• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VIII ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

B

AB VIII

ASPEK LINGKUNGAN

DAN SOSIAL

8.1 Aspek Lingkungan

Penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya dalam pemanfaatan sumber daya alam harus memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu

menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial

(socially acceptable), dan ramah lingkungan (environmentally sound). Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini mungkin.

8.1.1.Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

KLHS adalah proses mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam pengambilan keputusan terhadap

(2)

kepunahan keanekaragaman hayati; meningkatkan intensitas bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis; menurunkan mutu dan kelimpahan sumber daya alam terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis; mendorong perubahan penggunaan dan/atau alih fungsi kawasan hutan terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis; meningkatkan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan (livelihood sustainability) sekelompok masyarakat; dan/atau meningkatkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

Peraturan perundangan yang menjadi landasan untuk Kajian Lingkungan Hidup Strategis adalah :

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Paragraf 1 tentang KLHS Pasal 15 – 18. 2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27 Tahun 2009 Tentang

Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2011 tentang Pedoman umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

8.1.2. AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH

Peraturan perundangan yang menjadi landasan untuk pelaksanaan usaha dan/atau kegiatan yang berprinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10 tahun 2008 tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum Yang Wajib Dilengkapi Dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup;

4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; dan

5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan bahwa setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Amdal tidak hanya mencakup kajian terhadap aspek biogeofisik dan kimia saja, tetapi juga aspek sosial ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan

(3)

masyarakat. Sedangkan untuk setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting, sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk memiliki UKL-UPL. Dokumen lingkungan berupa Amdal dan UKL-UPL juga merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan Izin Lingkungan. Tujuan diterbitkannya Izin Lingkungan antara lain untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan dan meningkatkan upaya pengendalian usaha dan/atau kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungan hidup.

Dengan dimasukkannya Amdal dan UKL-UPL dalam proses perencanaan usaha dan/atau kegiatan, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya mendapatkan informasi yang luas dan mendalam terkait dengan dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dan langkah-langkah pengendaliannya, baik dari aspek teknologi, sosial, dan kelembagaan.

Pada tataran usaha dan/atau kegiatan seperti yang tercantum dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya, instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL dan SPPL yang terbagi atas :

1. Usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal yang berpedoman pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

2. Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib Amdal namun wajib dilengkapi dengan UKL-UPL yang berpedoman pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10 tahun 2008 tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum Yang Wajib Dilengkapi Dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup; dan

3. Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib UKL-UPL namun wajib dilengkapi dengan SPPL.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan dokumen lingkungan adalah sebagai berikut :

(4)

Tabel 8.1

Jenis dan Skala Kegiatan yang Wajib Dilengkapi AMDAL N

o

Jenis Kegiatan Skala/Besaran

1. Pembangunan TPA sampah domestik pembuangan dengan system controlled

landfill/sanitary landfill termasuk

penunjangnya

- Luas kawasan

TPA > 10 ha

- Kapasitas total 100.000 ton

2. Pembangunan Instalasi Pengolahan

Sampah terpadu - Kapasitas 500 ton/hari

3. Pengolahan dengan incinerator - Semua kapasitas

4. Pembangunan IPLT dengan fasilitas

penunjangnya

- Luas > 2 ha

- Kapasitas > 11 m3/hari

5. Pembangunan IPAL dengan fasilitas

penunjangnya

- Luas > 3 ha

- Beban organik > 2,4 ton/hari

6. Pembangunan PLT Sampah dengan

proses methane harvesting > 30 MW

7. Pembangunan Instalasi Pembuatan

Kompos

> 500 ton/hari

Tabel 8.2

Jenis dan Skala Kegiatan yang Wajib Dilengkapi UKL-UPL N

o

Jenis Kegiatan Skala/Besaran

1. Pembangunan TPA sampah domestik pembuangan dengan system

controlled landfill/sanitary landfill termasuk penunjangnya

- Luas kawasan

TPA < 10 ha

- Kapasitas total 10.000 ton

2. Pembangunan Instalasi Pengolahan

Sampah terpadu

- Kapasitas

< 500 ton/hari

3. Pembangunan transfer station - Kapasitas

- < 1.000 ton/hari

4. Pembangunan IPLT dengan fasilitas

penunjangnya -- Luas < 2 haKapasitas < 11 m3/hari

5. Pembangunan IPAL dengan fasilitas

penunjangnya -- Luas < 3 haBeban organik < 2,4

ton/hari

6. Pembangunan Instalasi Pembuatan

Kompos > 50 s.d < 500 ton/ha

7. Pembangunan system perpipaan

limbah diperkotaan/permukiman

- Luas layanan < 500 ha

- Debit air limbah < 16.000 m3/hari

Tabel 8.3

Jenis dan Skala Kegiatan yang Wajib Dilengkapi SPPL N

o

Jenis Kegiatan Skala/Besaran

1. Pembangunan Instalasi

(5)
(6)

8.2 Aspek Sosial

8.2.1 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

A. Kemiskinan

Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial di Kabupaten Buleleng masih diwarnai dengan berbagai permasalahan sosial yang cukup tinggi diantaranya adalah masalah kemiskinan. Definisi kemiskinan menurut Bappenas adalah kondisi yang membuat seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kemiskinan merupakan masalah kesejahteraan sosial yang berkaitan dengan berbagai bidang pembangunan lainnya yang ditandai dengan banyaknya pengangguran, keterbelakangan dan ketidakberdayaan sosial masyarakat. Disamping itu pula, dampak yang ditimbulkan dari masalah kemiskinan sangat berpengaruh terhadap populasi penyandang masalah kesejahteraan sosial, yang meliputi keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial dan kesenjangan sosial.

Melihat besar dan kompleksnya akibat yang ditimbulkan dari masalah kemiskinan, sepatutnya masalah kemiskinan harus mendapatkan penanganan yang tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Dinas Sosial Kabupaten Buleleng sebagai instansi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang kesejahteraan sosial telah mengeluarkan 22 Program Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) sebagai program strategis untuk dapat menangani permasalahan kesejahteran sosial, utamanya masalah kemiskinan. Dari 22 PMKS ada 5 program pokok yang menjadi skala prioritas, yang pertama masalah kemiskinan, kemudian yang kedua masalah kecacatan, yang ke tiga masalah keterlantaran, yang ke empat masalah ketunaan sosial dan yang kelima masalah bencana alam dan sosial.

Sesuai data PPLS tahun 2011, jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Buleleng sebanyak 51.384 RTM/RTS. Dari 51.384 KK yang tersebar di 9 Kecamatan dengan sasaran Rumah Tangga Miskin, sampai tahun 2013 telah ditangani melalui program bantuan sosial penanggulangan kemiskinan, antara lain :

1. Pemberian bantuan kelompok usaha bersama (KUBE) dalam pemberdayaan keluarga fakir miskin sebanyak 8.280 KK melalui bantuan dana anggaran APBN;

(7)

2. Pemberian bantuan bagi rumah tidak layak huni/ bedah rumah sebanyak 2.208 KK;

3. Bantuan usaha ekonomi produktif bagi wanita rawan sosial ekonomi sebanyak 450 KK dari anggaran APBD Kabupaten;

4. Bantuan usaha ekonomi produktif bagi keluarga muda mandiri sebanyak 70 KK, dari anggaran APBD Kabupaten.

Pada tahun 2014, selain program penanggulangan kemiskinan yang merupakan program prioritas utama dari Dinas Sosial Kabupaten Buleleng, masih ada juga program-program unggulan lainnya yang berkaitan dengan percepatan penanggulangan kemiskinan, antara lain:

1. Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan program nasional dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan di bidang pendidikan dan kesehatan bagi keluarga Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM);

2. Program pelayanan bagi anak dan lanjut usia terlantar dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar pokok seperti pemberian sembako dan jaminan sosial bagi anak dan lanjut usia terlantar;

3. Program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar, pelayanan aksesibilitas dan jaminan sosial bagi penyandang cacat;

4. Penanggulangan kebencanaan melalui evakuasi penyelamatan korban, tanggap darurat bagi para korban bencana alam dan sosial;

5. Program pelayanan, pemberdayaan, rehabilitasi dan bantuan sosial kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya seperti masalah korban tindak kekerasan, korban napza/narkoba, korban HIV/AIDS, kenakalan remaja, eks narapidana dan penanganan tuna sosial lainnya (gepeng, waria, WTS) serta masalah sosial lainnya.

Dari program unggulan yang telah dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kabupaten Buleleng tersebut diharapkan terwujudnya upaya pencegahan terhadap timbul dan berkembangnyapermasalahan kesejahteraan sosial di Kabupaten Buleleng, selain itu untuk terlaksananya rehabilitasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) serta terlaksananya pemberian pelayanan sosial serta terlaksananya kegiatan pemberdayaan sosial.

(8)

Sumber: PPLS Kabupaten Buleleng 2012

B. Penataan Bangunan dan Lingkungan

Seperti tertuang pada UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan PP Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tersebut, mengamanatkan bahwa penyelenggaraan Bangunan Gedung merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan hanya bangunan gedung negara dan rumah negara yang merupakan kewenangan pusat. Disamping itu UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan bertahap, mengacu pada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW/RDTR) yang harus disusun oleh Pemerintah Daerah secara komprehensif, akomodatif dan responsif.

Selaras dengan upaya pencapaian target Millenium Development Goals

(MDGs), yakni mengurangi sampai setengahnya sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk miskin tahun 1990 (target 1); proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum dan sanitasi yang aman dan berkelanjutan, maka peningkatan kualitas permukiman perlu dilakukan, maka peningkatan kualitas lingkungan permukiman perlu dilakukan lebih intensive dengan melibatkan masyarakat setempat, kelompok peduli dan dunia usaha secara aktif. Adapun beberapa permasalahan dalam penyelenggaraan Bangunan Gedung antara lain :

1. Belum tercapainya aplikasi Perda Bangunan Gedung;

2. Belum adanya penerapan Sertifikat Layak Fungsi (LSF) bagi bangunan gedung di Kabupaten Buleleng;

3. Masih banyak bangunan gedung yang belum dilengkapi dengan sarana dan prasarana bagi penyandang cacat;

4. Belum teraplikasi dengan baik kelengkapan pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung; dan

(9)

5. Adanya bangunan – bangunan bersejarah yang mempunyai potensi wisata yang kurang dimaksimalkan dan mulai kehilangan jati dirinya.

Landasan Hukum

1. UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

2. PP Nomor 36 Tahun 2005, tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28/2002

3. Perda Provinsi Bali No. 5 Tahun 2005, tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung

4. Perda Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Buleleng Tahun 2013 - 2033

Penataan Bagunan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Adapun visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah :

1. Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras;

2. Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.

Beberapa permasalahan yang dihadapi adalah :

1. Adanya kawasan permukiman dengan penduduk yang sangat padat yang berpotensi terciptanya kawasan kumuh;

2. Kawasan tradisional yang perlu dilestarikan;

3. Terjadinya degradasi kawasan strategis yang mempunyai potensi ekonomi; dan

4. Makin berkurangnya kawasan hijau (RTH).

(10)

1. Pengembangan pada lahan yang sesuai dengan kriteria fisik yang meliputi : kemiringan lereng, ketersediaan dan mutu sumber air bersih, bebas dari potensi banjir atau genangan;

2. Pembatasan perkembangan kawasan terbangun yang berada atau berbatasan dengan kawasan lindung;

3. Mengembangkan kawasan yang memiliki peran dan potensi strategis bagi pertumbuhan kota;

4. Mengantisipasi kecenderungan kawasan – kawasan cepat berkembang yang memerlukan dukungan penataan ruang dalam mengalokasikan kegiatan serta fasilitas pendukungnya; dan

5. Menjaga kelestarian bangunan gedung peninggalan sejarah yang harus dilestarikan.

8.2.2 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Peningkatan nilai lahan yang semakin mahal sebagai dampak pesatnya pertambahan penduduk telah mendorong terjadinya penyimpangan (deviasi) pada tata ruang kota, antara lain perubahan tata guna lahan termasuk pengalihan (konversi) fungsi lahan, peningkatan pemakaian lahan ilegal, dan penurunan ruang terbuka hijau (RHT). Penyimpangan tata ruang ini terjadi secara legal baik yang difasilitasi oleh pemerintah maupun ilegal yang dilakukan masyarakat dan swasta. Dampak penyimpangan dan alih fungsi lahan akan menjadi beban kota untuk mempersiapkan infrastruktur pendukungnya. Target perencanaan wilayah pelayanan telah berubah fungsi sehingga kebutuhan dan jenis infrastrukturnya turut berubah. Perubahan ini akan berdampak terhadap komponen biaya ganti rugi dan biaya investasi serta siapa yang harus bertanggung jawab untuk membangunnya.

Tingginya arus urbanisasi dan kecenderungan terjadinya pola pembangunan permukinan yang horizontal akan semakin mendorong tingginya nilai ganti rugi lahan yang harus dikleluarkan oleh pemerintah jika harus membangun jaringan infrastruktur kotanya.

Jika mengacu pada kemampuan keuangan, sangat sulit dibayangkan akibat faktor keterbatasan dna dan tingginya kompleksitas persoalan kota disertai tuntutan, harus menyediakan infrastruktur yang memadai untuk berbagai kepentingan investasi. Kontroversi untuk siapa kita membangun selalu menjadi bahan perdebatan. Sementara sistem administrasi pertanahan tidak pernah dibenahi secara optimal.

Harus diakui untuk sepenuhnya mengimplementasikan bagi pembangunan infrastruktur kota masih mempunyai kendala. Masalah utama

(11)

yang harus dipecahkan, terletak dari kekosongan terhadap strategi pembangunan perkotaan. Tata ruang kota yang menjadi acuan untuk pembangunan infrastruktur kota jarang dijadikan sebagai bahan rujukan bersama. Penyusunan rencana kota cenderung tak banyak melibatkan masyarakat atau kurang aspiratif sehingga kota kehilangan visi pengembangannya. Faktor lain yang harus dibenahi adalah lemahnya kesiapan kelembangaan dan tumpang tindihnya kepentingan masing-masing instansi.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas waji dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas waji dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas waji dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas waji dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas waji dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib

Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penetapan Jenis.. KABUPATEN JEMBRANA 2014 VIII- 5 Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang

PI menyusun studi AMDAL atau dokumen UKL-UPL dan mendapatkan izin lingkungan sesuai ketentuan peraturan dan perundangan untuk proyek yang belum memiliki AMDAL atau UKL-UPL