• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resign dari GM, Alumni UNAIR Kembangkan Bisnis Kopi Luwak Cikole

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Resign dari GM, Alumni UNAIR Kembangkan Bisnis Kopi Luwak Cikole"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Resign dari GM, Alumni UNAIR

Kembangkan Bisnis Kopi Luwak

Cikole

UNAIR NEWS – Lulus dari Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga pada tahun 1988, Sugeng Pujiono kini lebih dikenal sebagai pengusaha “Kopi Luwak Cikole”. Pria berusia 53 tahun lalu tersebut, resign dari jabatannya sebagi General Manager PT. Sanbe Farma dan PT. Caprifarmindo Labs di tahun 2013 demi fokus dalam usaha kopi luwak yang ia rintis sejak tahun 2012. Usaha Sugeng boleh dikata tidak berjalan mulus. Awalnya, ia memulai usaha tersebut dengan budidaya 10 ekor luwak. Untuk bisa mendapatkan biji kopi luwak berkualitas, Sugeng melakukan banyak eksperimen dengan mengatur pola makanan juga pola hidup luwak yang dibudidayakannya. Menurut Sugeng, hal tersebut mempengaruhi metabolisme dalam tubuh luwak dalam menghasilkan biji kopi luwak yang berkualitas.

Dalam menjalankan bisnisnya, tidak jarang Sugeng menjumpai banyak penolakan terhadap produk kopi luwak miliknya. Terutama, harga kopi luwak yang memang melambung tinggi. Namun dengan terus memperbaiki kualitas kopi luwak miliknya, Sugeng mulai meraih banyak kepercayaan dari penikmat kopi.

“Masih jarangnya studi mengenai hewan luwak, membuat saya tertantang untuk terus mempelajari hewan asli Indonesia tersebut. Di samping itu, sedikitnya produsen kopi luwak dan penikmat kopi luwak di Indonesia membuat saya termotivasi mengembangkan usaha ini,” ujar usai mengisi Seminar di FKH Unair pada Kamis (14/7).

Kerja keras yang diawali Sugeng dengan 10 ekor luwak tersebut, kini berkembang dengan jumlah sekitar 250 ekor luwak. Di atas lahan di kampung Babakan, Desa Cikole, Lembang Bandung, Sugeng kini memiliki pusat penangkaran dan rumah produksi kopi luwak

▸ Baca selengkapnya: cara resign dari indomaret

(2)

yang satu-satunya diakui oleh pemerintah Indonesia.

Di Desa Cikole tersebut, disamping menjual produk kopi luwak, pengunjung bisa menikmati secara langsung suasana pegunungan disana. Selain itu, ada pula breeding farm luwak yang bisa menjadi sarana edukasi bagi pengunjung. Adanya paket tour and

destination semakin memanjakan pengunjung yang justru banyak

berdatangan dari mancanegara. Tercatat, lebih dari 55 negara yang pernah datang ke kedai, workshop, dan penangkaran luwak milik Sugeng.

“Kendala yang bermunculan seperti keluarnya protes keras tentang tuduhan eksploitasi terhadap luwak,” ujar Sugeng.

Sugeng dengan tegas menolak tuduhan tersebut, sekaligus menunjukkan bahwa usahanya tidak menyiksa luwak. Sugeng memperhatikan pola makanan dan menjaga pola hidup luwak-luwak miliknya. Namun seiring berjalannya waktu, protes itupun terbantahkan.

Keputusan Sugeng untuk resign dari posisi general manager dan mengelola kopi luwak adalah langkah besar yang dibuatnya untuk menantang dirinya sendiri dalam berpikir berbeda dan berani mengambil resiko.

“Dunia entrepreneurship yang saya geluti saat ini membuat saya menjadi pribadi yang memiliki nilai berbeda. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan saya menghadapi tantangan dalam memperoleh peluang dan menerima resiko,” kata Sugeng.

Tidak puas dengan bisnis kopi luwak, Sugeng kini merambah dunia kuliner dengan membangun sebuah kafe dan resto bernama “Kangen Lembur Cikole” yang masih satu lokasi dengan pusat penangkaran luwak miliknya.

“Saya berharap seluruh civitas akademika UNAIR memiliki jiwa entrepreneurship. Karena hal ini akan membuat mereka berani untuk menjadi seseorang yang berbeda, dan terbiasa menciptakan peluang dan berpikir inovatif. Yang terpenting adalah jangan

(3)

hanya menunggu peluang, jadilah orang yang menciptakan peluang,” kata Sugeng.

Selain itu, Sugeng juga mengembangkan bisnis dalam bidang produk kesehatan hewan, yakni PT. ISSU Medika Veterindo yang dimulainya sejak tahun 2013. Menurutnya, PT.ISSU tidak hanya sekedar rumah produksi melainkan sebagai sarana edukasi. Hingga saat ini, tidak sedikit para akademisi yang datang untuk melihat proses produksi di PT.ISSU. (*)

Penulis : Okky Putri

Editor : Binti Q. Masruroh

Kisah Alumnus UNAIR Berpuasa

bersama

Pengungsi

Timur

Tengah

UNAIR NEWS – Menjalani ibadah puasa di negeri orang tentu menyisakan pengalaman tersendiri bagi warga negara Indonesia (WNI). Akan ada kebiasaan berbeda seperti perbedaan lamanya waktu puasa, pengalaman sahur dan berbuka, hingga gejolak politik yang sedang terjadi di masyarakat. Seperti halnya Febby Risti Widjayanto, alumni Universitas Airlangga yang kini sedang menempuh studi jenjang S-2 prodi International Development di Universitas Manchester, Inggris.

Di Manchester, Inggris, Febby memiliki cerita tersendiri selama berpuasa. Tinggal di belahan bumi utara mengharuskan alumni Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR tahun lulus 2014 ini menjalani puasa sekitar 19 jam, dimulai sekitar pukul 2.30 sampai dengan 21.48 waktu setempat. Meski demikian, ia merasa bersyukur karena lama

(4)

waktu berpuasanya lebih singkat daripada para warga Skandinavia, yaitu sekitar 21 jam.

“Tantangannya, waktu puasa yang lebih lama, menyesuaikan fisik yang nggak gampang. Pada tiga hari pertama puasa, saya langsung sakit maag, lemas, dehidrasi dan kurang darah. Tantangan lain juga musim panas yang kering. Berbeda dengan Indonesia. Di Manchester, matahari terlalu rajin bersinar,” canda Febby.

Selama berpuasa, Febby rutin menjalankan kegiatan kuliah seperti biasa. Ia pergi ke kampus pada pagi hari dan mengerjakan tugas-tugas kuliah di perpustakaan, serta menyelesaikan tesis. Pada sore atau malam hari, ia terkadang berbelanja bahan makanan. Bila ada ajakan buka puasa menghampirinya, Febby juga tak segan mengikuti acara buka bersama sesama muslim di Manchester.

“Kalau lagi nggak ke perpustakaan, biasanya mengikuti diskusi bersama pengurus Perhimpunan Pelajar Indonesia di Greater Manchester (PPI-GM). Agak lucu juga, di sini undangan buka bersama berlangsung jam 9 malam, dan biasanya acara selesai sekitar jam 11,” tutur lulusan terbaik FISIP UNAIR periode Maret 2014.

Menu buka puasa dan sahur di sana cukup bervariasi. Beragam kuliner dari Indonesia, Tiongkok, sampai Timur Tengah disediakan oleh pengurus masjid setempat atau sesama warga Indonesia. Ada nasi goreng, siomay, ikan bakar, martabak telur, dan es buah untuk disantap bersama. Dirinya mengaku, ia merasa rindu dengan gorengan gerobak yang biasa berjualan dan berjejer di Indonesia.

“Jajanan yang aneka rupa waktu ngabuburit. Di sini, nggak ada pedagang makanan yang berjejer. Selebihnya, nggak begitu merasa homesick, karena di sini eksistensi komunitas muslim cukup besar dan kebersamaannya terasa,” tutur Febby.

(5)

Situasi politik di Inggris kini tengah memanas dengan adanya jajak pendapat untuk memutuskan keluar dari Uni Eropa. Febby menilai, situasi itu menjadi tantangan berpuasa tersendiri baginya yang bergabung dalam grup diskusi yang terdiri dari mahasiswa Eropa dan Inggris.

“Secara personal, iya. Karena harus menahan diri buat nggak ngomentarin diskusi yang terbukti banyak pihak menganggap keluarnya Inggris sebagai kecerobohan besar. Aku tergabung dalam grup yang anggotanya banyak mahasiswa Eropa dan Inggris. Jadi, kadang kebawa emosi aja sama cara berpikir politik di sini yang mempopulerkan rasisme dan xenophobia,” tutur penerima beasiswa Lembaga Penyandang Dana Pendidikan (LPDP) RI itu.

Selama di Inggris, ia juga berinteraksi dengan para pengungsi perang di Syria, Afghanistan, Irak, Iran, sampai Sudan Selatan. Mereka terusir dari negara sendiri akibat perang, sehingga nasib mereka belum jelas sampai sekarang. Di Manchester, sebagian besar dari mereka bekerja dan berdagang kecil-kecilan.

Dengan adanya golak politik tersebut, setidaknya ada dua pelajaran utama berpuasa yang dapat dipetik oleh mahasiswa berprestasi FISIP tahun 2012 ini. Pertama, keadaan damai dan dinamika politik di Indonesia tidak sampai mengakibatkan warga negaranya keluar meminta perlindungan ke negara lain. Kedua, toleransi.

“Semua orang di sekeliling kita, baik dia imigran, muslim, Kristen, Yahudi atau Agnostik sekalipun berhak dihargai dan diperlakukan dengan penuh tenggang rasa. Puasa mengajarkan kita untuk memperdalam ilmu dan merenungkan tindakan kita, maka sudah semestinya kita bisa memandang permasalahan dari berbagai dimensi, misalnya persoalan pengungsi. Kita seharusnya bisa memupuk kerukunan, bukan menebar kebencian apalagi cacian dan rasisme. Karena masyarakat di Manchester sangat majemuk, datang dari tiga ras berbeda dan beribu-ribu

(6)

etnis yang berbagi ruang hidup bersama,” imbuh Febby. (*) Penulis : Defrina Sukma S.

Editor : Binti Q. Masruroh

Cara Alumni Mengisi dan

Memaknai Bulan Suci

UNAIR NEWS – Meski sudah tak aktif lagi menjadi anggota ataupun pengurus aktif organisasi, alumni masih bisa melakukan pengabdian masyarakat. Hal inilah yang dilakukan oleh alumni panitia Bina Abdi Desa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) dan alumni Ikatan Mahasiswa Jombang di UNAIR (IMAJINAIR).

“Kegiatan buka bersama (bukber) merupakan insiatif dari pantia angkatan pertama, dan mengundang adik-adik angkatan. Mulanya iseng, tapi respon teman-teman baik, karena peserta banyak jadi mengundang adik Binaan,” jelas Ahmad Bondan Sugiantara, alumni panitia Bina Abdi Desa BEM FEB UNAIR. Selain memberikan manfaat bagi masyarakat, kegiatan ini juga bertujuan untuk mempererat silaturahmi.

Kegiatan bukber dilaksanakan Rabu (15/6), di salah satu rumah makan di Surabaya. Kegiatan bukber dihadiri oleh 10 anak binaan, dan 3 pembina program Bina Abdi Desa Jipurapah Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang.

Sahur on The Road

Anggota Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi (IKAFE) UNAIR angkatan 2011 juga tak mau kalah. Anggota IKAFE menggelar acara Sahur

(7)

on The Road (SOR) pada Minggu (19/6). Kegiatan yang baru

pertama kali dilaksanakan tersebut digelar dengan kegiatan membagikan sebanyak 328 nasi bungkus di beberapa titik di Surabaya. Gagasan dan kegiatan ‘Sahur on the Road‘ sendiri dikoordinir oleh Bondan dan Nurrizky Alridho. Kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan sumbangsih dan peran anggota IKAFE 2011.

“Dana sumbangan dikumpulkan dan dikelola oleh para alumni yang tergabung dalam IKAFE UNAIR angkatan 2011 sendiri, sebagai kesekretariatan dan tempat pengumpulan donasi panitia pelaksana menggunakan ruangan kesekretariatan IKAFE di lantai 4 gedung FEB UNAIR,” jelas Bondan.

Foto bersama para peserta Sahur On The Road IKAFE angkatan 2011 (Foto: Istimewa)

Para anggota IKAFE mulai membagi tim dan siap menyisiri rute mulai dari daerah Jojoran, sekitar Kampus A UNAIR, PDAM Surabaya, Biliton, dan kampus C UNAIR. Tim membagikan sebungkus nasi dan air mineral kepada tukang becak, penjaga mini market, dan orang-orang yang tidur di emperan pertokoan.

(8)

“Kami berharap acara ini bisa mempererat silaturahmi alumni dan di tahun-tahun berikutnya bisa terus terlaksana serta semakin luas sasarannya,” pungkas Bondan. (*)

Penulis : Nuri Hermawan

Editor : Defrina Sukma S.

Kadispendukcapil Surabaya

Intensifkan Yustisi Pasca

Lebaran

UNAIR NEWS – Alumnus Fakultas Hukum UNAIR yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Kadispendukcapil) Surabaya, Suharto Wardoyo, tidak pernah miskin kreatifitas. Termasuk, sehubungan dengan tugasnya untuk menggiatkan program tertib administrasi pemerintah kota (Pemkot) Surabaya. Dan untuk soal ini, dia juga berlaku tegas.

Apa yang ingin disampaikan kali ini terkait adanya urbanisasi pasca lebaran. Para perantau yang merasa sudah sukses di Surabaya, tatkala pulang kampung, akan menyampaikan kabar gembira pada handai tolan. Kalau sudah begitu, kerap kali, kerabat ikut tertarik datang di Kota Pahlawan. Kalau memang yang bersangkutan punya keahlian, tentu tak akan menjadi masalah. Tapi bila tidak, jadilan dia beban kota. Sebab, dia akan menganggur.

Dispendukcapil memiliki mekanisme untuk meminimalkan terjadinya situasi itu. Yakni, dengan mengintensifkan operasi yusitisi kependudukan pasca lebaran. Para pendatang akan ditanyai tentang tujuannya merantau. Bila memang masih tidak

(9)

jelas, yang bersangkutan diarahkan untuk pulang ke kampung halaman.

Namun, bila dia sudah memiliki pekerjaan yang pasti, Pemkot bakal mempersilakan menetap di Surabaya. Dengan syarat, dia wajib memiliki Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS). Surat keterangan yang satu ini juga wajib dimiliki mahasiswa yang menuntut ilmu di Surabaya.

“Maksimal tiga bulan setelah berkiprah di Surabaya, baik bekerja maupun kuliah, pendatang harus sudah punya SKTS,” ungkap lelaki yang akrab disapa Anang tersebut.

Kalau hingga waktu yang sudah ditentukan itu dia masih belum mengantongi SKTS, yang bersangkutan bisa dibawa ke pengadilan. Terdapat ancaman hukuman pidana paling lama tiga bulan kurungan atau denda paling banyak Rp 50 juta.

Di sisi lain, Anang menjelaskan, operasi yustisi sejatinya rutin dilaksanakan pada hari-hari biasa. Bahkan, pelayanan S K T S s u d a h m u d a h d a n d a p a t d i a k s e s o n l i n e m e l a l u i www.dispendukcapil.surabaya.go.id. Atas kemudahan itu, sudah selayaknya para pendatang tidak meremehkan regulasi yang sudah ditetapkan ini. Dalam melaksanakan operasi yustisi, Dispendukcapil bekerjasama dengan kelurahan dan kecamatan setempat. Juga, Satpol PP Kota Surabaya. (*)

Penulis: Rio F. Rachman

Kapolres Jember Inisiasi

Program Ramadan Sebulan Penuh

UNAIR NEWS – Alumnus S2 Kajian Ilmu Kepolisian UNAIR AKBP M.

(10)

Sabilul Alif SH SIK MSi tak pernah miskin inovasi. Dalam Ramadan kali ini, misalnya. Kapolres Jember tersebut menginisiasi sejumlah program yang langsung menyentuh masyarakat. Selain kegiatan bagi-bagi takjil dan makan sahur gratis sebulan penuh di beberapa lokasi Kabupaten Jember, mantan Kasatlantas Polrestabes Surabaya ini mencetuskan gagasan menarik lain.

Secara umum, program Polres Jember yang dimaksud antara lain,

Jember Taat (Jember Tertib, Aman dan Terkendali), Hidangan Kurma (Himbauan dan peringatan di kala menjelang berbuka

puasa), Sajadah dan Tasbih (Selalu menjaga aset di saat ibadah dan tertib aturan saat berangkat ibadah), Opor Sahur (Operasi dan patroli polisi saat sahur) dan program Silaturahmi (Sinergitas dalam rangka cipta situasi rasa aman dan humanis menjelang idul fitri).

“Kami melaksanakan semua itu sebagai bentuk jaminan bahwa lapar dan dahaga tidak akan menyurutkan semangat untuk memberikan pelayanan terbaik pada masyarakat. Bahkan, kami justru makin bersemangat,” ujar dia saat diwawancara Selasa pagi (23/6).

Selama ini, Polres Jember memang berupaya memangkas jarak antara Polisi dan Masyarakat. Maka itu, program pelayanan yang diterapkan sifatnya aplikatif. Semua masyarakat diajak untuk berperan aktif memberi masukan dan menjadi mitra Polri. Di waktu yang sama, Polisi berusaha sekuat tenaga berbaur dengan warga.

Tatkala baru didapuk menjadi orang nomor satu di Polres Jember, Sabilul langsung melakukan terobosan yang dilandasi spirit “Semanggi”. Yakni, Siap Semangat Siang Malam Sampai Pagi. Dia mencanangkan program bertajuk Jember Suwar-Suwir. Yang merupakan singkatan dari Suasana Warga Aman, Religius, Bersahabat, Berwawasan Intelektual, dan Kreatif.

(11)

(9 Program Kerja Utama). Yakni melalui program Prol Tape (Polisi Patroli Tiap Pagi dan Sore), Pos Khidmat (Polisi Ceramah Kamtibmas Selesai Sholat Jumat), Pos Wedang Cor (Polisi Warga dan Candon (Cangkrukan) Dan Koordinasi), dan Pos Sagita (Polisi Setiap Saat Sinergi dan Kemitraan dengan Masyarakat).

Selain itu, Pos Papuma (Polisi Peduli Pemuda, Pelajar dan M a h a s i s w a , P o s J a g u n g ( P o l i s i P e d u l l P e k e r j a d a n Pengangguran), Pos Perwira (Polisi Peduli Pariwisata dan Dunia Kreatif), Pos Purna (Polisi Peduli Perempuan dan Anak), serta Jempol (Jember Police Online).

Dari nama-nama tersebut, sudah terkesan kedekatannya dengan Jember. Karena memang, Polres Jember selalu ingin mengangkat aspek kearifan lokal. “Polres Jember juga selalu bergandengan tangan dengan TNI, Pemda, Tokoh Masyarakat, dan eksponen lainnya,” ungkap mantan Kapolres Bondowoso ini. (*)

Penulis: Rio F. Rachman

Alumni

Sastra

Indonesia

Berkarir

Jadi

Model

Internasional

UNAIR NEWS – Berkarir setelah lulus kuliah kadang tak melihat latar belakang pendidikan yang ditempuh sebelumnya. Biasanya, hobi yang diminati dan ditekuni semasa kuliah menjadi jalan penentu karir selanjutnya. Dianna Suriani adalah salah satunya.

(12)

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, yang baru saja lulus pada tahun 2015 lalu. Namun, jauh sebelum dinyatakan sebagai alumni, ia sudah meniti karir sebagai seorang model. “Awal Dianna benar-benar berkarir di dunia modeling saat tahun 2010 sebagai salah satu model hair show dan saat itu kontrak dengan mengikuti roadshow di Indonesia,” tutur pemilik nama panggung Diana Lo.

Nana mulai mengepakkan sayap menjadi model profesional setelah memenangkan lomba pada ajang pencarian model berbakat di Jakarta. Pada ajang yang diadakan oleh majalah Femina, Nana dinobatkan sebagai pemenang penghargaan khusus Best Catwalk Wajah Femina (WF) tahun 2012.

“Menang gelar Best Catwalk di ajang Wajah Femina 2012 membuat orang tua akhirnya merestui saya jadi model. Sejak itu karier modeling saya makin menanjak. Dari show di kampung halaman, Surabaya, hingga di Jakarta Fashion Week (JFW). Tahun lalu, saya bahkan mencicipi dunia modeling di Singapura,” tutur Nana, sebagaimana dikutip dari suatu media.

Usai dinobatkan menjadi pemenang, karir modeling Nana kian bersinar. Nana yang kini telah bergabung dengan salah satu agensi model ternama di Indonesia, yakni Wynn Models Indonesia.

Di tahun 2014, ia bahkan dipilih oleh agensi model yang menaunginya itu untuk mewakili Indonesia dalam rangkaian

fashion show dan pemotretan untuk majalah lokal Singapura

bernama Art Republik. Perempuan yang menjadi ikon wajah JFW tahun 2014 itu tinggal di Singapura selama dua bulan bersama model-model lainnya dari Rusia, Tiongkok, Jerman, dan Brasil. Perempuan dengan tinggi 175 cm itu mengaku banyak mendapatkan pengalaman berkesan ketika harus berbaur dengan rekan sesama model profesional lainnya. Ia memetik banyak pelajaran berharga mengenai masalah profesionalisme.

(13)

“Pengalaman berkesan adalah saat modeling di Singapura selama dua bulan. Di sana, saya melihat banyak perbedaan dengan modeling di Jakarta. Betapa waktu sangat dihargai sekali di luar Indonesia. Pengetahuan saya seputar profesionalisme juga bertambah, seperti bagaimana menjaga tubuh dan penampilan. Dengan saya bertemu teman-teman model internasional, kita bisa saling bertukar pengalaman dan informasi,” tutur perempuan kelahiran 6 Desember itu.

Menjadi pengajar

Semasa Nana masih menjalani studi di tingkat sekolah menengah atas, ia berkeinginan menjadi seorang astrolog. Setelah ia diterima di Sastra Indonesia tahun angkatan 2009, ia ingin sekali menularkan ilmu berbahasa Indonesia kepada orang asing. “Sebenarnya Nana dulu waktu SMA ingin menjadi astrolog. Namun, ketika diterima di Sastra Indonesia, Nana dulu ingin sekali menjadi pengajar BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing). Awalnya dulu ikut model adalah hobi, namun sekarang pekerjaan saya adalah model,” cerita Nana.

Di tengah waktunya yang terhimpit berbagai kesibukan, Nana masih menyempatkan waktu untuk membaca novel-novel sastra. Ia adalah penghobi bacaan karya Ayu Utami, Dewi ‘Dee’ Lestari, dan Paulo Coelho.

Menjalani kuliah di UNAIR adalah salah satu pengalaman terbaik dalam hidupnya. Ia mendapatkan teman-teman yang dekat dengan pribadinya, aktif berorganisasi dengan bergabung menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa FIB UNAIR. Ia lantas berpesan kepada adik-adik kelasnya untuk menikmati setiap momen selama di kampus.

“Pesannya, enjoy your class! Enjoy your moments in university,” tutur Nana.

Penulis : Defrina Sukma S Editor : Nuri Hermawan

(14)

Setiap Orang Bisa Jadi Humas

UNAIR NEWS – Everyone can be public relations (setiap orang bisa menjadi humas). Ungkapan itu disampaikan oleh Anang Sujoko, S.Sos., M.Si., D.Comm., selaku alumnus program studi S-1 dan S-2 Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga. Kini, alumni UNAIR itu telah diberi amanah untuk mengemban tugas sebagai Kepala Unit Informasi dan Kehumasan di Universitas Brawijaya Malang. Ia sebelumnya tak pernah menduga bahwa ia akan didapuk menjadi kepala humas di universitas tersebut. Ia mengetahui jabatan baru tersebut pada prosesi pelantikan pejabat baru di institusinya. Terkait dengan jabatan kehumasan itu, ia mengatakan bahwa pada prinsipnya setiap orang adalah humas bagi dirinya sendiri.

“Bagi saya, kita semua bisa jadi PR, tetapi kita harus memastikan kita berdiri di maqam yang mana. Ketika orang sudah mengenali berbagai maqam tersebut, everyone can be PR, setidaknya untuk dirinya sendiri,” tutur Anang.

Semasa kuliah di prodi S-1 Ilmu Komunikasi FISIP UNAIR, Anang mengakui bahwa dirinya bukanlah sosok mahasiswa yang berada pada puncak prestasi bidang akademik. Ia lebih tertarik untuk bergabung dengan berbagai organisasi mahasiswa. Ia pernah tercatat sebagai Wakil Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa FISIP UNAIR pada saat itu.

“Pada saat itu, saya mulai mengerti tentang pentingnya melakukan interaksi sosial dan jejaring komunikasi dengan sesama mahasiswa antarfakultas. Ketika sudah masuk ke BPM UNAIR, saya juga aktif dalam organisasi BPM lintas universitas. Waktu itu ada mahasiswa dari Institut Agama Islam

(15)

Negeri Sunan Ampel, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, IKIP Surabaya, dan UB. Pada waktu itu kita melakukan demonstrasi tentang pemberhentian sumbangan dana sosial berhadiah (SDSB),” ujar Anang yang meraih indeks prestasi kumulatif sebesar 3,06 pada lulus kuliah S-1.

Walaupun ia disebut sebagai orang yang pandai beretorika pada saat mahasiswa, ia merasa bahwa dirinya merupakan seorang yang pendiam pada saat studi di bangku sekolah menengah atas. Tak jarang, temannya sedikit banyak merasa heran dengan bidang yang ditekuni Anang.

Pada semasa kuliah, ia pernah bergabung sebagai reporter di WARTA UNAIR. Pada tahun 1994 – 1995 di masa ia bergabung, tabloid bulanan WARTA UNAIR berada di bawah Airlangga University Press (AUP).

“Pasti di awal-awal edisi itu ditemukan nama saya. Direkturnya waktu itu Pak Yan Yan Cahyana. Waktu itu dengan kakak kelas S-2 di Komunikasi Bu Lestari, dari Sastra Pak Susilo. Kita bertiga garap itu semua. Terbit setiap bulan sekali. Pokoknya kita lumayan menyesuaikan dengan ritme yang penuh deadline karena kami hanya bertiga pada waktu itu,” tutur Anang yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Penyiaran Informasi Daerah Jawa Timur.

Sebagai reporter WARTA UNAIR, doktor lulusan salah satu universitas di Australia bersama rekannya memerankan fungsi kehumasan. Segala macam aktivitas, prestasi, dan pemikiran para sivitas akademika UNAIR tak luput olehnya.

Membangun reputasi

UNAIR tengah diberi target oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristke-Dikti) untuk menembus peringkat 500 besar perguruan tinggi top dunia. Sebagai salah satu alumni UNAIR yang memiliki kiprah baik, Anang mengatakan bahwa UNAIR telah memiliki banyak potensi untuk menuju ke arah sana. Namun, hal yang perlu ditingkatkan dan dijaga adalah

(16)

reputasi dan komitmen.

“Menguatkan kalangan internal itu penting. Kalau kita bicara soal perguruan tinggi kelas dunia, artinya kita berbicara reputasi dan komitmen. Untuk membangun reputasi, kita harus berbasis pada kebenaran,” tutur Anang.

Ia pun melanjutkan, ketika reputasi dan kondisi internal telah diperbaiki dan ditingkatkan, maka upaya UNAIR takkan berarti apabila publik tak mengetahui usaha tersebut.

“Ketika apa yang sudah dibangun secara bersama-sama dengan konsisten, tidak akan berarti apa-apa, kalau tidak disampaikan ke publik. Peran humas adalah perlu mendiseminasikan informasi agar publik mengetahui jungkir balik universitas dalam menjaga kualitas,” imbuh Anang. (*)

Penulis : Defrina Sukma S Editor : Nuri Hermawan

Cerita Nurmalasari, Alumni

Yang Abdikan Diri di Mentawai

UNAIR NEWS – Bermula dari banyaknya ide segar yang hanya tertuang dalam karya tulis ilmiah namun tanpa implementasi, Nurmalasari S. KM., tergugah untuk terjun mengabdikan diri, deretan teori dan ilmu yang dipelajarinya pun ia abdikan pada program Pencerah Nusantara. Mala, sapaan akrabnya, rela menunda mengikuti prosesi wisuda dan mengabdikan diri di Kecamatan Sikakap, Kepulauan Mentawai, selama satu tahun lamanya.

(17)

Bidikmisi angkatan 2010 tersebut mengabdikan diri bersama lima orang yang berbeda bidang kesehatan. Mereka terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi. Dalam timnya, Mala memberanikan diri mengajukan menjadi ketua tim, person yang akan memetakan alur kerja selama satu tahun pengabdian.

Pengabdian yang ia lakukan tidak bermula dengan mudah, di awal pengabdian, Mala belum juga menemukan kontribusi apa yang bisa ia lakukan. Mala memiliki kesulitan untuk mengaplikasikan keilmuannya. Namun sebulan berjalan, melalui berbagai pendekatan Mala kemudian mendapatkan celah dimana ia harus memulai pengabdiannya.

“Ada titik balik yang mana ada hal-hal yang tidak dikuasai mereka (non SKM, -red) namun dikuasai bidang kami. Epidemologi, statistika kesehatan, manajemen data dan info kesehatan, kesehatan lingkungan, pengambilan assesment. SKM lebih jeli akan hal itu,” ujar perempuan kelahiran Lumajang, 1 Mei 1992 ini.

Mala memiliki celah dimana ia bisa mengaplikasikan keilmuannya. Namun, sekitar dua bulan masa assesment dan interfensi yang ia jalani, Mala kembali mendapatkan kendala ketika harus berhadapan dengan para pemegang program kesehatan di puskesmas.

“Saya dianggap anak baru yang belum menguasai apa-apa. Kemudian sambil belajar, saya mengikuti seluruh program yang dijalankan mereka,” kata Mala.

Suatu ketika, ada permasalahan puskesmas yang tidak bisa mereka hadapi. Dengan tidak menunjukkan sikap menggurui, Mala datang dengan memberikan berbagai masukan kepada para petugas kesehatan di puskesmas. Ide-ide yang diusulkan Mala membawa dampak positif bagi kepercayaan tenaga kesehatan terhadap dirinya. Kemudian, Mala dipercaya untuk mengerjakan hal yang mulanya dianggap tidak bisa dikerjakan tersebut.

(18)

Saya dianggap anak baru yang belum bisa apa-apa. Namun setelah saya menunjukkan bukti-bukti kegiatan yang telah saya lakukan, mereka kemudian percaya. Akhirnya mereka percaya dengan apa yang saya presentasikan, dan mereka mau memberi dana lebih untuk bidang kesehatan di wilayah Mentawai,” imbuhnya.

Setelah beberapa bulan pengabdian dilakukan, Mala perlahan-lahan melihat ada perubahan yang tampak pada masyarakat, utamanya mengenai kesadaran mereka tentang pentingnya menjaga kesehatan secara bersama-sama.

“Mereka kemudian menyadari bahwa kesehatan bukan hanya tanggungjawab pemerintah. Mereka bahu membahu mengusulkan permasalahan kesehatan yang ada di sana.

Toloh ukur yang digunakan untuk mengukur keberhasilan program yang telah Mala dan tim lakukan di sana ialah tingkat partisipasi masyarakat dalam program perumusan program kesehatan menjadi meningkat.

Perlahan, Mala mulai mendapati perubahan di daerah tempatnya melakukan pengabdian. Ada seorang anak Mentawai yang kemudian dinobatkan menjadi Duta Anak Nasional. Ialah yang kemudian didapuk Pencerah Nusantara untuk memicu anak-anak yang lain untuk semakin melakukan perubahan di segala bidang. Di Kepulauan Mentawai juga mulai rutin diadakan kegiatan oleh anak-anak dan remaja. Seperti prakarsa kampung bebas rokok, penanaman terumbu karang, serta pembentukan organisasi Sahabat Remaja Mentawai.

Usaha Mala dalam memupuk kepedulian masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan lingkungan yang mulai berhasil, membawa kepuasan tersendiri baginya. Dari program Pencerah Nusantara, ia mendapatkan pelajaran penting tentang eksistensi diri seorang SKM.

“Seorang SKM, harus sangat dekat dengan masyarakat. Jika ia ingin mengubah pola perilaku masyarakat, terlebih dahulu ia harus mampu mendekati dan “mengambil hati” masyarakat. Yang

(19)

lebih penting, jangan menganggap kita paling pintar ketika berhadapan dengan masyarakat,” kata Mala.

Saat ini, Mala bekerja di Kantor Pencerah Nusantara Pusat yang ada di Jakarta, dan menjadi tim programming di sana. Sehari-hari, ia melakukan riset dan pengembangan, serta menganalisis hasil penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh tim lapangan Pencerah Nusantara.

Motto hidupnya ialah, ”Kesehatan itu bukan berbicara tentang aku atau kamu, tapi kita semua yang bertanggungjawab”. (*)

Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Nuri Hermawan

Eratkan

Kebersamaan,

S2

Medkom 2013 Gelar Gathering

UNAIR NEWS – Suasana lounge lantai 5 Hotel Swiss Belinn begitu meriah Sabtu (16/4) malam lalu. Area yang berhadapan langsung dengan kolam renang tersebut dibalut nuansa merah-hitam. Dekorasi yang dilengkapi balon-balon lucu membuat ruangan menjadi lebih hidup.

Tak kurang dari tiga puluh orang mahasiswa S2 Media & Komunikasi (Medkom) angkatan 2013 berkumpul. Memang, sebagian besar dari mereka sudah berstatus alumni. Namun, mereka tampak begitu bangga dengan almameternya: S2 Medkom Universitas Airlangga (UNAIR). Hadir di antara mereka Kaprodi S2 Medkom Dr Santi Isnaini S.Sos MM dan admin Pasca Sarjana FISIP Martino Arianto.

(20)

antar alumni. Baik mereka yang berasal dari kelas regular maupun beasiswa Kominfo. Masing-masing terlihat akrab mengobrol dan saling berbagi. Walaupun, sudah lama berpisah karena kelulusan. Terlebih, sebagian berasal dari luar kota, bahkan luar pulau.

Acara menjadi lebih semarak dengan games dan doorprize yang disiapkan. Tak ayal, canda tawa mewarnai malam tersebut. “Kami menjadi ingat memori dulu saat belajar bersama di kampus,” kata Azza Abidatin Bettaliyah, salah satu alumni yang gemar dengan kultur religi Arab Saudi.

Malam minggu kali ini, kata dia, bakal tak terlupakan. Sebab, kekariban yang dulu pernah terjalin, terpanggil lagi ke hadapan. Mereka jadi ingat saat-saat belajar dari para dosen, presentasi di depan kelas, melaksanakan acara bedah buku Ishadi SK, Konfrensi Roundtable, ujian tesis, wisuda dan lain sebagainya. Sesekali, mereka terbahak karena teringat kejadian lucu di masa lalu.

Pertemuan tersebut juga sebagai bentuk syukuran atas terbitnya dua buku kumpulan artikel mereka awal tahun ini. Buku yang ditulis oleh tak kurang 59 akademisi, pengamat, dan pegiat media-komunikasi dari seluruh Indonesia tersebut berjudul

M e d i a d a n P o l i t i k s e r t a K o m u n i k a s i P r o f e s i o n a l .

“Alhamdulillah, buku tersebut diminati banyak kalangan. Kami sempat cetak ulang untuk memenuhi kebutuhan mereka,” papar Rizma Dewi, salah satu tim penyusun buku. (*)

(21)

Satu Tahun Berdiri, “Pustaka

Saga” Turut Hidupkan Budaya

Literasi

UNAIR NEWS – “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku. Karena dengan buku aku bebas.” Kalimat di atas pernah keluar dari mulut seorang proklamator yang juga sekaligus wakil presiden pertama Indonesia, Drs. Muhammad Hatta. Semasa perjuangan kemerdekaan, tokoh yang dijuluki Bapak Koperasi Indonesia tersebut berkali-kali diasingkan dan harus menghuni jeruji besi. Namun, beliau tidak pernah surut karena tetap bisa produktif memantau perkembangan dunia dan menambah wawasan dari balik penjara. Apalagi kalau bukan bersama buku.

Apa yang ditunjukkan oleh Bung Hatta menjadi contoh nyata betapa pentingnya buku dalam kehidupan seorang cendekiawan. Bahkan, bisa dipastikan bahwa para pemimpin besar bangsa, juga dunia, selalu berkawan akrab dengan buku. Hal itu seharusnya menjadi pelajaran bagi mahasiswa, cendekiawan muda yang akan menjadi calon pemimpin bangsa di masa mendatang, untuk gemar membaca buku.

Namun, bagaimana jadinya jika mahasiswa justru jauh dari buku? Perkembangan teknologi yang sangat pesat dewasa ini membuat mahasiswa lebih akrab dengan media sosial ketimbang membaca buku referensi.

Hal-hal itulah yang menjadi sumber kegalauan kami, alumni Universitas Airlangga, Arif Syaifurrisal (Budidaya Perairan, FPK 2009) dan Gading Ekapuja Aurizki (Pendidikan Ners, FKP 2010), atas minimnya minat baca mahasiswa sebagai kaum intelektual. Atas dasar kekhawatiran tersebut, kami mencari cara untuk mendekatkan kembali para mahasiswa dengan buku.

Pada bulan Februari 2015, kami memutuskan untuk mendirikan sebuah penerbit dengan nama “Pustaka Saga”. Penerbitan ini

(22)

sebagai strategi untuk mengajak mahasiswa kembali membaca, khususnya melalui buku-buku karya mahasiswa. Di bawah naungan CV. Saga Jawa Dwipa, “Pustaka Saga” memberdayakan potensi mahasiswa, khususnya mahasiswa UNAIR, sebagai penggerak dapur p e n e r b i t a n . K e g i a t a n d i “ P u s t a k a S a g a ” m u l a i d a r i penyuntingan, mengatur tataletak, perwajahan, yang hampir semuanya dikerjakan oleh mahasiswa UNAIR.

“Saga” merupakan singkatan dari Satria Airlangga. “Pustaka Saga” menerbitkan buku-buku dengan tema organisasi, pergerakan mahasiswa, sejarah, kepemudaan, inspirasi, pemikiran, dan sastra.

Kini, setelah satu tahun berdiri, “Pustaka Saga” telah mencetak sekitar 20 judul buku. Diantara judul-judul tersebut yaitu Menjaga Nafas Gerakan (Gading E.A.), Kuasa Jilbab (Kang Heri Setiawan), Dari Mahasiswa untuk Indonesia Berprestasi (Jawwad dan Hakim, dkk), Mister Gagal (Shalahuddin Al-Fatih),

Ayo Main Biar Pinter (Mei Yunlusi Irawati), Jejak-Jejak Mengangkasa (Gading EA, dkk), dan beberapa buku lainnya.

Para penulis buku yang diterbitkan oleh “Pustaka Saga” mayoritas masih berstatus sebagai mahasiswa. Mereka berasal dari berbagai kota seperti Surabaya, Yogyakarta, Medan, Solo, Jakarta, Bandung, dan Manado. Buku-buku terbitan “Pustaka Saga” juga sudah didistribusikan ke seluruh penjuru Nusantara, serta dibedah di beberapa kota di Indonesia.

Saat ini “Pustaka Saga” sedang membangun jejaring distribusi agar mampu memenuhi permintaan buku di setiap daerah. Pusat pemasaran dan distribusi berada di Jakarta dan dikelola oleh alumnus FISIP UNAIR yang saat ini melanjutkan studi di Universitas Pertahanan (UNHAN), Anis Maryuni Ardi.

Arif Syaifurrisal sebagai Direktur Utama berharap kehadiran “Pustaka Saga” dapat menyemarakkan kembali budaya literasi di kalangan pemuda, khususnya mahasiswa.

(23)

boleh terlepas dari aktivitas literasi. Ke depan, semoga “Pustaka Saga” dapat semakin mendekatkan mahasiswa dengan dunia literasi,” papar pemuda asal Bojonegoro tersebut.

Mahasiswa dapat memanfaatkan “Pustaka Saga” sebagai sarana untuk belajar. “Pustaka Saga” sangat terbuka bagi mahasiswa yang ingin belajar bagaimana mengurus dapur penerbitan. Kami juga mendorong para penulis muda untuk menerbitkan naskahnya di “Pustaka Saga”. (*)

Penulis:Gading Ekapuja Aurizki Editor: Binti Q. Masruroh

Gambar

Foto  bersama  para  peserta  Sahur  On  The  Road  IKAFE  angkatan 2011 (Foto: Istimewa)

Referensi

Dokumen terkait

Kursus ini bersesuaian untuk peserta yang telah bekerja dengan persekitaran atau tugasan penjaga jentera elektrik di industri. Dan juga sesuai bagi mereka yang ingin membuat

Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi

Berangkat dari kesadaran serta kepedulian akan hal tersebut pada tanggal 01 Juni 2012 kami membentuk suatu paguyuban kesenian tradisional jathil kreasi baru dengan nama

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu “Terdapat perbedaan biomassa perifiton pada substrat keramik antara hulu, tengah, dan hilir Sungai Salo”..

Karya ilmiah yang dimaksud di sini dapat berbentuk makalah seminar, baik seminar yang dilaksanakan di dalam negeri maupun di luar negeri, skripsi, tesis,

dengan tahapan serta berhasil menerapkan metode Double Exponential Smoothing yang dapat memprediksi jumlah kedatangan barang atau paket kiriman pada kantor pos Malang 65100

Apabila harus dipilih salah satu dari ketiga metoda natif, harada mori dan pengapungan untuk digunakan secara rutin, maka dianjurkan agar natif yang digunakan, dengan alasan

1 Pejabat Eksekutif yang menangani fungsi audit intern telah menyampaikan laporan pelaksanaan audit intern kepada Direktur Utama dan Dewan Komisaris dengan tembusan kepada