• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERANAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG OLEH TEUKU FAJAR AKBAR H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERANAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG OLEH TEUKU FAJAR AKBAR H"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG

OLEH

TEUKU FAJAR AKBAR H14103035

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

(2)

Perekonomian Kabupaten Tangerang (dibimbing oleh DEWI ULFAH WARDANI).

Industri makanan dan minuman merupakan subsektor dari industri manufaktur (non migas) yang memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Sebagaimana dalam konteks nasional, keberadaan industri makanan dan minuman diduga juga memberikan dampak positif bagi perekonomian Kabupaten Tangerang.

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Menganalisa kontribusi industri makanan dan minuman dalam perekonomian Kabupaten Tangerang, (2) Menganalisa keterkaitan industri makanan dan minuman dengan sektor-sektor lainnya di Kabupaten Tangerang, (3) Menganalisa dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh industri makanan dan minuman dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan, dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja berdasarkan efek pengganda (multiplier) output, pendapatan dan tenaga kerja, (4) Menganalisa dampak penyebaran antara industri makanan dan minuman dengan sektor lainnya serta penetapan prioritas sektor, dan (5) Menganalisa perkembangan industri makanan dan minuman di Kabupaten Tangerang dalam kurun periode 2000 hingga 2006 dilihat sisi realisasi investasi dan penyerapan tenaga kerja.

Penelitian ini menggunakan dua metode analisis utama yakni analisis Input-Output (I-O) dan analisis deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu Tabel Input-Output (I-O) Kabupaten Tangerang tahun 2000 klasifikasi 40 sektor dan data investasi industri di Kabupaten Tangerang tahun 2000 hingga 2006 hasil monitoring Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Kabupaten Tangerang. Khusus untuk keperluan analisis Input-Output, tabel I-O diagregasi menjadi 19 sektor. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan peranti lunak (software) GRIMP for Windows Versi 1.0.1 dan Microsoft Excel 2003.

Berdasarkan hasil analisis kontribusi, industri makanan dan minuman dalam perekonomian Kabupaten Tangerang dilihat dari kontribusi yang diberikannya terhadap permintaan akhir total dan pembentukan output total menduduki peringkat kedua, sedangkan terhadap pembentukan permintaan antara total menempati peringkat ketiga. Impor dan konsumsi masyarakat untuk subsektor industri ini adalah yang terbesar dibanding sektor lainnya. Dalam hal pembentukan nilai tambah bruto total berada pada peringkat kelima, sedangkan dalam hal ekspor ia berada pada peringkat keenam.

Dilihat dari hasil analisis keterkaitan langsung dan langsung tidak langsung ke depan, industri makanan dan minuman menempati peringkat kedua. Untuk keterkaitan langsung dan langsung tidak langsung ke belakang, industri makanan dan minuman berada pada peringkat kelima. Hal tersebut didukung pula oleh hasil analisis yang menunjukkan bahwa indutri makanan dan minuman menyerap output dari sektor pertanian terbesar dibanding sektor perekonomian lainnya. Dengan kata lain, industri makanan dan minuman merupakan sektor yang paling berpotensi dalam hal membangun dan mendayagunakan sektor pertanian dan sektor agroindustri di Kabupaten Tangerang.

Berdasarkan hasil analisis pengganda, industri makanan dan minuman memiliki pengganda output tipe I peringkat kelima dan pengganda output tipe II peringkat pertama.

(3)

tipe I dan tipe II yang menduduki peringkat kedua.

Hasil analisis dampak penyebaran diperoleh industri makanan dan minuman memiliki kemampuan yang tinggi dalam hal mendukung pertumbuhan output sektor hulu dan hilirnya. Sedangkan dari hasil penetapan sektor prioritas, industri makanan dan minuman tergolong salah satu sektor prioritas (sektor unggulan).

Sesuai dengan hasil analisis deskriptif diperoleh bahwa industri makanan dan minuman dalam periode 2000 hingga 2006 mengalami pertumbuhan investasi dan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja meski nilainya cenderung berfluktuatif dari tahun ke tahun. Industri makanan dan minuman skala investasi besar memiliki peranan terbesar dalam hal pembentukan barang modal (investasi) dan penyerapan tenaga kerja. Jenis industri makanan dan minuman skala investasi besar yang memiliki peranan terbesar (lebih dari 50 persen) dalam hal pertumbuhan penyerapan tenaga kerja industri makanan dan minuman adalah industri penghasil kue kering (1.758 orang) dan industri penghasil coklat dan kembang gula (1.578 orang). Keduanya merupakan golongan dari industri makanan lainnya. Sedangkan untuk industri makanan dan minuman skala investasi kecil, penyerapan tenaga kerja terbesar juga dikontribusi oleh golongan industri makanan lainnya yakni: industri penghasil roti (113 orang), industri penghasil kue kering (74 orang) dan industri penghasil tempe (46 orang).

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka sudah semestinya pemerintah daerah (pemda) Kabupaten Tangerang mengembangkan industri makanan dan minuman sebagai salah satu sektor unggulan Kabupaten Tangerang. Hal ini karena peranannya yang besar dalam perekonomian di Kabupaten Tangerang mengingat ia dapat diandalkan untuk mendorong peningkatan output wilayah dan penciptaan lapangan pekerjaan baru. Selain itu, upaya pemda Kabupaten Tangerang untuk memajukan sektor pertanian harus secara bersamaan mengembangkan industri makanan dan minuman. Hal ini dikarenakan industri makanan dan minuman adalah sektor terbesar dalam hal penyerapan output pertanian dibanding sektor-sektor lainnya.

(4)

Oleh

TEUKU FAJAR AKBAR H14103035

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Teuku Fajar Akbar

Nomor Registrasi : H14103035

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Peranan Industri Makanan dan Minuman

dalam Perekonomian Kabupaten Tangerang

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.Si NIP. 131 878 941

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

(6)

penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Peranan Industri Makanan dan Minuman dalam Perekonomian Kabupaten Tangerang” dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Ir. Dewi Ulfah. Wardani, M.Si yang telah memberikan bimbingan baik pada waktu persiapan, pengambilan data mapun penyusunan skripsi sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada instansi terkait dan pihak-pihak yang telah membantu penulis selama proses penelitian.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua dan saudara penulis atas kesabaran, doa dan dorongan yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan berguna bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2007

Teuku Fajar Akbar

(7)

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Teuku Fajar Akbar H14103035

(8)

Jakarta. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara dari pasangan Drs.Teuku Darmawan dan Titien Sumarni. Pada saat tulisan ini dibuat kedua orang tua penulis sedang bertugas di luar negeri karena ayahanda penulis sedang mengemban tugas sebagai Konsul Jenderal RI di Hamburg, Republik Federal Jerman.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari pendidikan taman kanak-kanak di Sekolah Indonesia Bangkok (SIB), Bangkok, Thailand. Kemudian dilanjutkan pendidikan sekolah dasar di Sir William Osler Elementary School, Vancouver, Canada. Pendidikan sekolah menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 dan pendidikan menengah umum pada tahun 2003 di Sekolah Indonesia Cairo (SIC), Cairo, Mesir. Pada tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan ke Fakultas Ekonomi dan Manajemen Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif pada organisasi IPB English Debating Community (IDC) dan sering mewakili IPB dalam ajang lomba debat bahasa Inggris tingkat nasional yang kerap diadakan oleh universitas-universitas dari seluruh Indonesia. Diantara perlombaan debat bahasa Inggris yang penulis pernah ikuti adalah Indonesian Varsities English Debate (IVED 2005) yang diselenggarakan oleh Universitas Bina Nusantara (UBINUS) dan Java Overland Varsities English Debate (JOVED 2005) yang diselenggarakan oleh Universitas Padjajaran (UNPAD). Penulis juga pernah meraih penghargaan sebagai adjudicator with “very good” accreditation dalam ajang lomba debat bahasa Inggris JOVED 2005 yang bertempat di Bandung.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

2.1. Golongan Industri Makanan dan Minuman Menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2005... 9

2.1.1. Industri Pengolahan dan Pengawetan Daging, Ikan, Buah-buahan, Sayuran, Minyak dan Lemak (Kode KBLI: 151)... 9

2.1.2. Industri Susu dan Makanan dari Susu (Kode KBLI: 152)... 10

2.1.3. Industri Penggilingan Padi-Padian, Tepung, dan Pakan Ternak (Kode KBLI: 153)... 10

2.1.4. Industri Makanan Lainnya (Kode KBLI: 154) ... 10

2.1.5. Industri Minuman (Kode KBLI:155)... 11

2.2. Kondisi Industri Makanan dan Minuman di Indonesia... 11

2.3. Kondisi Industri Makanan dan Minuman di Negara Maju ... 13

2.4. Tabel Input-Output... 15

2.4.1. Konsep dan Definisi... 18

2.4.2. Kerangka Dasar Tabel Input-Output... 21

2.4.3. Analisis Keterkaitan ... 25

2.4.3.1. Keterkaitan Langsung ke Depan... 25

2.4.3.1. Keterkaitan Langsung ke Belakang... 25

2.4.3.2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan ... 25

2.4.3.3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang... 26

2.4.4. Analisis Dampak Penyebaran ... . 26

(10)

2.4.4.2.Kepekaan Penyebaran (sensitivity of dispersion) ... 26

2.4.5. Analisis Pengganda (Multiplier) ... 27

2.4.5.1. Pengganda Output... 27

2.4.5.2. Pengganda Pendapatan... 27

2.4.5.3. Pengganda Tenaga Kerja... 28

2.4.5.4. Analisis Dampak Pengganda (Multiplier Effect) ... 28

2.5. Penelitian Terdahulu... 30

2.5.1. Derajat Kecenderungan Ekspor dan Impor Industri Makanan dan Minuman ... 30

2.5.2. Distribusi Nilai Tambah dan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman... 32

2.5.3. Struktur Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (RT)... 32

2.5.4. Koefisien Pengganda... 33

2.5.5. Dampak Peningkatan Pendapatan Sektoral pada Penerimaan Rumah Tangga ... 34

2.6. Kerangka Pemikiran ... 35

III. METODE PENELITIAN... 39

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 39

3.2. Metode Analisis... 39

3.2.1. Koefisien Input... 40

3.2.2. Analisis Keterkaitan ... 40

3.2.2.1. Keterkaitan Langsung ke Depan... 40

3.2.2.2.Keterkaitan Langsung ke Belakang ... 41

3.2.2.3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan ... 41

3.2.2.4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang ... 42

3.2.3. Analisis Pengganda (Multiplier) ... 42

3.2.4. Analisis Dampak Penyebaran... 44

3.2.4.1. Koefisien Penyebaran (coefficient on dispersion) .... 44

3.2.4.2. Kepekaan Penyebaran (sensitivity of dispersion) ... 45

IV. GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG... 46

(11)

4.1.1. PDRB Menurut Komponen Penggunaan... 46

4.1.2. PDRB dari Sisi Sektoral ... 49

4.2. Kondisi Tenaga Kerja ... 51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 54

5.1. Kontribusi Industri Makanan dan Minuman dalam Perekonomian Kabupaten Tangerang Tahun 2000... 54

5.1.1. Struktur Permintaan ... 54

5.1.2. Ekspor dan Impor... 58

5.1.3. Struktur Nilai tambah Bruto... 61

5.1.4. Struktur Output ... 64

5.2. Analisis Keterkaitan... 65

5.2.1. Keterkaitan Ke Depan... 65

5.2.2. Keterkaitan ke Belakang ... 67

5.3. Analisis Pengganda (Multiplier) ... 69

5.3.1. Pengganda Output... 70

5.3.2. Pengganda Pendapatan... 71

5.3.3. Pengganda Tenaga Kerja ... 73

5.4. Dampak Penyebaran ... 74

5.4.1. Koefisien Penyebaran ... 74

5.4.2. Kepekaan Penyebaran... 75

5.4.3. Analisis Penetapan Prioritas Sektor ... 77

5.5. Perkembangan Industri Makanan dan Minuman di Kabupaten Tangerang ... 79

5.5.1. Perkembangan (Δ) Investasi ... 80

5.5.2. Perkembangan (Δ) Penyerapan Tenaga Kerja ... 83

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan... 87

6.2. Saran... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 2.1. Kerangka Penyajian Tabel Input-Output... 21

2.2. Tabel Input-Output ... 23 2.3. Derajat Kecenderungan Ekspor dan Impor

Industri Manufaktur (dalam persentase) ... 31 2.4. Distribusi Nilai Tambah dan Penyerapan Tenaga Kerja Industri

Manufaktur... 32 2.5. Struktur Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga untuk Industri

Manufaktur ... 33 2.6. Koefisien Pengganda SNSE Indonesia Tahun 1999

Sektor Industri ... 34 2.7. Dampak Peningkatan Pendapatan Sektoral terhadap Penerimaan

Rumah Tangga ... 35 3.1. Rumus Pengganda Output dan Pendapatan (Tipe I dan II)... 43 3.2. Rumus Pengganda Tenaga Kerja (Tipe I dan II) ... 44 4.1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Komponen

Penggunaan di Kabupaten Tangerang Tahun 2001 hingga 2005

(Juta Rupiah) ... 48 4.2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tangerang

Sektor Industri Manufaktur Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2002 hingga 2005 (Juta Rupiah) ... 49 4.3. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tangerang

Sektor Industri Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2002 hingga 2005 (Juta Rupiah dan Persen)... 50 4.4. Penyerapan Tenaga Kerja Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas

Menurut Lapangan Usaha Utama Tahun 2005 ... 52 4.5. Jumlah Perusahaan berdasarkan Status Perusahaan

dan Tenaga Kerja pada Tahun 2005... 52 5.1. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor

Perekonomian di Kabupaten Tangerang Tahun 2000

(13)

5.2. Struktur Permintaan Sektor Industri

di Kabupaten Tangerang Tahun 2000 (Juta Rupiah) ... 56 5.3. Konsumsi Rumah Tangga, Konsumsi Pemerintah,

Pembentukan Modal Tetap dan Perubahan Stok

Kabupaten Tangerang Tahun 2000 (Juta Rupiah) ... 57 5.4. Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Kabupaten Tangerang

Tahun 2000 ... 59 5.5. Sepuluh Sektor Terbesar Pembentuk Nilai Ekspor

dan Nilai Impor di Kabupaten Tangerang

Tahun 2000 (Juta Rupiah)... 60 5.6. Kontribusi Nilai Tambah Bruto Kabupaten Tangerang 2000,

Klasifikasi 19 sektor (Juta Rupiah) ... 62 5.7. Lima Sektor Terbesar Menurut Peringkat Nilai Tambah Bruto,

Kabupaten Tangerang Tahun 2000 ... 64 5.8. Sembilan Sektor Terbesar Pembentuk Output

Kabupaten Tangerang Tahun 2000 (Juta Rupiah) ... 65 5.9. Keterkaitan Output ke Depan dan ke Belakang

Sektor Perekonomian di Kabupaten Tangerang Tahun 2000 ... 66 5.10. Distribusi Output Sektor Pertanian terhadap

Sektor Industri di Kabupaten Tangerang

Tahun 2000 ... 68 5.11. Pengganda Output Sektor-Sektor Perekonomian

Kabupaten Tangerang Tahun 2000 ... 71 5.12. Total Pengganda Pendapatan Sektor-Sektor

Perekonomian Kabupaten Tangerang Tahun 2000 ... 72 5.13. Total Pengganda Tenaga Kerja Sektor-sektor Perekonomian

di Kabupaten Tangerang Tahun 2000 ... 73 5.14. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran

Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten

Tangerang Tahun 2000 ... 75 5.15. Kriteria Penentuan Peringkat Prioritas Sektor ... 77

(14)

5.16. Kriteria Indeks Prioritas Pengembangan Sektor Perekonomian

Kabupaten Tangerang Tahun 2000 ... 78 5.17. Perkembangan (Δ) Nilai Investasi Industri

Makanan dan Minuman Berdasarkan Skala Investasi

Perusahaan Tahun 2000 hingga 2006 (Juta Rupiah)... 81

5.18. Perkembangan (Δ) Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Industri Makanan dan Minuman berdasarkan Komoditi

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. LPE dan Angka Pengangguran Kabupaten Tangerang... 6

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Klasifikasi Sektor-Sektor Perekonomian

Kabupaten Tangerang ... 92 2. Tabel Input-Output Kabupaten Tangerang Tahun 2000

Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen

Klasifikasi 40 Sektor (Juta Rupiah) ... 94 3. Tabel Input-Output Kabupaten Tangerang Tahun 2000

Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen

Klasifikasi 19 Sektor (Juta Rupiah) ... 104 4. Matrik Koefisien Teknis Klasifikasi 19 Sektor... 107 5. Matrik Leontif Terbuka Klasifikasi 19 Sektor ... 108

(17)

Industri makanan dan minuman yang dikenal juga dengan industri pangan

merupakan subsektor dari industri manufaktur (non migas) yang memiliki peranan

yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Andil industri ini dalam

memberikan lapangan kerja dapat dikatakan sangat besar. Mulai dari industri kecil

dan rumah tangga, industri menengah, besar nasional sampai multinational company

memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menyerap tenaga kerja maupun

pendapatan bagi pemerintah berupa pajak. Berdasarkan analogi di atas, dapat

diketahui bahwa industri makanan dan minuman di Indonesia memiliki peranan

penting karena memberikan kontribusi positif terhadap penyediaan lapangan

pekerjaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional (Sibarani, 2004).

Selain berperanan dalam hal penyerapan tenaga kerja, industri makanan dan

minuman juga sangat berperanan dalam hal pembentukan output dan nilai tambah

sektor industri nasional. Pada tahun 2004, industri makanan dan minuman

memberikan nilai produksi terbesar diantara subsektor industri (kategori besar dan

sedang) lainnya yaitu sekitar 18,06 persen dari total nilai produksi industri besar dan

sedang pada tahun 2004. Kontribusi tersebut meningkat pada tahun 2005 menjadi

19,69 persen. Dalam hal pembentukan nilai tambah industri makanan dan minuman

juga merupakan yang terbesar dibandingkan subsektor industri kategori besar dan

(18)

kontribusi industri makanan dan minuman terhadap pembentukan nilai tambah

tersebut meningkat menjadi sekitar Rp 56 triliun (Badan Pusat Statistik, 2005).

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997

menyadarkan pemerintah bahwa semakin penting untuk memberdayakan

industri-industri yang mampu menyerap dan menggunakan bahan baku lokal yakni dikenal

dengan agroindustri. Dengan melihat basis sumber daya alam (SDA) dan basis

tingkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki Indonesia, upaya

dalam mengembangkan agroindustri nasional sudah tidak dapat dielakkan lagi karena

secara bersamaan juga dapat mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan,

peningkatan kesempatan kerja, peningkatan kesejahteraan rakyat dan peningkatan

devisa.

Industri makanan dan minuman adalah salah satu subsektor industri berbasis

agro yang dimaksud dan terbukti mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi,

karena pada umumnya bahan pokok dalam pembuatan produk industri makanan dan

minuman berasal dari sektor pertanian. Pada akhirnya, sektor pertanian juga ikut

ditopang oleh kemandirian industri makanan dan minuman tersebut. Lebih dari itu,

hasil bumi yang sudah mendapatkan nilai tambah diperdagangkan di pasar lokal

maupun regional, sehingga tidak heran jika sektor perdagangan ikut menjadi tumbuh.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai tambah yang diberikan juga tidak sedikit,

baik kepada sektornya sendiri maupun kepada sektor hulu dan hilirnya. Dengan kata

lain, tidak hanya sektor pertanian saja yang diuntungkan, tetapi juga sektor ekonomi

(19)

Usaha produksi makanan adalah sebuah usaha yang strategis bagi Indonesia.

Ada dua alasan yang mendasarinya yaitu: Pertama, jumlah penduduk Indonesia yang

sangat besar merupakan pasar potensial. Kedua, sebagian besar industri pangan di

Indonesia memakai bahan baku hasil pertanian lokal yang bisa memacu

pengembangan sektor agroindustri nasional. Dengan memiliki industri turunan yang

banyak, industri makanan mampu mendayagunakan sektor ekonomi lainnya dari

sektor hulu hingga sektor hilirnya (Atantya, 2003).

Industri makanan dan minuman banyak tersebar pada beberapa wilayah di

berbagai penjuru tanah air, salah satunya di Kabupaten Tangerang. Kabupaten yang

dikenal sebagai salah satu kantung industri Indonesia ini memiliki sejumlah

perusahaan yang bergerak di industri makanan dan minuman dengan berbagai ukuran

menurut skala usahanya (kecil dan rumah tangga, sedang dan besar) serta tersebar di

berbagai kecamatan. Sebagaimana dalam konteks nasional, keberadaan industri

makanan dan minuman di Kabupaten Tangerang diduga juga memberikan dampak

positif bagi perekonomian Kabupaten Tangerang.

Dalam ruang lingkup perekonomian wilayah Kabupaten Tangerang, industri

makanan dan minuman tentunya tidak lepas kaitannya dengan sektor lain yang ada di

Kabupaten Tangerang, mulai dari proses produksi hingga proses distribusi hasil

output. Dengan kata lain, sektor-sektor ekonomi yang berhubungan secara langsung

maupun tidak langsung terhadap seluruh rangkaian produksi hingga pemasaran

(20)

ekonomi lainnya ikut diuntungkan melalui suatu mekanisme yang dikenal dengan

mekanisme keterkaitan (linkage mechanism).

Terkait dengan sektor pertanian di Kabupaten Tangerang, diketahui bahwa

masih banyak masyarakat di Kabupaten Tangerang yang menggantungkan hidupnya

di sektor pertanian. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS)

Kabupaten Tangerang, pada tahun 2005 terdapat 85.571 penduduk usia 10 tahun ke

atas yang bekerja di sektor pertanian yakni sebagai petani atau buruh tani. Angka

tersebut tidaklah sedikit, dan untuk itu perlu ada suatu upaya agar potensi pertanian di

Kabupaten Tangerang dapat didayagunakan seoptimal mungkin. Salah satunya adalah

dengan meningkatkan nilai tambah (added value) dari komoditi pertanian melalui

serangkaian proses pengolahan lebih lanjut yang dilakukan oleh sektor industri

terutama industri-industri yang berbasis agro. Industri makanan dan minuman adalah

salah satu industri berbasis agro yang berpotensi untuk melakukan hal tersebut.

Dengan berbagai pertimbangan yang telah dijabarkan di atas, dipandang penting

untuk menganalisa beberapa hal terkait dengan keberadaan industri makanan dan

minuman di Kabupaten Tangerang. Hal ini dapat ditunjukkan melalui kontribusi

industri makanan dan minuman terhadap perekonomian wilayah, keterkaitannya

dengan sektor lainnya, dampak pengganda (multiplier effect) yang ditimbulkannya,

serta perkembangannya dari tahun ke tahun dilihat dari sisi investasi, penyerapan

(21)

1.2. Perumusan Masalah

Kontribusi dan peranan industri makanan dan minuman sebagai salah satu

motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah terbukti handal. Industri ini

merupakan salah satu yang memiliki nilai tinggi dalam output dan penyerapan jumlah

tenaga kerja. Sejak bulan Maret 2002 hingga bulan Juli 2005, indeks produksi dari

industri makanan dan minuman selalu di atas 100. Lebih dari itu, pada tahun 2005

andil industri makanan dan minuman dalam memberikan lapangan kerja dapat

dikatakan besar, yakni berkisar 600 ribu orang (BPS, 2005).

Dalam konteks perekonomian Kabupaten Tangerang, berdasarkan Gambar 1.1

menunjukkan pada tahun 2005 nilai Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten

Tangerang berada pada posisi tertinggi sejak tahun 2002 yakni sebesar 7,4 persen.

Namun demikian, angka pengangguran berada pada posisi tertinggi pula yakni

sebesar 13,51 persen (Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, 2005). Hal ini

mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Kabupaten Tangerang

pada kurun periode ini tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi para

pencari pekerjaan (job seekers). Keberadaan industri makanan dan minuman

Kabupaten Tangerang diharapkan dapat mengurangi proporsi angka pengangguran

tersebut. Hal ini didasarkan pada konteks perekonomian nasional bahwa industri

(22)

Sumber: Dinas Tenaga kerja Kabupetan Tangerang (2005) Keterangan:

Gambar 1.1. LPE dan Angka Pengangguran Kabupaten Tangerang

Selain itu, keberadaan industri makanan dan minuman di Kabupaten

Tangerang diharapkan juga dapat menjadi salah satu pemacu dalam memajukan dan

mendayagunakan secara maksimal serta optimal potensi yang terdapat pada berbagai

sektor perekonomian di Kabupaten mulai dari sektor hulu hingga sektor hilir karena

pada dasarnya kemajuan pada suatu sektor ekonomi tertentu tidaklah bisa dipandang

secara parsial. Dengan kata lain, peningkatan atau penurunan pertumbuhan ekonomi

pada satu sektor akan berimbas pada sektor-sektor lainnya. Demikian juga dengan

pertumbuhan yang pesat pada industri makanan dan minuman akan mendorong sektor

perekonomian lainnya. Salah satu sektor yang diduga akan memperoleh manfaat

adalah sektor pertanian.

Berdasarkan uraian di atas, beberapa hal yang akan diidentifikasi dalam

penulisan ini adalah sebagai berikut: 16 5,01 9,06 10,69 13,51 4,56 4,44 6,4 7,4 0 2 4 6 8 10 12 14 2002 2003 2004 2005 Pengangguran LPE

(23)

1. Berapa besar kontribusi industri makanan dan minuman dalam perekonomian

di Kabupaten Tangerang?

2. Bagaimana keterkaitan industri makanan dan minuman dengan sektor-sektor

lainnya di Kabupaten Tangerang dilihat dari keterkaitan input maupun

outputnya?

3. Berapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh industri makanan dan

minuman (peningkatan pendapatan, peningkatan penyerapan tenaga kerja dan

pertumbuhan ekonomi) ditinjau berdasarkan efek multiplier terhadap output,

pendapatan dan tenaga kerja?

4. Berapa besar dampak penyebaran industri makanan dan minuman di

Kabupaten Tangerang serta apakah industri makanan dan minuman tergolong

sebagai sektor prioritas?

5. Bagaimana perkembangan industri makanan dan minuman dalam kurun tahun

2000 hingga 2006 dilihat dari sisi perkembangan investasi dan perkembangan

penyerapan tenaga kerja?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang penulisan dan perumusan masalah di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisa kontribusi industri makanan dan minuman dalam perekonomian

(24)

2. Menganalisa keterkaitan industri makanan dan minuman dengan sektor-sektor

lainnya di Kabupaten Tangerang, baik yang menyediakan input maupun yang

menggunakan output dari industri makanan dan minuman.

3. Menganalisa dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh industri makanan dan

minuman dalam meningkatkan pendapatan, meningkatkan penyerapan tenaga

kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan efek multiplier

terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja.

4. Menganalisa koefisien dan kepekaan penyebaran industri makanan dan

minuman di Kabupaten Tangerang dengan sektor lainnya serta menentukan

apakah industri makanan dan minuman tergolong sebagai sektor prioritas atau

tidak.

5. Menganalisa perkembangan industri makanan dan minuman dalam kurun

tahun 2000 hingga 2006 dilihat dari sisi perkembangan investasi dan

perkembangan penyerapan tenaga kerja.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah

Kabupaten Tangerang dalam usahanya memajukan seluruh sektor perekonomian di

Kabupaten Tangerang pada umumnya, industri makanan dan minuman pada

(25)

Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2005

Industri makanan dan minuman pada KBLI tahun 2005 diberi kode 15 (berdasarkan Kode KBLI dua digit). Industri ini dikelompokkan menjadi lima pokok golongan berdasarkan Kode KBLI tiga digit yakni; industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buah-buahan, sayuran, minyak dan lemak, industri susu dan makanan dari susu, industri penggilingan padi-padian, tepung, dan pakan ternak, industri makanan lainnya serta industri minuman.

2.1.1. Industri Pengolahan dan Pengawetan Daging, Ikan, Buah-buahan, Sayuran, Minyak dan Lemak (Kode KBLI: 151)

Golongan ini mencakup usaha pemotongan hewan, pengolahan/pengawetan daging, ikan atau biota air dan buah-buahan atau sayuran serta pengolahan minyak makan dan lemak dari nabati atau hewani. Pengolahan dan pengawetan daging, ikan atau biota air dan buah-buahan atau sayuran dilakukan dengan cara pengalengan, pengasapan, pengeringan, pembekuan, pengasinan/pemanisan, pelumatan dan sebagainya. Pengolahan bahan-bahan dari lemak nabati maupun hewani menjadi minyak mentah (minyak makan), margarine, minyak goreng (dari minyak kelapa dan kelapa sawit), minyak goreng lainnya, minyak makan dan lemak lainnya.

2.1.2. Industri Susu dan Makanan dari Susu (Kode KBLI: 152)

Golongan ini mencakup usaha pembuatan susu bubuk, susu kental, susu cair, susu asam dan susu kelapa termasuk usaha pengawetannya. Selain itu, usaha yang juga termasuk dalam golongan industri susu dan makanan dari susu adalah usaha

(26)

pembuatan mentega, keju, makanan bayi, bubuk es krim dan es krim yang bahan utamanya dari susu.

2.1.3. Industri Penggilingan Padi-Padian, Tepung, dan Pakan Ternak (Kode KBLI: 153)

Golongan ini mencakup usaha penggilingan, pembersihan, pengupasan padi-padian, biji-bijian, kacang-kacangan termasuk pembuatan kopra; pembuatan tepung terigu dan berbagai macam tepung dari padi-padian, biji-bijian, kacang-kacangan, umbi-umbian dan sejenisnya serta industri pati ubi kayu, industri berbagai macam pati palma, dan industri pati lainnya. Industri pakan ternak, seperti ransum dan konsentrat pakan ternak juga termasuk dalam golongan ini.

2.1.4. Industri Makanan Lainnya (Kode KBLI: 154)

Golongan ini mencakup usaha pembuatan dan pengolahan makanan lainnya, seperti: pembuatan segala macam roti, kue kering dan sejenisnya, gula pasir, gula merah, gula lainnya, sirop, industri pengolahan gula lainnya selain sirop, pengolahan biji coklat, pembuatan bubuk coklat, makanan dari coklat dan kembang gula serta industri makaroni, mie, spagheti, bihun, so’un dan sejenisnya. Industri makanan lainnya yang belum tercakup dalam klasifikasi termasuk juga dalam golongan ini seperti; industri pengolahan teh dan kopi, es, kecap, tempe, makanan dari kedelai dan kacang-kacangan lainnya selain kecap dan tempe, kerupuk dan sejenisnya, bumbu masak dan penyedap masakan, kue-kue basah, serta industri makanan lainnya yang belum termasuk golongan manapun.

(27)

2.1.5. Industri Minuman (Kode KBLI: 155)

Golongan industri minuman terdiri dari dua sub kategori utama yakni industri minuman keras (minuman berakohol) dan industri minuman ringan (soft drink). Industri pembuatan dan pengolahan minuman yang menggunakan bahan baku alkohol dilakukan dengan proses destilling, rectifying dan blending, seperti minuman keras jenis: whisky, brandy, rum dan pencampuran minuman keras. Industri pengolahan minuman secara fermentasi, industri pembuatan malt, serta minuman keras dari malt, seperti: bir, ale, porter, stout, temulawak dan legen termasuk juga dalam golongan industri minuman berakohol. Adapun usaha pembuatan minuman ringan (tidak mengandug alkohol) seperti; limun, air soda, krim soda, markisa, beras kecur, air tebu dan air minum dalam kemasan digolongkan pada industri minuman ringan (soft drink).

2.2. Kondisi Industri Makanan dan Minuman di Indonesia

Total industri pangan Indonesia, baik berskala besar, kecil dan menengah, maupun rumah tangga pada tahun 2004 mencapai jumlah 944.948 industri, meningkat dibanding tahun 2003 dengan jumlah 883.880 industri. Akan tetapi, jumlah tersebut masih dibawah tahun 2002, dimana jumlahnya mencapai 972.784 industri. Industri makanan berskala besar dan menengah sejumlah 4.419 industri, yang berskala kecil 78.449 industri dan rumah tangga sebanyak 862.080 industri. Namun kalau dilihat nilai output dan penyerapan tenaga kerjanya, maka yang besar dan menengah mencapai Rp.173,9 triliun dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 653.930 orang, sedangkan yang skala kecil dan rumah tangga masing-masing mencapai Rp 13,2 triliun dan Rp. 20,1 trilun serta penyerapan tenaga kerja masing-masing mencapai

(28)

635.036 orang dan 1.764.421 orang (Darmawan dalam Buletin Industri Pangan Indonesia-Edisi Kesebelas, 2006).

Omzet industri pangan baik skala besar, menengah, kecil dan rumah tangga selalu tumbuh dengan besaran 10-12 persen per tahun. Kalau pada tahun 2002 mencapai Rp 163,6 triliun, maka pada tahun 2003 telah meningkat menjadi Rp 207,3 triliun. Pada tahun 2004 total omzet industri pangan mencapai kira-kira Rp 800 triliun, dengan perincian 70 persen tidak diolah dan 30 persen diolah. Omzet industri pangan pada tahun 2005 sebanyak Rp 220 triliun sedangkan pada tahun 2006 menembus jumlah Rp 250 triliun (BPS, 2005). Angka peningkatan ini juga disumbangkan oleh banyaknya investor asing yang masuk ke Indonesia melalui kerjasama produksi dan pengambilalihan saham-saham industri pangan seperti yang terjadi pada awal krisis tahun 1998. Namun demikian, berbagai perusahaan multi nasional yang telah beroperasi bertahun-tahun di Indonesia telah mencapai kapasitas produksi maksimum sehingga dibutuhkan investasi baru seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan daya belinya.

Sebagaimana halnya dengan industri pangan skala besar dan sedang, industri kecil menengah (IKM) atau usaha kecil menengah (UKM) pangan nasional dari waktu ke waktu juga menunjukkan suatu sumbangsih yang cukup berarti bagi perekonomian Indonesia. Situasi IKM makanan di Indonesia, pada umumnya dikerjakan dan dikendalikan oleh SDM yang berpengetahuan minim di bidang pengolahan dan mutu makanan, sehingga tidak diherankan ada banyak berita mengenai keracunan makanan. Mengacu pada data BPS, banyaknya industri kecil

(29)

menengah pangan (IKM) yang ada di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2004 berjumlah 1.031.767 (80 persen dari industri yang ada di Indonesia).

IKM pangan yang tumbuh di masyarakat umumnya adalah sebagai antisipasi masalah krisis ekonomi dan pada umumnya pula skala usaha, sarana produksi dan manajemennya dirancang pada skala kecil dan tidak memenuhi standar manajemen pangan yang ada. Strategi usaha demikian memang paling tepat dan fleksibel untuk menghadapi situasi tak menentu (fluktuatif) sehingga pola usaha dapat dijalankan dalam pola yang fleksibel tanpa harus menanggung risiko keuangan yang besar. Selain itu, pada umumnya IKM pangan Indonesia memanfaatkan bahan baku lokal dalam pelaksanaan produksinya. Oleh karena itu, tidak diherankan bahwa pada saat terjadi krisis ekonomi di Indonesia, IKM pangan mampu bertahan (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, 2006).

2.3. Kondisi Industri Makanan dan Minuman di Negara Maju

Kehidupan industri makanan dan minuman tiap tahunnya selalu mengalami perkembangan. Tidak hanya di tanah air saja, secara global industri makanan dan minuman memiliki peranan penting dalam hal memajukan perekonomian suatu negara. Salah satunya dapat dilihat pada dua negara maju yang telah memiliki reputibilitas baik dalam hal keamanan pangan (food safety) yaitu Kanada dan Selandia Baru.

Industri makanan dan minuman di Kanada menghasilkan omzet per tahunnya sebesar US $ 32 miliar. Selain itu, lebih dari 700.000 orang bekerja di sektor tersebut pada tahun 2004. Pada tahun 2005, industri makanan dan minuman di Kanada mempekerjakan 213.000 tambahan orang dari tahun sebelumnya. Subsektor industri

(30)

makanan dan minuman juga memainkan peran sebagai pemberi kerja bagi orang-orang muda yang baru masuk ke dunia pekerjaan (Canadian Trade and Enterprise, www.cthrc.ca, 2006).

Di Selandia baru, sektor industri makanan dan minuman merupakan tulang punggung perekonomian dan pemberi kesejahteraan bagi masyarakatnya. Sebagai salah satu negara yang memiliki akreditasi keamanan pangan (food safety) terbaik di dunia, sektor industri makanan dan minuman merupakan subsektor industri manufaktur terbesar dilihat dari total output. Lebih dari itu, industri makanan dan minuman juga turut berkontribusi dalam membentuk neraca perdagangan yang positif dan ekspor yang nilainya selalu berlipat ganda tiap tahunnya semenjak tahun 1990 dengan tambahan US $ 14 miliar per tahun. Industri makanan dan minuman di Selandia Baru menyumbang lebih dari separuh nilai ekspor Selandia Baru per tahun. Negara ini menyadari bahwa sektor ini sangatlah krusial bagi perekonomiannya, dan senantiasa berinovasi seiring dengan perkembangan tren dunia dan menambah added value (nilai tambah) dari produk-produk industri makanan dan minumannya sehingga dapat bersaing dengan negara-negara lain dalam kancah perdagangan internasional (New Zealand Trade and Enterprise, www.nzte.govt.nz, 2006).

Adapun yang telah diidentifikasi sebagai mega trends dalam perindustrian makanan dan minuman global adalah sebagai berikut:

a. Makanan yang sehat : Kesehatan dan makanan dewasa ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Mayoritas konsumen sekarang ini lebih menginginkan makanan yang sehat dan bergizi dibandingkan makanan-makanan yang tidak baik bagi kesehatan.

(31)

b. Kepuasan: Konsumen sudah tidak lagi hanya memikirkan kandungan dari makanan tetapi lebih menginginkan makanan yang bervariasi.

c. Demografik: Pertumbuhan masyarakat yang berpenghasilan tinggi di negara-negara barat dan kelas menengah di Asia.

d. Isu-isu Sosial dan Lingkungan: Teknis produksi industri yang tidak bersahabat dengan lingkungan dan masyarakat sekitar mempengaruhi sikap konsumen untuk tidak membeli hasil industri tersebut.

e. Keamanan Pangan (Food Safety/Food Security): Konsumen maupun produsen pangan semakin menghendaki produk yang terjamin keamanannya.

2.4. Tabel Input-Output

Tabel Input-Output (I-O) pada dasarnya hanyalah merupakan sistem penyajian data statistik tentang transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Namun demikian, tabel I-O tidak mampu memberikan informasi tentang persediaan dan arus barang dan jasa secara rinci menurut komoditi. Semua informasi yang dimuat dalam suatu tabel input-output terbatas pada informasi untuk sektor ekonomi, yang merupakan gabungan dari berbagai kegiatan ekonomi atau komoditi. Dengan kata lain, tabel I-O bukan merupakan model atau perangkat yang mampu memberikan informasi secara rinci tentang berbagai stok dan arus barang dan jasa yang terjadi pada suatu entitas ekonomi.

Akan tetapi, dengan menggunakan asumsi sederhana memang dapat disusun dan dikembangkan suatu model ekonomi yang cukup andal. Kenyataan terakhir inilah yang menjadikan tabel Input-Output diperhitungkan sebagai salah satu bagian dari

(32)

sistem neraca nasional yang dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan suatu analisis ekonomi secara komprehensif (BPS, 2000).

Tabel Input-Output sebagai suatu sistem penyajian data dikembangkan pertama kali oleh Profesor Wassily Leontif pada akhir dekade 1930-an. Berdasarkan kerangka yang dikembangkan oleh Leontif, informasi yang dimuat dalam suatu tabel Input-Output pada hakikatnya merupakan transaksi barang dan jasa yang terjadi antar industri atau sektor ekonomi di suatu perekonomian. Inilah yang menyebabkan tabel Input-Output populer juga disebut sebagai tabel transaksi antar industri. Pemberian nama terakhir ini sejalan dengan tujuan dasar dari penyusunan suatu tabel Input-Output, yaitu untuk melakukan analisis saling ketergantungan atau keterkaitan antar industri dalam suatu perekonomian.

Konsep dasar yang dikembangkan oleh Leontif adalah:

1. Struktur perekonomian tersusun dari berbagai ”sektor” (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui transaksi jual beli.

2. Output suatu sektor dijual kepada sektor-sektor lainnya dan untuk memenuhi permintaan akhir.

3. Input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, dan rumah tangga (dalam bentuk jasa tenaga kerja), pemerintah (misalnya pembayaran pajak tidak langsung, penyusutan), surplus usaha serta impor.

4. Hubungan input dengan output bersyarat linier.

5. Dalam suatu kurun waktu analisis (biasanya 1 tahun) total input sama dengan total output.

(33)

6. Suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan dan output tersebut diproduksikan oleh satu teknologi (Richardson, 1972; Miernyk, 1965; Isard; 1975 dalam Budiharsono, 2001)

Berbagai asumsi dasar yang perlu diperhatikan dalam penggunaan model I-O adalah:

1. Homogenitas. Asumsi ini menyatakan bahwa suatu sektor hanya menghasilkan barang melalui satu cara dengan satu susunan input.

2. Proporsionalitas. Asumsi ini menyatakan bahwa perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan penggunaan input yang seimbang. 3. Additivitas. Asumsi ini menyatakan bahwa akibat total dari pelaksanaan

produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah.

Keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan model I-O dalam perencanaan pengembangan wilayah yaitu:

1. Model I-O dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan mengkuantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal (sumber) dari ekspor dan impor.

2. Untuk suatu set permintaan akhir dapat ditentukan besarnya output dari setiap sektor, dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya.

3. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci.

(34)

4. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik.

Sedangkan kelemahan model I-O ini antara lain: (a) asumsi-asumsi yang agak restriktif, (b) biaya pengumpulan data yang besar dan (c) hambatan-hambatan dalam mengembangkan model dinamik.

Hambatan terbesar yang dihadapi oleh lembaga-lembaga perencanaan, teutama di daerah, dalam menggunakan analisis I-O antara lain adalah: (1) biaya yang relatif besar dalam pengumpulan data; (2) data pokok yang belum memadai dan (3) keterbatasan kemampuan teknis. Akan tetapi kalau kendala-kendala tersebut dapat diatasi maka model I-O ini merupakan model yang canggih untuk merencakan pembangunan ekonomi suatu wilayah secara terintegrasi. Walaupun model Input-Output mengandung berbagai kelemahan seperti yang telah diuraikan, namun model Input-Output masih tetap merupakan alat analisis yang handal dan bermanfaat, terutama karena kemampuannya untuk digunakan dalam analisis ekonomi yang lengkap dan komprehensif (Budiharsono, 2001).

2.4.1. Konsep dan Definisi

Untuk lebih mempermudah pemahaman dalam membaca tabel I-O, berikut ini diuraikan beberapa pengertian yang berkaitan dengan pengertian-pengertian pokok yang sering digunakan (BPS, 2000).

a. Output

Output adalah nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah

(35)

(negara, propinsi dan sebagainya) dalam suatu periode waktu tertentu (umumnya satu tahun), tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksinya.

b. Input Antara

Input antara mencakup penggunaan berbagai barang dan jasa oleh suatu sektor dalam kegiatan produksi. Barang dan jasa tersebut berasal dari produksi sektor-sektor lain dan juga produksi sendiri. Barang-barang yang digunakan sebagai input antara biasanya habis sekali pakai, seperti bahan baku, bahan penolong, bahan bakar dan sejenisnya.

c. Input Primer

Input primer atau lebih dikenal dengan nilai tambah merupakan balas jasa yang diberikan kepada faktor-faktor produksi yang berperan dalam proses produksi. Balas jasa tersebut mencakup upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung.

d. Permintaan Antara

Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa untuk memenuhi proses produksi. Dengan kata lain, permintaan antara menunjukkan jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam proses produksi.

e. Permintaan Akhir dan Impor

Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa yang digunakan untuk konsumsi akhir. Sesuai dengan pengertian ini maka permintaan akhir tidak mencakup barang dan jasa yang digunakan untuk kegiatan produksi. Permintaan akhir

(36)

terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor.

(i) Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pengeluaran konsumsi rumah tangga terdiri dari pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dan badan-badan yang tidak mencari untung dikurangi nilai netto penjualan barang bekas dan barang sisa. Akan tetapi, pembelian rumah baru oleh rumah tangga dimasukkan sebagai pembentukan modal tetap sektor usaha persewaan bangunan dan tanah (real estate).

(ii) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk konsumsi kecuali yang sifatnya pembentukan modal, termasuk pengeluaran untuk kepentingan angkatan bersenjata.

(iii) Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

Pembentukan modal tetap bruto mencakup semua pengeluaran untuk pengadaan barang modal baik dilakukan oleh pemerintah maupun perusahaan-perusahaan swasta. Barang modal dapat terdiri dari bangunan/konstruksi, mesin dan peralatan, kendaraan dan angkutan serta barang modal lainnya.

(iv) Perubahan stok

Perubahan stok sebenarnya juga merupakan pembentukan modal (tidak tetap) yang diperoleh dari selisih antara stok akhir dan stok awal periode penghitungan. Stok biasanya dipegang oleh produsen merupakan hasil produksi yang belum sempat dijual dan oleh konsumen sebagai bahan-bahan (inventory) yang belum sempat digunakan.

(37)

(v) Ekspor dan Impor

Ekspor dan impor merupakan kegiatan atau transaksi barang dan jasa antara penduduk di suatu daerah dengan penduduk di luar daerah tersebut, baik penduduk kota lain maupun luar negeri. Transaksi tersebut terdiri dari ekspor dan impor untuk barang dagangan, jasa pengangkutan, komunikasi, asuransi dan berbagai jasa lainnya. 2.4.2. Kerangka Dasar Tabel Input-Output

Tabel Input-Output disajikan dalam bentuk matriks, yaitu sistem penyajian data yang menggunakan dua dimensi: baris dan kolom. Isian sepanjang baris tabel Input-Output menunjukkan pengalokasian/pendistribusian dari output yang dihasilkan oleh suatu sektor dalam memenuhi permintaan antara oleh sektor lainnya dan permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam kegiatan produksinya.

Sesuai dengan sifat dan jenis transaksinya, secara umum matriks yang disajikan dalam tabel input-output dapat dikelompokkan menjadi 4 sub matriks (kuadran) dengan kerangka penyajian seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kerangka Penyajian Tabel Input-Output Kuadran I

(n x n) Kuadran II (n x m) Kuadran III

(p x n) Kuadran IV (p x m) Sumber: Badan Pusat Stratistik Jakarta (2000)

Keterangan: Simbol-simbol di dalam tanda kurung menunjukkan ukuran (ordo) matriks pada kuadran yang bersangkutan. Simbol pertama adalah banyaknya baris dan simbol kedua adalah banyaknya kolom

Kuadran I, sering disebut juga sebagai input atau permintaan antara yang berisi informasi tentang transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam kegiatan

(38)

produksi. Dengan kata lain, kuadran ini menunjukkan saling keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan kegiatan produksi.

Kuadran II mencakup dua jenis transaksi, yaitu transaksi permintaan akhir dan komponen penyediaan (supply). Permintaan akhir yang dimaksudkan dalam hal ini adalah permintaan atas barang dan jasa selain yang digunakan dalam kegiatan proses produksi. Permintaan akhir pada umumnya dirinci lebih lanjut ke dalam komponen-komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor.

Sementara itu, informasi pada kuadran III adalah tentang input primer atau nilai tambah bruto (NTB), sehingga kuadran ini sering disebut sebagai kuadran Nilai Tambah Bruto atau input primer. Input primer adalah input atau biaya yang timbul karena pemakaian faktor produksi dan terdiri dari upah gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto.

Kuadran IV memuat informasi tentang input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir. Meskipun demikian, dalam penyusunan Tabel Input-Output Indonesia, kuadran ini diabaikan oleh karena bukan merupakan tabel pokok dan beberapa alasan lainnya.

Untuk memperjelas gambaran tentang penyajian tabel input-output, berikut ini diberikan ilustrasi tabel Input-Output pada sistem perekonomian yang terdiri dari n sektor produksi, yaitu sektor 1, 2, ..., n. Ilustrasi tabel I-O dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut:

(39)

Tabel 2.2. Tabel Input-Output

Sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta (2003)

Tabel di atas menunjukkan bahwa susunan angka-angka dalam bentuk matriks memperlihatkan suatu jalinan yang kait mengait di antara beberapa sektor. Dalam tabel I-O ada suatu patokan yang amat penting, yaitu jumlah output suatu sektor harus sama dengan jumlah inputnya. Dari Tabel 2.2 akan diperoleh beberapa hubungan persamaan sebagai berikut:

Kalau dibaca menurut baris

X11+ X12+ ... + X1n+ F1 = X1 X21+ X22+ ... + X2n + F2= X2 : : : : Xn1 + Xn2+ ... + Xnn+ Fn = Xn Permintaan Antara Sektor Produksi 1 2 ... n Permintaan akhir Jumlah output 1 2 . . . n . . . . . . ... ... . . . ... . . . . . . . . .

Jumlah Input Primer ... Jumlah Input ... Alokasi Output Susunan input Inpu t An tara Sek tor Pro duk si 11 X 21 X 12 X 22 X n X1 n X2 1 F 2 F 1 X X2 1 n X Xn2 1 V V2 Vn n X 1 X 2 X nn X Fn Xn

(40)

Secara umum persamaan di atas dapat dirumuskan kembali menjadi:

∑Xij + Fi = Xi ; untuk i = 1, 2, ..., n. (2.1)

Dimana:

Xij = output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j

Fi = permintaan akhir terhadap sektor i Xi = jumlah output sektor i

Pembacaan angka-angka pada tabel 2.2 menurut kolom menunjukkan penggunaan input yang disediakan oleh sektor lain untuk aktivitas produksi. Persamaan matematisnya dapat ditulis sebagai berikut:

X11 + X21 + ... + Xn1 + V1 = X1

X12+ X22 + ... + Xn2 + V2 = X2 : : : : : X1n+ X2n + ... + Xnn + Vn= Xn

Persamaan di atas dalam bentuk persamaan umum dapat dirumuskan kembali menjadi:

∑ Xij+Vj = Xj ; untuk j = 1, 2, ..., n. (2.2)

Dimana:

Xij = output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j

Vj = input primer dari sektor j = (Lj + Mj + Gj) Lj = upah dan gaji rumah tangga

Mj = impor

(41)

Isian sepanjang baris pada tabel tersebut memperlihatkan komposisi penyediaan dan permintaan pada suatu sektor. Penyediaan dapat berasal dari output domestik (Xi) dan impor untuk produk sejenis (Mi). Sedangkan permintaannya terdiri dari permintaan antara (Xij) dan permintaan akhir (Fi). Isian sepanjang kolom

tabel tersebut menunjukkan susunan input yang digunakan dalam proses produksi oleh suatu sektor. Input tersebut dari input antara (Xij) dan input primer (Vi).

2.4.3. Analisis Keterkaitan

2.4.3.1. Keterkaitan Langsung ke Depan

Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total.

2.4.3.2. Keterkaitan Langsung ke Belakang

Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total.

2.4.3.3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan merupakan alat untuk mengukur akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan output bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tak langsung per unit kenaikan permintaan total.

(42)

2.4.3.4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menyatakan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tak langsung per unit kenaikan permintaan total.

2.4.4. Analisis Dampak Penyebaran

2.4.4.1. Koefisien Penyebaran (coefficient on dispersion)

Analisis ini menunjukkan koefisien kaitan yang memberikan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor di dalam perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontif (Rassmusen, 1956 dan Bulmer Thomas, 1982 dalam Budiharsono, 2001).

2.4.4.2. Kepekaan Penyebaran (sensitivity of dispersion)

Kepekaan penyebaran ini merupakan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor di dalam perekonomian. Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontif (Rassmusen, 1956 dan Bulmer Thomas, 1982 dalam Budiharsono, 2001).

(43)

2.4.5. Analisis Pengganda (Multiplier) 2.4.5.1. Pengganda Output

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain baik secara langsung atau tidak langsung maupun induksi (Budiharsono, 2001).

2.4.5.2. Pengganda Pendapatan

Menurut Miller dan Blair, 1985 dalam Budiharsono 2001, terdapat empat jenis pengganda pendapatan, yaitu: (1) pengganda pendapatan sederhana; (2) pengganda pendapatan total; (3) pengganda pendapatan tipe I; dan (4) pengganda pendapatan tipe II.

Pengganda pendapatan sederhana merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan tak langsung. Pengganda pendapatan total merupakan penjumlahan antara pengaruh langsung ditambah pengaruh tak langsung dan pengaruh induksi/imbasan (induce).

Pengganda Pendapatan Tipe I adalah besarnya peningkatan pendapatan pada suatu sektor akibat menigkatnya permintaan akhir output sektor tersebut sebesar satu unit. Pengganda ini merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan tidak langsung dibagi dengan pengaruh langsung. Sedangkan Pengganda Pendapatan Tipe II, selain menghitung pengaruh langsung dan tak langsung juga menghitung pengaruh induksi (induce effects).

(44)

2.4.5.3. Pengganda Tenaga Kerja

Pengganda tenaga kerja adalah besarnya kesempatan kerja yang tersedia pada sektor tersebut sebagai akibat penambahan permintaan akhir dari sektor yang bersangkutan sebesar satu satuan rupiah (Budiharsono, 2001). Berbeda halnya dengan pengganda output dan pendapatan, pengganda tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam tabel I-O. Hal ini dikarenakan pada tabel I-O tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja.

Pengganda tenaga kerja tipe I berguna untuk mengetahui besarnya lapangan kerja yang tercipta jika output suatu sektor meningkat sebesar satu unit uang akibat terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor tersebut. Pada pengganda tenaga kerja tipe II menunjukkan dampak dari peningkatan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor jika konsumsi rumah tangga rumah tangga yang bekerja di suatu sektor meningkat sebesar satu unit uang.

2.4.5.4. Analisis Dampak Pengganda (Multiplier Effect)

Guna mengukur efek pengganda dari pendapatan, output maupun tenaga kerja pada setiap sektor ekonomi dalam suatu wilayah atau negara yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah pendapatan, output dan tenaga kerja digunakan pengganda tipe I dan II. Adapun pengklasifikasian efek pengganda (pendapatan, output dan tenaga kerja) tersebut adalah sebagai berikut:

a. Dampak awal (Initial Impact), yaitu besarnya perubahan baik peningkatan maupun penurunan satuan peubah pada masing-masing sektor ekonomi bila permintaan akhir berubah sebesar satu-satuan.

(45)

b. Dampak Pertama (first round effect), yaitu besarnya pembelian input yang dibutuhkan suatu sektor dari sektor lain untuk meningkatkan produksinya sebesar satu unit. Di lihat dari sisi output, dampak putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung. Sedangkan dari sisi pendapatan, dampak putaran pertama menunjukkan adanya penyerapan tenaga kerja akibat adanya dampak putaran pertama dari sisi output.

c. Dampak Dukungan Industri (Industrial Support Effect), menunjukkan adanya dampak peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi tepatnya dukungan industri yang menghasilkan output.

d. Dampak Induksi Ekonomi (Consumption Induces Effect), menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dengan kata lain, dampak induksi ekonomi merupakan pengaruh pengeluaran rumah tangga terhadap perekonomian wilayah atau penerimaan rumah tangga sebagai pembayaran upah tenaga kerja dalam memproduksi tambahan output suatu sektor.

e. Dampak Lanjutan (Flow on Effect), yaitu dampak keseluruhan dari pendapatan, output dan tenaga kerja yang terjadi pada setiap sektor perekonomian dalam suatu wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor.

(46)

2.5. Penelitian Terdahulu

Selama ini belum ada penelitian yang mengukur peranan dan keterkaitan industri makananan dan minuman baik dalam konteks nasional maupun wilayah dengan menggunakan analisis Input-Output. Meskipun demikian, telah ada penelitian yang berhubungan berupa analisis terhadap Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 1999 yang dilakukan oleh Priyarsono, Daryanto dan Herliana dalam Agro-Ekonomika No.1 Tahun XXXV April, 2005. Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk melihat apakah sektor pertanian dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi nasional atau tidak.

Teknis penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi seluruh sektor perekonomian dilihat dari beberapa sudut, yaitu: 1) Kontribusi terhadap nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja, 2) Derajat Kecenderungan Ekspor dan Impor, 3) Struktur pengeluaran konsumsi rumah tangga, 4) Koefisien Pengganda, dan 5) Dampak peningkatan pendapatan sektoral pada penerimaan rumah tangga. Penelitian ini tidak secara khusus melihat peranan industri makanan dan minuman melainkan keseluruhan sektor perekonomian yang ada di Indonesia. Guna melihat secara spesifik peran industri makanan dan minuman secara relatif terhadap subsektor-subsektor industri non migas (manufaktur) lainnya maka disajikan beberapa potongan penelitian dari SNSE tahun 1999 sebagai berikut:

2.5.1. Derajat Kecenderungan Ekspor dan Impor Industri Makanan dan Minuman

Derajat kecenderungan ekspor menggambarkan perbandingan antara ekspor dari suatu sektor ekonomi dengan nilai produksi total dari sektor tersebut. Notasi untuk

(47)

ukuran ini adalah Ei/Yi. Ei adalah nilai ekspor, Yi adalah nilai total produksi, sedangkan subskrip i menyatakan sektor. Dengan demikian semakin tinggi derajat kecenderungan ekspor suatu sektor mengindikasikan bahwa semakin besar bagian produksi sektor tersebut yang diekspor. Analog dengan definisi tersebut adalah derajat ketergantungan impor (Mi/Yi), kontribusi ekspor (Ei/E), dan kontribusi impor (Mi/M).

Tabel 2.3. Derajat Kecenderungan Ekspor dan Impor Sektor Industri Manufaktur (dalam persentase)

Subsektor Ei/Yi Mi/Yi Ei/E Mi/M Ind.Makanan&Minuman 13,0 2,4 17,9 8,7 Ind. Pemintalan, Tekstil &

Kulit 18,8 21,7 5,2 15,6

Ind. Kimia, Pupuk, Barang dari Logam dan Semen

27,2 12,5 18,3 22,0 Ind. Lainnya 26,3 14,8 11,6 17,2 Sumber: SNSE Indonesia (1999) dalam Priyarsono, Daryanto dan Herliana (2005)

Keterangan: Ei/Yi = derajat kecenderungan ekspor sektor i, Mi/Yi = derajat ketergantungan impor sektor i, Ei/E = kontribusi ekspor sektor i, Mi/M = kontribusi impor sektor i

Secara umum derajat kecenderungan ekspor subsektor-subsektor dalam sektor industri manufaktur bernilai tinggi (lihat Tabel 2.3). Artinya, ada sebagian produk sektor ini dikonsumsi di luar negeri. Namun dapat dilihat, untuk industri makanan dan minuman meski memiliki derajat kecenderungan ekspor yang terkecil dibandingkan subsektor industri lainnya (Ei/Yi = 13,0 persen), derajat ketergantungan impor subsektor tersebut merupakan yang terkecil di antara subsektor industri yang lain (Mi/Yi = 2,4 persen). Hal ini menandakan bahwa industri makanan dan minuman di Indonesia sudah mampu mencukupi sebagian besar kebutuhan pangan nasional tanpa terlalu harus mengandalkan impor dari negara lain.

(48)

2.5.2. Distribusi Nilai Tambah dan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman

Dapat dilihat pada Tabel 2.4, berdasarkan kontribusi nilai tambah, industri makanan dan minuman memberikan sumbangan terbesar diantara subsektor industri manufaktur lainnya (10,9 persen), sedangkan dalam hal penyerapan tenaga kerja industri makanan dan minuman berada pada urutan kedua setelah industri kimia, pupuk, barang dari logam dan semen (3,6 persen).

Tabel 2.4. Distribusi Nilai Tambah dan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur

Subsektor Nilai Tambah (Rp Miliar) Persentase per Sektor Persentase Total TK (%) Industri Makanan & Minuman 120 363.22 45,5 10,9 3,6 Industri Pemintalan, Tekstil &

Kulit 24 411.34 9,2 2,2 2,3 Industri Kimia, Pupuk, Barang dari

Logam & Semen 79 618.90 30,1 7,2 4,4 Industri Lainnya 40 393.10 15,3 3,6 2,8 Total (Industri Manufaktur) 264.786.56 100,0 23,9 13,0 Sumber: SNSE Indonesia (1999) dalam Priyarsono, Daryanto, dan Herliana (2005)

2.5.3. Struktur Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (RT)

Pada Tabel 2.5 terlihat bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk barang-barang hasil industri yang terbesar adalah untuk belanja pada industri makanan dan minuman. Rumah tangga yang mengkonsumsi komoditi industri makanan dan minuman tertinggi adalah rumah tangga desa berpendapatan rendah, buruh tani dan petani yang memiliki lahan kurang dari 1 ha. Hal ini mengidikasikan bahwa komoditi yang berasal dari industri makanan dan minuman relatif dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Di satu sisi juga merupakan suatu kebutuhan hidup sehari-hari yang tidak bisa dielakkan.

(49)

Tabel 2.5. Struktur Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga untuk Sektor Industri Manufaktur (dalam persentase)

Pedesaan Perkotaan Subsektor Buruh Tani Petani 0.1-1 Ha Petani > 1 Ha Desa RT Rendah RT Desa Tinggi RT Kota Rendah RT Kota Tinggi Industri Makanan &

Minuman 39,5 31,3 27,0 31,9 28,0 26,7 28,3 Industri Pemintalan,

Tekstil & Kulit

5,7 3,0 2,6 6,6 5,4 6,5 2,9 Industri Kimia,

Pupuk, Barang dari Logam & Semen

3,3 5,8 7,1 4,4 2,9 2,3 3,5 Industri Lainnya 2,6 3,0 3,2 2,8 3,4 4,9 6,1 Sumber: SNSE Indonesia (1999) dalam Priyarsono, Daryanto, dan Herliana (2005)

2.5.4. Koefisien Pengganda Industri Makanan dan Minuman

Tabel 2.6 menunjukkan bahwa industri makanan dan minuman mempunyai koefisien pengganda sebesar 7,0779 (untuk output bruto), 4,1265 (untuk tingkat keterkaitan), 1,8638 (untuk nilai tambah), dan 1,4312 (untuk pendapatan rumah tangga). Maknanya, tiap Rp 1 milyar injeksi ke subsektor ini akan meningkatkan output bruto bagi perekonomian Indonesia sebesar Rp 7,0779 milyar, meningkatkan pendapatan di sektor-sektor lainnya sebesar Rp 4,1265 milyar, memberikan nilai tambah sebesar Rp 1,8638 milyar, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar Rp 1,4312 milyar. Sangat mencolok bahwa koefisien-koefisien pengganda industri makanan dan minuman lebih besar daripada koefisien-koefisien pengganda sebsektor-subsektor industri manufaktur lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa industri makanan dan minuman, yang juga tergolong ke dalam sektor agroindustri cenderung menggunakan input produksi lokal (bukan impor).

Besarnya koefisien pengganda dapat memberikan petunjuk tentang arah kebijakan pembangunan ekonomi. Secara teoritis, sektor-sektor yang berkoefisien

(50)

pengganda tinggi semestinya memperoleh prioritas tinggi untuk menerima injeksi seperti investasi publik berupa perbaikan produktivitas melalui pembangunan infrastruktur maupun upaya-upaya lainnya.

Tabel 2.6. Koefisien Pengganda SNSE Indonesia Tahun 1999 Sektor Industri Manufaktur

Subsektor Output

Bruto Keterkaitan Tingkat Nilai Tambah Pendapatan RT Industri Makanan &

Minuman

7,0779 4,1265 1,8638 1,4312 Industri Pemintalan,

Tekstil & Pakaian 4,2531 2,0639 0,9168 0,6940 Industri Kimia, Pupuk,

Barang dari Logam & Semen

5,0170 2,9781 1,3566 0,9452 Industri Lainnya 5,2825 3,1906 1,2731 0,9540 Sumber: SNSE Indonesia (1999) dalam Priyarsono, Daryanto, dan Herliana (2005)

2.5.5. Dampak Peningkatan Pendapatan Sektoral pada Penerimaan Rumah Tangga

Tabel 2.7 menyajikan temuan tentang distribusi peningkatan pendapatan pada berbagai kelompok rumah tangga. Temuan yang tertuang pada tabel tersebut juga berimplikasi bahwa untuk meningkatkan pendapatan kelompok miskin di pedesaan, subsektor industri manufaktur yang paling efektif diinjeksi adalah industri makanan dan minuman. Begitu juga di perkotaan, industri makanan dan minuman memberikan dampak yang terbesar dalam memberikan kenaikan pendapatan bagi golongan miskin.

(51)

Tabel 2.7. Dampak Peningkatan Pendapatan Sektoral terhadap Penerimaan Rumah Tangga Pedesaan Perkotaan Subsektor Buruh Tani Petani 0.1-1 Ha Petani > 1 Ha Desa RT Rendah RT Desa Tinggi RT Kota Rendah RT Kota Tinggi Industri Makanan &

Minuman 0,10 0,21 0,07 0,25 0,18 0,34 0,28 Industri Pemintalan,

Tekstil & Kulit

0,04 0,09 0,03 0,12 0,08 0,18 0,16 Industri Kimia,

Pupuk, Barang dari Logam & Semen

0,06 0,12 0,04 0,16 0,12 0,23 0,22 Industri Lainnya 0,06 0,12 0,04 0,16 0,12 0,25 0,21 Sumber: SNSE Indonesia (1999) dalam Priyarsono, Daryanto, dan Herliana (2005)

2.6. Kerangka Pemikiran

Kabupaten Tangerang merupakan suatu kabupaten yang memiliki banyak industri. Berbagai industri, mulai dari industri kecil dan rumah tangga, industri menengah, besar nasional sampai multinational company beroperasi di Kabupaten Tangerang demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan di satu sisi juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja maupun pendapatan bagi pemerintah daerah berupa pajak.

Namun satu hal yang perlu diketahui yaitu bahwa masyarakat di Kabupaten Tangerang tidak hanya mengandalkan sektor industri sebagai pekerjaan dan sumber pendapatan. Masih banyak masyarakat di Kabupaten ini yang menggantungkan hidupnya di sektor pertanian yang juga merupakan sektor peringkat tiga besar dalam hal kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Tangerang dari tahun ke tahun. Berdasarkan data BPS Kabupaten Tangerang, pada tahun 2005 terdapat 85.571 penduduk usia 10 tahun ke atas yang berkerja di sektor pertanian yakni sebagai petani atau buruh tani. Angka tersebut tidaklah sedikit, dan untuk itu perlu ada suatu upaya

Gambar

Gambar 1.1. LPE dan Angka Pengangguran Kabupaten Tangerang
Tabel 2.2. Tabel Input-Output
Tabel 2.3. Derajat Kecenderungan Ekspor dan Impor Sektor Industri  Manufaktur (dalam persentase)
Tabel 2.4. Distribusi Nilai Tambah dan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor  Industri Manufaktur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan signifikan keterampilan berpikir kritis siswa kelas XI yang dibelajarkan dengan LC-5E berkonteks SSI dan yang dibelajarkan dengan

Model pengembangan kelembagaan yang dilakukan petani di lokasi pengkajian pembibitan sapi potong di lahan pasir adalah kemitraan antara kelompok dengan institusi terkait.

Mengajarkan membaca buku, dalam mengajarkan anak membaca buku dapat mengikuti tahap-tahap berikut ini (1) bacakan buku cerita pada anak sambil menunjuk pada setiap kata yang

Judul Penelitian : Efikasi dan Preferensi Biskuit yang Difortifikasi Vitamin A dan Zat Besi (Fe) dan Kaitannya dengan Konsumsi, Status Gizi, dan Respons Imun Anak Balita..

Sehingga, penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir yang berjudul “ Pengaruh Penerapan Classroom Rules Terhadap Partisipasi Siswa Kelas 5 SD Kristen 03

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan Kota Tegal dan Peraturan Walikota Tegal Nomor 31

Menurut Narimawati (2008), data primer ialah data yang berasal dari sumber asli atau perta- ma. Data ini tidak tersedia dalam bentuk ter- kompilasi ataupun dalam bentuk file-file.

Akan tetapi, penelitian tentang financial distress dengan membandingkan antara kondisi financial distress dilihat dari sudut pandang pihak-pihak yang berkepentingan