• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab Lingkungan Pengendapan 8888

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab Lingkungan Pengendapan 8888"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII

LINGKUNGAN PENGENDAPAN

Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley, 1988). Sedangkan menurut Boggs (1995) lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan geomorfik dimana proses fisik, kimia dan biologi berlangsung yang menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Nichols (1999) menambahkan yang dimaksud dengan proses tersebut adalah proses yang berlangsung selama proses pembentukan, transportasi dan pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis ataupun dinamis. Elemen statis antara lain geometri cekungan, material endapan, kedalaman air dan suhu, sedangkan elemen dinamis adalah energi, kecepatan dan arah pengendapan serta variasi angin, ombak dan air. Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi dari cairan pembawa sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah tangkapan air (oksidasi dan reduksi (Eh), keasaman (Ph), salinitas, kandungan karbon dioksida dan oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan perbedaan biologi tentu saja perbedaan pada fauna dan flora di tempat sedimen diendapkan maupun daerah sepanjang perjalanannya sebelum diendapkan.

Permukaan bumi mempunyai morfologi yang sangat beragam, mulai dari pegunungan, lembah sungai, pedataran, padang pasir (desert), delta sampai ke laut. Dengan analogi pembagian ini, lingkungan pengendapan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni darat (misalnya sungai, danau dan gurun), peralihan (atau daerah transisi antara darat dan laut; seperti delta, lagun dan daerah pasang surut) dan laut. Banyak penulis membagi lingkungan pengendapan berdasarkan versi masing-masing. Selley (1988) misalnya, membagi lingkungan pengendapan menjadi 3 bagian besar: darat, peralihan dan laut (Tabel VII.1). Namun beberapa penulis lain membagi lingkungan pengendapan ini langsung menjadi lebih rinci lagi.

Lingkungan pengendapan tidak akan dapat ditafsirkan secara akurat hanya berdasarkan suatu aspek fisik dari batuan saja. Maka dari itu untuk menganalisis lingkungan pengendapan harus ditinjau mengenai struktur sedimen, ukuran butir (grain size), kandungan fosil (bentuk dan jejaknya), kandungan mineral, runtunan tegak dan hubungan lateralnya, geometri serta distribusi batuannya.

Fasies merupakan bagian yang sangat penting dalam mempelajari ilmu sedimentologi. Boggs (1995) mengatakan bahwa dalam mempelajari lingkungan pengendapan sangat penting untuk memahami dan membedakan dengan jelas antara lingkungan sedimentasi (sedimentary environment) dengan lingkungan facies (facies environment). Lingkungan sedimentasi dicirikan oleh sifat fisik, kimia dan biologi yang khusus yang beroperasi menghasilkan tubuh batuan yang dicirikan oleh tekstur, struktur dan komposisi yang spesifik. Sedangkan facies menunjuk kepada unit stratigrafi yang dibedakan oleh litologi, struktur dan karakteristik organik yang

(2)

terdeteksi di lapangan. Kata fasies didefinisikan yang berbeda-beda oleh banyak penulis. Namun demikian umumnya mereka sepakat bahwa fasies merupakan ciri dari suatu satuan batuan sedimen. Ciri-ciri ini dapat berupa ciri fisik, kimia dan biologi, seperti ukuran tubuh sedimen, struktur sedimen, besar dan bentuk butir, warna serta kandungan biologi dari batuan sedimen tersebut. Sebagai contoh, fasies batupasir sedang bersilangsiur (cross-bed medium sandstone facies). Beberapa contoh istilah fasies yang dititikberatkan pada kepentingannya:

Litofasies: didasarkan pada ciri fisik dan kimia pada suatu batuan

Biofasies: didasarkan pada kandungan fauna dan flora pada batuan

Iknofasies: difokuskan pada fosil jejak dalam batuan

Berbekal pada ciri-ciri fisik, kimia dan biologi dapat dikonstruksi lingkungan dimana suatu runtunan batuan sedimen diendapkan. Proses rekonstruksi tersebut disebut analisa fasies.

Tabel VII.1: Klasifikasi lingkungan pengendapan (Selley, 1988) Terestrial Padang pasir (desert)

Glasial Daratan

Sungai

Encer (aqueous) Rawa (paludal) Lakustrin Delta Peralihan Estuarin Lagun Litoral (intertidal) Reef

Laut Neritik (kedalaman 0-200 m)

Batial (kedalaman 200-2000 m) Abisal (kedalaman >2000 m) VII.1. LINGKUNGAN SUNGAI

Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai kekelok (meandering) (Gambar VII.1).

(3)

Gambar VII.1 Sketsa empat tipe sungai VII.1.A Sungai Lurus (Straight)

Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini mempunyai pengendapan sedimen yang lemah, sehingga alirannya lurus tidak berbelok-belok (low sinuosity) (Gambar VII.1). Karena kemampuan sedimentasi yang kecil inilah maka sungai tipe ini jarang yang meninggalakan endapan tebal. Sungai tipe ini biasanya dijumpai pada daerah pegunungan, yang mempunyai topografi tajam. Sungai lurus ini sangat jarang dijumpai dan biasanya dijumpai pada jarak yang sangat pendek.

VII.1.B Sungai Kekelok (Meandering)

Sungai kekelok adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau berbelok-belok (Gambar VII.1 dan VII.2). Leopold dan Wolman (1957) dalam Reineck dan Singh (1980) menyebut sungai meandering jika sinuosity-nya lebih dari 1.5. Pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal, perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Ini terjadi karena adanya pengikisan tepi sungai oleh aliran air utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan pada kelokan tepi dalam. Kalau proses ini berlangsung lama akan mengakibatkan aliran sungai semakin bengkok. Pada kondisi tertentu bengkokan ini terputus, sehingga terjadinya danau bekas aliran sungai yang berbentuk tapal kuda atau oxbow lake.

(4)

Gambar VII.2 Kelokan-kelokan sungai pada sungai meandering

VII.1.C Sungai Teranyam (Braided)

Sungai teranyam umumnya terdapat pada daerah datar dengan energi arus alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe ini bercirikan debit air dan pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang rata menyebabkan aliran dengan mudah belok karena adanya benda yang merintangi aliran sungai utama (Gambar VII.1 dan VII.6).

Tipe sungai teranyam dapat dibedakan dari sungai kekelok dengan sedikitnya jumlah lengkungan sungai, dan banyaknya pulau-pulau kecil di tengah sungai yang disebut gosong. Sungai teranyam akan terbentuk dalam kondisi dimana sungai mempunyai fluktuasi dischard besar dan cepat, kecepatan pasokan sedimen yang tinggi yang umumnya berbutir kasar, tebing mudah tererosi dan tidak kohesif (Cant, 1982). Biasanya tipe sungai teranyam ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain berasal dari material sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai. Runtunan endapan sungai teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan kelulusan yang baik, sehingga bagus sekali untuk batuan waduk (reservoir).

Umumnya tipe sungai teranyam didominasi oleh pulau-pulau kecil (gosong) berbagai ukuran (Gambar VII.6 dan VII.7) yang dibentuk oleh pasir dan krikil. Pola aliran sungai teranyam terkonsentrasi pada zona aliran utama. Jika sedang banjir sungai ini banyak material yang terbawa terhambat pada tengah sungai baik berupa batang pepohonan ataupun ranting-ranting pepohonan. Akibat sering terjadinya banjir maka di sepanjang bantaran sungai terdapat lumpur yang mendominasi hampir di sepanjang bantaran sungai.

(5)

Gambar VII.6 Morfologi sungai teranyam VII.I.D Sungai Anastomasing

Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang bercabang-cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain bertemu kembali pada titik dan kemudian bersatu kembali pada titik yang lain membentuk satu aliran. Energi alir sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai anastomosing. Pada sungai teranyam (braided), aliran sungai menyebar dan kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu (Gambar VII.1). Pada daerah onggokan sungai sering diendapkan material halus dan biasanya ditutupi oleh vegetasi (Gambar VII.11) .

Gambar VII.11 Sistem Sungai Anastomasing (einsele p51) VII.2 LACUSTRIN

Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air yang tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman, lebar dan salinitas yang berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya

(6)

delta, barried island hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus turbidit. Danau juga mengendapkan klastika dan endapan karbonat termasuk oolit dan terumbu dari alga. Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk endapan evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari endapan laut dari kandungan fosil dan aspek geokimianya.

Danau dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu berupa pergerakan tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran; proses glasiasi seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming (penyumbatan oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas volkanik sebagai penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.

Visher (1965) dan Kukal (1971) dalam selley (1988) membagi lingkungan lacustrin menjadi dua yaitu danau permanen dan danau ephemeral (Gb VII.12). Danau permanen mempunyai 4 model dan danau ephemeral mempunyai 2 model seperti yang terlihat pada gambar.

(7)

Gb VII.12 Model Lingkungan Danau (Selley, 1988)

VII.2.A Danau permanen

Danau permanen model pertama adalah danau yang terisi oleh endapan klastika yang terletak di daerah pegunungan. Danau ini mempunyai hubungan dengan lingkungan delta sungai yang berkembang ke arah danau dengan mengendapkan pasir dan sedimen suspensi berukuran halus. Ciri dari endapan danau ini dan juga endapan model lainnya adalah berupa varve yaitu laminasi lempung yang reguler. Pada endapan danau periglasial, varves berbentuk perselingan antara lempung dan lanau. Lanau diendapkan pada saat mencairnya es, sedangkan lempung diendapkan pada musim dingin dimana tidak ada air sungai yang mengallir ke danau. Contoh danau ini adalah Danau Costance dan Danau Zug di Pegunungan Alpen.

Danau permanen model kedua adalah danau yang terletak di dataran rendah dengan iklim yang hangat. Material yang dibawa oleh sungai dalam jumlah yang sedikit. Endapan karbonat terbentuk pada daerah yang jauh dari mulut sungai disekitar pantai. Cangkang-cangkang molluska dijumpai pada endapan pantai, yang dapat membentuk kalkarenit jika energi gelombang cukup besar. Kearah dalam dijumpai adanya ganggang merah berkomposisi gampingan. Contoh danau ini adalah Danau Schonau di Jerman dan Danau Great Ploner di Kanada Selatan.

Danau permanen model ketiga adalah danau dengan endapan sapropelite (lempung kaya akan organik) pada bagian dalam yang dikelilingi oleh karbonat di daerah dangkal. Endapan pantai berupa ganggang dan molluska.

Danau permanen model ke empat dicirikan oleh adanya marsh pada daerah dangkal yang kearah dalam menjadi sapropelite. Contoh dari danau ini adalah Danau Gytta di Utara Kanada.

VII.2.B Danau Ephemeral

Danau ephemeral adalah danau yang terbentuk dalam jangka waktu yang pendek di daerah gurun dengan iklim yang panas. Hujan hanya terjadi sesekali dalam setahun.

Danau playa antar-gunung pada bagian dekat pegunungan berupa fan alluvial piedmont yang kearah luar berubah menjadi pasir dan lempung. Ciri dari danau playa ini adalah lempung berwarna merah-coklat yang setempat disisipi oleh lanau dan gamping. Contoh danau ini adalah Danau Qa Saleb dan Qa Disi di Jordania.

Karena adanya pengaruh evaporasi, danau ephemeral ini dapat membentuk endapan evaporite pada lingkungan sabkha. Contoh dari danau ini adalah Danau Soda di Amerika Utara dan di Gurun Sahara dan Arab.

(8)

VII.3 LAGUN

Lagun adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan memanjang (barrier) dan relatif sejajar dengan pantai (Gambar VII.15). Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon di Bahama luasnya hanya 10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan, 1978, dalam Bruce W. Sellwood, 1990).

Gb. VII.15 Skema rekonstruksi geomorfik lingkungan lagun dan sekitarnya (Einsele)

Akibat terhalang oleh tanggul, maka pergerakan air di lagun dipengaruhi oleh arus pasang surut yang keluar/masuk lewat celah tanggul (inlet). Kawasan tersebut secara klasik dikelompokkan sebagi daerah peralihan darat - laut (Pettijohn, 1957), dengan salinitas air dari tawar (fresh water) sampai sangat asin (hypersalin). Keragaman salinitas tersebut akibat adanya pengaruh kondisi hidrologi, iklim dan jenis material batuan yang diendapkan di lagun. Lagun di daerah kering memiliki salinitas yang lebih tinggi dibanding dengan lagun di daerah

(9)

basah (humid), hal ini dikarenakan kurangnya air tawar yang masuk ke daerah itu.

Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas maka batuan sedimen lagun sepintas kurang berarti dalam aspek geologi. Akan tetapi bila diamati lebih rinci mengenai aspek lingkungan pengendapannya, lagun akan dapat bertindak sebagai penyekat perangkap stratigrafi minyak.

Transportasi material sedimen di lagun dilakukan oleh, air pasang energi ombak, angin yang dengan sendirinya dikendalikan iklim sehingga akan mempengaruhi kondisi biologi dan kimia lagun. Endapan delta (tidal delta) dapat terbentuk dibagian ujung alur pemisah tanggul, yaitu didalam lagun atau dibagian laut terbuka (Boggs, 1995). Material delta tersebut agak kasar sebagai sisipan pada fraksi halus, yaitu bila terjadi aktifitas gelombang besar yang mengerosi tanggul dan terendapkan di lagun melalui celah tersebut.

VII.3.A Bentuk dan Genesa Lagun

Bentuk dan genesa lagun berkaitan erat dengan genesa tanggul (barrier), sehingga dalam hal ini mencirikan pula kondisi geologi dan fisiografi daerah lagun. Bentuk lagun umunnya memanjang relatif sejajar dengan garis panti sedangkan yang dibatasi oleh atol reef bentuk lagunnya relatif melingkar.

Bentuk lagun yang memanjang sejajar garis pantai terjadi apabila tanggul relatif sejajar dengan garis pantai yang disusun oleh reef ataupun berupa sedimen klasik yang lain misalnya satuan batu pasir. Lagun yang dibatasi atol reef terbentuk relatip bersamaan dengan pembentukan atol, akibat proses penurunan dasar cekungan (tempat reef tumbuh) kecepatnya seimbang dengan pembentukan reef.

Kondisi muka-laut juga berpengaruh terhadap lagun. Pada laut yang konstan maka dibagian bawah lagun akan terendapkan sedimen klastik halus yang kemudian ditutupi oleh rawa - rawa dengan ketebalan mencapai setengah tinggi air pasang. Kontak antara batuan sedimen dan batuan di bawahnya adalah horizontal. Satuan batuan fraksi halus dengan sisipan batubara muda (peat) di daerah rawa akan berhubungan saling menjari dengan batupasir di daerah tanggul. Selain itu batuan sedimen lagun yang menebal ke atas dan menumpang di bagian atas shoreface biasanya terjadi menyertai proses transgresi. Lagun juga dapat terbentuk pada daerah tektonik estuarine (Fairbridge RW, 1980 dalam Boggs, 1995) yang disebabkan oleh aktivitas tektonik sehingga terjadi pengangkatan di bagian tepi pantai dan membelakangi bagian rendahan yang membentuk lagun.

VII.3.B Lingkungan Pengendapan

Lingkungan lagun karena ada tanggul maka berenergi rendah sehingga material yang diendapkan berupa fraksi halus, kadang juga dijumpai batupasir dan batulumpur. Beberapa lagun yang tidak bertindak sebagai muara sungai, maka material yang diendapkan didominasi oleh material marin. Material pengisi lagun dapat berasal dari erosi barrier (wash over) yang berukuran pasir dan lebih kasar.

(10)

Apabila ada penghalang berupa reef, dapat juga dijumpai pecahan-pecahan cangkang di bagian backbarier atau di tidal delta. Akibat angin partikel halus dari tanggul dapat terangkut dan diendapkan di lagun. Angin tersebut dapat juga menyebabkan terjadinya gelombang pasang yang menerpa garis pantai dan menimbulkan energi tinggi sehingga terjadi pengikisan dan pengendapan fraksi kasar.

Struktur sedimen yang berkembang umumnya pejal (pada batulempung abu-abu gelap) dengan sisipan tipis batupasir halus (batulempung Formasi Lidah di Kendang Timur), gelembur - gelombang dengan beberapa internal small scale cross lamination yang melibatkan batulempung pasiran. Struktur bioturbasi sering dijumpai pada batulempung pasiran (siltstone) yang bersisipan batupasir dibagian dasar lagun (Boggs, 1995). Batupasir tersebut ditafsirkan sebagai hasil endapan angin, umumnya berstruktur perarian sejajar dan kadang juga berstruktur ripple cross-lamination (Gambar VII.18).

Gb.VII.18 Komposit stratigrafi daerah barier - lagun berumur Kapur di Alberta

(11)

VII.4 DELTA

Kata Delta digunakan pertama kali oleh Filosof Yunani yang bernama Herodotus pada tahun 490 SM, dalam penelitiannya pada suatu bidang segitiga yang dibentuk oleh oleh alluvial pada muara Sungai Nil.

Sebagian besar Delta modern saat ini berbentuk segitiga dan sebagian besar bentuknya tidak beraturan (Gambar VII.19). Bila dibandingkan dengan Delta yang pertama kali dinyatakan oleh Herodotus pada sungai nil. Ada istilah lain dari Delta adalah seperti yang dikemukakan oleh Elliot dan Bhatacharya (Allen, 1994) adalah “Discrette shoreline proturberance formed when a river enters an ocean or other large body of water”.

Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen fluvial (sungai) pada “lacustrine” atau “marine coastline”. Delta merupakan sebuah lingkungan yang sangat komplek dimana beberapa faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi delta, faktor-faktor tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide), gelombang, iklim, kedalaman air dan subsiden (Tucker, 1981). Untuk membentuk sebuah delta, sungai harus mensuplai sedimen secara cukup untuk membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding system. Secara sederhana ini berarti bahwa jumlah sedimen yang diendapkan harus lebih banyak dibandingkan dengan sedimen yang terkena dampak gelombang dan pasang surut. Dalam beberapa kasus, pengendapan sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas, sehingga banyak ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi distributary channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges, beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats (Coleman, 1982).

Ketika sebuah sungai memasuki laut dan terjadi penurunan kecepatan secara drastis, yang diakibatkan bertemunya arus sungai dengan gelombang, maka endapan-endapan yang dibawanya akan terendapkan secara cepat dan terbentuklah sebuah delta

Deposit (endapan) pada delta purba telah diteliti dalam urutan umur stratigrafi, dan sedimen yang ada di delta sangat penting dalam pencarian minyak, gas, batubara dan uranium. Delta - delta modern saat ini berada pada semua kontinen kecuali Antartica. Bentuk delta yang besar diakibatkan oleh sistem drainase yang aktif dengan kandungan sedimen yang tinggi.

(12)

Gambar VII.19 Geomorfologi Delta berdasarkan citra satelit

VII.4.A Klasifikasi dan pengendapan delta

Berdasarkan sumber endapannya, secara mendasar delta dapat dibedakan menjadi dua jenis (Nemec, 1990 dalam Boggs, 1995) (Gambar VII.20), yaitu:

1. Non Alluvial Delta a. Pyroklastik delta b. Lava delta

2. Alluvial Delta a. River Delta

Pembentukannya dari deposit sungai tunggal. b. Braidplain Delta

Pembentukannya dari sistem deposit aliran “teranyam”

c. Alluvial fan Delta

Pembentukannya pada lereng yang curam dikaki gunung yang luas yang dibawa air.

d. Scree-apron deltas

(13)

Gambar VII.20 Klasifikasi Delta didasarkan pada sumber endapannya (Nemec, 1990 dalam Boggs, 1995)

Pada tahun 1975, M.O Hayes (Allen & Coadou, 1982) mengemukakan sebuah konsep tentang klasifikasi coastal yang didasarkan pada hubungan antara kisaran pasang surut (mikrotidal, mesotidal dan makrotidal) dan proses sedimentologi. Pada tahun 1975, Galloway (Allen & Coadou, 1982) menggunakan konsep in dalam penerapannya terhadap aluvial delta, sehingga disimpulkan klasifikasi delta berdasarkan pada delta front regime dibagi menjadi tiga (Gambar VII.21), yaitu :

1. Fluvial-dominated Delta 2. Tide-dominated Delta 3. Wave-dominated Delta

(14)

Gambar VII.21 Skema klasifikasi delta menurut Galloway (1975) (Allen & Coadou, 1982)

VII.4.B Fisiografi Delta

Berdasarkan fisiografinya, delta dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama (Gambar VII.29), yaitu :

1. Delta plain 2. Front Delta 3. Prodelta

(15)

Gambar VII.29 Fisiografi Delta (Allen dan Coadou, 1982) Delta plain

Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta. Umumnya terdiri dari endapan marsh dan rawa yang berbutir halus seperti serpih dan bahan-bahan organik (batubara). Delta plain merupakan bagian dari delta yang karakteristik lingkungannya didominasi oleh proses fluvial dan tidal. Pada delta plain sangat jarang ditemukan adanya aktivitas dari gelombang yang sangat besar. Daerah delta plain ini ditoreh (incised) oleh fluvial distributaries dengan kedalaman berkisar dari 5 – 30 m. Pada distributaries channel ini sering terendapkan endapan batupasir channel-fill yang sangat baik untuk reservoir (Allen & Coadou, 1982).

Delta front

Delta front merupakan daerah dimana endapan sedimen dari sungai bergerak memasuki cekungan dan berasosiasi/berinteraksi dengan proses cekungan (basinal). Akibat adanya perubahan pada kondisi hidrolik, maka sedimen dari sungai akan memasuki cekungan dan terjadi penurunan kecepatan secara tiba-tiba yang menyebabkan diendapkannya material-material dari sungai tersebut. Kemudian material-material tersebut akan didistribusikan dan dipengaruhi oleh proses basinal. Umumnya pasir yang diendapkan pada daerah ini terendapkan pada distributary inlet sebagai bar. Konfigurasi dan karakteristik dari bar ini umumnya sangat cocok sebagai reservoir, didukung dengan aktivitas laut yang mempengaruhinya (Allen & Coadou, 1982).

(16)

Prodelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut atau sering disebut pula sebagai delta front slope. Endapan prodelta biasanya dicirikan dengan endapan berbutir halus seperti lempung dan lanau. Pada daerah ini sering ditemukan zona lumpur (mud zone) tanpa kehadiran pasir. Batupasir umumnya terendapkan pada delta front khususnya pada daerah distributary inlet, sehingga pada daerah prodelta hanya diendapkan suspensi halus. Endapan-endapan prodelta merupakan transisi kepada shelf-mud deposite. Endapan prodelta umumnya sulit dibedakan dengan shelf-mud deposite. Keduanya hanya dapat dibedakan ketika adanya suatu data runtutan vertikal dan horisontal yang baik (Reineck & Singh, 1980).

VII.5 ESTUARIN

Beberapa ahli geologi mengemukakan beberapa pengertian yang bermacam-macam tentang estuarin. Pritchard, 1967 (Reineck & Singh, 1980) mengemukakan bahwa estuarin adalah “a semi-enclosed coastal body of water which has a free connection with the open sea and within which sea water is measurably diluted with fresh water derived from land drainage”. Ada dua faktor penting yang mengontrol aktivitas di estuarin, yaitu volume air pada saat pasang surut dan volume air tawar (fresh water) serta bentuk estuarin. Endapan sedimen pada lingkungan estuarin dibawa dua aktivitas, yaitu oleh arus sungai dan dari laut terbuka. Transpor sedimen dari laut lepas akan sangat tergantung dari rasio besaran tidal dan disharge sungai. Estuarin diklasifikasikan menjadi tiga daerah (Gambar VII.31) , yaitu :

1. Marine atau lower estuarin, yaitu estuarine yang secara bebas berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini.

2. Middle estuarin, yaitu daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan air asin secara seimbang.

3. Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian)

Marine atau lower estuarin adalah estuarine yang secara bebas berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini. Daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan air asin secara seimbang disebut middle estuarin. Sedangkan fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian). Friendman & Sanders (1978) dalam Reineck & Singh mengungkapkan bahwa pada fluvial estuarin konsentrasi suspensi yang terendapkan lebih kecil (<160mg/l) dibanding pada sungai yang membentuk delta.

(17)

Gambar VII.31 Skema system lingkungan pengendapan estuarin yang sangat dipengaruhi gelombang (Dalrymple, 1992)

Berdasarkan aktivitas dari tidal yang mempengaruhinya, estuarin dapat diklasifikasikan menjadi tiga (Hayes, 1976 dalam Reading, 1978), yaitu :

1. Mikrotidal estuarin 2. Mesotidal estuarin 3. Makrotidal estuarin

Pada mikrotidal estuarin, perkembangan daerahnya sering ditandai dengan kemampuan disharge dari sungai untuk menahan arus tidal yang masuk ke dalam sungai, meskipun kadang-kadang pada saat disharge sungai sangat kecil, arus tidal dapat masuk sampai ke sungai. Pada mesotidal estuarin, efektivitas dari tidal lebih efektif dibanding pada mikrotidal, khususnya ini terjadi pada sungai bagian bawah. Pada makrotidal estuarin sering ditemukan funnel shaped dan linier tidal sand ridges. Arus tidal sangat efektif dalam sirkulasi daerah ini, serta endapan suspensi umumnya diendapkan pada dataran (flats) intertidal pada daerah batas estuarin (Reading, 1978).

Endapan pada daerah estuarin umumnya aggradational dengan alas biasanya berupa lapisan erosional hasil scour pada mulut sungai. Hal ini berbeda dengan endapan delta yang umumnya progadational

(18)

yang sering menunjukan urutan mengkasar keatas. Pada daerah estuarin yang sangat dipengaruhi oleh tidal, endapannya akan sangat sulit dibedakan dengan daerah lingkungan pengendapan tidal, untuk membedakannya harus didapat informasi dan runtunan endapan secara lengkap (Nichols, 1999).

VII.6 TIDAL FLAT

Tidal flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi gelombang laut yang rendah dan umumnya terjadi pada daerah dengan daerah pantai mesotidal dan makrotidal. Pasang surut dengan amplitudo yang besar umumnya terjadi pada pantai dengan permukaan air yang sangat besar/luas. Danau dan cekungan laut kecil yang terpisah dari laut terbuka biasanya hanya mengalami efek yang kecil dari pasang surut ini, seperti pada laut mediterania yang ketinggian pasang surutnya hanya berkisar dari 10 – 20 cm. Luas dari daerah tidal flat ini berkisar antara beberapa kilometer sampai 25 km (Boggs, 1995). Berdasarkan pada elevasinya terhadap tinggi rendahnya pasang surut, lingkungan tidal flat dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu subtidal, intertidal dan supratidal (Gambar VII. 32).

Gambar VII. 32 Pembagian serta hubungan antara zona-zona pada lingkungan tidal flat (Boggs, 1995)

Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata level pasang surut yang rendah dan biasanya selalu digenangi air secara terus menerus. Zona ini sangat dipengaruhi oleh tidal channel dan pengaruh gelombang laut, sehingga pada daerah ini sering diendapkan bedload

(19)

dengan ukuran pasir (sand flat). Pada zona ini sering terbentuk subtidal bar dan shoal. Pengendapan pada daerah subtidal utamanya terjadi oleh akresi lateral dari sedimen pasiran pada tidal channel dan bar. Migrasi pada tidal channel ini sama dengan yang terjadi pada lingkungan sungai meandering.

Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah sampai tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali dalam sehari, tergantung dari kondisi pasang surut dan angin lokal. Pada daerah ini biasanya tidak tumbuh vegetasi yang baik, karena adanya aktifitas air laut yang cukup sering (Boggs, 1995). Karena intertidal merupakan daerah perbatasan antara pasang surut yang tinggi dan rendah, sehinnga merupakan daerah pencampuran antara akresi lateral dan pengendapan suspensi, maka daerah ini umumnya tersusun oleh endapan yang berkisar dari lumpur pada daerah batas pasang surut tinggi sampai pasir pada batas pasang surut rendah (mix flat). Pada daerah dengan pasang surut lemah disertai adanya aktivitas ombak pada endapan pasir intertidal dapat menyebabkan terbentuknya asimetri dan simetri ripples. Facies intertidal didominasi oleh perselingan lempung, lanau dan pasir yang memperlihatkan struktur flaser, wavy dan lapisan lentikular. Facies seperti ini menunjukan adanya fluktuasi yang konstan dengan kondisi energi yang rendah (Reading, 1978)

Zona supratidal berada diatas rata-rata level pasang surut yang tinggi. Karena letaknya yang lebih dominan ke arah darat, zona ini sangat dipengaruhi oleh iklim. Pada daerah sedang, daerah ini kadang-kadang ditutupi oleh endapan marsh garam (Gambar VII.33), dengan perselingan antara lempung dan lanau (mud flat) serta sering terkena bioturbasi (skolithtos). Pada daerah beriklim kering sering terbentuk endapan evaporit flat. Daerah ini umumnya ditoreh oleh tidal channel (incised tidal channel) yang membawa endapan bedload di sepanjang alur sungainya.

Pengendapan pada tidal channel umumnya sangat dipengaruhi oleh arus tidal sendiri, sedangkan pada daerah datar di sekitarnya (tidal flat), pengendapannya akan dipengaruhi pula oleh aktivitas dari gelombang yang diakibatkan oleh air ataupun angin. Suksesi endapan pada lingkungan tidal flat umumnya memperlihatkan sistem progadasi dengan penghalusan ke atas sebagai refleksi dari batupasir pada pasang surut rendah (subtidal) ke lumpur pada pasang surut tinggi (supratidal dan intertidal bagian atas).

(20)

Gambar VII.33 Blok diagram silisiklastik pada lingkungan tidal flat (Dalrymple, 1992 dalam Walker & James, 1992)

VII.7 Neritik (Shelf Environment)

Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada diantara daerah laut dangkal sampai batas shelf break (Gambar VII.34). Heckel (1967) dalam Boggs (1995) membagi lingkungan shelf ini menjadi dua jenis, perikontinental (marginal) dan epikontinental (epeiric). Perikontinental shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama menempati daerah di sekitar batas kontinen (transitional crust) shelf dengan laut dalam (Gambar VII.35). Perikontinental seringkali kehilangan sebagian besar dari endapan sedimennya (pasir dan material berbutir halus lainnya), karena endapan-endapan tersebut bergerak memasuki laut dalam dengan proses arus traksi dan pergerakan graviti (gravity mass movement). Karena keberadaannya di daerah kerak transisi (transitional crust), perikontinental juga sering menunjukan penurunan (subsidence) yang besar, khususnya pada tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat mengakibatkan terbentuknya endapan yan tebal pada daerah ini (Einsele, 1992).

Sedangkan epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada daerah kontinen (daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa daratan. Daerah ini biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan arus laut, sehingga seringkali terproteksi dengan baik dari kedua pengaruh tersebut. Jika sebagian dari daerah epeiric ini tertutup, maka ini akan semakin tidak dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal.

(21)

Gambar VII.34 Skema penampang lingkungan pengendapan laut (Boggs, 1995)

Ada enam faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi pada lingkungan shelf (Reading, 1978), yaitu :

1. kecepatan dan tipe suplai sedimen

2. tipe dan intensitas dari hidrolika regime shelf 3. fluktuasi muka air laut

4. iklim

5. interaksi binatang – sedimen 6. faktor kimia

Pasir shelf modern sebagian besar (70%) adalah berupa relict sedimen, meskipun kadang-kadang daerah shelf ini menerima secara langsung suplai pasir dari luar daerah, seperti dari mulut sungai pada saat banjir dan dari pantai pada saat badai (Drake et al, 1972 dalam Reading, 1978). Endapan sedimen pada lingkungan shelf modern umumnya sangat didominasi oleh lumpur dan pasir, meskipun kadang-kadang dijumpai bongkah-bongkah relict pada beberapa daerah.

Ada empat tipe arus (current) yang mempengaruhi proses sedimentasi pada daerah shelf (Swift et al, 1971 dalam Boggs, 1995), yaitu :

1. Arus tidal

2. Arus karena badai (storm)

3. Pengaruh gangguan arus lautan 4. Arus density

Sehingga berdasarkan pada proses yang mendominasinya, lingkungan shelf ini secara dibagi menjadi dua tipe (Nichols, 1999), yaitu shelf didominasi tidal (tide dominated shelves) dan shelf didominasi badai (storm dominated shelves). Pada lingkungan shelf modern pada umumnya tidak ada yang didominasi oleh pengaruh arus density.

Shelf yang didominasi oleh arus tidal ditandai dengan kehadiran tidal dengan kecepatan berkisar dari 50 sampai 150 cm/det (Boggs, 1995). Sedangkan Reading (1978) mengungkapkan bahwa beberapa shelf modern mempunyai ketinggian tidal antara 3 – 4m dengan maksimum kecepatan permukaan arusnya antara 60 sampai >100

(22)

cm/det. Endapan yang khas yang dihasilkan pada daerah dominasi pasang surut ini adalah endapan-endapan reworking in situ berupa linear ridge batupasir (sand ribbons), sand waves (dunes), sand patches dan mud zones. Orientasi dari sand ridges tersebut umumnya paralel dengan arah arus tidal dengan kemiringan pada daerah muka sekitar 50. Umumnya batupasir pada shelf tide ini ditandai dengan kehadiran

cross bedding baik berupa small-scale cross bedding ataupun ripple cross bedding.

Gambar VII.35 Jenis lingkungan pengendapan perikontinental/marginal dan

epikontinental/epeiric (Heckel, 1967 dalam Boggs, 1995)

Shelf yang didominasi storm dicirikan dengan kecepatan tidal yang rendah (<25 m/det). Pada daerah ini biasanya sangat sedikit terjadi pengendapan sedimen berbutir kasar, kecuali pada saat terjadi badai yang intensif. Kondisi storm dapat mempengaruhi sedimentasi pada kedalaman 20 – 50 m. pada saat terjadi badai, daerah shelf ini menjadi area pengendapan lumpur dari suspensi. Material klastik berbutir halus dibawa menuju daerah ini dari mulut sungai dalam kondisi suspensi oleh geostrphik dan arus yang disebabkan angin (Nichols, 1999). Storm juga dapat mengakibatkan perubahan (rework) pada dasar endapan sedimen yang telah diendapkan terlebih dahulu. Pada suksesi daerah laut dangkal dengan pengaruh storm akan dicirikan dengan simetrikal (wave) laminasi bergelombang (ripple), hummocky dan stratifikasi horisontal yang kadang-kadang tidak jelas terlihat karena prose bioturbasi.

VII.8 Oceanic (Deep-water Environment)

Sekitar 70% daerah bumi ini merupakan daerah cekungan laut dengan alas kerak samudra tipe basaltis. Daerah cekungan laut dalam merupakan daerah yang pada bagian atanya dibatasi oleh lingkungan

(23)

shelf pada zona break, secara topografi ditandai dengan kemiringan yang curam (lebih besar) dibandingkan dengan shelf. Berdasarkan dari fisiografinya, lingkungan laut dalam ini dibagi menjadi tiga daerah yaitu, continental slope, continental rise dan cekungan laut dalam (Gambar VII.36).

Gambar VII.36 Prinsip elemen dari Kontinental margin (Drake, C.L dan Burk, 1974 dalam Boggs, 1995)

Lereng benua (continental slope) dan continental rise merupakan perpanjangan dari shelf break. Kedalaman lereng benua bermula dari shelf break dengan kedalaman rata-rata 130 m sampai dengan 1500-4000 m. Kemiringan pada lereng benua ini sekitar 40,

walaupun ada variasi pada lingkungan delta (20) dan pada lingkungan

koral (450) (Boggs, 1995). Sedangkan kemiringan pada continental rise

biasanya lebih kecil dibandingkan kemiringan pada lereng benua. Karena lerengnya yang cukup curam dibandingkan paparan, pada lereng benua ini sering merupakan daerah dari pergerakan arus turbidit. Continental rise biasanya tidak akan ada pada daerah convergen atau aktif margin dimana subduksi berlangsung. Morfologi pada lereng benua ini sering menunjukan bentuk cembung, kecuali pada daerah-daerah yang yang mempunyai stuktur sangat aktif. Volume endapan sedimen yang dapat mencapai lereng benua dan continental rise ini akan sangat bergantung pada lebarnya shelf dan jumlah sedimen yang ada.

Continental rise dan cekungan laut dalam membentuk sekitar 80% dari total dasar laut. Bagian lebih dalam dari continental slope dibagi menjadi dua fisiografi, yaitu :

1. Lantai Samudra (ocean floor), yang dikarakteristikan dengan kehadiran dataran abisal, perbukitan abisal (< 1 km) dan gunungapi laut (> 1 km)

(24)

2. Oceanic Ridges

Dataran abisal merupakan daerah yang relatif sangat datar, kadang-kadang menjadi sedikit bergelombang karena adanya seamount. Beberapa dataran abisal juga kadang-kadang terpotong oleh channel-channel laut dalam. Pada pusat cekungan laut dalam biasanya terendapkan sedimen dari material pelagik. Mid-oceanic ridges memanjang sejauh 60.000 km dan menutupi sekitar 30 – 35% dari luas lautan.

Transport Laut Dalam

Aliran turbidit merupakan salah satu jenis aliran yang sangat banyak dilakukan kajian oleh para peneliti. Aliran turbidit pada prinsipnya dapat terjadi pada berbagai macam lingkungan pengendapan, tetapi aliran turbidit lebih sering ditemukan pada lingkungan laut dalam. Pada lingkungan laut dalam sebenarnya terdapat beberapa proses transpor yang dapat terjadi (Boggs, 1995), yaitu :

1. Transport suspensi dekat permukaan oleh air dan angin 2. Transport nepheloid-layer

3. Transport arus tidal pada submarine canyon 4. Aliran sedimen gravitasi

5. Transpor oleh arus geostrophic contour 6. Transport oleh floating ice

Transport oleh aliran gravitasi adalah transpor yang mendominasi dan banyak dijadikan kajian sejak beberapa tahun kebelakang. Sedimen dengan aliran gravitasi merupakan material-material yang bergerak di bawah pengaruh gravitasi. Aliran gravitasi ini secara prinsip terbagi menjadi empat tipe dengan karakteristik endapannya masing-masing.Keempat tipe tersebut adalah :

1. Aliran arus turbidit 2. Aliran sedimen liquefied 3. Aliran butiran (Grain Flow) 4. Aliran Debris (Debris Flow)

Kuenen dan Migliori (1950) dalam Allen (1978) memvisualisasikan aliran turbidit sebagai aliran suspensi pasir dan lumpur dengan densitas yang tinggi serta gravitasi mencapai 1,5 – 2,0. Ketika aliran melambat dan cairan turbulence berkurang, maka aliran turbidit akan kelebihan beban, dan diendapkanlah butiran-butiran kasar. Beberapa percobaan menunjukan bahwa aliran turbidit secara umum terbagi menjadi empat bagian, yaitu kepala, leher, tubuh dan ekor. Pengendapan dengan aliran turbidit merupakan suatu proses yang sangat cepat, sehingga tidak terjadi pemilahan dari butiran secara baik, kecuali pada grading yang normal pada sekuen Bouma (Nichols, 1999). Pasir yang terendapkan oleh aliran turbidit umumnya lebih banyak berukuran lempung, mereka sering diklasifikasikan sebagai wackes dalam klasifikasi Pettijohn.

(25)

Ngarai (canyons) pada shelf merupakan tempat masuknya aliran air dan sedimen ke dalam laut dalam (Gambar VII. 37). Hal ini dapat dianalogikan dengan pembentukan alluvial fan. Pada setting laut dalam, morfologi kipas juga dapat terbentuk, menyebar dari ngarai-ngarai dan membentuk menyerupai kerucut (cone) pada lantai samudera. Morfologi tersebut terkenal dengan sebutan kipas bawah laut (submarine fans). Ukuran dari kipas bawah laut ini sangat bervariasi, terbentang mulai dari beberapa kilometer sampai 2000 km (Stow, 1985).

Proses sedimentasi yang terjadi pada kipas bawah laut ini umumnya didominasi oleh sistem aliran turbidit yang membawa material-material dari shelf melalui ngarai-ngarai. Proses sedimentasi ini membentuk trend yang sangat umum, dimana material yang kasar akan terendapkan dekat dengan sumber dan material yang halus akan terendapkan pada bagian distal dari kipas. Kipas bawah laut modern dan turbidit purba terbagi ke dalam tiga bagian, proximal (upper fan), medial (mid fan) dan distal (lower fan).

Upper fan berada pada kedalaman beberapa meter sampai puluhan meter dengan lebar bisa mencapai ratusan meter. Kecepatan aliran yang sangat cepat pada daerah ini menyebabkan endapan yang terbentuk berupa endapan tipis, tanpa struktur sedimen atau perlapisan batuan yang kasar (Nichols, 1999). Jika didasarkan pada sekuen endapan turbidit dari Bouma, maka pada daerah ini banyak ditemukan endapan dengan tipe sekuen “a”, sedangkan pada overbank upper fan dan channel sering ditemukan sekuen Bouma bagian atas (Tcde atau Tde).

Pada daerah mid fan, aliran turbidit menyebar dari bgian atas kipas (upper fan). Pada daerah ini endapan turbidit membentuk lobe (cuping) yang menutupi hampir seluruh daerah ini. Unit stratigrafi yang terbentuk pada mid fan lobe ini, idealnya berupa sekuen mengkasar ke atas (coarsening-up) serta adanya unit-unit channel. Pada mid fan lobe ini sering ditemukan sekuen boma secara lengkap “ Ta-e dan Tb-e”.

Kadang-kadang aliran turbidit yang mengalir dari upper fan dan melintasi mid fan dapat pula mencapai daerah lower fan. Daerah lower fan merupakan daerah terluar dari kipas bawah laut, dimana material yang diendapkan pada daerah ini umumnya berupa pasir halus, lanau dan lempung. Lapisan tipis dari aliran turbidit ini akan membentuk divisi Tcde dan Tde. Hemipelagic sedimen akan bertambah pada daerah ini

(26)

Gambar VII.37 Prinsip penyebaran sedimen pada lingkungan laut dalam (Einsele, 1992)

VII.9 SEDIMENTASI ANGIN

Di samping air, angin merupakan salah satu energi yang dapat mengikis dan mengangkut bahan-bahan untuk diendapkan, khususnya pada daerah yang mempunyai iklim kering dan semi kering. Angin terjadi karena perbedaan temperatur antara dua daerah yang berbeda di muka bumi akibat ketidakseragaman pemanasan kedua tempat oleh sinar matahari yang menimbulkan beda tekanan. Kekuatan angin ditentukan oleh besarnya beda tekanan pada kedua tempat dan jarak antara kedua tempat tersebut (Sukendar Asikin, 1978). Kekuatan angin akan bertambah dengan bertambahnya jarak. Gerakannya akan laminer jika perlahan dan turbulen bila cepat. Endapan sedimen yang berasal dari proses pengendapan oleh angin disebut endapan eolian.

PENGENDAPAN ANGIN

Menurut Allen (1970), endapan oleh angin (eolian) dapat terjadi pada :

a. Daerah gurun, dimana iklimnya tropis, subtropis dan lintang tengah.

b. Daerah disekitar, outwash plain pada endapan glasial dan tudung es pada daerah lintang tinggi.

c. Di daerah pantai, di puncak pulau penghalang (barrier island) atau di muka pantai terbuka dalam berbagai iklim.

(27)

Gurun terjadi pada lintang tengah dan rendah yang berhubungan dengan daerah yang tertutup dengan curah hujan dari 30 cm. Daerahnya kira-kira 20 % - 25% dari total daratan sekarang (Boggs, 1995). Gurun modern yang terbesar dengan panjang 12.000 km dan lebar 3.000 km terletak antara Afrika Utara dan Asia Tengah. Dengan gurun lain yang luas adalah Australia Tengah, berukuran 1500 - 3000 km. Gurun yang berukuran kecil berada di Afrika baratdaya, Chili - Peru dan Patagonia, dan di baratnya Afrika Utara.

Pelapukan di gurun terjadi secara mekanis dan kimiawi. Pelapukan mekanis tergantung pada perubahan gradien temperatur oleh pemanasan pada siang hari dan pendinginan pada malam hari. Perbedaan temperatur permukaan batuan pada waktu siang dan malam dapat mencapai 50° C. Pada kondisi seperti ini batuan secara perlahan akan rekah dan pecah. Butiran tersebut akan terbawa oleh angin dan diendapkan sebagai bukit pasir.

Bukit pasir dapat pula terbentuk di muka pantai. Meskipun demikian hanya terjadi pada pantai pada daerah kering dimana vegetasi (tumbuhan) tidak ada. Angin kering yang kuat dengan arah tegak lurus pantai secara aktif memindahkan pasir menjadi gundukan pasir. Hanya sedikit gugusan bukit pasir di muka pantai yang terjadi pada daerah curah hujan rendah. Selain itu, endapan angin dapat pula terjadi pada outwash plain dari arus air es glasial yang ditemukan pada daerah lintang tinggi.

Allen (1970) menggambarkan bahwa angin mengangkut sedimen secara suspensi dan saltasi atau merayap dipermukaan (surface creep). Kecepatan geser pada perpindahan butir dapat ditulis sebagai :

U * (crit) = √ ( α 0 (crit) / ρ )

= K1 (√ ( α -ρ ) / ρ ) g D dimana : U * (crit) = kecepatan geser

α o (crit) = tegangan geser α = densitas butir

D = diameter butir ρ = densitas fluida

k1 = konstanta yang bergantung dengan bilangan Reynold Butiran yang halus (0 - 0,2 mm ) akan diangkat secara suspensi, yaitu sedimen dibawa oleh angin tanpa terjadi kontak dengan lapisan. Angin bertiup melalui alluvium yang mengering dan membawa butiran terbang di udara Lanau lempung adalah contoh batuan yang dapat diangkut dengan cara suspensi. Bahan ini umumnya akan diangkut melalui jarak yang lebih jauh.

Cara kedua adalah saltasi dimana butiran dengan ukuran yang lebih besar (0,2 - 2 mm) akan diangkut dengan cara menggelinding, bergeser dan bertumbukan. Bila angin bertiup di atas permukaan pasri, maka kalau cukup kuat butiran pasir akan melaju melalui seretan lompatan yang panjang. Jika mendarat mereka akan terpantul dan

(28)

meloncat kembali ke udara dan akan melontarkan butiran pasir lainnya. Batupasir sangat halus adalah yang pertama dapat dipindahkan dengan saltasi.

Pengangkutan bahan yang berukuran pasir ini disebut sand storm. Pasir umumnya terdiri dari mineral kwarsa yang membulat. Butiran demikian akan mampu melompat dengan mudah bila terbentur dengan bahan yang keras seperti butiran pasir lainnya atau kerakal . Gambar 2 menunjukkan trajektori saltasi dari butiran batupasir, dimana butiran yang lebih kecil akan mempunyai trajektori yang lebih panjang dari pada butiran yang benar.

Studi tentang kecepatan ambang yang dibutuhkan untuk memulai pergerakan butir menunjukkan bahwa kecepatan ambang bertambah dengan bertambahnya ukuran butir. Butiran yang lebih kecil akan mempunyai kecepatan awal yang lebih kecil dari pada butiran yang besar. Allen (1970) menggambarkan bahwa panjang trajektori lintasan butir dan besarnya kecepatan awal diberikan sebagai :

L = k2 (( U* + U* (crit))2 / g )

H = k3 (( U* + U* (crit))2 / g )

Dimana : L= Panjang trajektori H= besarnya trajektori

k2 dan k3 = konstanta empiris yang berhubungan dengan

ukuran butir

g = percepatan gravitasi

Proses pemindahan bahan-bahan oleh angin dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu deflasi dan abrasi (Sukendar Asikin, 1978).

 Deflasi adalah proses pemindahan bahan dengan cara menyapu bahan- bahan Yang ringan. Proses ini menghasilkan relief di gurun-gurun pasir. Deflasi dapat pula menyebabkan lekukan yang dalam hingga beberapa ratus meter di bawah permukaan laut. Kalau mencapai batas permukaan air tanah, maka akan membentuk oase (mata air di gurun)

 Abrasi adalah pengikisan oleh angin yang menggunakan bahan yang diangkutnya sebagai senjata. Daerahnya tidak luas. Contohnya adalah batuan bentuk jamur yang terjadi karena bahan yang diangkut tidak merata. Dibagian bawah lebih banyak dan lebih kasar dibandingkan dengan diatasnya. 3. Macam Endapan Oleh Angin

Bahan yang diangkut oleh angin akan menimbulkan tiga macam endapan yang sangat berbeda (Boggs, 1995) yaitu :

• Endapan lanau (silt), kadang-kadang disebut loess yang berasal dari sumber yang cukup jauh.

(29)

• Endapan lag (lag deposit), terdiri dari partikel berukuran gravel yang diangkut oleh angin dengan kecepatan yang cukup besar. Endapan gurun dapat dikelompokkan ke dalam 3 sublingkungan pengendapan utama yaitu bukti pasir (sand dune), interdune dan sand sheet.

3.1 Bukit pasir (sand dune)

Lingkungan bukit pasir pada umumnya yang diangkut dan diendapkan adalah pasir yang diakumulasi dalam berbagai bentuk dune . Sand dune (bukit pasir) dapat dibagi menjadi 4 tipe morfologi utama (Selley, 1988), yaitu :

a. Barchan atau lunate dune, adalah bukit pasir yang paling indah. Bentuknya cembung terhadap arah angin umum (utama dengan kedua titik ujungnya seperti tanduk, dimana pada kedua arah tersebut kekuatan angin berkurang. Barchan mempunyai

muka gelincir yang curam pada sisi cekung. Barchan terjadi pada daerah yang terisola

(tertutup) atau disekitar sudut pantai. Pada permukaan yang turun biasanya ditutupi oleh lumpur (mud) atau granula. Hal ini menunjukkan bahwa barchan/lunate dunate terbentuk terbentuk dimana pengangkutan pasir lebih sedikit.

b. Tipe stellate, piramida atau Matterhorn. Terdiri dari rangkaian sinus, tajam, punggung pasir yang tinggi, yang bergabung bersama-sama dalam satu puncak yang tinggi. Angin selalu meniup bulu-bulu pasir di puncak peramida, membuat dune tampak seperti berasap. Stellate dune kadang-kadang ratusan meter tingginya, terbentuk pada batas pasir laut dan jebel, menandakan titik interferensi dari arus angin dengan topografi yang resistan.

c. Longitudinal atau Seif dune. Bentuknya panjang, tipis dengan batas punggung yang jelas. Dune secara individu dapat mencapai 200 km panjangnya, kadang-kadang dapat konvergen pada perbatasan seif dimana arah angin berkurang. Tingginya dapat mencapai 100 km dan batas dune lebarnya sampai 1 atau 2 km, dengan daerah interdune yang datar, terdiri dari pasir atau gravel.

d. Tranversal dune, bentuknya kursus atau sinusoidal ramping dengan puncak tegak lurus arah angin rata - rata. Muka gelincir yang curam terdapat pada arah angin yang berkurang. Transversal dune jarang terjadi pada permukaan deflasi. Tranversal dune adalah tipe berkelompok, naik pada bagian belakang dari dune berikutnya.

(30)

Interdune adalah antara dua dune, dibatasi oleh bukit pasir atau sand sheet. Interdune dapat terdeflasi (erosi) atau pengendapan. Sedikit sekali sedimen yang terakulasi pada interdune yang terdeflasi. Daerah interdune dapat meliputi dua arah endapan angin dan sedimen diangkut dan diendapkan oleh arus di daerah paparan.

3.3 Sand Sheet

Sand sheet adalah badan pasir yang berundulasi dari datar sampai tegas yang terdapat di sekitar lapangan bukit pasir. Dicirikan oleh kemiringan yang rendah (00-200). Lingkungan sand sheet berada di

pinggiran bukit pasir.

4. Bentuk Perlapisan

Wilson (1991, 1992) dalam Walker (1992) menyatakan ada tiga skala utama bentuk perlapisan pada endapan eolin yaitu ripple, dune dan draa. Ripple yang disebabkan oleh angin lebih datar dari pada yang disebabkan oleh air dan biasanya mempunyai garis puncak yang lebih regular. Bentuk perlapisan dune lebih besar dari pada ripple dan ketinggiannya bervariasi dari 0,1 sampai 100 meter. Bentuk perlapisan draa adalah perlapisan pasir yang besar antara 20 sampai 450 meter tingginya dan dicirikan oleh melampiskan keatas (superimpose) dari dune yang lebih kecil. Tabel- 1 adalah klasifikasi perlapisan endapan eolian.

5. Tekstur

Tekstur meliputi bentuk, ukuran dan susunan butir. Batupasir eolian mempunyai 3 sublingkungan pengendapan (Walker, 1992) yang membedakan 3 macam tekstur pada endapan eolian, yaitu :

• terpilah baik sampai dengan sangat baik pada batupasr halus yang terjadi pada sublingkungan pantai.

• terpilah sedang sampai baik pada batupasir dune di darat yang berbutir baik.

• terpilah jelek pada batupasir interdune dan serir.

Bukit pasir bervariasi dalam ukuran butir dari 1,6 - 0,1 mm. Endapan bukit pasir umumnya terdiri dari tekstur pasir yang terpilah baik dan kebundaran baik juga ;kaya akan kwarsa. Endapan bukit pasir di pantai mungkin kaya akan mineral berat dan fragmen batuan yang tidak stabil. Bukit pasir di pantai yang terjadi didaerah tropis banyak mengandung ooid, fragmen cangkang, atau butiran karbonat lainnya. Bukit pasir yang terdapat di daerah gurun dapat mengandung gypsum seperti White Sand, New Mexico

(31)

6. Struktur Sedimen

Pengangkutan dan pengendapan oleh angin membentuk tipe struktur sedimen ripple, dune dan silang siur (cross-bed) seperti yang dihasilkan pada pengangkutan oleh air (Boggs, 1995). Struktur sedimen yang terdapat pada bukit pasir adalah :

 kumpulan perlapisan silang (cross-strata) berukuran sedang sampai besar, yang cirinya terdapat pada muka kemiringan arah sari angin bertiup pada sudut 300 - 340 .

 kumpulan perlapisan silang tabular-planar dalam arah vertikal yang terdapat pada bagian bawah.

 bidang batas antara kumpulan individu dan perlapisan silang yang

umumnya horinsontal atau miring dengan sudut rendah.

-Tipe geometri struktur bagian dalam barchan dapat dilihat pada gambar-4. Selain itu beberapa jenis struktur sedimen internal pada skala kecil dapat pula berbentuk perarian lapisan datar (plane -bed lamination), perarian bergelombang (rippleform lamination), ripple-foreset cross lamination, climbing ripple, grainfall lamination dan

sandflow cross -strata.

Pada bukit pasir yang kecil terdapat perarian silang siur tunggal (single cross lamination)

dan perlapisan silang siur yang tebal terdapat pada lapisan pasir yang cukup tebal. Struktur sedimen yang besar tidak tampak pada inti pemboran, sehingga struktur sedimen seolah-olah massive. Pengeboran melalui tranversal dan lunate dune mengungkapkan bahwa beberapa kumpulan dari puncak bukit pasir dipisahkan oleh permukaan erosi dan lapisan datar. Heterogenenitas perlapisan ini menggambarkan variasi yang tidak menentu dari morfologi bukit pasir secara kasar. Perlapisan silang siur diendapkan saat migrasi angin rendah pada muka gelincir dan unit perlapisan datar dan subhorisontal diendapkan pada sisi belakang dari bukit pasir.

Endapan interdune dicirikan oleh perlapisan dengan sudut kemiringan yang rendah (< 100 ) karena interdune terbentuk oleh proses migrasi

dari bukit pasir, banyak terdapat bioturbasi yang merusak struktur perlapisan. Sedimen yang diendapkan pada interdune dapat mencakup dua macam endapan yaitu subaquaeous dan subaerial, tergantung pada iklim dimana mereka diendapkan, basah, kering atau daerah yang banyak terjadi penguapan.

Endapan pada interdune kering dibentuk oleh ripple karena proses pengangkutan oleh angin. Endapannya relatif kasar, bimodal dan terpilah jelek dengan kemiringan yang tegas, lapisannya membentuk perarian yang jelek. Endapannya banyak mengandung bioturbasi yang merupakan hasil acak binatang maupun bekas tumbuhan.

(32)

Pada interdune yang terjadi di daerah basah dekat dengan danau, silt dan clay terperangkap oleh badan yang semipermanen. Endapan ini dapat mengandung spesies organisme air tawar seperti gastrododa, pelesipoda, diatome dan ostracoda (Boggs, 1995). Dapat pula terbentuk bioturbasi seperti jejak kaki binatang.

Endapan sheet sand juga mengandung kemiringan yang tegas atau permukaan iregular dari erosi beberapa meter panjangnya, terdapat jejak bioturbasi yang disebabkan oleh serangga atau tumbuhan, struktur cut-and-fill pada skala kecil, kemiringan yang tegas, lapisan perarian yang jelek sebagai hasil dari perbatasan pengendapan grainfall, diskontinu, lapisan tipis pasir kasar yang interkalasi dengan pasir halus, dan kadang-kadang interkalasi dengan endapan eolian yang mempunyai sudut besar Gb.5 menunjukkan distribusi dan hubungan stratigrafi dari sheet sand dan endapan bukit pasir eolian.

Gb.6,7,8,9 dan 10 adalah contoh-contoh struktur sedimen pada endapan eolian.

7. Model Perlapisan dan Batas Permukaan

Hasil perlapisan dari migrasi bentuk lapisan sebagai pendakian/undakan pasir mempunyai sudut dan arah yang berbeda-beda (Gb.II). Model perlapisan yang sederhana meliputi sistem bentuk lapisan termigrasi dengan sederhana dan bentuk kumpulan arsitektur yang sederhana. Sebagai contoh bukit pasir tranversal migrasi melewati gurun dari lapisan silang siur tabular (tabular cross-bed) dipisahkan oleh

(33)

permukaan bidang planar. Transversal dune migrasi melalui transversal draa dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks, termasuk permukaan orde kedua pada kemiringan arah angin berkurang. Meskipun demikian, bentuk lapisan dibangun oleh perpindahan pasir dan juga disebabkan oleh keberadaan struktur perbahan angin meyebabkan perubahan bentuk perlapisan yang ada dan perubahan bentuk lapisan juga berinteraksi dengan angin untuk menghasilkan bermacam-macam bentuk keseimbangan.

Gambar - 1 : Lingkungan pengendapan pada endapan angin (a) gurun

(34)

Gambar - 2 : Trajectori saltasi dari butiranpasir (Allen, 1970)

Gambar - 3 : Tipe bukit pasir (a) Barchan (b) Tranversal © Longitudinal

(35)

Table 1 Morphology and classification of eolian bedforms. After McKee (1979)

Morphology Name Associations

Sheet - like Sheet sand

Thin elongate strips Streaks COMPOUND - two or more of

t he same type combined by

Circular to elliptical Dome

overlap or

superimposition

mound, dome - shaped

(Wilson”s draa)

Crescent in plan Barchan Connencted crescents Barchanoid (akle)

Asymmetrical ridge Transverse (reversing)

COMPLEX - two different basic types occurring together, either

Symmetrical ridge Linear (seif) Superimposed

(wilson”s draa), or adjacent

(36)

Gambar - 4 : Tipe geometri dan strktur bagian dalam dari barchan dune

(37)
(38)

Gambar - 5 : Distribusi dan hubungan stratigrafi dari sheet sand dan endapan

(39)

Gambar - 6 : Perlapisan pearian sejajar pada Gambar - 7 : Penampang obligue melalui

pasir kasar dan halus (Walker 1992) Grainfall laminasi dengan interbed

flow di bagian atas (Walker, 1992)

(40)

Gambar - 8 : Penampang obligue pada ukuran besar (Walker, 1992)

(41)

Gambar - 9 : Perlapisan sandflow silang siur pada lapisan perarian Sejajar (Walker, 1992)

(42)

Gambar -10 : Ripple karena angin pada pasir kasar (Walker, 1992)

(43)

Gambar - 11 : Model stratifikasi untuk tipe dune yang simple dan kompleks.

Penampang longitudinal dan tranversal sejajar dan tegak lurus.

(44)

VII.10 GLASIAL

Pengertian tentang sistem pengendapan glasial dan macam - macam bentuknya penting dalam aplikasi. Pertama, data kandungan endapan glasial dapat digunakan menyelesaikan masalah tentang proses - proses geologi yang terjadi. Kedua, endapan glasial merupakan dasar untuk mempelajari lingkungan geologi. Dengan adanya investigasi karakteristik teknik geologi, pedoman hydrogeological, dan arus transportasi dalam sistem pengendapan glasial. Sistem pengendapan glasial merupakan suatu pendorong dalam penyelidikan tentang sistem pengendapan glasial ini juga merupakan pendorong untuk mempelajari / mengetahui tentang letak dari pengendapan klastik dan karbonat dari suatu reservoar hidrokarbon pada tahun 1950 - an

Setelah mempelajari aspek - aspek dari glasial dan hubungannya satu sama lain, kemudian diaplikasikan kedalam ilmu geologi ekonomi atau hasil penyelidikan geologi yang bernilai ekonomi. Selain itu diketahui pula bahwa dalam sistem pengendapan glasial juga membawa serta endapan -endapan mineral dan bermacam - macam batuan yang dibungkus oleh es. (Placer ; Eyles, 1990), dan sistem pengendapan glasial digunakan juga dalam penyelidikan untuk endapan mineral yang terdapat pada pelindung / pembungkusnya sendiri. (drift prospecting ; Dilabio and Coker, 1989). Dimana diketahui pula bahwa lapisan batu dari glasial mempunyai kebiasaan digunakan dalam geologi minyak, tetapi kandungan dari Paleozoic glasial lebih penting / berarti digunakan dalam penyelidikan minyak dan gas, seperti : Australia, Argentina, Brasil, Bolivia, Saudi Arabia, Yordan dan Oman. (Levll et al, 1988; Franca and Potter, 1991). Banyak orang berpikiran bahwa fasies dari pengendapan glasial masih karakteristik yang unik. Ini disebabkan oleh campuran yang tidak tersotir dengan baik, semua ukuran ada, mulai dari bongkah - bongkah / batu - batu besar sampai kelempung, Kadang - kadang endapannya tepat pada glasier dan lapisan - lapisan esnya. Bagaimana sedimen yang mempunyai penampilan singkapan sama dapat memberikan sebuah endapan luas baik itu lingkungan glasial dan nonglasial “Term diamitct” akan digunakan untuk sebuah deskripsi, masa nongenetic betul - betul dari fasies yang sortirannya kurang baik tanpa memperhatikan asal mulanya. Hanya dengan diamict dapat diketahui endapan yang langsung pada “ice glasier” dapat diidentifikasi dengan baik. Suatu permasalahan pokok dalam mempelajari stratigrafinya adalah untuk menentukan apakah fasies diamict spesifik sumbernya dari glasial atau nonglasial. Banyak contoh dalam literatur dimana sedimen itu mula - mula terjadi dan dapat ditunjukkan berasal dari sumber nonglasial. Diamict hanya tipe fasies dalam keadaan biasa dan produksinya dari lingkungan pengendapan dalam sebuah luas daerah tertentu dan juga pengaruh iklim. Dalam keadaan biasa tidak mungkin kita berkesimpulan bahwa sumber sebuah diamict berasal dari sebuah singkapan tunggal dan kecil. Yang penting selalu diperhatikan adalah hubungan antara facies dalam stratigrafi.

(45)

Agar dapat memperkirakan tanda - tanda untuk lingkungan pengendapan digunakan refensi asosiasi fasies. Dengan pendekatan yang dasar dapat ditarik kesimpulan bahwa itu adalah produksi facies diamict, sebagai contoh, aliran sedimen oleh gaya berat, yang cenderung faciesnya dipengaruhi oleh arus turbidit. Dimana asosiasi fasies ini berubah - rubah pada lingkungan pengendapan yang berbeda, dalam model 3 dimensi dapat memperlihatkan endapan dengan jelas. Untuk interprestasi yang baik memerlukan profil defosit vertikal secara terinci, bersama - sama dengan informasi variasi lateral dan geometri deposit diluar singkapan lokal. Umumnya. Asosiasi glasial fasies beserta lingkungan pengendapannya terjadi khususnya pada sungai, danau, darat yang berbatu dan pada kemiringan. Dalam kebanyakan kasus glasier yang mempunyai volume besar diberikan oleh lingkungan pengendapan dilaut atau lacustrine basin, dimana sedimen glasial primer lebih banyak bekerja dibandingkan proses sedimen nonglasial yang berbeda dan pengaruh lingkungan glasial dapat diidentifikasi dan juga asosiasi - asosiasi fasiesnya. Sistem pengendapan glasial dapat terlihat dengan jelas pada geometri 3 dimensi, dimana proses hubungan fasiesnya mencatat bahwa elemen paleogemorphic basin yang terbesar. Berdasarkan pemisahan dan krnologis lingkage, sistem pengendapan ini diidentifikasi menjadi dua bagian yaitu glacioterrestrial dan glaciomarine

Sistem Glacioterestrial Tract.

Lingkungan pengendapan glacioterestrial dapat dibedakan atas 4 jenis yaitu :

1. Subglacial

2. Supraglacial

3. Glaciolacustrine

4. Glaciofluvial

Substrate relief dan lingkungan tektonik adalah berperan sebagai dasar dalam pengendapan glacialteretrial ini. Menurut hasil penyelidikan bahwa pertumbuhan lembar - lembar es dibumi ini dalam jumlah yang besar, tetapi kurang yang mengandung endapan - endapan. Glacial itu aktif pada basin akibat tektonik. Dalam jumlah yang besar ternyata glacial besar dari sedimen ocean basin. Iklim juga mempengaruhi endapan glacial terrestrial ditepi es.

Posisi Glacioteretrial Pada Low - Relief.

Glasil low - relief ini ditunjukkan dengan baik dengan adanya distribusi glasial deposit pleistocene seperti yang terjadi di Amerika bagian utara. (gambar 2,3) Beberapa sistem pengendapan pada low - relief yang dapat terjadi dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar

Gambar VII.1 Sketsa empat tipe sungai
Gambar VII.2 Kelokan-kelokan sungai pada sungai meandering
Gambar VII.6 Morfologi sungai teranyam
Gambar VII.19 Geomorfologi Delta berdasarkan citra satelit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pola Aliran Areal Drainase Alai merupakan pola alamiah, dimana pada lokasi ini pola alamiah dibentuk oleh pola saluran alami dan pemukiman penduduk yang tidak teratur. Kondisi

Aliran dalam pemipaan akan terjadi dari titik yang mempunyai head hidrolik yang lebih tinggi (energi internal per satu-satuan berat air) ke head yang lebih rendah, dimana

Freud juga berpendapat bahwa mimpi dapat berbentuk sebagai wish fulfillment dimana alam bawah sadar seseorang akan mereka ulang sebuah kejadian dimasa lalu yang memiliki

Kenyataannya penggunaan sistem pertanian konvensional memberikan produksi gabah yang cukup tinggi secara cepat karena penggunaan input (pupuk dan pestisida) kimia

Dari segi waktu, penggunaan metode half slab precast seharusnya dapat dilakukan dengan lebih cepat karena volume pekerjaan yang lebih sedikit dimana lapisan bawah

Penggambaran aliran fluida dalam pipa dapat dilihat kembali dari penemuan bilangan Reynolds dimana pada kecepatan rendah aliran yang terjadi adalah laminar, yaitu fluida

Sedangkan pengering rambut memiliki nilai ekonomi daur ulang paling rendah karena sebagian besar penyusun pengering rambut adalah material plastik, dimana telah diketahui

Di dalam kegiatan penawaran umum perdana IPO terdapat suatu fenomena menarik yang disebut dengan underpricing, dimana harga saham yang ditawarkan pada pasar perdana lebih rendah