• Tidak ada hasil yang ditemukan

Characteristics of Multidrug Resistant Tuberculosis patients in Programmatic Management of Drug-Resistant Tuberculosis at Adam Malik Hospital, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Characteristics of Multidrug Resistant Tuberculosis patients in Programmatic Management of Drug-Resistant Tuberculosis at Adam Malik Hospital, Medan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Karakteristik penderita Multidrug Resistant Tuberculosis yang

mengikuti Programmatic Management of Drug-Resistant

Tuberculosis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Bintang Yinke Magdalena Sinaga

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan

Abstrak

Latar belakang : Multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) adalah masalah dalam program pencegahan dan eradikasi TB.

Programmatic management of drug-resistant TB (PMDT) adalah program untuk MDR TB. Tujuan penelitian untuk mengetahui proporsi dan karakteristik penderita MDR TB yang mengikuti program PMDT di RSUP Adam Malik Medan, Indonesia.

Metode : Penelitian bersifat deskriptif secara potong lintang. Data dari rekam medis pasien Januari 2012 sampai dengan Juli 2012.

Subjek penelitian adalah pasien MDR TB.

Hasil : Dari 114 pasien suspek MDR TB, 14 orang didiagnosis MDR TB (12,28%). Karakteristik dominan adalah 64,28%

perempuan, 42,86% berusia 33-44 tahun, 50% SLTA, 42,87% ibu rumah tangga, 64,29% menikah. Semua mempunyai riwayat mengkonsumsi obat anti tuberkulosis (OAT). Gejala terbanyak sesak napas (57%). Gambaran foto toraks infiltrat dan nodul pada 92,85% pasien, kavitas 42,85% pasien. Pola resistensi 4 pasien (28,58%) resisten terhadap rifampisin dan INH; 2 pasien (14,28%) resisten terhadap rifampisin, INH, etambutol; 3 pasien (21,43%) resisten terhadap rifampisin, INH, streptomisin; 3 pasien (21,43%) resisten rifampisin, INH, etambutol, streptomisin; 2 pasien (14,28%) resisten terhadap rifampisin, INH, etambutol, streptomisin, kanamisin.

Kesimpulan : Proporsi penderita MDR TB yang mengikuti program PMDT adalah 12,28%. Perempuan, usia muda, ibu rumah

tangga, status menikah, SLTA, pernah konsumsi OAT, sesak napas, gambaran infiltrat, nodul dan kavitas pada foto toraks adalah karakteristik dominan. (J Respir Indo. 2013; 33:221-9)

Kata kunci : Programmatic management of drug-resistant TB (PMDT), MDR TB.

Characteristics of Multidrug Resistant Tuberculosis patients in Programmatic

Management of Drug-Resistant Tuberculosis at Adam Malik Hospital, Medan

Abstract

Background : Multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) is a problem for TB prevention and eradication. Programmatic

management of drug-resistant TB (PMDT) is a program for MDR TB. The objective of this study was to evaluate the proportion and characteristic of MDR TB patients at PMDT programme in Adam Malik Hospital, Medan, Indonesia.

Methods : Cross-sectional descriptive study was done from medical records data, between January 2012 until July 2012. Subjects

were MDR TB patients.

Results : Of 114 suspected MDR TB, 14 patients were MDR TB (12.28%). The characteristics were 64.28% female, age 35-44 years

in 42.86 patients, education 50% was level senior high school, 42.87% patients was house wife, 64.29% was married. All had a previously treated with tuberculosis drug. Dyspnea way common (57%). Chest x-ray infiltrate, nodule in 92.85% and cavitie in 42.85% patients. Four patients (28.58%) resistant to rifampicin and INH; 2 patients (14.28%) resistant to rifampicin, INH, ethambutol; 3 patients (21.43%) resistant rifampicin, INH, streptomycin; 3 patients (21.42%) resistant to rifampicin, INH,ethambutol, streptomycin; 2 patients (14.28%) resistant to rifampicin, INH, ethambutol, streptomycin, kanamycin.

Conclusion : The proportion of MDR TB patients was 12.28%. Female, young age, house wife, married, previous treated with

tuberculosis drug, dyspnea, infiltrate, nodule, cavitie on chest x-ray were the main characteristic. (J Respir Indo. 2013; 33:221-9)

Keywords : Programmatic management of drug-rzesistant TB (PMDT), MDR TB.

a

a

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Menurut laporan World Health Organization (WHO) dalam Global Tuberculosis

Report 2012, diperkirakan pada tahun 2011 kasus TB baru di dunia sebanyak lebih dari 9 juta dengan kematian akibat TB sebanyak 1,4 juta orang. Tuberkulosis merupakan penyebab kematian utama kedua di dunia dari penyakit infeksi setelah Human

(2)

Immunodeficiency Virus (HIV). Laporan terakhir dari WHO menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-4 terbanyak kasus TB di dunia setelah India, Cina dan Afrika Selatan, dengan perkiraan prevalensi TB sebesar 690.000 dengan 450.000 kasus baru

1

pertahun. Selain itu kasus resistensi terhadap obat anti tuberkulosis merupakan masalah baru yang penting

2-4

dalam program penanggulangan tuberkulosis.

Insidens resistensi obat meningkat sejak diperkenalkannya pengobatan tuberkulosis pertama tahun 1943. Kegawatan dari MDR TB karena pemakaian rifampisin yang meluas pada awal tahun 1970-an mengakibatkan penggunaan obat anti-tuberkulosis (OAT) lini kedua. Ketidaktepatan penggunaan obat-obat tersebut mengakibatkan terjadinya generasi dan penyebaran MDR TB bahkan

5 extensive drug resistant tuberculosis (XDR TB). Dikatakan tuberkulosis resistensi ganda atau disebut juga MDR TB adalah tuberkulosis dengan kuman M. tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin dan isoniazid (INH) dengan atau tanpa OAT lainnya. Sedangkan XDR TB adalah MDR TB ditambah kekebalan terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua, diantaranya kapreomisin, kanamisin

2

dan amikasin.

Menurut laporan WHO 2010, pada tahun 2008 diperkirakan di seluruh dunia terdapat 440.000 kasus MDR TB. Sebanyak 27 negara (15 negara berada di Eropa) adalah penyumbang jumlah 86% dari seluruh kasus di dunia. Empat negara tertinggi jumlah kasus MDR TB adalah Cina dengan estimasi kasus 100.000, India 99.000 kasus, Federasi Rusia 38.000 kasus dan

3

Afrika Selatan 13.000 kasus MDR TB . Sebanyak 50% kasus MDR TB di dunia berada di Cina dan India sedangkan kematian akibat MDR TB diperkirakan 150.000 orang setiap tahun di seluruh dunia pada tahun

4

2008 . Menurut laporan WHO 2008 dari 27 negara dengan jumlah MDR TB tertinggi, Indonesia menempati urutan ke-8 di dunia dalam hal jumlah kasus MDR TB

5

yaitu sebanyak 12.142 penderita. Menurut laporan WHO 2010, di Indonesia diperkirakan terdapat 2% MDR TB dari semua kasus baru TB dan 14,7% MDR TB dari

4

semua kasus TB yang pernah mendapat pengobatan.

Berdasarkan data Global Project dari 116 negara dengan 2.509.543 kasus TB didapatkan proporsi resistensi di antara kasus baru adalah 17% resisten terhadap OAT apa saja, resisten terhadap INH 10,3%, dan MDR TB 2,9%. Proporsi resistensi di antara kasus yang pernah diobati adalah 35% resisten terhadap OAT apa saja, resisten terhadap INH 13% dan MDR TB 15,3%. Kasus resistensi pada semua kasus TB adalah 20% pada OAT apa saja, 13,3% resisten terhadap INH dan 5,3% MDR TB. Pada negara dengan angka TB yang tinggi, kasus TB yang pernah diobati berkisar 4,4% hingga 26,9% dari semua pasien yang teregistrasi pada program directly observed treatment short-course

(DOTS). Pada 2 negara dengan jumlah kasus TB terbesar kasus pengobatan kembali mencapai 20% dari

2

kasus dengan dahak positip hapusan langsung. Kasus MDR TB ini tentunya juga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya penularan langsung kuman M. tuberculosis yang telah resisten sehingga menimbulkan terjadinya resistensi primer pada orang yang tertular. Menurut laporan WHO tahun 2007, di dunia kasus poliresisten primer 17%, monoresisten

6

primer 10,3% dan MDR TB primer 2,9% . Di Indonesia

3 7

MDR TB primer sebesar 2%. Hendra Sihombing pada tahun 2011 di RS. H Adam Malik Medan mendapatkan monoresisten primer sebanyak 18 orang (21,18%), poliresisten primer sebesar 13 orang (15,29%) dan

7

MDR TB primer sebesar 4 orang (4,71%).

Resistensi ganda merupakan hambatan dan masalah penting dalam program pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Hal ini disebabkan karena angka kesembuhan pada pengobatan MDR TB relatif lebih rendah, lebih sulit, mahal dan lebih banyak efek samping. Selain itu penyebaran resistensi obat di berbagai negara sering tidak diketahui dan penatalaksanaan penderita MDR TB tidak adekuat. Kinerja program penanggulangan TB paru di daerah setempat terutama ketepatan diagnosis mikroskopik untuk menetapkan kasus dengan bakteri tahan asam/ BTA (+), peran pengawas menelan obat (PMO) yang berpengaruh pada kepatuhan penderita untuk minum obat, ketersediaan obat yang cukup dan berkualitas sangat mempengaruhi angka MDR TB.

(3)

secara standar dimulai dengan suatu kegiatan uji pendahuluan (pilot) di 2 wilayah yaitu kota Jakarta Timur dan kota Surabaya pada pertengahan 2009 yang disebut program DOTS (directly observed treatment short-course) Plus yang kemudian diganti menjadi PMDT (programmatic management of drug-resistant TB). Saat ini kegiatan uji pendahuluan telah dianggap cukup dan mulai masuk dalam kegiatan rutin sebagai bagian dari program penanggulangan TB nasional dengan menggunakan strategi DOTS. Pengalaman yang ditemukan selama masa uji pendahuluan dipakai sebagai rujukan utama untuk pengembangan selanjutnya. Sebagai salah satu bagian dari program penanggulangan TB, maka diupayakan peningkatan kinerja kegiatan PMDT melalui perluasan wilayah, tatalaksana diagnosis, tatalaksana pengobatan, penatalaksanaan efek samping dan bantuan psikososial pasien sehingga terbuka akses bagi semua pasien MDR TB di Indonesia untuk mendapatkan pengobatan yang berkualitas dan sesuai standar. Program PMDT diharapkan dapat dilakukan di tempat lain selain dua kota terdahulu, termasuk di Medan. Program ini sudah ada di Medan yaitu di RS H. Adam Malik Medan, tetapi pemerikasaan biakan dan uji resistensi masih dilakukan di Jakarta. Penerapan PMDT menggunakan kerangka kerja yang sama dengan strategi DOTS, setiap komponen yang ada lebih menekankan kepada penatalaksanaan MDR TB. Setiap komponen dalam penatalaksanaan pasien MDR TB lebih kompleks dan membutuhkan biaya lebih banyak daripada penatalaksanaan pasien TB bukan MDR. Dengan menangani pasien MDR TB dengan benar maka akan mendukung tercapainya tujuan dari

8

Program Penanggulangan TB Nasional.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis berkeinginan untuk meneliti berapa besar proporsi MDR TB dan karakteristik penderita MDR TB yang mengikuti program PMDT di RS H. Adam Malik Medan.

METODE

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan penderita MDR TB, untuk kemudian memberi manfaat kepada banyak pihak.

Penelitian ini bersifat deskriptif, potong lintang. Data diperoleh dari rekam medis pasien. Penelitian ini adalah penelitian pertama sejak terdapat program PMDT di Medan yaitu di RS H. Adam Malik Medan. Data penelitian ini diambil dari sejak terdapat program PMDT di RS H. Adam Malik Medan yaitu awal tahun 2012 hingga bulan Juli 2012.

HASIL

Hasil penelitian distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik dan demografi subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Karakteristik subjek terbanyak adalah perempuan (64,28%), usia terbanyak 35-44 tahun (42,86%) dan sebagian besar berpendidikan SLTA (50%) serta status perkawinan adalah menikah (64,29%).

Distribusi frekuensi berdasarkan keluhan respirasi, foto toraks dan pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA) hapusan langsung dapat dilihat pada tabel

64,28 35,72 7,14 35,72 42,86 7,14 0,00 7,14 7,14 28,58 0,00 50,00 14,28 42,87 7,14 7,14 14,28 28,57 64,29 35,71 71,43 21,43 7,14 Persentase 9 5 1 5 6 1 0 1 1 4 0 7 2 6 1 1 2 4 9 5 10 3 1 Frekuensi Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Kelompok umur 15-24 tahun 25-34 tahun 35-44 tahun 45-54 tahun 55-64 tahun > 65 tahun Tingkat pendidikan Tidak sekolah

Tamat sekolah dasar (SD) Tamat sekolah lanjutan

tingkat pertama (SLTP) Tamat sekolah lanjutan

tingkat atas (SLTA) Tamat sarjana (S1) Jenis pekerjaan

Ibu rumah tangga Pelajar / mahasiswa Pegawai negeri sipil (PNS) Wiraswasta

Petani Status pernikahan

Menikah

Tidak / belum menikah Penyakit komorbid DM* & HIV

TB paru (non DM* non HIV) TB paru dengan DM* TB paru dengan HIV Karakteristik

Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik subjek penelitian

(4)

2. Keluhan utama subjek yang terbanyak adalah sesak napas (57,14%) dan batuk berdahak (35,72%). Sedangkan kelainan radiologi terbanyak adalah bercak mengawan (92,85%)

Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat keteraturan dan konsumsi obat antituberkulosis dapat dilihat pada tabel 3. Seluruh subjek (100%) pernah mengkonsumsi OAT lebih dari 1 bulan dan semuanya tidak teratur minum obat.

Pola resistensi pada penderita TB paru dapat dilihat pada tabel 4. Pola resistensi terbanyak adalah resisten R dan H (28,58%), resisten RHS dan RHES (21,43%) serta resisten RHE dan RHES + Km (14,28%).

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dari 114 kasus sangkaan MDR TB didapat 14 orang menderita MDR TB sehingga sampel penelitian adalah sebanyak 14 orang. Selain 14

penderita MDR TB, ada 2 orang menderita monoresisten yaitu 1 orang resisten terhadap rifampisin dan 1 orang resisten terhadap isoniazid (INH) dan 3 orang poliresisten yaitu 1 orang resisten terhadap INH dan streptomisin, 1 orang resisten terhadap rifampisin, kanamisin dan ofloksasin dan 1 orang resisten terhadap etambutol dan ofloksasin. Pada penelitian ini didapatkan 14 penderita MDR TB dari 114 kasus sangkaan MDR TB sehingga proporsi penderita MDR TB pada penelitian ini sebesar 12,28%. Jumlah ini dapat bertambah lagi mengingat dari 114 kasus sangkaan MDR TB tersebut masih banyak yang menunggu hasil tes resistensi obat. Berdasarkan laporan WHO 2009, pada tahun 2007 di Indonesia 2% dari kasus baru TB paru adalah MDR TB (MDR TB primer), dan 20% dari semua kasus TB yang pernah mendapat pengobatan

8

ternyata MDR TB (MDR TB sekunder).

Pada penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian yang terbanyak adalah perempuan berjumlah 9 orang (64,28%) dan laki-laki 5 orang (35,72%). Usia rata-rata 37,85 tahun yang berada pada rentang usia terbanyak antara 35-44 tahun sebanyak 6 orang (42,85%) dan rentang usia 25-34 tahun sebanyak

9

5 orang (35,71%). Munir dkk. mendapatkan usia penderita MDR TB terbanyak pada rentang 25-34 tahun dan penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu sebesar 52,5%. Penelitian di Beijing

10

oleh Liu dkk. dari tahun 1996-2009 penderita MDR TB lebih banyak pada laki-laki sebesar 65,3% dan berada pada rentang umur terbanyak 30-44 sebanyak 32,4%.

11

Penelitian Mitnick dkk. di Peru mendapatkan penderita TB-MBR perempuan lebih banyak dari laki-laki yaitu sebesar 51%. Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan penderita tuberkulosis terbanyak pada

0,00 21,43 42,86 35,71 0,00 100 Persentase 0 3 6 5 0 14 Frekuensi Riwayat OAT < 30 hari > 30 hari

1 siklus konsumsi OAT 2 siklus konsumsi OAT 3 siklus konsumsi OAT Keteraturan berobat

Selalu teratur Pernah tidak teratur Riwayat OAT dan keteraturan

Tabel 3. Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat dan keteraturan konsumsi obat antituberkulosis (OAT) sebelumnya 57,14 35,72 7,14 92,85 21,42 42,85 7,14 7,14 7,14 57,14 3,53 7,14 14,18 0,00 Persentase 8 5 1 13 3 6 1 1 1 8 1 1 2 0 Frekuensi Keluhan utama Sesak napas Batuk berdahak Batuk darah Jenis kelainan radiologi

Bercak mengawan (infiltrat)/ bayangan noduler

Fibriotik Kavitas

Hidropneumotoraks

Hasil pemeriksaan direct sputum

(- / - / -) (Scanty 8 BTA / 1+ / -) (1+ / 1+ / 1+) (1+ / 2+ / 1+) (1+ / 2+ / 2+) (2+ / 2+ / 2+) (3+ / 3+ / 3+) Karakteristik

Tabel 2. Distribusi frekuensi berdasarkan keluhan respirasi, foto toraks dan pemeriksaan BTA hapusan langsung

28,58 14,28 21,43 21,43 14,28 100 100 Persentase 4 2 3 3 2 14 14 Frekuensi RH RHE RHS RHES RHES + Km Total MDR TB Total subjek penelitian Hasil pemeriksaan dan jenis resistensi

Tabel 4. Pola resistensi MDR TB (n=14)

Keterangan : n = jumlah subjek, R = rifampisin, H = isoniazid, E = etambutol, S = streptomisin, Km = kanamisin

(5)

usia produktif sehingga dapat mempengaruhi ekonomi. Disamping itu, usia produktif sangat berbahaya terhadap tingkat penularan karena pasien mudah berinteraksi dengan orang lain sehingga penularan

9

mudah terjadi.

Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan pada subjek penelitian ini didapatkan terbanyak pada tingkatan tamat SLTA yaitu sebanyak 7 orang (50%), diikuti tamat SD sebanyak 4 orang (28,58%), tamat perguruan tinggi 2 orang (14,28%) dan tidak sekolah sebanyak 1 orang (7,14%). Penelitian oleh Xianqin Ai

12

dkk. di propinsi Shaanxi di Cina, salah satu daerah yang kurang maju, mendapatkan bahwa faktor level pendidikan berhubungan dengan penghentian OAT pada penderita TB. Penelitian lain di Brazil mendapatkan tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan drop out penderita TB yang sedang

1 3

mengkonsumsi OAT. Penelitian lain di Cina mendapatkan bahwa kurangnya pengetahuan menjadi

14

salah satu faktor tingginya prevalensi TB-MDR.

15

Penelitian Elizabeth dkk. di Brazil mendapatkan hubungan antara MDR TB dengan kurangnya pendidikan sekolah.

Karakteristik pekerjaan pada subjek penelitian ini didapatkan pekerjaan yang terbanyak adalah sebagai ibu rumah tangga sebanyak 6 orang (42,87%) dan sebagai petani 4 orang (28,57%). Wiraswasta sebanyak 2 orang (14,28%), pegawai negeri sipil sebanyak 1 orang (7,14%), dan sebagai mahasiswa yaitu 1 orang

16

(7,14%). Penelitian Otto dkk. di Sudan tahun 2008 pada penderita MDR TB mendapatkan pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta 33%, tidak bekerja 13%, pelajar 4%, ibu rumah tangga 17%, petani 29%, pegawai pemerintah 4%. Data ini menunjukkan bahwa penderita MDR TB ada pada berbagai profesi pekerjaan yang berarti penularan dapat terjadi di mana saja dan ini juga menunjukkan bahwa informasi mengenai TB ataupun MDR TB harus disebarkan ke banyak tempat.

Dari sisi karakteristik status perkawinan, maka didapatkan pada umumnya subjek penelitian telah menikah, sebanyak 9 orang (64,29%). Sedangkan yang tidak atau belum menikah sebanyak 5 orang (35,71%).

16

Hal yang sama didapatkan oleh Otto dkk. yaitu 44% penderita MDR TB adalah single.

Keluhan utama penderita MDR TB pada penelitian ini terbanyak adalah keluhan sesak napas, yaitu sebesar 8 orang (57,14%). Keluhan utama batuk berdahak adalah sebesar 5 orang (35,71%), sementara keluhan batuk kering dan nyeri dada sebagai keluhan utama tidak dijumpai. Keluhan utama batuk darah berjumlah 1 orang (7,14%). Jika dihubungkan dengan gambaran radiologis mungkin hal ini disebabkan karena lesi yang luas hampir pada semua penderita MDR TB dalam penelitian ini sehingga keluhan sesak napas adalah keluhan yang terbanyak.

Pada kelainan radiologi foto toraks didapatkan gambaran bercak mengawan (infiltrat/noduler) terdapat pada hampir semua subjek penelitian, yaitu sebesar 13 orang (92,85%) yang banyak disertai dengan gambaran radiologis lainnya. Diikuti gambaran bentuk kavitas sebanyak 6 orang (42,85%), gambaran fibrotik sebanyak 3 orang (21,42%) dan hidropneumotoraks

17

pada 1 orang (7,14%). Cha dkk. meneliti gambaran radiologi penderita MDR TB, XDR TB dibandingkan dengan penderita TB yang masih sensitif terhadap OAT. Didapatkan bahwa gambaran nodul dan ground glass opacity lebih banyak pada penderita TB yang masih sensitif terhadap OAT. Sedangkan gambaran radiologi pada penderita MDR TB dan XDR TB adalah multipel kavitas, nodul dan dilatasi bronkus. Gambaran radiologi penderita MDR TB dan XDR TB tidak berbeda bermakna. Didapatkan juga penderita MDR TB dan XDR TB berusia lebih muda dibandingkan penderita TB yang tidak resisten terhadap OAT, sehingga perlu perhatian jika dijumpai gambaran nodul dan kavitas multipel dan dilatasi bronkus pada penderita TB berusia

18

muda. Yeom dkk. di Korea mendapatkan bahwa gambaran kelainan bilateral, konsolidasi lobar atau segmental, dan kavitas lebih sering pada penderita

7

MDR TB primer. Penelitian Sihombing di Medan tahun 2012 pada penderita MDR TB primer, mendapatkan gambaran radiologis foto toraks terbanyak adalah bercak mengawan dan bayangan nodul diikuti dengan

15

gambaran kavitas. Penelitian Elizabeth dkk. di Brazil mendapatkan bahwa kavitas adalah salah satu faktor berkembangnya MDR TB.

Hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologis pewarnaan langsung (direct smear) terhadap 14

(6)

sampel penelitian MDR TB didapatkan dengan hasil sputum BTA terbanyak adalah (1+/1+/1+), yaitu sebesar 8 orang (57,14%). Selanjutnya (2+/2+/2+) sebanyak 2 orang (14,18) serta pemeriksaan direct smear sputum dengan hasil (1+/2+/2+), (1+/2+/1+), (1+/2+/1+), (scanty BTA 8/1+/-) masing-masing pada 1 orang (7,14%). Sedangkan 1 orang (7,14%) subjek penelitian tidak ditemukan M. tuberculosis (negatif) pada pemeriksaan pewarnaan langsung tersebut namun pada pemeriksaan kultur dijumpai pertumbuhan BTA.

Berdasarkan riwayat mengkonsumsi OAT, seluruh sampel MDR TB pernah mengkonsumsi OAT lebih dari 1 bulan yaitu sebesar 14 orang (100%). Dari 14 orang tersebut, sebanyak 3 orang (21,43%) pernah mengkonsumsi OAT 1 kali, 6 orang (42,86%) mengkonsumsi OAT 2 kali, dan 5 orang (35,71%) pernah mengkonsumsi OAT 3 kali sebelum MDR TB ditegakkan. Sedangkan dalam hal keteraturan berobat, semua penderita (100%) pernah tidak teratur berobat, dan tidak ada yang pernah selalu teratur berobat. Tidak t e r d a p a t n y a p e n d e r i t a y a n g b e l u m p e r n a h mengkonsumsi OAT sebelum diagnosis MDR TB ditegakkan mungkin disebabkan oleh karena pada program PMDT ini penderita yang dicurigai menderita MDR TB lebih diutamakan untuk masuk ke dalam program dan dilakukan pemeriksaan sputum uji resistensi terhadap OAT.

Banyak penelitian yang mendapatkan bahwa riwayat pernah mengkonsumsi OAT sebelumnya dan ketidakteraturan mengkonsumsi OAT merupakan faktor yang berhubungan dengan terjadinya MDR TB seperti

16 15

pada penelitian Otto dkk. di Sudan dan Elizabeth dkk.

19

di Brazil. Penelitian Surendra dkk. pada tahun 2011 di India mendapatkan prevalensi MDR TB di antara penderita TB paru kategori II adalah sebesar 20,4%. Karena tingginya angka ini, disarankan agar pada penderita TB kategori II dapat dilakukan screening

resistensi OAT dengan cara yang lebih cepat yaitu tes molekular.

Dari 14 subjek penelitian ini didapatkan 1 penderita TB paru MDR disertai HIV dan 3 orang penderita TB paru MDR disertai DM. Kasus HIV dan DM sering bersamaan dengan TB. Hal ini disebabkan karena gangguan imunitas pada penderita DM dan HIV.

Diabetes melitus merupakan salah satu faktor risiko

20 21

untuk TB-MDR. Penelitian Bashar dkk. di Bellevue, New York mendapatkan bahwa penderita TB dengan DM mempunyai risiko untuk mendapatkan MDR TB sebesar 8,6 kali lebih banyak dibandingkan penderita TB tanpa DM.

Kombinasi HIV dengan TB juga sudah banyak diketahui dan penderita HIV lebih sering terjadi

22

reaktivasi TB. Penelitian meta analisis oleh Sujit dkk. di Amerika mendapatkan bahwa secara keseluruhan tidak ada hubungan antara MDR TB dan HIV atau MDR TB sekunder dengan HIV. Tapi ada hubungan antara MDR TB primer dengan HIV.

Karakteristik pola resistensi penderita MDR TB adalah resisten terhadap rifampisin dan INH sebanyak 4 orang (28,58%), resisten terhadap rifampisin, INH dan etambutol sebanyak 2 orang (14,28%), resisten terhadap rifampisin, INH, streptomisin sebanyak 3 orang (21,42%) dan resisten terhadap rifampisin, INH, etambutol, streptomisin dan kanamisin sebanyak 2

dikutip dari 23

orang (14,28%). Penelitian di Jamshoro dari tahun 2008 hingga 2009, mendapatkan pada penderitaTB kategori II terjadi resistensi obat sebanyak 95% penderita, sedangkan penderita TB kategori I ditemukan resistensi obat sebanyak 17,64% penderita TB. Secara total pada penderita TB paru kategori I dan II, resistensi terhadap INH dijumpai pada 51,22% penderita TB, resistensi terhadap rifampisin terjadi pada 15,4% penderita TB, resistensi terhadap etambutol terjadi pada 13,33% penderita TB, resistensi terhadap pirazinamide pada 9% penderita TB, resisten terhadap streptomisin pada 3,85% penderita TB. Kasus MDR TB terdapat pada 42,10% penderita TB paru kategori I dan II dengan rincian MDR TB pada 5,88% penderita TB kategori I dan MDR TB terjadi pada 57,50% penderita

23

TB kategori II.

Dari uraian di atas terlihat gambaran karakteristik penderita MDR TB yang mengikuti program PMDT di RSUP H. Adam Malik Medan serta perbandingan karakteristik di daerah atau negara lain. Hal penting dari penelitian ini ke depannya adalah bagaimana tatalaksana kita terhadap MDR TB ini yang mencakup pencegahan terhadap terjadinya MDR TB, penemuan kasus melalui ketepatan diagnostik mikroskopis,

(7)

penanganan kasus termasuk penentuan rejimen obat-obat OAT second line, penyediaan obat yang berkesinambungan dan berkualitas, penanganan efek samping obat hingga adanya pengawas minum obat (PMO) yang berpengaruh pada kepatuhan penderita minum obat. Pencegahan terhadap terjadinya MDR TB dan pencegahan terhadap penularan menjadi hal yang sangat penting.

Hal penting dalam pencegahan adalah dapat mendiagnosis TB paru kategori I hingga kemampuan mengobati dan mengevaluasi terapi yang diberikan sehingga terjadinya MDR TB pada penderita tersebut dapat dicegah. Hal ini dapat terlihat dari penelitian

24

Sinaga tahun 2005 pada dokter umum praktek swasta di Medan yang menangani TB paru yaitu masih ada dokter yang tidak melakukan pemeriksaan sputum mikroskopis untuk mendiagnosis dan rejimen terapi

yang tidak tepat dalam terapi TB. Hal ini juga menjadi tanggung jawab pendidikan kedokteran untuk menghasilkan dokter yang berkompeten dalam penatalaksanaan tuberkulosis mulai dari mendiagnosis, terapi dan evaluasi pengobatan. Selain itu pelatihan ataupun seminar tentang TB maupun MDR TB sangat perlu dilakukan secara berkala sehingga pengetahuan para dokter dapat terus ditingkatkan.

Selain itu komitmen dari pemerintah memang sangat dibutuhkan dengan menyediakan fasilitas yang baik dalam hal diagnostik dan pengobatan MDR TB yang dapat diakses oleh semua pihak, juga perlunya sosialisasi atau penerangan terhadap masyarakat tentang TB dan MDR TB sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat. Program PMDT adalah program yang berusaha menjawab persoalan ini sehingga diharapkan angka MDR TB dan penularan dapat ditekan.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa:

1. Proporsi penderita MDR TB pada penelitian ini sebesar 12,28%. Selain 14 penderita MDR TB, ada 2 orang menderita monoresisten dan 3 orang poliresisten.

2. Karakteristik resistensi MDR TB pada penelitian ini

diperoleh resistensi pada rifampisin dan INH (RH) sebanyak 4 orang (28,58%) dan resistensi terhadap rifampisin, INH, streptomisin (RHS) dan rifampisin, INH, etambutol, streptomisin (RHES) masing-masing sebesar 3 orang (21,43%) serta resitensi terhadap rifampisin, INH, etambutol (RHE) dan rifampisin, INH, etambutol, streptomisin, kanamisin (RHES+Km) masing-masing sebesar 2 orang (14,28%).

3. Jenis kelamin penderita MDR TB terbanyak adalah perempuan 9 orang (64,28%) dengan kelompok umur terbanyak adalah 35-44 tahun sebesar 6 orang (42,86%).

4. Tingkat pendidikan penderita MDR TB terbanyak adalah tamatan dari sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) sebanyak 7 orang (50%), sedangkan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga adalah jenis pekerjaan terbanyak yaitu 6 orang (42,78%). Sementara status menikah adalah terbanyak dibandingkan belum menikah yaitu 9 orang (64,29%).

5. Berdasarkan riwayat mengkonsumsi OAT adalah secara keseluruhan sampel MDR TB pernah mengkonsumsi OAT lebih dari 1 bulan (100,00%). Diantara 14 subjek penelitian yang memiliki riwayat 2 siklus pengobatan OAT sebanyak 6 orang (42,86%). Terdapat 5 orang (35,71%) dengan riwayat mengkonsumsi 3 siklus OAT. Selebihnya 3 orang (21,43%) memiliki riwayat mengkonsumsi OAT. Selain itu semua penderita MDR TB ini pernah tidak teratur mengkonsumsi OAT.

6. Karakteristik klinis dalam hal keluhan utama penderita MDR TB yang terbanyak adalah keluhan sesak napas, yaitu sebesar 8 orang (57,14%). Keluhan utama batuk berdahak adalah sebesar 5 orang (35,71%). Keluhan utama batuk darah berjumlah 1 orang (7,14%).

7. Karakteristik gambaran kelainan foto toraks bentuk bercak mengawan (infiltrat/noduler) terdapat pada hampir semua penderita MDR TB, yaitu sebesar 13 orang (92,85%) yang banyak disertai dengan gambaran radiologis lainnya. Gambaran bentuk kavitas didapatkan sebesar 6 orang (42,85%). Gambaran fibrotik dijumpai pada 3 orang (21,42%).

(8)

Gambaran hidropneumotoraks didapatkan sebesar 1 orang (7,14%).

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global tuberculosis report. Geneva : WHO Press; 2012.

2. World Health Organization. Guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis. Geneva : WHO Press; 2008.

3. World Health Organization. Global tuberculosis control. Geneva : WHO Press; 2010.

4. World Health Organization. Multidrug and extensively drug-resistant TB (M/XDR-TB). 2010 Global report on surveillance and response. Geneva: WHO Press; 2010.

5. World Health Organization. Global tuberculosis control. Surveillance, planning, financing. Geneva : WHO Press; 2008.

6. World Health Organization. Anti-tuberculosis drug resistance in the world. Fourth global report. Geneva: WHO Press; 2008.

7. Hendra-Sihombing, Sembiring H, Amir Z, Sinaga BYM. Pola resistensi primer pada penderita TB paru kategori I di RSUP H. Adam Malik, Medan. J Respir Indo. 2012; 32:138-45.

8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis I. Pengendalian TB resisten obat. Manajemen terpadu pengendalian TB resisten obat. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.

9. Munir SM, Nawas A, Soetoyo DK. Pengamatan pasien tuberkulosis paru dengan multidrug resistant

(MDR TB) di poliklinik paru RSUP Persahabatan. J Respir Indo. 2010; 30:92-104.

10. Liu CH, Li L, Chen Z, Wang Q, Hu YL, Zhu B, et al. Characteristic and treatment outcomes of patients with MDR and XDR tuberculosis in a TB referral hospital in Beijing: A 13-year experience. PLoS ONE. 2011; 6: 19399.

11. Mitnick C, Bayona J, Palacios E, Shin S, Furin J, Alcántara F, et al. Community-based therapy for multidrug-resistant tuberculosis in Lima, Peru. N Engl J Med. 2003; 348:119-28.

12. Ai X, Men K, Guo L, Zhang T, Zhao Y, Sun X, et al. Factors associated with low cure rate of tuberculosis in remote poor areas of Shaanxi Province, China: A case control study. BMC. 2010;10:112.

13. Paixao LMM, Gontijo ED. Profile of notified tuberculosis cases and factors associated with treatment drop out. Rev Saude Publica. 2007; 41: 205-13.

14. Liang L, Wu Q, Gao L, Hao Y, Liu C, Xie Y, et al. Factors contributing to the high prevalence of multidrug-resistant tuberculosis: A study from China. Thorax. 2012; 67:632-8.

15. Barroso EC, Mota RMS, Santos RO, Sousa ALO, Barroso JB, Rodrigues JLN. Risk factors for acquired multi drug-resistant tuberculosis. J Pneumol. 2003; 29:89-97.

16. Otto PA, Agid A, Suzan, Mushtaha. MDR TB is in town; and might be tugging along with XDR-TB. South Sudan Med J. 2009;2:11-2.

17. Cha J, Lee HY, Lee KS, Koh WJ, Kwon OJ, Yi CA, et al. Radiological findings of extensively drug-resistant pulmonary tuberculosis in non-AIDS adults: Comparisons with findings of multi drug-resistant and drug-sensitive tuberculosis. Korean J Radiol. 2009; 10:207-16.

18. Yeom JA, Jeong YJ, Jeon D, Kim KI, Kim CW, Park HK, et al. Imaging findings of primary multi drug-resistant tuberculosis: A comparison of findings of drug-sensitive tuberculosis. J Comput Assist Tomogr. 2009; 33:956-60.

19. Sharma SK, Kumar S, Saha PK, George N, Arora SK, Gupta D, et al. Prevalence of multi drug-resistant tuberculosis among category II pulmonary tuberculosis patients. Indian J Med Res. 2011;133:312-5.

20. Sali AM, Merza MA. Risk factors for multi-drug resistant tuberculosis: A review. Duhok Med J. 2010; 4:1-7.

21. Bashar M, Alcabes P, Rom WN, Condos R. Increased incidence of multidrug-resistant tuberculosis in diabetic patients on the Bellevue chest service, 1987 to 1997. Chest. 2001;120: 1514-9.

(9)

22. Suchindran S, Brouwer ES, van Rie A. Is HIV infection the risk factor for multi drug-resistant tuberculosis? A systematic review. PLos ONE. 2009; 4: 5561.

23. Khoharo HK, Shaikh IA. Drug resistance pattern in pulmonary tuberculosis. J Pak Med Assoc. 2011;

61:229-32.

24. Sinaga BYM. Penatalaksanaan tuberkulosis paru oleh dokter umum yang berpraktek swasta di Medan. Tesis Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan; 2005.

Gambar

Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik subjek  penelitian
Tabel 3. Distribusi  frekuensi  berdasarkan  riwayat  dan  keteraturan  konsumsi  obat  antituberkulosis  (OAT)  sebelumnya 57,1435,727,1492,8521,4242,857,147,147,1457,143,537,1414,180,00 Persentase851133611181120FrekuensiKeluhan utamaSesak napasBatuk berd

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Pengaruh Latihan Pilates terhadap Kemampuan Fungsional pada Pasien Nyeri Punggung Bawah Kronik akibat Spondyloarthrosis Lumbalis di RS.. Soeradji

Predictors: (Constant), PERSENTASE LERENG, PH TANAH, KAPASITAS TUKAR KATION, C-ORGANIK,.

Pancasila merupakan dasar negara yang telah disepakati menjadi dasar utama berdirinya segala hal yang berkaitan dengan kenegaraan, dan salah satunya

Pengaruh Advertising dan Personal Selling terhadap Keputusan Pengambilan KPR Syariah dengan Lokasi sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada Bank Tabungan Negara

Sistem informasi akademik berbasis Android atau lebih dikenal dengan Siakad Android di perlukan dalam menunjang keefektifan dalam pengelolaan data akademik

147 serempak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (kepuasan konsumen pengguna smartphonemerek Asus di Kota Palu) dengan kata lain hipotesis pertama yang

seorang hamba kepada Allah SWT. istighosah, yasin, dan tahlil ini diikuti oleh seluruh warga MI Al Falah dibawah tanggungjawab Ibu Julaikah dan Pak Sokhim

Kajian Kinetika Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C Pada Buah Apel Malang (Malus Sylvestris).. Anjar Purba Asmara, Hanik