pada Tabel 110, sedangkan boksplot disajikan pada Gambar 17.

Tabel 120. Uji Ragam untuk Pendapatan Bersih antara Pasar Sayur Malam dan Pasar Kuliner

Pasar sayur malam Pasar kuliner

Mean 59000 91150 Variance 1550256410 11691874359 Observations 40 40 Pooled Variance 6621065385 df 78 t Stat -1.766981639 P(T<=t) one-tail 0.040571501 t Critical one-tail 1.292499597 Sumber: Data primer 2011 (diolah)

(11)

Gambar 17. Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) antara Pasar Kuliner dan Pasar Sayur Malam dalam bentuk Boksplot

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

6.3. Keterkaitan ke Belakang (Backward) dan ke Depan (Forward) dari PKL Penelitian ini tidak secara langsung mengkaji adanya keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forward linkage) dari keberadaan PKL. Keterkaitan yang dikemukakan terbatas pada keterkaitan langsung baik manfaat maupun kerugian atau pengorbanan yang diakibatkan oleh keberadaan PKL. Pemaparan yang dilakukan lebih bertujuan untuk mengingatkan para pembuat kebijakan bahwa setiap kebijakan ataupun regulasi yang dibuat untuk PKL akan berpengaruh langsung terhadap banyak pihak yang terkait.

Oleh karenanya, pembahasan mengenai backward linkage dan forward linkage bersifat deskriptif dan menggunakan studi literatur.

Adanya peningkatan output sektor tertentu akan mendorong peningkatan output sektor-sektor lainnya, melalui dua cara. Pertama, peningkatan output sektor i akan meningkatkan permintaan input sektor i tersebut. Input sektor i tersebut dapat berasal dari sektor i sendiri atau berasal dari sektor lain, misal sektor j. Oleh karenanya, sektor i akan meminta output sektor j lebih banyak

(12)

daripada sebelumnya (sebagai input dalam proses produksi). Dengan demikian harus ada peningkatan output sektor j yang pada gilirannya akan meningkatkan permintaan input untuk sektor j itu sendiri atau dengan kata lain akan terjadi peningkatan output sektor-sektor lainnya, begitu seterusnya. Keterkaitan ini adalah keterkaitan ke belakang karena bersumber dari mekanisme penggunaan input produksi. Keterkaitan ke depan terjadi melalui penggunaan output sektor i untuk sektor i sendiri atau sektor lainnya dalam ekonomi.

Dalam penelitian ini, peningkatan output (penjualan) pada tipologi pedagang sayur malam mempunyai backward linkage secara langsung dengan kebutuhan akan lebih banyak input produk sayur-sayuran dari petani. Output pasar sayur malam digunakan untuk kebutuhan industri pengolahan seperti warung makan, restoran dan sebagainya sehingga pasar sayur malam mempunyai forward linkage secara langsung dengan industri pengolahan makanan. Sebagian output pasar sayur malam juga digunakan sebagai input makanan olahan yang dijual pada pasar kuliner seperti bakso, siomay, pecel lele dan lain sebagainya. Peningkatan output pasar kuliner tersebut akan meningkatkan kebutuhan input dari industri alat-alat pengolalahan makanan.

Secara deskriptif kualitatif keterkaitan ke depan dan ke belakang dari tiga tipologi PKL yang dikaji dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 121.

(13)

Tabel 121. Keterkaitan Manfaat Langsung ke Depan dan ke Belakang dari PKL

Tipologi PKL Backward Linkage Forward Linkage

Pasar Sayur Malam, Pasar Tumpah dan Pasar Kuliner

Sektor Pertanian dan Industri: Memperpendek rantai pemasaran hasil produksi pertanian maupun industri lain.

Untuk sektor pertanian, petani dimungkinkan membawa langsung hasil produksinya ke pasar.

Konsumen :

- Konsumen langsung

- Industri Pengolahan, warung makan, restoran dan lain-lain - Pedagang keliling dan pedagang

kecil di perkampungan - Pemulung, baik pemulung sisa dagangan untuk diolah menjadi

makanan ternak maupun kompos ataupun pemulung lain Sektor Angkutan:

Jasa angkutan mulai dari produsen hingga ke PKL

Jasa Angkutan

Angkutan kota ,Ojeg dan sebagainya

Sektor Tenaga Kerja : Menciptakan peluang/

kesempatan kerja dalam berbagai bentuk

Penciptaan kesempatan / peluang kerja dalam berbagai bentuk baaik sebagai tenaga kerja bagi PKL maupun sebagai akibat keberadaan PKL, antara lain Lapangan kerja sebagai petugas kebersihan, Lapangan kerja bagi Satpol PP, Lapangan kerja sebagai penarik Retribusi ataupun sebagai kuli angkut bagi konsumen dan sebagainya.

Sektor Jasa lain-lain Penerangan, bongkar muat, parkir, sewa tempat, sewa alat dan sebagainya.

Sektor Jasa lain-lain :

Jasa pedagang penyedia kebutuhan pedagang atau konsumen saat itu, seperti, pedagang bahan-bahan pembungkus, pengikat, penyedia toilet, jasa bongkar muat, pedagang kuliner, parkir dan sebaginya.

Widodo (2006) dalam studi peran sektor informal terhadap perekonomian daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan pendekatan delphi IO menemukan bahwa dari lima sektor yang dikaji yaitu : 1). pertanian dan pertambangan; 2). industri pengolahan; 3). perdagangan, restoran, hotel, listrik, gas, air dan bangunan; 4). angkutan dan komunikasi; dan 5). lain-lain; kesemuanya menunjukkan perubahan backward dan forward linkage yang positif terhadap sektor informal. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan sektor informal (termasuk PKL) mampu meningkatkan keterkaitan ke depan dan ke belakang dari sektor formal. Output sektor formal tertentu yang pada awalnya

(14)

tidak berhubungan dengan sektor formal lainnya, dengan kehadiran sektor informal, keduanya menjadi terhubung. Dalam hal ini, kegiatan sektor informal menjadi jembatan bagi sektor formal. Keterkaitan kerugian atau pengorbanan langsung sebagai akibat keberadaan dari ketiga tipologi PKL tersebut antar lain adalah, kesemrawutan , kekumuhan, kemacetan dan penyerobotan hak-hak publik lain selain PKL.

Dari paparan selintas di atas ternyata bahwa kontribusi PKL terhadap perekonomian wilayah sangat luas, belum lagi manfaat-manfaaat lain yang berhasil dimanfaatkan oleh fihak-fihak tertentu seperti oknum dan preman. Oleh karenanya para pembuat kebijakan harus jeli daan jujur melihat keterkaitan– keterkaitan ini ini agar penataan dan pemberdayaan PKL dapat memperoleh hasil yang optimal.

Gambar

Tabel 117.  Pengaruh Pendapatan PKL terhadap Tingkat Pendidikan, Kesehatan,  dan Konsumsi Keluarga PKL
Tabel 118. Uji Ragam untuk  Pendapatan Bersih Antara Pasar Tumpah dan Pasar  Sayur Malam
Gambar 15.  Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) antara Pasar Sayur     Malam dan Pasar Tumpah dalam Bentuk Boksplot
Gambar 16.  Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) antara Pasar Tumpah   dan Pasar Kuliner dalam bentuk Boksplot
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 tahun 2014 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 tahun 2017 jo Peraturan Menteri ESDM Nomor 53 tahun 2018 yang mengatur

Setelah di bab sebelumnya dilakukan tahap data input yang akan dihitung dengan analisis tekno ekonomi, maka pada bagian ini akan dibahas mengenai output dari analisis yang

Jumlah cacing parasitik pada ikan maskoki dari Pasar Anyar Bogor tengah, Batu Tulis Bogor Selatan dan Baranang Siang Bogor Timur dapat diamati pada Tabel 4... Menurut Ozer dan

Pada penelitian ini biodisel disintesis melalui reaksi transterifikasi Crude Palm Oil (CPO) dengan menggunakan katalis CaO dari cangkang kerang darah yang dikalsinasi

Sampel batu kapurberasal dari Tuban, Jawa Timur yang merupakan daerah penghasil utama batu kapur dengan kemurnian tinggi di Indonesia.. Sintesis PCC dilakukan dengan metode

Tanaman kelapa sawit adalah tanaman berumah satu atau monoecious artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, sehingga penyerbukan dapat

Ri R in ng gk ka as sa an n S Se es si i Introduction 10 menit Menyampaikan latar belakang, tujuan dan hasil belajar, sert langkah- langkah kegiatan Mengingatkan

pendidikan dalam waktu 6 (enam) semester maupun karena kesalahan/pelanggaran yang dilakukan oleh Penerima Beasiswa selama masa perkuliahan yang dapat berakibat pada