• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVALENSI KUNJUNGAN PENDERITA KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREVALENSI KUNJUNGAN PENDERITA KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

PREVALENSI KUNJUNGAN PENDERITA KUSTA

DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH DENPASAR

PERIODE 2011-2013

Putu Kanjeng Ayu Pringgandani, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali

ABSTRAK

Latar belakang masalah: Kusta masih merupakan masalah kesehatan di dunia, walaupun WHO mengharapkan pada tahun 2000 angka kesakitan kusta menjadi kurang dari 1 penderita per 10.000 penduduk dan tahun 2025 diharapkan telah bebas dari kusta, tapi sampai saat ini masih banyak penderita kusta dengan segala permasalahannya di dunia.

Tujuan, dan manfaat: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kunjungan penderita kusta di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013. Manfaat penelitian ini agar dapat memberi informasi mengenai prevalensi kunjungan penderita kusta di Poliklinik Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013 sehingga diharapkan dapat melakukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya perkembangan penyakit ke arah yang lebih kronis.

Metode penelitian: Penelitian ini merupakan study yang bersifat deskriptif. Bahan penelitian diambil dari data registrasi penderita kusta yang berkunjung ke Poliklinik Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar tahun 2011-2013. Data yang dievaluasi berdasarkan klasifikasi kusta, jenis kelamin, usia, dan status penderita lama atau baru.

Hasil data dan simpulan: Dari hasil penelitian terhadap kunjungan penderita kusta periode 2011-2013 di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar didapatkan bahwa total jumlah kunjungan lama dan baru penderita kusta adalah 1546 orang. Prevalensi kunjungan penderita tahun 2012 paling tinggi yaitu 548 orang (35,5%). Berdasarkan jenis kelamin, penderita laki-laki sejumlah 1011 orang (65,4%) lebih banyak dibandingkan dengan penderita perempuan dan berdasarkan umur terbanyak adalah penderita dengan kelompok umur 41-65 tahun yaitu sebanyak 518 orang (31,8%). Sedangkan berdasarkan klasifikasi tipe kusta paling banyak terjadi pada tahun 2011-2013 yaitu tipe BL sebanyak 1163 orang (75,2%)

Kata kunci: Kusta, Poliklinik Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, RSUP Sanglah.

(2)

2

ABSTRACT

HOSPITAL VISIT PREVALENCY OF LEPROSY PATIENT

AT DERMATOLOGY CLINIC FACULTY OF MEDICINE

UDAYANA UNIVERSITY/SANGLAH GENERAL HOSPITAL

DENPASAR FROM 2011-2013

Background: Leprosy is still one health problem in the world, although in 2000 WHO expected the numbers of this disease is less than 1 patient in 10.000 people and in 2025 will free of leprosy, but till now there’s a lot of leprosy patient in worldwide.

Goal and benefit: The goal of this research is to know the prevalency of leprosy patient who visit Dermatology Clinic in Sanglah General Hospital from 2011-2013 so there will be a preventive way to prevent this disease to be more serious.

Method: The study design of this research is descriptive study. The subject of this study were taken from the registration data of leprosy patient in Dermatology Clinic Faculty of Medicine Udayana University/Sanglah General Hospital Denpasar from 2011-2013. Those data divided based on distibution of sex, age, and patient status (old/new).

Results and conclusion: From this research of leprosy patient’s hospital visit from 2011-2013 in Sanglah General Hospital Denpasar found that the total of hospital visit of the old and new patient is 1546 people. The prevalency of leprosy patient’s hospital visit in 2012 is the highest (548 people/35,5%). Based on sex, male patient is 1011 people (65,4%) higher than the female patient. Based on age group, patient from 41-65 years old is the highest (518 people/31,8%). Based on leprosy classification the highest is BL (1163 people/75,2%).

Key word: Leprosy, Dermatology Policlinic, Faculty of Medicine Udayana University, Sanglah General Hospital

PENDAHULUAN

Penyakit kusta atau juga dikenali sebagai penyakit Hansen, Morbus Hansen, Lepra atau Leprosy merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Mengenai saraf perifer sebagai afinitas pertama, kemudian kulit, mukosa traktus respiratorius bagian atas, dan dapat ke organ lain kecuali susunan

saraf pusat1. Penyakit ini termasuk penyakit tertua yang berasal dari bahasa India kustha pada 1400 tahun sebelum masehi. Cara penyebaran awal disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut. Cara penularannya yaitu melalui kontak langsung antarakulit dan melalui droplet1.

Pada tahun 1995 WHO mengestimasi antara 2 dan 3 miliyar orang terkena penyakit kusta saat itu. Dua puluh tahun

(3)

3 yang lalu 15 miliyar orang di seluruh dunia

telah sembuh dari kusta namun tidak semua penderita sembuh dan sampai saat ini masih menjadi masalah dunia meskipun sudah dilakukannya karantina paksa atau pemisahan pasien ke tempat yang tidak ada perawatan yang memadai. Contohnya saja di India dimana lebih dari 1000 koloni kusta, China, Somalia, Liberia, Vietnam, dan Jepang. Kasus signifikan juga banyak terjadi di Amerika, Afrika dan juga Asia.

Maka dari itu penulis berkeinginan untuk meneliti prevalensi kunjungan penderita kusta di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013.

Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu:

1. Berapakah prevalensi kunjungan penderita kusta di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013 ? 2. Berapakah prevalensi kunjungan

lama dan angka insiden kunjungan baru penderita kusta di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013?

3. Berapakah prevalensi kunjungan penderita kusta berdasarkan jenis kelamin di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013 ? 4. Berapakah prevalensi kunjungan

penderita kusta berdasarkan usia di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013 ?

5. Klasifikasi kusta apa yang paling banyak ditemukan di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013 ? Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran umum yaitu:

1. Dapat memberikan gambaran mengenai prevalensi kunjungan penderita kusta di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013. 2. Dapat memberikan gambaran

prevalensi kunjungan lama dan angka insiden kunjungan baru penderita kusta di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013. 3. Dapat memberikan gambaran

mengenai prevalensi kunjungan penderita kusta berdasarkan jenis kelamin di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013. 4. Dapat memberikan gambaran

mengenai prevalensi kunjungan penderita kusta berdasarkan usia di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013.

Gambaran Umum Penyakit Kusta

Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat1. Sinonim penyakit ini adalah Lepra atau Morbus Hansen1. Cara penularan melalui kontak langsung antarkulit yang lama dan erat dapat pula secara inhalasi

(4)

4 sebab M. Leprae masih dapat hidup

beberapa hari dalam droplet1,3.

Kusta dapat menyerang berbagai usia. Anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Di Indonesia penderita anak dibawah usia 14 tahun didapatkan ± 13% dan anak dibawah usia 1 tahun jarang ditemukan. Pada tahun 1991 WHO menyatakan membuat resolusi eliminasi kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000 dengan menurunkan prevalensi kusta menjadi di bawah 1 kasus per 10.000 penduduk. Jumlah kasus kusta di beberapa negara selama 12 tahun terakhir telah menurun 85%. Di Indonesia jumlah kasus kusta tercatat pada akhir maret 1997 adalah 31.699 orang. Distribusinya tidak merata yang tertinggi di Jawa Timur, Jawa barat dan Sulawesi Selatan. Prevalensi di Indonesia per 10.000 penduduk adalah 1,571. Pada tahun 1927 kusta pertama kali ditemukan di Indonesia yaitu di Platungan berdekatan dengan kota Semarang dan kemudian menyebar ke wilayah lain8.

Tahun 1995 WHO mengestimasi 1,8 miliyar kasus kusta di dunia yang paling banyak di Asia Tenggara, Afrika dan Amerika5. Sebagian besar negara menyatakan penderita kusta lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 2:13.

Mycobacterium leprae merupakan penyebab kusta yang ditemukan oleh G.H Armauer Hansen di Norwegia pada tahun 1874. M. Leparae adalah kuman obligat intraseluler, suatu basil tahan asam, gram positif, tahan terhadap sinar ultraviolet dan belum dapat dibiakkan di media artifisial. M. leprae ini dapat hidup di dalam sel berkelompok atau ada yang tersebar satu-satu, serta tidak menular lewat makanan, minuman, air dan pakaian.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa cara masuk M. leprae ke dalam tubuh adalah melalui kulit yang lecet pada

bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. M.leprae ini dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat, dan ASI1.

Masa inkubasi M.Leprae sangat bervariasi, tapi biasanya 2-5 tahun dan lebih dari 20 tahun. Jika seseorang terinfeksi M. leprae, perkembangan klinis penyakit bergantung pada respon tubuh seseorang yaitu, sistem imunitas selular (cellular mediated immune/CMI). Penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu akan memberikan gejala yang lebih berat. M.leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag yang berasal dari sel monosit darah, monokuler, dan histiosit. M. leprae ini ditangkap oleh histiosit pada kulit dan oleh sel schwan yang merupakan sel target untuk pertumbuhan M.leprae. Jadi apabila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel schwan, kuman ini dapat bermigrasi dan beraktivasi sehingga aktivitas regenerasi saraf menjadi berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif kemudian dapat menimbulkan respon inflamasi dari histiosit dan limfosit.

Penyakit kusta ini dibagi berdasarkan klasifikasi untuk menentukan manajemen pengobatan, prognosis dan komplikasi, serta untuk identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat. Jenis klasifikasi yang umum digunakan: A. Klasifikasi Internasional (Madrid,

1953)

1. Indeterminate (I) 2. Tuberkuloid (T)

3. Borderline – Dimorphous (B) 4. Lepromatosa (L)

B. Klasifikasi untuk kepentingan riset (Klasfikasi Ridley-Jopling, 1962) Klasifikasi ini didasarkan pada perubahan baik klinis maupun histologi. 1. Tuberkuloid (TT)

Pada kusta tipe TT terdapat lesi yang mengenai kulit maupun saraf.

(5)

5 Lesi kulit satu atau dapat berjumlah

banyak, bentuk asimetris dapat berupa makula atau plakat. Berbatas tegas dan pertumbuhan rambut pada tempat tersebut kurang atau rontok, rasa raba menurun dan terlihat permukaan lesi kering bersisik dengan tepi yang meninggi. Gejala ini dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal.

2. Borderline Tuberkuloid (BT)

Pada kusta tipe BT terlihat berupa makula anestesi atau plak yang sering disertai lesi satelit di pinggirnya, jumlah lesi satu atau dapat berjumlah banyak, terdapat gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak jelas seperti pada tipe tuberkuloid (TT). Gangguan saraf tidak seberat pada tipe tuberkuloid, biasanya asimetrik dan terdapat lesi satelit yang terletak dekat saraf perifer yang menebal.

3. Mid-borderline (BB)

Pada kusta tipe BB ini merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe penyakit kusta. Tipe ini disebut sebagai bentuk dimorfik dan jarang dijumpai. Lesi sangat bervariasi baik ukuran, bentuk, maupun distribusinya. Lesi dapat berbentuk makula infiltrat dengan permukaan lesi mengkilat, batas lesi kurang jelas dan jumlah lesi melebihi tipe borderline tuberkuloid (BT). Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi yang oval pada bagian tengah dengan batas yang jelas.

4. Borderline Lepromatous (BL) Kusta tipe BL terdapat lesi yang diawali dengan makula dalam jumlah sedikit, kemudian dengan

cepat menyebar ke seluruh badan. Makula terlihat jelas dan bentuknya bervariasi. Terdapat pula papul dan nodul lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetrik dan beberapa nodus tampak melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian tengah biasanya tampak normal dengan pinggir di dalam infiltrat lebih jelas dibanding pinggir luarnya, dan beberapa plak tampak seperti punched-out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, berkurangnya keringat, hipopigmentasi, dan rontoknya rambut lebih cepat dibandingkan dengan tipe lepromatous dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat predileksi di kulit. 5. Lepromatosa (LL)

Pada kusta tipe LL jumlah lesi sangat banyak, simetrik, permukaan halus, lebih eritem, mengkilat, lesi berbatas tidak tegas, tidak ditemukan gangguan anestesi dan anhidrosis pada stadium dini. Distribusi lesi khas, yaitu pada wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga, sedangkan distribusi di badan mengenai bagian belakang yang dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai bawah. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk facies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis, dan keratitis. Deformitas pada hidung juga dapat terjadi. Selain itu terjadinya pembesaran kelenjar limfe, orkitis, yang dapat menjadi atropi testis. Kerusakan saraf dermis menyebabkan gejala stocking dan glove anaesthesia.

(6)

6 C. Klasifikasi untuk kepentingan

progam kusta (Klasifikasi WHO, 1981 dan modifikasi WHO, 1988) 1. Pausibasilar (PB)

Klasifikasi kusta PB yaitu, kusta tipe indeterminate (I), tuberkuloid (TT) dan sebagian besar borderline tuberkuloid (BT) dengan BTA negatif menurut kriteria Ridley-Jopling, atau tipe indeterminate (I) dan tuberkuloid (T) menurut klasifikasi Madrid.

2. Multibasilar (MB)

Klasifikasi kusta MB termasuk kusta tipe lepromatosa (LL), borderline lepromatous (BL), mid-borderline (BB) dan sebagian borderline tuberkuloid (BT) menurut kriteria Ridley-Jopling atau borderline-dimorphous (B) dan Lepromatosa (L) menurut klasifikasi Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis berlandaskan sacred seven dan basic four, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Kriteria diagnosis ialah 4 Tanda Kardinal kusta :

1) Anesthesia 2) Penebalan saraf 3) Lesi kulit

4) BTA (+) pada slit skin smear Diagnosis kusta dibuat bila ditemukan 2 dari 3 tanda kardinal 1-3 atau adanya tanda ke 4.

Pemeriksaan anestesia dilakukan menggunakan jarum terhadap rasa nyeri, kapas untuk rasa raba. Gunakan 2 tabung reaksi yang berisi air panas dan air dingin untuk uji suhu tubuh serta perhatikan ada tidaknya dehidrasi yang dapat terlihat jelas. Jika tidak terlihat lakukan tes keringat (tes Gunawan). Cara menggoreskan dengan pensil tinta dimulai dari tengah lesi ke arah

kulit normal. Perhatikan ada atau tidaknya alopesia untuk menegakkan diagnosis dimana pada lesi akan hilang tintanya, sedangkan pada kulit normal ada bekas tinta. Untuk klasifikasi penyakit perlu dilakukan tes lepromin serta pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan bakterioskopik dan histopatologi.

Pemeriksaan bakterioskopik untuk menentukan Indeks Bakteriologi (IB) dan Indeks Morfologi (IM). Pemeriksaan ini dibuat dengan sediaan kerokan jaringan kulit dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam yaitu zeihl-neelseen kemudian dilihat dibawah mikroskop untuk menegakkan diagnosis dan menentukan terapi pengobatan. Indeks Bakteriologi (IB) adalah kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan non solid. Indeks Morfologi (IM) merupakan persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan non solid.

Pemeriksaan histopatologik gambaran pada tipe tuberkuloid (T) adalah tuberkel dan kerusakan saraf, tidak ada atau ada hanya sedikit basil dan non solid. Pada tipe lepromatosa (L) terdapat kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Didapati sel virchow dengan banyak basil. Sedangkan pada tipe borderline (B) terdapat campuran unsur-unsur tersebut1.

Pemeriksaan serologik kusta diperlukan terdiri dari Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination), Uji ELISA (Enzymed Linked Immuno-Sorbent Assay), dan ML dipstick (Mycobacterium Leprae Dipstick)

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari kusta sesuai dengan efloresensi yang ditemukan pada penderita yaitu:

(7)

7 - Tipe I (makula hipopigmentasi): tinea

versikolor, ptiriasis rosea, vitililigo, dermatitis seboroika, atau dengan liken simpleks kronik.

- Tipe TT (makula eritematosa dengan tepi meninggi): tinea korporis, lupus eritematosus tipe diskoid, psoriasis, atau pitiriasis rosea.

- Tipe BT, BB, BL (infiltrat merah tidak berbatas tegas): selulitis, erisipelas, atau psoriasis.

- Tipe LL (bentuk nodula): lupus eritematous sistemik, dermatomiositis, atau erupsi obat.

Komplikasi

Komplikasi kusta terdiri dari reaksi kusta dan deformitas kusta. Reaksi kusta merupakan suatu episode akut pada perjalanan menuju penyakit yang kronik, berupa gejala konsitusi, aktivasi atau timbul efloresensi baru di kulit. Penyebabnya ialah perubahan imunologis secara spontan karena adanya anemia, stress fisik atau psikis, pembedahan, kehamilan atau persalinan.

Reaksi kusta terdiri atas eritema nodosum leprosum (ENL) dan reaksi reversal. Eritema nodosum leprosum (ENL) umumnya terjadi pada Lepra tipe BL atau LL dimana yang memiliki peranan penting adalah sistem imunologis humoral. Gejala klinis ENL berupa gejala konstitusional yaitu demam, menggigil, mual, nyeri sendi, sakit pada saraf dan otot. Pada kulit yaitu predileksi pada lengan, tungkai, dan dinding perut akan timbul eritema, nodul, dan akan terjadi ulkus bila nodus tersebut pecah. Sedangkan reaksi reversal umumnya pada Lepra tipe BT, BB, dan BL. Pada reaksi reversal, sistem imunologis selular yang memiliki peran penting. Gejala konstitusinya lebih ringan dari ENL. Gejala kulit berupa lesi kusta yang menjadi lebih banyak dan lebih aktif secara mendadak.

Tidak timbul nodus dan terkadang ada jejak neuritis.

Deformitas kusta dibagi atas deformitas primer dan sekunder. Deformitas primer merupakan akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M. Leprae yang merusak jaringan disekitarnya, yaitu kulit, mukosa, traktus respiratori atas, tulang-tulang jari, dan wajah. Deformitas sekunder terjadi sebagai akibat kerusakan saraf. Kerusakan saraf dapat terjadi di N. Ulnaris, N. Medianus, N. Radialis, N.Poplitea lateralis, N. Tibialis posterior, N. Facialis, N. Trigeminus.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terdiri dari pencegahan, penatalaksanaan pengobatan

yakni medikamentosa dan

nonmedikamentosa. Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin BCG. Observasi menyatakan bahwa vaksin BCG dapat meningkatkan efek protektif. Vaksin BCG tunggal, BCG yang viabel dengan kombinasi M. leprae yang telah mati, atau M. leprae yang telah mati tunggal yang biasa digunakan. Studi di distrik Karonga Malawi Utara melakukan penelitian dengan tikus putih yang diberikan vaksin BCG untuk uji efikasi dan beberapa penelitian telah menunjukkan adanya penurunan angka insiden kusta dengan adanya vaksin BCG.

Penanganan kusta saat ini menggunakan prinsip MDT (Multi Drug Therapy /Pengobatan Kombinasi). Prinsip ini sudah digunakan sejak Januari 1982, karena keputusan WHO Expert Committee Meeting di Geneva (Oktober 1981), menyatakan pengobatan kusta dengan medikamentosa yaitu regimen Multi Drug Therapy (MDT) yang terdiri dari dapson (Diaphenylsulfone, DDS), clofazimine (CLF) dan rifampisin (RFP). Pada tahun 1998 WHO menambah 3 obat antibiotik lain yaitu ofloksasin, minosiklin, dan

(8)

8 klaritromisin. Pada prinsip ini memerlukan

pengetahuan tentang tujuan terapi, sifat obat yang digunakan dan perjalanan alamiah penyakit. Selain itu perlu kesabaran dan pengertian akan keadaan psikologis penderita.

Regimen MDT berdasarkan standar WHO: 1) Regimen MDT – Pausibasiler (PB).

Regimen MDT ini mengobati penderita dalam klasifikasi TT, BT menurut Ridley-Jopling atau I dan T menurut klasifikasi Madrid yang bakterioskopik negatif.

Obat dan dosis yang diberikan : • Rifampisin (RFP) :

- Dewasa: 600 mg/bulan, disupervisi. Berat badan <35 kg: 450 mg/bulan dibawah supervision

- Anak 10-14 tahun: 450 mg/bulan (12-15mg/kgBB/bulan)

• Dapson (DDS) :

- Dewasa: 100 mg/hari. Berat badan <35 kg: 50 mg/hari

- Anak 10-14 tahun: 50 mg/hari (l-2mg/kgBB/hari)

Lama pengobatan: diberikan sebanyak 6 regimen dengan jangka waktu 6-9 bulan. Untuk PB dengan lesi tunggal pengobatannya adalah rifampisin 600 mg, ofloksasin 400 mg, minosiklin 100 mg. Untuk anak-anak berikan setengah dari dosis orang dewasa.

2) Regimen MDT – Multibasiler (MB) Untuk penderita yang termasuk dalam klasifikasi BB, BL, LL menurut Ridley-Jopling atau B dan L menurut klasifikasi Madrid dan tipe lain yang bakterioskopik positif. Obat dan dosis yang diberikan :

• Rifampisin (RFP)

- Dewasa: 600 mg/bulan, disupervisi Berat badan <35.kg: 450 mg/bulan - Anak 10-14 tahun: 450 mg/bulan

(12-15mg/kgBB/bulan)

• Clofazimine (CLF)

- Dewasa: 300 mg/bulan, disupervisi dilanjutkan dengan 50 mg/hari. - Anak 10-14 tahun: 200 mg/bulan,

disupervisi dilanjutkan dengan 50 mg selang sehari.

• Dapson (DDS)

- Dewasa: 100 mg/hari. Berat badan <35 kg: 50 mg/hari.

- Anak 10-14 tahun: 50 mg/hari (1-2 mg/hari/kg BB/hari)

Lama pengobatan: diberikan sebanyak 12 regimen dengan jangka waktu maksimal 18 bulan, sedapat mungkin sampai apusan kulit menjadi negatif. Dilakukan pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal setiap bulan dan pemeriksaan BTA setiap 3 bulan. Setelah pengobatan dihentikan (Release from Treatment/RFT) atau Completion of Treatment/COT), penderita masuk dalam masa pengamatan (kontrol/surveilance), yaitu penderita dikontrol secara klinik dan bakterioskopik minimal sekali setahun selama 5 tahun untuk penderita kusta multibasiler (MB) dan dikontrol secara klinik sekali setahun selama 2 tahun untuk penderita kusta pausibasiler (PB). Bila selama masa tersebut tidak ada keaktifan, maka penderita dinyatakan bebas dari pengamatan (Release from Control/RFC). Medikamentosa untuk komplikasi ENL: - Antipiretik dan analgetik parasetamol

atau metampiron 4 x 500 mg.

- Kortikosteroid seperti prednison dengan dosis permulaan 20-40 mg/hari dibagi dalam 4 dosis. Atau kortikosteroid lain dengan dosis yang ekuivalen. Bila reaksinya sudah ringan maka dosisnya diturunkan perlahan sampai berhenti. - Thalidomide juga dianggap sebagai

obat pilihan pertama, tetapi harus hati-hati dalam penggunaannya terutama untuk ibu hamil dan masa subur karena memiliki sifat teratogenik. Obat ini digunakan untuk reaksi ENL berat.

(9)

9 - Clofazimine 300 mg/hari. Obat ini

selain sebagai obat antikusta juga bisa sebagai anti-reaksi ENL. Obat ini digunakan sesuai dengan ringan dan beratnya reaksi. Clofazimine dapat digunakan sebagai usaha untuk lepas dari ketergantungan kortikosteroid dan obat kusta yang lain diteruskan.

Medikamentosa untuk komplikasi reaksi reversal:

- Bila timbul neuritis diberikan prednison 40-60 mg/hari.

- Obat-obatan kusta lain diteruskan - Anggota gerak yang terkena neuritis

akut harus diistirahatkan

- Analgetik dan antipiretik diberikan jika perlu

Selain itu diperlukannya konseling informasi edukasi (KIE) untuk penderita dan keluarga sehingga dapat membangun komunikasi yang baik antara praktisi kesehatan dengan penderita dan keluarga penderita. Praktisi harus mengetahui bagaimana perkembangan budaya dan latar belakang pendidikan penderita karena implikasi sosialnya besar dan hal itu perlu diketahui untuk penyampaian manajemen pengobatan, prognosis serta komplikasi. Beberapa budaya juga menstigma negatif kasus kusta maka dari itu praktisi harus memberikan motivasi pada penderita untuk tetap bersosialisasi, bekerja dan berkarya. Untuk keluarga diinformasikan mengenai cara pencegahan agar tidak menular ke anggota lainnya. Sebaiknya jangan kontak antarkulit lama dengan penderita dan sirkulasi udara dirumah sebaiknya diperhatikan karena M.Leprae dapat menular secara inhalasi.

Selain KIE, pencegahan cacat juga perlu dijelaskan serta dilakukan. Cara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat atau prevention of disabilities (POD) adalah dengan melakukan diagnosis dini

kusta dengan pengobatan MDT yang cepat dan tepat. Kemudian mengenali gejala dan tanda reaksi kusta yang disertai gangguan saraf dan memulai pengobatan dengan kortikosteroid segera mungkin. Bila terdapat gangguan sensibilitas, penderita diberi petunjuk sederhana misalnya memakai sepatu untuk beraktivitas sehingga dapat melindungi kaki yang telah terkena, memakai sarung tangan bila bekerja dengan benda yang tajam atau hangat, dan memakai kacamata untuk melindungi matanya. Selain itu diajarkan pula cara perawatan kulit sehari-hari. Dimulai dengan memeriksa ada tidaknya memar, luka, atau ulkus, Setelah itu tangan dan kaki direndam, disikat dan diminyaki agar tidak kering dan pecah-pecah.

Rehabilitasi

Usaha rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk cacat tubuhnya ialah dengan medis, yaitu dengan jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna, tetapi fungsinya dan secara kosmetik dapat diperbaiki. Jalan lain ialah secara kekaryaan, yaitu memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan dapat meningkatkan rasa harga dirinya.

METODE

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi restrospektif yang bersifat deskriptif. Tempat dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar. Sebagai sampel penelitian adalah penderita kusta yang berkunjung ke Poliklinik Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013.

(10)

10 Cara Pengumpulan Data

Data diambil dari buku registrasi penderita kusta di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013.

Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Subjek direkrut setelah memenuhi kriteria inklusi yang ditetapkan, yakni subjek merupakan penderita kusta yang berkunjung ke RSUP Sanglah Denpasar Periode 2011-2013 dan penderita tersebut memiliki kelengkapan variabel data penelitian. Subjek yang diekslusi adalah subjek yang bukan merupakan penderita kusta atau subjek tersebut penderita kusta namun tidak memiliki kelengkapan variabel data penelitian.

Variabel Data

Variabel yang akan diteliti meliputi kasus kusta, usia, jenis kelamin, kunjungan pasien lama dan kunjungan pasien baru serta klasifikasi kusta.

Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Diagnosis kusta serta klasifikasi tipe

kusta sudah ditegakkan dan tertulis pada buku registrasi penderita kusta di poliklinik kulit dan kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode 2011-2013. 2. Usia penderita dapat dilihat pada buku

registrasi dan untuk penilitian dibagi menjadi 6 bagian yaitu <10 tahun, 11-20 tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-65 tahun dan >41-65 tahun.

3. Jenis kelamin adalah keterangan laki-laki atau perempuan dimana sudah tercantum pada buku registrasi.

4. Kunjungan pasien dapat dilihat di buku registrasi apakah kunjungan pasien tersebut merupakan kunjungan lama atau kunjungan baru selama periode 2011-2013.

Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel.

HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa berdasarkan data registrasi kunjungan penderita kusta di RSUP Sanglah Denpasar, tercatat pada tahun 2011 penderita kusta terdapat 497 orang. Tahun 2012 meningkat menjadi 548 orang dan tahun 2013 menurun menjadi 501 orang. Jadi jumlah secara keseluruhan kunjungan penderita kusta lama dan kunjungan penderita kusta baru di RSUP Sanglah Denpasar dari tahun 2011-2013 dapat dilihat pada tabel I yaitu berjumlah 1546 orang.

Tabel I. Distribusi Penderita Kusta per Tahun di Poliklinik Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah periode 2011-2013

Tahun Jumlah (orang) Prevalensi (%)

2011 497 32,1

2012 548 35,5

2013 501 32,4

(11)

11 Tabel II. Prevalensi Kunjungan Lama/Baru Penderita Kusta per Tahun di Poliklinik Kulit

dan Kelamin Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah Periode 2011-2013

Kunjungan Tahun Jumlah (%)

2011 2012 2013

Lama 445 519 459 1423 (92)

Baru 52 29 42 123 (8)

Jumlah 497 548 501 1546 (100)

Tabel III. Prevalensi Penderita Kusta Berdasarkan Jenis Kelamin di Poliklinik Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah Periode 2011-2013

Tabel IV. Prevalensi Penderita Kusta Berdasarkan Distribusi Usia di Poliklinik Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah Periode 2011-2013

Rentang Usia (tahun)

Tahun (orang) Jumlah (%)

2011 2012 2013 ≤ 10 3 1 16 20 (1,3) 11-20 38 48 62 148 (9,6) 21-30 158 138 139 435 (28,1) 31-40 98 146 118 362 (23,4) 41-65 184 193 141 518 (33,5) >65 16 22 25 63 (4,1) Jumlah 497 548 501 1546 (100)

Jenis kelamin Tahun Jumlah (orang) Prevalensi

(%)

2011 2012 2013

Laki-laki 286 376 349 1011 65,4

Perempuan 211 172 152 535 34,6

(12)

12 Tabel V. Prevalensi Penderita Kusta Berdasarkan Klasifikasi Kusta di Poliklinik Kulit

dan Kelamin Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah Periode 2011-2013

Tipe Kusta Tahun Jumlah (%)

2011 2012 2013 TT 6 8 26 40 (2,6) BT 59 44 85 188 (12,1) BB 10 34 42 86 (5,6) BL 409 440 314 1163 (75,2) LL 13 22 34 69 (4,5) Jumlah 497 548 501 1546 (100)

Tabel VI. Prevalensi Penderita Kusta Berdasarkan Usia dan Klasifikasi Kusta di Poliklinik Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah Tahun 2011

Rentang Usia (tahun)

Tahun 2011 (orang) (%) Jumlah (%)

TT BT BB BL LL ≤ 10 0 1 0 2 0 3 (0,6) 11-20 0 3 2 33 0 38 (7,6) 21-30 2 5 0 151 0 158 (31,8) 31-40 2 6 2 82 6 98 (19,7) 41-65 2 41 6 128 7 184 (37,1) >65 0 3 0 13 0 16 (3,2) Jumlah 6 (1,2) 59 (11,9) 10 (2) 409 (82,3) 13 (2,6) 497 (100)

(13)

13 Tabel VII. Prevalensi Penderita Kusta Berdasarkan Usia dan Klasifikasi Kusta di Poliklinik Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah Tahun 2012

Rentang Usia (tahun)

Tahun 2012 (orang) Jumlah (%)

TT BT BB BL LL ≤ 10 0 0 0 1 0 1 (0,2) 11-20 1 0 1 46 0 48 (8,7) 21-30 5 5 12 115 1 138 (25,2) 31-40 1 18 14 94 19 146 (26,7) 41-65 1 18 6 167 1 193 (35,2) >65 0 3 1 17 1 22 (4,0) Jumlah 8 (1,5) 44 (8) 34 (6,2) 440 (80,3) 22 (4) 548 (100)

Tabel VIII. Prevalensi Penderita Kusta Berdasarkan Usia dan Klasifikasi Kusta di Poliklinik Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah Tahun 2013

Rentang Usia (tahun)

Tahun 2013 (orang) Jumlah (%)

TT BT BB BL LL ≤ 10 1 21 4 1 0 27 (5,4) 11-20 6 4 0 50 0 60 (12) 21-30 14 17 18 73 11 133 (26,5) 31-40 1 16 8 74 14 113 (22,5) 41-65 4 24 9 98 9 144 (28,8) >65 0 3 3 18 0 24 (4.8) Jumlah 26 (5,2) 85 (17) 42 (8,4) 314 (62,7) 34 (6,8) 501 (100) PEMBAHASAN

Berdasarkan tabel I terlihat bahwa prevalensi penderita kusta paling tinggi pada tahun 2012, yaitu sebanyak 548 orang dengan prevalensi 35,5%. Ada beberapa pasien yang datang di 2011 datang kembali pada tahun 2012 untuk followup karena pengobatan penyakit ini memiliki rentang waktu lama.

Jika dibandingkan dengan penyakit kulit lainnya, penyakit kusta dengan jumlah

terbanyak berdasarkan data registrasi di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah. Selain itu diikuti oleh, penyakit kulit scabies pada tahun 2011 sebanyak 140 orang, kemudian acne vulgaris 108 orang, sedangkan dermatitis seboroik 43 orang dan dermatitis atopik terdapat 37 orang. 2012 penyakit kusta tetap paling tinggi bila dibandingkan dengan penyakit acne vulgaris yaitu sebanyak 129 orang, scabies dengan

(14)

14 117 orang, dermatitis atopik dengan 94

orang dan dermatitis seberoik 46 orang. Untuk tahun 2013 sama dengan tahun sebelumnya dimana penyakit kusta terbanyak sedangkan acne vulgaris terdapat 141 orang, scabies sejumlah 88 orang, dermatitis atopik 38 orang dan dermatitis seberoik terdapat 21 orang.

Dari tabel II diatas dapat dilihat bahwa kunjungan penderita lama lebih banyak dibandingkan dengan kunjungan baru. Didapatkan kunjungan lama penderita kusta adalah 1423 orang (92%) karena masa pengobatannya memerlukan rentang waktu yang panjang sehingga penderita lama yang datang kembali untuk berobat cukup banyak sedangkan kunjungan baru terdapat 123 orang (8%).

Pada tahun 2011 penderita kusta laki-laki ada 286 orang sedangkan penderita perempuan 211 orang. Untuk tahun 2012 terdapat 376 penderita laki-laki dan 172 penderita perempuan. Penderita laki-laki sebanyak 349 orang sedangkan penderita perempuan ada 152 orang pada tahun 2013. Secara keseluruhan jumlah penderita kusta laki-laki kunjungan lama dan kunjungan baru berjumlah 1011 orang (65,4%) sedangkan penderita kusta perempuan kunjungan lama dan kunjungan baru berjumlah 535 orang (34,6%). Prevalensi diperlihatkan pada tabel III. Jadi prevalensi penderita kusta berdasarkan jenis kelamin laki-laki lebih tinggi daripada jenis kelamin perempuan karena laki-laki memiliki mobilitas yang lebih tinggi, lebih banyak berinteraksi sosial dibandingkan perempuan. Pemeriksaan kusta pada perempuan lebih kecil sehingga sedikit yang diketahui. Hal ini sesuai dengan jurnal internasional mengenai M.Leprae yang menyebutkan bahwa laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita.

Distribusi kusta berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel IV. Usia ≤ 10 tahun dapat terjangkit penyakit kusta karena sistem imun

tubuh belum berkembang secara sempurna. Dari tahun 2011-2013 penderita kusta berusia ≤ 10 tahun berjumlah 20 orang (1,3%). Terdapat 148 (9,6%) penderita kusta pada usia 11-20 tahun. Usia ini dapat terjangkit penyakit kusta karena pada usia ini seseorang sudah bisa berinteraksi sosial dan berinteraksi dengan lingkungannya. Apabila sistem imun tubuh seseorang tersebut lemah maka akan mudah terjangkit. Mobilitas tinggi dan banyak berinteraksi sosial dengan lingkungan juga memudahkan seseorang untuk terjangkit penyakit kusta apabila sistem imun tubuhnya menurun, terlihat pada usia 11-20 tahun terdapat 435 orang (28,1%) dan pada usia 21-30 berjumlah 362 (23,45%). Usia >65 tahun terdapat 63 orang (4,1%). Penyakit ini juga dapat saja terjadi karena usia lansia dimana usia ini sistem imun tubuh dan fungsi organ sudah menurun. Masa Inkubasi dari M.Leprae ini lama, yang menyebabkan langsung timbulnya manifestasi kronik maka dari itu penderita kusta pada rentang 41-65 tahun terbanyak yang mengunjungi poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah tahun 2011-2013 yaitu, 518 orang dengan prevalensi 33,5%.

Pada tabel V diatas, terlihat berdasarkan klasifikasi Ridley-Jopling kusta terbanyak terjadi yaitu pada kusta tipe BL berdasarkan dengan jumlah 1163 (75,2%) dalam periode 2011-2013 karena negara Indonesia termasuk negara yang tropis sedangkan berdasarkan klasifikasi WHO dari tabel V tampak kusta tipe MB lebih banyak dibandingkan tipe PB.

Hasil penelitian ini juga terlihat bahwa tabel VI-VIII dari tahun 2011-2013 penderita kusta usia 41-65 tahun lebih banyak dengan tipe BL dengan jumlah 128 orang (69,5%). Penderita kusta usia 41-65 tahun paling banyak juga terdapat pada tipe BL tahun 2012 yaitu, 167 orang (86,5%) dan pada tahun 2013 terdapat 98 orang (68%)

(15)

15 penderita kusta usia 41-65 tahun dengan tipe

BL.

PENUTUP Simpulan

Penyakit kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. Dari hasil penelitian terhadap kunjungan penderita kusta pada tahun 2011-2013 berdasarkan data registrasi yang didapat dari poliklinik kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar bahwa jumlah penderita kusta secara keseluruhan adalah 1546 orang. Jumlah penderita tahun 2012 lebih banyak dibandingkan tahun 2011. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki penderita kusta lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan (2:1). Berdasarkan usia, penderita kusta terbanyak adalah pasien dengan kelompok usia 41-65 tahun, yaitu 518 orang (33,5%). Maka dari itu diperlukan kerja sama instansi kesehatan bersama masyarakat untuk melakukan berbagai program agar prevalensi penderita kusta menurun dan tidak terjadinya stigma negatif bagi penderita.

Saran

1. Pengisian lembar catatan medis harus lengkap agar data dapat dievaluasi secara keseluruhan.

2. Petugas medis dan instansi kesehatan terkait hendaknya lebih menggalakkan

sosialisasi/penyuluhan tentang kusta dan secara aktif mencari kasus kusta baru sehingga dapat mengurangi resiko penularan dan kecacatan. 5.3 Kelemahan Penelitian

1. Waktu yang singkat, sehingga menyebabkan data yang diperoleh kurang maksimal.

2. Data yang diperoleh kurang lengkap dan hanya pada satu tempat, yaitu Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar, sehingga hasil penelitian kurang representatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi, dkk. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

2. Fitzpatric, T.B. et al. Dermatology in General Medicine. 2008. seven edition volume 1&2 1829-1839 3. Louisiana, dkk. Hansen’s Disease

(Leprosy). Infectious Disease Epidemiology Section Office of Public Health. The Mc Graw-Hill Companies. USA. 2004

4. A.Saonere, Jyotsna. Leprosy: An Overview. Departement of Pharmacy, India. 2011

5. WHO. 1995. A Guide to Eliminating Leprosy as a Public Health Problem. WHO Action Programme for the Eliminating of Leprosy. 1st ed.Geneve

6. Maeda Y, Tamura T, Matsuoka M, Makino M. Inhibition of the Multiplication of Mycobacterium leprae by Vaccination with a Recombinant M. Bovis BCG Strain That Secretes Major Membrane Protein II in Mice. Departement of Mycobacteriology, National Institute of Infectious Disease. Japan. 2009 7. Rahjan Bikash, dkk. Visible

Deformity in Childhood Leprosy. International Leprosy Association. 2005. Volume 73: 249-257

8. Adriaty Dinar, dkk. Variation of TTC Repeat Pattern In The DNA of Mycobacterium Leprae Isolates Obtained from Archeological Bones and Leprosy Patients From East

(16)

16 Nusa Tenggara. Universitas

Airlangga. Indonesia. 2012

9. Oskam Linda, Buhrer Samira. Correspondence-A Need for Clarification of The Classification Criteria for Leprosy Patients. International Leprosy Association. 2005. Volume 73: 280-282

10. Angelina Mong Rilauni. Gambaran Persepsi Penderita tentang Penyakit Kusta dan Dukungan Keluarga Pada

Penderita Kusta di Kota Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

11. Suparyanto dr. Penyakit Kusta atau

Lepra:

http://dr-suparyanto.blogspot.com/2012/03/pe

nyakit-kusta-atau-lepra.html. di

(17)

Gambar

Tabel I. Distribusi Penderita Kusta per Tahun di Poliklinik Kulit dan Kelamin   Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah periode 2011-2013
Tabel III. Prevalensi Penderita Kusta Berdasarkan Jenis Kelamin di Poliklinik Kulit dan  Kelamin Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah Periode 2011-2013
Tabel VI. Prevalensi Penderita Kusta Berdasarkan Usia dan Klasifikasi Kusta  di Poliklinik Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah Tahun 2011
Tabel VIII. Prevalensi Penderita Kusta Berdasarkan Usia dan Klasifikasi Kusta  di Poliklinik Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah Tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

Dasar Teori dan Aplikasi Program Interaktif Berbasis Web untuk Menghitung Panjang Gelombang dan Pasang Surut.. Universitas

Al haba’ yang paling dekat dengan nur Allah adalah hakikat Muhammad SAW yang disebut dengan Aql, dialah sayyid al alam yang mencakup segalanya, dan dialah yang

2012 Analisis kepuasan pelanggan pada Alfamart tembalang dari dimensi pelayanan (studi kasus pada Alfamart Jl.Ngesrep timur V/69, Kota Semarang), skripsi Fakultas Ekonomi Universitas

Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menolak gugatan kumulasi Penggugat Tentang Perceraian dan Pembagian Harta Bersama dalam putusan perkara Nomor

Dalam perancangan ini objek hotel resort yang berlokasi ditomohon menggunakan tema rancangan “ Implementasi Konsep Accomodating &amp; innovative dalam konteks

“Prinsip hukum lingkungan internasional yang digunakan untuk merujuk pada permasalahan tertentu, dalam hal ini perubahan iklim, yang dipengaruhi dan mempengaruhi seluruh

Dengan pembelajaran discovery melalui diskusi, tanya jawab, penugasan, presentasi, praktikum dan analisis, kalian diminta mampu menjelaskan keterkaitan teori tumbukan

Tetapi, verba dalam konstruksi verba proses dan obyek yang diikuti oleh pelengkap derajat baik pelengkap derajat adjektival maupun pelengkap derajat verbal, atau pelengkap akhir