• Tidak ada hasil yang ditemukan

35956589 Diabetes Melitus Dan Ulkus Dengan Tindakan Debrediment

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "35956589 Diabetes Melitus Dan Ulkus Dengan Tindakan Debrediment"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

A.

A. Latar Belakang MasalahLatar Belakang Masalah

Penyakit diabetes melitus (DM) atau yang dikenal dengan penyakit kencing Penyakit diabetes melitus (DM) atau yang dikenal dengan penyakit kencing manis merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya hiperglikemia manis merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yaitu peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah. Penyakit diabetes atau yaitu peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah. Penyakit diabetes atau kencing manis saat ini merupakan ancaman serius bagi penduduk dunia. Penderita kencing manis saat ini merupakan ancaman serius bagi penduduk dunia. Penderita diabetes melitus ini rentan terhadap serangkaian komplikasi kronis yang diabetes melitus ini rentan terhadap serangkaian komplikasi kronis yang menyebabkan kematian dan kesakitan prematur. Sebagian penderita tidak pernah menyebabkan kematian dan kesakitan prematur. Sebagian penderita tidak pernah mengalami masalah ini tetapi penderita lain dapat mengalaminya sejak awal. mengalami masalah ini tetapi penderita lain dapat mengalaminya sejak awal. Rata-rata gejala ini terjadi 15 sampai 20 tahun setelah terjadinya hiperglikemia. Rata-rata gejala ini terjadi 15 sampai 20 tahun setelah terjadinya hiperglikemia. Jika tidak dikendalikan dengan baik, penderita diabetes melitus dapat mengalami Jika tidak dikendalikan dengan baik, penderita diabetes melitus dapat mengalami   beberapa komplikasi secara bersamaan pada organ-organnya atau satu masalah   beberapa komplikasi secara bersamaan pada organ-organnya atau satu masalah yang mendominasi, yang meliputi kelainan vaskuler, retinopati, nefropati yang mendominasi, yang meliputi kelainan vaskuler, retinopati, nefropati diabetik, neuropati diabetik dan ulkus kaki diabetik.

diabetik, neuropati diabetik dan ulkus kaki diabetik.

Menurut data statistik dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO ) penderita Menurut data statistik dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO ) penderita DM di seluruh dunia pada tahun 2005 meningkat mencapai sekitar 230 juta. DM di seluruh dunia pada tahun 2005 meningkat mencapai sekitar 230 juta. Menurut beberapa ahli kira-kira 4% dari penduduk dunia menderita diabetes Menurut beberapa ahli kira-kira 4% dari penduduk dunia menderita diabetes melitus dan 50% dari penderita ini memerlukan perawatan bedah. Dari jumlah melitus dan 50% dari penderita ini memerlukan perawatan bedah. Dari jumlah   penduduk Indonesia yang 200 juta jiwa, prevalensi penderita diabetes melitus   penduduk Indonesia yang 200 juta jiwa, prevalensi penderita diabetes melitus adalah sekitar 1,4 ± 1,6% dan sekitar 15% diantaranya akan mengalami gangren adalah sekitar 1,4 ± 1,6% dan sekitar 15% diantaranya akan mengalami gangren selama hidupnya (http://medicom.blogdetik.com/2009/03/11/u

selama hidupnya (http://medicom.blogdetik.com/2009/03/11/u lkus-diabetik-2/).lkus-diabetik-2/). Di Indonesia sendiri pada 2006, jumlah penyandang diabetes (diabetasi) Di Indonesia sendiri pada 2006, jumlah penyandang diabetes (diabetasi) mencapai 14 juta orang. Dari jumlah itu, baru 50% penderita yang sadar  mencapai 14 juta orang. Dari jumlah itu, baru 50% penderita yang sadar  mengidap, dan sekitar 30% di antaranya melakukan pengobatan secara teratur. mengidap, dan sekitar 30% di antaranya melakukan pengobatan secara teratur. Menurut

Menurut beberapa beberapa penelitian penelitian epidemiologi, epidemiologi, prevalensi prevalensi diabetes diabetes di di IndonesiaIndonesia  berkisar 1,5% sampai 2,3%, kecuali di Manado yang cenderung lebih tinggi, yaitu  berkisar 1,5% sampai 2,3%, kecuali di Manado yang cenderung lebih tinggi, yaitu

1 1

(2)
(3)

6,1 %. Faktor lingkungan dan gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan 6,1 %. Faktor lingkungan dan gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan   berlebihan, berlemak, kurang aktivitas fisik, dan stres berperan besar sebaga   berlebihan, berlemak, kurang aktivitas fisik, dan stres berperan besar sebaga   pemicu diabetes (

  pemicu diabetes (http://ebdosama.blogspot.com/2009/03/ulkus-diabetes-melitushttp://ebdosama.blogspot.com/2009/03/ulkus-diabetes-melitus .html 

.html ).).

Data yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit RK Charitas Data yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit RK Charitas Palembang dapat diketahui bahwa prevalensi penderita DM yang berobat ke Palembang dapat diketahui bahwa prevalensi penderita DM yang berobat ke rumah sakit ini pada tahun 2008 sebanyak 258 penderita, tahun 2009 sebanyak  rumah sakit ini pada tahun 2008 sebanyak 258 penderita, tahun 2009 sebanyak  230 dan pada periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2010 sebanyak 85.

230 dan pada periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2010 sebanyak 85.

Diet merupakan dasar pengobatan individu dengan DM. Ahli gizi harus Diet merupakan dasar pengobatan individu dengan DM. Ahli gizi harus memberi penyuluhan kesehatan tentang makanan klien. Berat badan adalah salah memberi penyuluhan kesehatan tentang makanan klien. Berat badan adalah salah satu faktor dalam memantau pengendalian DM. mencapai dan mempertahankan satu faktor dalam memantau pengendalian DM. mencapai dan mempertahankan  berat badan yang ideal adalah kriteria utama dalam manajemen diabetes melitus.  berat badan yang ideal adalah kriteria utama dalam manajemen diabetes melitus. Perawat perlu menekankan apa yang telah dijelaskan dan direncanakan ahli gizi Perawat perlu menekankan apa yang telah dijelaskan dan direncanakan ahli gizi  bersama dengan klien, dan memperhatikan kemantapan jumlah karbohidrat setiap  bersama dengan klien, dan memperhatikan kemantapan jumlah karbohidrat setiap kali klien makan. Semua penjelasan tentang makanan yang diberikan pada klien kali klien makan. Semua penjelasan tentang makanan yang diberikan pada klien harus cocok dengan insulin atau obat hipoglikemia, aktivitas dan asupan harus cocok dengan insulin atau obat hipoglikemia, aktivitas dan asupan karbohidrat.

karbohidrat.

Untuk itulah penulis akan memberikan asuhan keperawatan kepada klien Untuk itulah penulis akan memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan diabetes melitus yang dituangkan dalam sebuah karya tulis ilmiah yang dengan diabetes melitus yang dituangkan dalam sebuah karya tulis ilmiah yang  berjudul, ³Asuhan Keperawatan pada Tn.´A´ dengan Gangguan Sistem Endokrin;  berjudul, ³Asuhan Keperawatan pada Tn.´A´ dengan Gangguan Sistem Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Post operasi Debridemen di Pavilyun Yoseph Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Post operasi Debridemen di Pavilyun Yoseph II Kamar 19-2 Rumah Sakit RK Charitas Pa

II Kamar 19-2 Rumah Sakit RK Charitas Palembang.lembang.

B.

B. Ruang Lingkup PenulisanRuang Lingkup Penulisan

Mengingat peran dan fungsi sebagai calon perawat serta karena Mengingat peran dan fungsi sebagai calon perawat serta karena keterbatasan waktu yang penulis miliki, maka dalam penulisan karya tulis ilmiah keterbatasan waktu yang penulis miliki, maka dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis membatasi ruang lingkup masalah hanya pada Asuhan Keperawatan ini penulis membatasi ruang lingkup masalah hanya pada Asuhan Keperawatan Tn.´A´ dengan gangguan sistem Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Tn.´A´ dengan gangguan sistem Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Post operasi Debridemen. Pemberian Asuhan Keperawatan ini hanya terbatas Post operasi Debridemen. Pemberian Asuhan Keperawatan ini hanya terbatas

(4)

 pada satu orang klien saja dengan waktu selama tiga hari dari tanggal 14 Juli 2010  pada satu orang klien saja dengan waktu selama tiga hari dari tanggal 14 Juli 2010

sampai dengan tan

sampai dengan tanggal 16 Juli ggal 16 Juli 2010 di Paviliun Yoseph 2010 di Paviliun Yoseph II kamar II kamar 19-2 19-2 RumahRumah Sakit RK. Charitas Palembang.

Sakit RK. Charitas Palembang.

C

C.. Tujuan PenulisanTujuan Penulisan

1.

1. Tujuan UmumTujuan Umum

Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan agar penulis dapat menerapkan Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan agar penulis dapat menerapkan suatu konsep tentang Asuhan Keperawatan secara langsung kepada klien suatu konsep tentang Asuhan Keperawatan secara langsung kepada klien dengan gangguan sistem Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Post dengan gangguan sistem Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Post operasi Debridemen dengan metode pendekatan proses keperawatan.

operasi Debridemen dengan metode pendekatan proses keperawatan. 2.

2. Tujuan KhususTujuan Khusus

Penulis diharapkan mampu : Penulis diharapkan mampu : a.

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan sistemMelakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Po

Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Po st operasi Debridemen.st operasi Debridemen.  b.

 b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistemMerumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Po

Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Po st operasi Debridemen.st operasi Debridemen. c.

c. Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan gangguan sistemMenyusun rencana keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Po

Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Po st operasi Debridemen.st operasi Debridemen. d.

d. Melakukan pelaksanaan keperawatan pada klien dengan gangguan sistemMelakukan pelaksanaan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Po

Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Po st operasi Debridemen.st operasi Debridemen. e.

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan sistemMelakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Po

Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Po st operasi Debridemen.st operasi Debridemen.

D.

D. Metode PenulisanMetode Penulisan

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, metode penulisan yang penulis Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, metode penulisan yang penulis gunakan adalah metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya menggambarkan gunakan adalah metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya menggambarkan secara objektif dimulai dari pengumpulan sampai evaluasi dan selanjutnya secara objektif dimulai dari pengumpulan sampai evaluasi dan selanjutnya menyajikan dalam bentuk narasi. Dalam penyusunan Karya tulis ilmiah ini menyajikan dalam bentuk narasi. Dalam penyusunan Karya tulis ilmiah ini  penulis mendapatkan data

(5)

a.

a. WawancaraWawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dengan Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dengan menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, penulis bertanya langsung menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, penulis bertanya langsung kepada klien dengan demikian akan memudahkan penulis untuk mengetahui kepada klien dengan demikian akan memudahkan penulis untuk mengetahui masalah keperawatan klien dengan gangguan sistem Endokrin; Diabetes masalah keperawatan klien dengan gangguan sistem Endokrin; Diabetes Meli

Melitus dengatus dengan Ulkus dan Post operasi Debridemen .n Ulkus dan Post operasi Debridemen .  b.

 b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik 

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi secara sistematik dari kepala sampai ke ujung kaki (

auskultasi secara sistematik dari kepala sampai ke ujung kaki (head to toe)head to toe) untuk melengkapi data yang sudah ada.

untuk melengkapi data yang sudah ada. c.

c. ObservasiObservasi

Penulis melakukan pengamatan untuk mendapatkan data yang objektif  Penulis melakukan pengamatan untuk mendapatkan data yang objektif  dilakukan langsung terhadap klien secara nyata, selanjutnya penulis dilakukan langsung terhadap klien secara nyata, selanjutnya penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan pengamatan sehingga data yang melakukan tindakan keperawatan berdasarkan pengamatan sehingga data yang didapatkan menjadi lengkap.

didapatkan menjadi lengkap. d.

d. Studi DokumentasiStudi Dokumentasi

Penulis menggunakan berbagai sumber buku sebagai referensi yang Penulis menggunakan berbagai sumber buku sebagai referensi yang membahas tentang gangguan sistem Endokrin; Diabetes Melitus dengan membahas tentang gangguan sistem Endokrin; Diabetes Melitus dengan Ulkus dan Post operasi Debridemen.

Ulkus dan Post operasi Debridemen. e.

e. Metode KepustakaanMetode Kepustakaan

Untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini maka penulis mengumpulkan Untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini maka penulis mengumpulkan data-data dengan menggunakan berbagai buku sumber.

(6)

E.

E. Sistematika PenulisanSistematika Penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari 5 BAB, Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari 5 BAB, masing-masing BAB berisi tentang :

masing BAB berisi tentang : BAB

BAB I I : : PENDAHULUANPENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, ruang lingkup Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, ruang lingkup   penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika   penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika  penulisan.

 penulisan. BAB

BAB II II : T: TINJAUAN INJAUAN TEORITEORI

Bab ini terdiri dari konsep dasar medis yang terdiri dari: Bab ini terdiri dari konsep dasar medis yang terdiri dari:   pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, tanda dan gejala,   pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, tanda dan gejala,   patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan,   patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan,

komplikasi, sedangkan secara asuhan keperawatan yaitu komplikasi, sedangkan secara asuhan keperawatan yaitu   pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,   pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,   pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan, discharge   pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan, discharge  planning, dan pato

 planning, dan patoflflow dow diagramiagram.. BAB

BAB III III : TINJAUAN : TINJAUAN KASUSKASUS

Merupakan penerapan dari tindakan Asuhan Keperawatan yang Merupakan penerapan dari tindakan Asuhan Keperawatan yang terjadi pada klien secara langsung dengan pendekatan proses terjadi pada klien secara langsung dengan pendekatan proses keperawatan antara lain, pengkajian keperawatan, patoflow kasus, keperawatan antara lain, pengkajian keperawatan, patoflow kasus, analisa data, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, analisa data, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,  pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

 pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan. BAB

BAB IV IV : : PEMBAHASANPEMBAHASAN

Berisi tentang pembahasan yang membahas adanya Berisi tentang pembahasan yang membahas adanya kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan pada pengkajian keperawatan, kesenjangan yang ditemukan pada pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan keperawatan,

keperawatan, dan dan evaluasi evaluasi keperawatan.keperawatan. BAB

BAB V V : : PENUTUPPENUTUP

Terdiri dari kesimpulan dan saran. Terdiri dari kesimpulan dan saran.

(7)

BAB II

BAB II

TINJAUAN TEORI

TINJAUAN TEORI

A.

A. Konsep Dasar Medik Konsep Dasar Medik 

1.

1. PengertianPengertian

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner and Suddarth, 2001; 1220).

(Brunner and Suddarth, 2001; 1220).

Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin. Berdasarkan ketiadaan absolut insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin. Berdasarkan definisi, glukosa darah puasa harus lebih besar daripada 140 mg/100 ml pada definisi, glukosa darah puasa harus lebih besar daripada 140 mg/100 ml pada dua kali pemeriksaan terpisah agar diagnosis diabetes melitus dapat dua kali pemeriksaan terpisah agar diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan (Brahm Randit, 2000; 542).

ditegakkan (Brahm Randit, 2000; 542).

Diabetes Melitus juga didefinisikan sebagai keadaan hiperglikemia Diabetes Melitus juga didefinisikan sebagai keadaan hiperglikemia kronik yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau intensitivitas sel kronik yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau intensitivitas sel terhadap insulin disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan terhadap insulin disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada math, ginjal, hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada math, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam  pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Riyadi, Sujono, 2008; 69-70).

 pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Riyadi, Sujono, 2008; 69-70).

Diabetes melitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan Diabetes melitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang didirikan dengan hiperglikemia dan hiperlipidemia (Mary multifaktorial yang didirikan dengan hiperglikemia dan hiperlipidemia (Mary Baradero, 2009; 85).

Baradero, 2009; 85).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum  juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan  juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer. Ulkus kaki diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang neuropati perifer. Ulkus kaki diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang

6 6

(8)

  berkaitan dengan morbiditas akibat diabetes mellitus. Ulkus kaki diabetes merupakan komplikasi serius akibat diabetes (http://www.scribd.com).

Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini memiliki dua tujuan:

a. Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan   benda asing, sehingga klien dilindungi terhadap kemungkinan invasi  bakteri

 b. Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam  persiapan bagi graft dan kesembuhan luka

(Brunner and Suddarth, 2001; 1937)

2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi

1) Anatomi Pankreas

Gambar 2.1 Anatomi Pankreas (Sumber : dr.hamdu, 2008/11/14, http://www.hakeem-sy.com/main/node/25542. diambil tanggal 15/7/2010)

(9)

Menurut Sujono Riyadi, (2008; 1) mengemukakan bahwa   pankreas berhimpitan sebelah atas dengan duodenum, melintang di

atas jejunum sampai dengan ginjal kiri (bagian cauda dari pankreas). Pankreas secara permukaan terdiri dari bagian:

a) Caput (menempel pada duodenum),  b) Corpus,(badan pankreas)

c) Cauda (yang bersinggungan dengan ginjal bagian kiri),

Di dalamnya (pankreas) terdapat saluran yang disebut dengan duktus pankreatikus yang terletak sepanjang pankreas (mulai dari caput, corpus sampai cauda). Cabang-cabang dari ductus pankreatikus yang halus bergabung menjadi ductus pancreatikus Wirsungi. Pada   beberapa orang terdapat duktus pancreatikus asesorius (ductus

Santorini). Duktus pancreatikus kemudian bermuara pada duodenum tepatnya pada papilla duodenum major dan papilla duodenum minor.

Bagian pankreas yang mensekresikan getah adalah kelenjar  alveolus yang bentuknya seperti kelenjar saliva. Didalam kelenjar  alveolus berbentuk granula-granula yang berisi enzim (granula zimogen). Kelenjar tersebut dikeluarkan dari apek sel menuju lumen duktus pancreatikus yang kemudian menuju ke lumen duodenum.

Insulin dihasilkan oleh pulau-pulau Langerhans pankreas, baik  yang terdapat di bagian caput, corpus maupun cauda pankreas. Pulau-  pulau Langerhans merupakan kumpulan sel yang berbentuk ovoid.

Pada manusia terdapat 1-2 juta pulau-pulau Langerhans. Sel-sel pada  pulau Langerhans digolongkan beberapa jenis yaitu sel A (disebut juga

/ alfa), B (disebut juga (/beta), D (disebut juga /de lta) dan F.

Sel B yang merupakan bagian terbanyak dari pulau-pulau Langerhans (60-70%) terletak di tengah pulau. Adapun hasil yang disekresikan masing-masing bagian sel antara lain: sel A mensekresikan glukagon, sel B mensekresikan insulin, sel D

(10)

mensekresikan somatostatin, dan sel F mensekresikan polipeptida   pankreas. Produk yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas akan

disalurkan melalui duktus/saluran (eksokrin). Sedangkan produk dari  pulau-pulau Langerhans langsung ikut dalam aliran darah (endokrin).

Pankreas mendapat nutrisi dan oksigenasi melalui percabangan arteri dan arteri hepatica communis, arteri splenic, arteri mesenterica. Sedangkan pembuluh darah baliknya melalui vena gastro duodenalis, vena gastrica sisnistra dan vena portae hepatica.

 b. Fisiologi Pankreas

1) Getah pankreas (eksokrin)

Getah pankreas bersifat basa dengan komposisi: HCO3 (Asam) dengan kadar 113 meq/L. Setiap hari disekresikan sekitar 1500 ml getah pankreas. Sekresi getah pankreas bersama dengan sekresi empedu dan getah usus berefek pada penetralan asam lambung dan menaikkan PH duodenum berfungsi untuk mengubah kimotripsinogen menjadi kimotripsin yang merangsang kerja enzim enteropeptidase. Definisi enteropeptidase akan mengakibatkan kelainan kongenital dan malnutrisi protein.

2) Endokrin pankreas

Susunan insulin terdiri dari polipeptida yang mengandung dua mata rantai asam amino yang dihubungkan dengan jembatan disulfide. Insulin dibentuk di kolom endoplasmic sel B. Insulin kemudian di kemas di aparatus golgi dalam sebuah granula. Granula ini yang kemudian bergerak ke membrane plasma. Insulin kemudian dikeluarkan melalui proses eksositosis kemudian melintasi lamina   basalis sel B menuju kapiler dan endotel kapiler yang berpori

mencapai aliran darah. Waktu paruh insulin dalam sirkulasi  berlangsung selama 5 menit. (Riyadi, Sujono, 2008; 3-5)

(11)

1) Anatomi Ulkus

Gambar 2.2 Ulkus pada Diabetes (sumber : Admin. 2010/1/15,

http://klinikluka.com/luka-kaki-diabetes-pencegahan-diagnosis-dan-klasifikasi.html diambil tanggal 15/7/2010)

Kaki manusia terdiri atas 26 tulang dengan 29 sendi yang dikendalikan oleh sekitar 40 otot kecil kaki dan otot tungkai. Beban yang diterima setiap inci persegi pada telapak kaki kira-kira puluhan kilogram dan ini akan merangsang pembentukan kalus.

2) Fisiologi Ulkus

Angiopati diabetik hampir selalu juga mengakibatkan neuropati perifer. Neuropati diabetik ini berupa gangguan motorik, sensorik, dan autonom yang masing-masing memegang peranan pada terjadinya luka kaki. Paralisis otot kaki menyebabkan perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan baru pada telapak kaki sehingga terjadi kalus di tempat itu. Gangguan sensorik menyebabkan math rasa setempat

(12)

dan hilangnya perlindungan terhadap trauma sehingga penderita mengalami cedera tanpa disadari. Akibatnya, kalus dapat berubah menjadi ulkus yang bila disertai infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan gangren.

Gangguan saraf autonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit kering dan mudah mengalami luka yang sukar  sembuh (bandingkan luka dan tukak ini dengan luka klien lepra. Infeksi dan luka ini sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis akibat dari tiga faktor. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik sehingga mekanisme radang jadi tidak efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula, darah yang subur untuk perkembangan bakteri patogen. Faktor ketiga terbukanya pintas arteri-vena di subkutis, aliran nutrien akan memintas tempat infeksi di kulit. Kaki diabetik adalah kaki yang   perfusi jaringannya kurang baik karena angiopati dan neuropati.

Selain itu, terdapat pintas arteri-vena di ruang subkutis sehingga kaki tampak merah dan mungkin panas tetapi pendarahan kaki tetap kurang (R. Sjamsuhidajat, 2004; 483-484).

3. Klasifikasi

a. Klasifikasi Diabetes

Menurut  American Diabetes A ssociation ADA 1997, DM dapat

diklasifikasikan secara etiologi menjadi diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain.

1) Diabetes Tipe 1

DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama  I nsulin

  Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel b  pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80--90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat

(13)

terjadi pada anak-anak daripada dewasa.2,3 Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai type 1 idiopathic. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk kriteria untuk  klasifikasi.

2) Diabetes Tipe 2

DM tipe 2 merupakan 90% dari kaaus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan  perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini, yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar  insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi, sehingga penderita tidak  tergantung pada pemberian insulin.

3) DM Dalam Kehamilan

DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus,  polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM d i masa mendatang.

(14)

4) Diabetes Tipe Lain

Subkelas DM di mana individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushing¶s, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik), dan infeksi/sindroma genetik  (Down¶s, Klinefelter¶s).

(http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/pus-1.htm).

 b. Klasifikasi Ulkus Diabetikum

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, lesi pada kaki harus dinilai berdasarkan sistem klasifikasi yang dapat me mba nt u da lam keputusan terapi dan menentukan prognosis penyembuhan atau risiko amputasi. Ada beberapa sistem klasifikasi untuk menilai gradasi lesi, salah satunya yang banyak dianut adalah klasifikasi ulkus DM berdasarkan

niversity of Texas Classification System. Sistem klasifikasi ini menilai

lesi bukan hanya faktor dalamnya lesi, tetapi juga menilai ada tidaknya faktor infeksi dan iskemia. Lesi semakin berat dan semakin besar risiko dilakukan amputasi bila sifat lesi semakin ke bawah dan ke arah kanan.

(15)

Klasifikasi ulkus DM berdasarkan U niversity of Texas

Classification System yaitu :

Tabel 2.1 Klasifikasi Ulkus DM berdasarkan U niversity of Texas

Classification (Sumber : Cahyono, JBS, 2007;105)

4. Etiologi

a. Etiologi Diabetes Melitus

Menurut Riyadi, Sujono (2008; 72-74), Diabetes Melitus disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh sel-sel beta pulau langerhans. Jenis Juvenilis (usia muda) disebabkan oleh predisposisi herediter terhadap perkembangan anti bodi yang merusak sel-sel beta atau degenerasi sel-sel beta. Diabetes jenis awitan maturitas disebabkan oleh degenerasi sel-sel beta akibat penuaan dan akibat kegemukan/ obesitas. Tipe ini jelas disebabkan oleh degenerasi sel-sel beta sebagai akibat  penuaan yang cepat pada orang yang rentan dan obesitas mempredisposisi

terhadap jenis obesitas ini karena diperlukan insulin dalam jumlah besar  untuk pengolahan metabolisme pada orang kegemukan dibandingkan orang normal.

(16)

Penyebab resistensi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu  jelas, tetapi faktor yang banyak berperan antara lain:

1) Kelainan Genetik  2) Usia

3) Gaya hidup stress 4) Pola makan yang salah 5) Obesitas

6) Infeksi

 b. Etiologi untuk Ulkus

Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetik, yaitu : 1)  Neuropati diabetik 

2) Angiopati Diabetik (Penyempitan pembuluh darah) 3) Infeksi

5. Tanda dan Gejala

a. Tanda dan gejala Diabetes Melitus

Menurut Lanywati, Endang (2001; 13-14) gejala klasik penyakit diabetes melitus, dikenal dengan istilah trio-P, yaitu meliputi ;

1) Poliuria (banyak kencing), merupakan gejala umum pada penderita diabetes melitus. Banyaknya kencing ini disebabkan kadar gula dalam darah berlebihan, sehingga merangsang tubuh untuk berusaha mengeluarkannya melalui ginjal bersama air dan kencing. Gejala   banyak kencing ini terutama nenonjol pada waktu malam hari, yaitu

saat kadar gula dalam darah relatif tinggi.

2) Polidipsi (banyak minum), sebenarnya merupakan akibat (reaksi tubuh) dari banyak kencing tersebut. Untuk menghindari tubuh kekurangan cairan (dehidrasi), maka secara otomatis akan timbul rasa haus/ kering yang menyebabkan timbulnya keinginan untuk terus

(17)

minum selama kadar gula dalam darah belum terkontrol baik. Sehingga dengan demikian, akan terjadi banyak kencing dan banyak  minum.

3) Polipagia (banyak makan), merupakan gejala yang tidak menonjol. Terjadinya banyak makan ini disebabkan oleh berkurangnya cadangan gula dalam tubuh meskipun kadar gula dalam darah tinggi. Sehingga dengan demikian, tubuh berusaha untuk memperoleh tambahan cadangan gula dari makanan yang diterima.

Menurut Lanywati, Endang (2001; 15) Gejala-gejala yang biasa tampak pada penderita diabetes melitus adalah sebagai berikut.

1) Adanya perasaan haus yang terus-menerus.

2) Sering buang air kecil (kencing) dan jumlah yang banyak. 3) Timbulnya rasa letih yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. 4) Timbulnya rasa gatal dan peradangan kulit yang menahun.

Adapun pada penderita yang berat (parah), akan timbul beberapa gejala atau tanda yang lain, yaitu sebagai berikut.

1) Terjadinya penurunan berat badan.

2) Timbulnya rasa kesemutan (mati rasa) atau sakit pada tangan atau kaki.

3) Timbulnya borok (luka) pada kaki yang tak kunjung sembuh. 4) Hilangnya kesadaran diri.

 b. Tanda dan gejala Ulkus Diabetikum

Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki.

(18)

Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu : 1)  P ain (nyeri).

2)  P aleness (kepucatan).

3)  P aresthesia (parestesia dan kesemutan).

4)  P ulselessness (denyut nadi hilang).

5)  P aralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut  pola dari Fontaine, yaitu 4 :

1) Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas (ke semutan) 2) Stadium II ; terjadi klaudikasio intermiten.

3) Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat.

4) Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia ulkus.

(http://www.scribd.com, 17/7/2010)

6. Patofisiologi

a. Patofisiologi Diabetes Melitus

Menurut Riyadi, Sujono (2008; 72-74), diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA  pada orang diabetes melitus akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin. Umumnya manusia mengalami   penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada

usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.

Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini   berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga akan

(19)

sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.

Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.

Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu  banyak.

Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi  pankreas, kelainan urat saraf akibat DM karena tinggi kadar dalam darah yang bisa merusak urat saraf penderita dan menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa. Gejala-gejala Neuropati : Kesemutan, rasa panas, rasa tebal ditelapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari.

Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita DM mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada tungkai maka tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik yaitu luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh. Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran listrik  (neuropati).

(20)

 b. Patofisiologi ulkus diabetikum

 Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan   pada serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris

dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus, pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya artropati Charcot. Gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskular (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut di samping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan u lkus kaki.

Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3 katagori, yaitu kaki diabetika neuropati, iskemia dan neuroiskemia. Pada umumnya kaki diabetika disebabkan oleh faktor neuropati (82%) sisanya adalah akibat neuroiskemia dan murni akibat iskemia (http://www.scribd.com).

7. Pemeriksaan Diagnostik 

Menurut Mary Baradero (2009 : 98-100), Kriteria diagnostik untuk  DM, gangguan toleransi glukosa, dan d iabetes gestasional:

a. Dewasa tidak hamil. Diagnosis DM pada orang dewasa, tidak hamil, dibatasi pada orang yang menunjukkan kelainan dari salah satu di antara  pemeriksaan ini

(21)

1) Glukosa plasma puasa 126 mg/ dl.

2) Gejala DM, misalnya poliuria, polidipsia, berat badan menurun tanpa  penyebab jelas, dengan glukosa plasma  200 mg/ dl yang diambil pada

sembarang waktu.

3) Glukosa plasma dua-jam post radial  200 mg/ dl waktu uji toleransi glukosa oral dilakukan sesuai kriteria WHO, yaitu memakai glukosa anhidrase 75 g, dilarutkan dalam air dan diminumkan pada klien.

 b. Gangguan uji toleransi glukosa. Glukosa plasma 2-jam postprandial  140 mg/ dl dan kurang dari atau sama dengan 200 mg/ dl waktu uji toleransi glukosa oral. Uji toleransi glukosa dilakukan sesuai kriteria WHO, yaitu memakai glukosa anhidrase 75 g dilarutkan dalam air.

c. Diabetes gestasional (ibu hamil). Setelah diberikan glukosa oral 100 g, diabetes gestasional dapat didiagnosis apabila dua nilai glukosa plasma sama atau lebih dari:

Puasa: 105 mg/ dl Satu jam: 190 mg/ dl Dua jam: 165 mg/ dl Tiga jam: 145 mg/ dl

Uji toleransi glukosa sudah tidak digunakan lagi untuk men-diagnosis penyakit DM, kecuali apabila dicurigai adanya diabetes gestasi dan akromegali. Uji diagnostik penyakit DM yang digunakan saat ini adalah fasting serum glucose. Menurut petunjuk dari American Diabetes Association, kadar lebih dari 126 mg/ dl dua kali pemeriksaan terpisah menunjukkan adanya DM.

Uji peptida-C dapat menunjukkan apakah terdapat sekresi insulin. Pemeriksaan ini sangat bermanfaat bagi klien yang menerima insulin eksogen karena insulin eksogen tidak mengandung peptida-C.

(22)

Uji hemoglobin glikosilat (HbAk) dapat pula dipakai karena hemoglobin bisa berikatan pada glukosa. Pemeriksaan ini bermanfaat dalam mengevaluasi apakah ada perubahan yang mencolok pada glukosa darah saat ini dengan glukosa darah sebelumnya.

Perawat atau klien sendiri dapat pula memantau glukosa darah melalui tusukan pada ujung jari (darah kapiler). Pemeriksaan ini dapat dilakukan beberapa kali sehari, biasanya dengan puasa, sebelum setiap makan dan sebelum tidur.

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan cara  pengelolaan yang baik. Tujuan pengelolaan secara umum menurut Perkeni (2002) adalah meningkatkannya kualitas hidup penderita Diabetes. Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar utama pengelolaan Diabetes Melitus, yang meliputi :

1) Edukasi

Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan   perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan

diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi penderita dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan   perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif pengembangan

ketrampilan dan motivasi.

Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan  penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi. Pada dasarnya tujuan edukasi pada diabetes adalah perawatan

(23)

mandiri sehingga seakan-akan pasien menjadi dokternya sendiri dan  juga mengetahui kapan pasien harus pergi ke dokter atau ahli gizi untuk 

mendapatkan pengarahan lebih lanjut.

Edukasi yang cukup akan menghasilkan kontrol diabetes yang   baik dan mencegah perawatan di rumah sakit. Sebelum memulai  penyuluhan, sebaiknya dilakukan analisa mengenai pengetahuan pasien

tentang diabetes, sikap dan ketrampilannya.

Demikian juga dengan mengetahui latar belakang sosial, asal usul etnik, keadaan keuangannya, cara hidup, kebiasaan makan, kepercayaan dan tingkat pendidikannya, edukasi akan lebih terarah dan akan lebih mudah berhasil.

Edukasi diabetes adalah suatu proses yang berkesinambungan dan perlu dilakukan beberapa pertemuan untuk menyegarkan dan mengingatkan kembali prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes sehingga pasien dapat merawat dirinya secara mandiri.

2) Perencanaan makan

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal kabohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

a) Kabohidrat : 60 ± 70%  b) Protein : 10 ± 15% c) Lemak : 20 ± 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress, akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas, koreksi

(24)

status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai dengan kebutuhan.

Pada dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan non diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk  aktifitas baik fisik maupun psikis dan untuk mempertahankan berat  badan supaya mendekati ideal.

3) Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220/umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20 menit dan olahraga berat misalnya  joging.

4) Pengelolaan farmakologis

Sarana pengelolaan farmakologis diabetes dapat berupa : a) Pemicu sekresi insulin

(1) Sulfoniluera: menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

(2) Biguanid: menurunkan glukosa darah melalui pengaruh terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal dari reseptor  insulin serta juga pada efeknya menurunkan produksi glukos hati.

(25)

 b) Penambah sensitivitas terhadap insulin

(1) Tiazolidindion : meningkatkan sensitifitas insulin

(2) Penghambat glukosidase alfa : menurunkan penyerapan glukosa dan hiperglikemia postprondial

(http://etd.eprints.ums.ac.id/5713/1/J_300_060_001.PDF)

 b. Penatalaksanaan Ulkus

Usaha perawatan dan pengobatan yang

ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan

antibiotika atau kemoterapi. Pemberian luka

dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptik ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganat 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka . Amputasi

mungkin diperlukan untuk kasus DM

(www.scribd.com, 17/7/2010).

Untuk Perawatan luka, pertama-tama, dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk memastikan apakah ada perdarahan yang harus dihentikan. Kemudian, tentukan jenis trauma, tajam atau tumpul, Tindakan pertama dilakukan anestesia setempat atau umum, tergantung   berat dan letak luka, serta keadaan penderita. Luka dan sekitarnya

dibersihkan dengan antiseptik, kalau perlu dicuci dengan air sebelumnya. Bahan yang dapat dipakai ialah larutan yodium povidon 1% dan larutan klorheksidin 1/2%. Larutan yodium 3% atau alkohol 70% hanya digunakan untuk membersihkan kulit di sekitar luka. Kemudian, daerah

(26)

sekitar lapangan kerja ditutup dengan kain steril dan secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dad kontaminan secara mekanis, misalnya pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisau (debrideman) dan dibersihkan dengan bilasan, guyuran, atau semprotan (Cairan NaCI). Akhirnya, dilakukan penjahitan dengan rapi. Bila diperkirakan akan terbentuk atau dikeluarkan cairan yang berlebihan,   perlu dibuat penyaliran. Luka ditutup dengan bahan yang dapat

mencegah lengketnya kasa, misalnya kasa yang mengandung vaselin, ditambah dengan kasa penyerap, dan dibalut dengan pembalut elastis. (R. Sjamsuhidajat, 2004; 71-72)

9. Komplikasi

Komplikasi diabetes melitus diklasifikasi menjadi akut dan kronis. Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketotic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.

a. Komplikasi akut

Diabetes ketoasidosis. Ketoasidosis diabetik adalah akibat yang   berat dari defisit insulin yang berat pada jaringan adiposa, otot skeletal,

dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat sensitif terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi (penyakit).

Hyperglycemic hyperosmolar nonketotic coma (HHNC). HHNC adalah komplikasi akut DM Tipe 2. Patofisiologi dan tanda-tanda klinis yang terjadi sama dengan DKA dengan beberapa pengecualian. Pada HHNC terdapat:

1) Dehidrasi berat. Klien bisa mengalami defisit cairan sebanyak 8-9 liter.

(27)

2) Tingkat hiperglikemia juga lebih berat, bisa 600-2.000 mg/ dl. 3) Osmolaritas serum adalah 350 mOsm/ L atau lebih.

4) Tidak ada ketosis karena orang dengan DM Tipe 2 mempunyai cukup 5) Biasanya, ada gangguan dasar pada sistem saraf sentral

(serebrovaskular) yang bisa menganggu persepsi klien terhadap rasa haus sehingga cairan yang hilang tidak dapat diganti dan dehidrasi  bertambah berat.

6) Biasanya, ada infeksi atau penyakit.

HHNC merupakan kondisi kedaruratan medis. Penanganan utama adalah rehidrasi dengan larutan hipotonik intravena (salin normal 0,45%). Klien ini diberikan larutan hipotonik karena klien ini adalah hiperosmolar. Setelah klien dehidrasi, masalah hiperglikemia juga akan teratasi. Klien tidak perlu d iberi insulin.

 b. Komplikasi kronis

Klasifikasi komplikasi kronis adalah mikrovaskular (menyangkut  pembuluh darah kecil) dan makrovaskular (menyangkut pembuluh darah   besar). Komplikasi ini adalah akibat lama dan beratnya hiperglikemia. Perubahan pada pembuluh darah mengakibatkan retinopati diabetik, nefropati diabetik. neuropati perifer dan autonomik, penyakit vaskular    perifer, penyakit serebrovaskular (stroke), serta penyakit arteri koroner.

Komplikasi mikrovaskular dari DM Tipe 1 jarang ditemukan dalam 5-10 tahun setelah penyakit diketahui. Retinopati diabetik. Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurisma pada pembuluh retina. Terdapat pula   bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.

Respons terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah   pecah dan menyebabkan perdarahan vitreous (perdarahan dalam cairan

vitreous). Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina (lepasnya retina) atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.

(28)

Pengobatan dengan laser fotokoagulasi pada tahap awal dapat mencegah kebutaan. Laser fotokoagulasi dapat menutup kebocoran pembuluh darah retina. Pemeriksaan oftalmologis setiap tahun, sangat dianjurkan.

1)  Nefropati diabetik. Lesi renal yang khas dari nefropati diabetik adalah glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar di kedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomerulosklerosis nodular  dikaitkan dengan proteinuria, edema, dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM. Sekitar 10-35% klien dengan DM menderita komplikasi ini. Permulaan nefropati diabetik adalah hipertrofi dan hiperfiltrasi glomerulus. Pemeriksaan urine menunjukkan mikroalbuminuria yang bisa berkembang menjadi albuminuria atau proteinuria >300 mg albumin/ 24 jam). Proteinuria mempunyai prognosis yang jelek dan laju mortalitas yang tinggi. Hipertensi adalah faktor paling mempercepat timbulnya nefropati diabetik. Pengendalian tekanan darah secara agresif dapat memperlambat timbulnya

2)   Nefropati diabetik. Penelitian menunjukkan bahwa albuminuria bisa   berkurang apabila tekanan darah dapat dikendalikan pada batas

normal, albuminuria lebih sedikit dengan tekanan darah 132/74 daripada 140/80 mmHg. Inhibitor enzim pengubah angiotensin (Captopril) dapat memperlambat perkembangan albuminuria. Selain itu, pengurangan protein dalam makanan juga banyak membantu. 3)   Neuropati. Neuropati diabetik terjadi pada 60-70% individu DM.

  Neuropati diabetik yang paling sering ditemukan adalah neuropati  perifer dan autonomik.

4) Polineuropati sensori perifer simetris. Pada polineuropati sensori   perifer simetris, terjadi perubahan sensoris dan hilangnya sensoris

secara simetris, yang terjadi pada kedua kaki dan kedua tangan. Biasanya, ekstremitas bawah yang terkena pertama karena ekstremitas

(29)

 bawah mempunyai saraf yang paling panjang di seluruh tubuh. Yang termasuk dalam sensoris yang abnormal adalah parestesia (sensasi kesemutan, rasa seperti ditusuk dengan jarum). Sensasi yang abnormal ini menjadi lebih berat pada malam hari dan bisa mengganggu tidur klien. Perubahan ini berlangsung perlahan tetapi  progresif.

5)   Neuropati perifer yang nyeri. Neurotransmiter yang menyebabkan nyeri telah diketahui, yaitu substansi P. Pemakaian narkotik untuk  nyeri yang kronis tidak dianjurkan. Selain tidak bisa menghilangkan nyeri, obat narkotik dapat membuat klien menjadi bergantung pada obat. Obat anti-inflamasi nonsteroid dan asetaminofen dapat membantu mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri.

6)   Neuropati autonomik. Gangguan pada sistem autonomik bisa juga timbul dan mengakibatkan perubahan pada sistem tubuh.

B. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber  data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

Menurut Doengoes, M (1999 : 726-727), pengkajian keperawatan untuk  klien diabetes melitus antara lain :

a. Aktifitas/ istirahat

1) Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/ berjalan. Kram otot, tonus otot menurun. Gangguan tidur/ istirahat.

2) Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas. Letargi/ disorientasi, koma, Penurunan kekuatan otot

(30)

1) Gejala : Adanya riwayat hipertensi; IM akut. Klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.

2) Tanda : Takikardia. Perubahan tekanan darah postural; hipertensi.   Nadi yang menurun. Kulit panas, kering, dan kemerahan; bola mata

cekung. c. Intergitas ego

1) Gejala : Stres; tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang   berhubungan dengan kondisi.

2) Tanda : Ansietas, peka rangsang. d. Eliminasi

1) Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri, terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), Nyeri tekan abdo men diare. 2) Tanda : Urine encer, pucat, kuning; poliuri (dapat berkembang

menjadi oliguria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat ).

3) Urine berkabut, bau busuk (infeksi). Abdomen keras, adanya asites. Bising usus lemah dan menurun; hiperakif (diare).

e. Makanan dan cairan

1) Gejala : Hilang napsu makan, mual/ muntah. Tidak mengikuti diet;   peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat. Penurunan berat badan

lebih dari periode beberapa hari/ minggu. Haus. Penggunaan diuretik  (tieald).

2) Tanda : Kulit kering/ bersisik, turgor jelek. Kekakuan/ distensi abdomen, muntah. Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah). Bau halitosis/ manis, bau  buah (napas aseton).

f.  Neurosensori

1) Gejala : Sakit kepala. Kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia. Gangguan penglihatan.

(31)

g. Tanda : Disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/ koma (tahap lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD) menurun (koma), kejang.

h.  Nyeri atau kenvamanan

1) Gejala : Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat).

2) Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati. i. Pernapasan

1) Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan tanpa sputum  purulen (tergantung adanya infeksi/ tidak).

2) Tanda : Batuk, dengan/ tanpa sputum purulen (infeksi). Frekuensi  pernapasan.

 j. Keamanan

1) Gejala : Kulit kering. gatal; ulkus kulit.

2) Tanda : Demam, diaforesis. Kulit rusak, lesi/ ulserasi. Menurunnya kekuatan umum/ rentang gerak Parestesia/ paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam). k. Seksualitas

1) Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada  pria; kesulitan orgasme pada wanita.

l. Penyuluhan atau pembelajaran

1) Gejala : Faktor risiko keluarga; DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid); Dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.

2) Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam   pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap

(32)

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosis keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana  pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.

Diagnosa keperawatan untuk asuhan keperawatan dengan gangguan system endokrin; diabetes melitus menurut Doengoes. M (1999 : 729-741) adalah :

a. Kerusakan integritas kulit berhubungan perubahan kondisi metabolic  b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik 

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi e. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori ± perseptual berhubungan

dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin.

f. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic g. Kurang pengetahuan mengenai tanda dan gejala penyakit berhubungan

dengan tidak mengenal sumber informasi.

3. Rencana Keperawatan

Rencana Keperawatan adalah kerangka (daftar) atau rancangan intervensi yang komprehensif untuk mencapai kriteria hasil dengan kerangka waktu yang ditentukan komponen rencana keperawatan. Adapun rencana keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang dikemukakan oleh Maryln Doengoes, (2000) untuk penyakit diabetes melitus adalah :

(33)

a. Kerusakan integritas kulit berhubungan perubahan kondisi metabolik 

Hasil yang diharapkan; terjadinya perbaikan status metabolic, bebas dari drainase purulen dalam 48 jam dan menunjukkan tanda-tanda  penyembuhan dengan tepi luka bersih

Intervensi :

1) Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk.

Rasional : Mengidentifikasi patogen dan terapi pilihan.

2) Berikan dikloksasilin 500 mg per oral setiap 6 jam, mulai jam 10 malam. Amati tanda-tanda hipersensitivitas, seperti; ruritus, urtikaria, ruam.

Rasional : Pengobatan infeksi/ pencegahan komplikasi.

3) Rendam kaki dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan Betadine tiga kali sehari selama 15 menit.

Rasional : Germisidal lokal efektif untuk luka permukaan 4) Kaji area luka setiap kali mengganti balutan.

Rasional : Memberikan infor masi tentang efektivitas te rapi dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan tambahan

5) Pijat area sekitar nisi luka.

Rasional : Merangsang sirkulasi dan mengalirkan sel darah putih, fibroblas, dan nutrisi yang dibutuhkan untuk penyembuhan dan membuang debris yang terfagositasi

6) Balut luka dengan kasa kering steril. .

Rasional : Menjaga kebersihan luka/ meminimalkan kontaminasi silang.

7) Berikan 15 unit insulin Humulin N SC pada pagi hari setelah contoh darah harian diambil.

(34)

Rasional : Mengobati disfungsi metabolik yang mendasari, menurunkan hiperglikemia dan meningkatkan  penyembuhan.

 b. Gangguan rasa nyaman ; Nyeri berhubungan dengan iskemik jaringan Hasil yang diharapkan : nyeri berkurang sampai dengan hilang, ekspresi wajah tidak menunjukkan kesakitan.

Intervensi :

1) Tutup luka sesegera mungkin.

Rasional : Suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf 

2) Tinggikan ekstremitas luka secara periodik.

Rasional : Peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk  menurunkan pembentukan edema

3) Berikan tempat tidur ayunan sesuai indikasi.

Rasional : Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri.

4) Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi.

Rasional : Posisi fungsi menurunkan deformitas/ kontraktur dan meningkatkan kenyamanan

5) Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu peng hangat,  penutup tubuh hangat.

Rasional : Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor  6) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokas / karakter dan intensitas (skala

0-10).

Rasional : Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan/ kerusakan

7) Lakukan penggantian balutan dan debridemen setelah klien diberi obat dan/ atau pada hidroterapi.

(35)

Rasional : Menurunkan terjadinya distres fisik dan emosi sehubungan dengan penggantian balutan dan debridemen.

8) Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri.

Rasional : Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping

9) Berikan tindakan kenyamanan dasar contoh pijatan pada area yang tak  sakit, perubahan posisi dengan sering.

Rasional : Meningkatkan relaksasi; menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum

10) Dorong penggunakan teknik manajemen stres, contoh relaksasi  progresif, napas dalam, bimbingan imajinasi, dan visualisasi.

Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan rasa control.

11) Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk usia/ kondisi. Tingkatkan  periode tidur tanpa gangguan.

Rasional : Membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang dialami dan memfokuskan kembali perhatian

12) Berkolaborasi berikan analgesik (narkotik dan non-narkotik) sesuai indikasi.

Rasional : Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri/ kemampuan koping menurun.

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik 

Hasil yang diharapkan; peningkatan urine, kulit / membran mukosa tidak  kering, turgor kulit baik.

Intervensi :

(36)

Rasional : Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardia.

2) Pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau peraapasan yang  berbau keton

Rasional : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui   pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis

respitatoris terhadap keadaan ketoasidosis. 3) Suhu, warna kulit, atau kelembabannya.

Rasional : Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.

4) Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/ hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan.

Rasional : Mempertahankan hidrasi/ volume sirkulasi. 5) Tingkatkan lingkungan yang dapat menimbulkan rasa nyaman.

Rasional : Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut akan dapat menimbulkan kehilangan cairan. 6) Berkolaborasi berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi

Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada tlerajat kekurangan cairan dan respons k lien secara individual.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

Hasil yang diharapkan; kebutuhan nutrisi terpenuhi, mendemontrasikan  berat badan stabil.

(37)

Interversi :

1) Catat status nutrisi klien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat   badan dan derajat kekurangan berat badan, integritas mukosa oral,

kemampuan/ ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/ muntah atau diare.

Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.

2) Pastikan pola diet biasa klien, yang disukai/ tak disukai.

Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus.

3) Awasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara periodik.

Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

4) Selidiki anoreksia, mual, dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat. Awasi frekuensi, volume. konsistensi feces. Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan

mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk  meningkatkan pemasukan/ penggunaan nutrien

5) Dorong dan berikan periode istirahat sering.

Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bib kebutuhan metabolik meningkat saat demam.

6) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan perawatan. Rasional : Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau

obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang  pusat muntah.

(38)

7) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat

Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ kebutuhan energi dari makan makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster.

8) Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan klien kecuali kontraindikasi.

Rasional : Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan membantu memenuhi kebutuhan personal dan kultural.

9) Berkolaborasi Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet. Rasional : Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan

nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet. 10) Konsul dengan terapi pernapasan untuk jadwal pengobatan 1-2 jam

sebelum/ setelah makan.

Rasional : Dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehubungan dengan obat atau efek   pengobatan pernapasan pada perut yang penuh.

11) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, protein serum, dan albumin.

Rasional : Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan intervensi/ perubahan  program terapi

(39)

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan denga n kadar glukosa tinggi. Hasil yang diharapkan : mengidentifikasi intervensi unuk mencegah/ menurunkan resiko infeksi, mendemontrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Intervensi :

1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh atau berkabut.

Rasional : Klien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.

2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang   baik pada semua orang yang berhubungan dengan klien termasuk 

kliennya sendiri.

Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silting (infeksi nasokomial).

3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan infus, kateter Folley dan sebagainya), pemberian obat intravena dan memberikan perawatan pemeliharaan. Lakukan pengobatan melalui IV sesuai indikasi.

Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman

4) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh masase daerah tulang yang tertekan jaga kulit tempat kering.

(40)

Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan klien pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan  pada kulit/ iritasi kulit dan infeksi.

5) Posisikan klien pada posisi semi-fowler.

Rasional : Memberikan kemudahan hagi paru untuk   berkembang; menurunkan risiko terjadinya aspirasi. 6) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat (pemasukan makanan dan

cairan yang adekuat) (kira-kira 3000 ml/ hari jika tidak ada kontraindikasi)

Rasional : Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi. 7) Berkolaborasi berikan obat antibiotik yang sesuai.

Rasional : Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

f. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori- perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin

Hasil yang diharapkan; mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan mengkopensasi adanya kerusakan sensori.

Intervensi

1. Pantau tanda-tanda vital dan status mental

Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.

2. Panggil klien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya, misalnya terhadap tempat, orang, dan waktu.

Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk  mempertahankan kontak dengan realitas.

(41)

3. Lindungi klien dari cedera (gunakan pengikat) ketika tingkat kesadaran klien terganggu. Berikan bantalan lunak pada pagar tempat tidur dan berikan jalan napas buatan yang lunak jika klien kemungkinan mengalami kejang.

Rasional : Klien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya cedera, terutama malam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi. Munculnya kejang perlu diantisipasi untuk mencegah trauma fisik, aspirasi dan sebagainya.

4. Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi.

Rasional : Edema/lepasnya retina, hemoragis, katarak, atau   paralists otot ekstraokuler sementara mengganggu   penglihatan yang memerlukan terapi korektif dan/

atau perawatan penyokong.

5. Bantu klien dalam ambulasi atau perubahan posisi. Rasional : Meningkatkan rasa nyaman klien. 6. Berkolaborasi berikan pengobatan sesuai dengan obat

Rasional : Gangguan dalam proses pikir/ potensial terhadap aktivitas kejang biasanya hilang bila keadaati hiperosmolaritas teratasi.

g. Kelelahan berhubungan dengan penurunan proksuksi energi metabolik. Hasil yang diharapkan; Mengungkapkan peningkatan tingkat energi, menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan.

(42)

Intervensi

1. Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal   perencanaan dengan klien dan identitikasi aktivitas yang

menimbulkan kelelahan.

Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk  meningkatkan tingkat aktivitas meskipun klien mungkin sangat lemah.

2. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/ tanpa diganggu.

Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.

3. Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum/ sesudah met akukan aktivitas.

Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.

4. Diskusikan cara rnenghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya.

Rasional : Klien akan dapat melakukan lebih hanyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.

5. Tingkatkan partisipasi klien dalam tnelakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.

Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/ harga dirt yang  positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditolerahsi

(43)

h. Kurang pengetahuan mengenai tanda dan gejala penyakit berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.

Hasil yang diharapkan ; mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi hubungan/ tanda/ gejala dengan proses penyakit dan dengan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab

Intervensi:

1. Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh  perhatian, dan selalu ada untuk klien.

Rasional : Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum klien bersedia mengambil bagian dalam  proses belajar.

2. Bekerja dengan klien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan. Rasional : Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan

antusias dan kerja sama klien dengan prinsip-prinsip yang dipelajari.

3. Diskusikan topik-topik utama seperti: Apakah kadar glukosa normal itu dan bagaimana hal tersebut dibandingkan dengan kadar gula darah klien, tipe DM yang dialami klien, huhungan antara kekurangan insulin dengan kadar gula darah yang tinggi.

Rasional : Memberikan pengetahuan dasar di mana klien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup. 4. Diskusikan tentang rencana diet penggunaan makanan tinggi serat dan

cara untuk melakukan makan di luar rumah.

Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu klien dalam merencanakan makan/ mentaati program.

Gambar

Gambar 2.1  Anatomi  Pankreas  (Sumber  :  dr.hamdu,  2008/11/14, http://www.hakeem-sy.com/main/node/25542
Gambar 2.2  Ulkus  pada  Diabetes  (sumber  :  Admin.  2010/1/15,
Tabel  2.1  Klasifikasi  Ulkus  DM  berdasarkan U  niversity  of  Texas Classification (Sumber : Cahyono, JBS, 2007;105)

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan analisa, hasil yang didapat adalah terdapat lima jenis bahasa kiasan yang berdasarkan pada teori terjemahan yang dikemukakan oleh Larson dan dianalisa

Earl of Sandwich IV ingin terus bermain kartu tanpa harus berhenti untuk makan, sehingga daging yang dijepit dua potong roti dijadikan makanan praktis yang bisa dimakan dengan

Kompetensi yang tercakup dalam unit kompetensi ini harus diujikan secara konsisten pada seluruh elemen dan dilaksanakan pada situasi pekerjaan yang sebenarnya

Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan provinsi DKI Jakarta di sebelah Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan provinsi DKI Jakarta di sebelah utara

Dari hasil pengujian tersebut bisa dilihat bahwa multithreading sangat berperan penting dalam pemrosesan data yang berskala besar, contoh dari grafik diatas bisa

Surat Suara adalah salah satu jenis perlengkapan pemungutan suara yang berbentuk lembaran kertas dengan desain khusus yang digunakan Pemilih untuk memberikan suara

Perusahaan memperoleh Penghargaan Konstruksi Indonesia dari Menteri Pekerjaan umum (PU) di bulan Nopember 2011.. Penghargaan Kinerja Proyek di bulan Nopember 2011 juga

ANG SUSI AT KAPANGYARIHAN NG DIYOS AY NASA PANGALAN, KUNG KAYA’T ANG MGA PANGALANG NAKATALA SA AKLAT NA.. ITO