• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Ekstrak Ulva Reticulata Terhadap Infeksi Bakteri Patogen Vibrio alginolyticus dan Vibrio parahaemolyticus pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) Secara In – Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efektifitas Ekstrak Ulva Reticulata Terhadap Infeksi Bakteri Patogen Vibrio alginolyticus dan Vibrio parahaemolyticus pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) Secara In – Vitro"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)Jurnal Sains Teknologi Akuakultur (2018) 2 (1): 57-64 ISSN 2599-1701. Efektifitas Ekstrak Ulva reticulata dengan Pelarut yang berbeda terhadap Infeksi Bakteri Patogen Vibrio alginolyticus dan Vibrio parahaemolyticus pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) Secara In–Vitro Yanti Mutalib* dan Lady Diana Khartiono Program Studi Akuakultur Universitas Muhammadiyah Luwuk, Indonesia * Coresponding author: yanti@unismuhluwuk.ac.id2. Abstrack Yanti Mutalib and Lady Diana Khartiono. 2018. The Effectivennes of Ulva Reticulata Ekstract toward Infection of Pathogenic Vibrio Alginolyticus and Vibrio Parahaemolyticus Bacterials to Humback Grouper Through In-Vitro. Jurnal Sains Teknologi Akuakultur, 2(1): 57-64. The effort of vibriosis controlling in grouper fish culture still depend on medicine utilization or synthetic antibiotic. Nevertheless, the use of synthetic antibiotic in a certain period time may causing the resistance of pathogenic bacterial against antibiotics in the fish body and polluting the environment that ultimately kill non-target organism. The purpose of this research is know the effect of Ulva reticulata seaweed with different solvent to inhibit or kill the V. alginolyticus and V. parahaemolyticus growth at mouse grouper and to know the minimum of seaweed of U. reticulata concentration extract that can inhibit and kill V. alginolyticus and V. parahaemolyticus at grouper (C. altivelis). This research is done with three treatments (different solvent) and three replications, which were metanol, metanol+H2O and H2O. The diffusion test use Ulva reticulata 2 mg/50 mL concentration extract and the minimum inhibitory concentration test use 200 ppm, 100 ppm, 500 ppm, 250 ppm, 125 ppm, 62.5 ppm, 31.25 ppm and 15.25 ppm Ulva reticulata. To see the effect the seaweed of Ulva reticulata extract with polar solvent toward V. alginolyticus and V. parahaemolyticus bacteria then they are analyzed by using One-way anova. If there any effect of the result, it will be analyzed by using Tukey test to know the difference between bacterias. The result of this research proved that from the extract of reticulata with difference solvent which had the highest antibacterial activity to againts V. alginolycitus and V. Parahaemolyticus were methanol + H2O extract with each diameter inhibition zones were 26.33 mm (clear zone) and 22.67 mm (turbid zones). On the testing of minimum inhibitory cencentration (mic) methanol + H2O extract to V. alginolycitus and V. parahaemolyticus obtained MIC on 31.25 ppm concetration because at 15.625 ppm concentration of methanol extract + H2O to the both of bacterials have already not inhibition zones and the toxicity test showed thatthere was not the toxicity effect toward nauplius, because each extract show LC50>1000 ppm. Keywords: Effectiveness; Humback grouper; Ulva reticulata; Vibrio alginolyticus; Vibrio parahaemolyticus. Abstrak Yanti Mutalib dan Lady Diana Khartiono. 2018. Efektifitas Ekstrak Ulva Reticulata Terhadap Infeksi Bakteri Patogen Vibrio alginolyticus dan Vibrio parahaemolyticus pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) Secara In – Vitro. Jurnal Sains Teknologi Akuakultur, 2(1) : 57-64. Usaha pengendalian vibriosis pada kegiatan budidaya ikan kerapu masih mengandalkan penggunaan obat - obatan atau antibiotik sintetik. Namun penggunaan antibiotik dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan timbulnya masalah yaitu resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik tersebut pada tubuh ikan dan pencemaran lingkungan yang akhirnya dapat membunuh organisme bukan sasaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak rumput laut hijau Ulva reticulata dengan pelarut yang berbeda dalam menghambat atau membunuh pertumbuhan V. alginolyticus dan V. parahaemolyticus pada ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) serta mengetahui konsentrasi minimum ekstrak rumput laut hijau U. reticulata yang dapat menghambat dan membunuh V. Alginolyticus dan V. parahaemolyticus pada ikan kerapu tikus (C.altivelis). Penelitian ini dilakukan dengan tiga perlakuan dan kali ulangan yaitu pelarut metanol, metanol+H2O dan pelarut H2O. Uji difusi menggunakan konsentrasi ekstrak Ulva reticulata 2 mg/50 mL dan untuk uji Kosentrasi Hambat Minimum (KHM) menggunakan konsentrasi ekstrak Ulva reticulata 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm, 150 ppm, 125 ppm, 125 ppm, 62,5 ppm, 31,25 ppm, dan 15,625 ppm. Untuk melihat pengaruh ekstrak rumput laut hijau Ulva reticulata dengan pelarut polar terhadap bakteri V. alginolyticus dan V. parahaemolyticus maka dianalisis menggunakan One-way Anova. Jika terdapat pengaruh maka dilakukan uji Tukey untuk melihat perbedaan aktifitas antibakteri. Hasil penelitian © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2018 57.

(2) Jurnal Sains Teknologi Akuakultur, Vol. 2 No. 1, April 2018: 57-64. menunjukan bahwa dari ketiga jenis ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut yang berbeda yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri patogen V. alginolyticus dan V. parahaemolyticus adalah Ulva reticulata dengan pelarut metanol+H2O dengan masing-masing diameter zona hambat 26,33 mm (zona clear/jernih) dan 22,67 mm (zona halo/keruh). Pada pengujian konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut metanol+H2O terhadap bakteri patogen V. alginolyticus dan V. parahaemolyticus diperoleh KHM pada konsentrasi 31,25 ppm, karena pada konsentrasi 15,625 ppm ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut metanol+H2O terhadap kedua bakteri tersebut sudah tidak memilik zona hambat sama sekali dan pengujian sitotoksisitas menunjukkan tidak ada efek toksik terhadap nauplius Artemia salina, karena masing-masing ekstrak menunjukkan LC50 >1000 ppm. Kata kunci: Antibakteri; Efektifitas; Kerapu Tikus; Ulva reticulata; Vibrio alginolyticus; Vibrio parahaemolyticus. Pendahuluan Kerapu tikus (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan telah menjadi komoditas ekspor penting terutama di Hong Kong, Jepang, Singapura dan Cina. Capaian angka produksi sementara pada tahun 2012 untuk ikan kerapu sebesar 10.200 ton (KKP 2013). Ikan kerapu tikus (C. altivelis) merupakan salah satu ikan laut yang berprospek cukup cerah. Harga ikan kerapu tikus sebagai ikan konsumsi dalam keadaan hidup (600 – 1200 gram/ekor) sampai saat ini mencapai Rp. 400.000 – Rp.450.000 / kg (Gafhani et al., 2012). Salah satu bakteri yang sering menyerang ikan kerapu tikus adalah V. alginolyticus. V. alginolyticus juga menyerang ikan kerapu pada berbagai stadia mulai dari larva hingga dewasa. Kematian yang disebabkan oleh serangan V. alginolyticus pada ikan laut hingga mencapai 100 % (Austin dan Austin 2007). Hasil penelitian Wijayati dan Hamid (1997) mendapatkan bakteri patogen pada ikan kerapu tikus yaitu V. anguillarum, V. alginolyticus, V. parahaemolyticus, dan V. marimus, sedangkan bakteri patogen Vibrio yang ditemukan menyerang induk dan larva ikan kerapu lumpur, kerapu malabar dan ikan napoleon adalah V. alginolyticus dan V. Parahaemolyticus. Usaha pengendalian vibriosis pada kegiatan budidaya ikan kerapu masih mengandalkan pada penggunaan obat - obatan atau antibiotik sintetik FAO (2005). Beberapa antibiotik yang umumnya digunakan dalam kegiatan budidaya di Indonesia adalah oxytetracycline, chloramphenicol, erytromycin, streptomycin, neomycin, dan ciprofloxacin. Jenis antibiotik tersebut umumnya digunakan untuk menanggulangi penyakit bakterial pada ikan dan udang melalui oral maupun perendaman, namun penggunaan antibiotik dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan timbulnya masalah yaitu resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik tersebut pada tubuh ikan dan pencemaran lingkungan yang akhirnya dapat membunuh organisme bukan sasaran (Gou et al., 2009). Cara mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh antibiotik sintetik maka diperlukan penemuan antibiotik yang berasal dari alam yang dapat digunakan secara efektif dan berlaku dalam jangka waktu panjang dalam melawan bakteri patogen pada organisme budidaya.Salah satu bahan alam yang dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit pada organisme akuakultur adalah rumput laut.Rumput laut merupakan salah satu bahan alam yang telah banyak dimanfaatkan sebagai antibakteri dan antijamur. Sampai saat ini telah banyak penelitian yang mengarah kepada pencarian atau penemuan jenis antimikroba baru yang memanfaatkan rumput laut sebagai bahan dasar (Zainuddin dan Malina, 2009; Zainuddin, 2010). Pada umumnya bagian rumput laut yang sangat bermanfaat adalah senyawa antibakteri yang dimilikinya karena dapat berfungsi sebagai antibakteri. Del-Val et al. (2001) menemukan bahwa ada 28 spesies alga yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Salah satu jenis alga hijau yang mempunyai potensi sebagai antimikroba adalah Ulva reticulata. Jenis ini memiliki aktivitas antimikroba terhadap Aspergillus niger, Aspergillus flavus, Escherichia coli, Saccharomyces cervisiae, Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhi (Karthikaidevi et al., 2009; Aruna et al., 2010), dengan adanya senyawa aktif yang bersifat antibakteri dari rumput laut hijau U. reticulata diharapkan dapat digunakan sebagai obat antibakteri yang aman tanpa menimbulkan residu yang berdampak negatif bagi konsumen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak rumput laut hijau Ulva reticulata dengan pelarut yang berbeda dalam menghambat atau membunuh pertumbuhan Vibrio alginolyticus dan V. parahaemolyticus pada ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) serta mengetahui konsentrasi minimum ekstrak rumput laut hijau U.. 58. © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2018.

(3) Efektifitas Ekstrak Ulva reticulata dengan Pelarut yang berbeda terhadap Infeksi Bakteri Patogen Vibrio alginolyticus dan Vibrio parahaemolyticus pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) Secara In–Vitro (Yanti Mutalib dan Lady Diana Khartiono). reticulata yang dapat menghambat dan membunuh V. Alginolyticus dan V. parahaemolyticus pada ikan kerapu tikus (C.altivelis). Materi dan Metode Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – November 2017. Ekstraksi rumput laut hijau Ulva reticulata dilakukan di Laboratorium Biofarmaka, Universitas Hasanuddin Makassar dan untuk pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin, Makassar. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: ekstraksi rumput laut Ulva reticulata dengan metode maserasi menggunakan pelarut polar (metanol, methanol+H2O dan H2O), pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar, pengujian sitotoksisitas dengan metode brine shrimp lethality test (BSLT) dan penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) dengan metode difusi agar. Metode pengambilan Bakteri Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat murni V. alginolyticus dan V. parahaemolyticus yang didapatkan dari BBAP Takkalar Provinsi Sulawesi Selatan. Stok V. alginolyticus dan V. parahaemolyticus pada media TSA disegarkan atau dimudakan (fasase) dengan mengkultur isolat pada media agar miring yang dilakukan sebanyak 2 kali. Penyiapan inokulum bakteri V. alginolyticus dan V. parahaemolyticus dengan cara dilakukan pengkulturan kedalam media cair (TSA). Satu ose penuh biakan bakteri dari agar miring (padat) dikultur dalam 10 mL medium TSA, diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 29-300C selama 24 jam. Kemudian biakan diambil dari media yang telah dikultur selama 24 jam sebanyak 1 mL lalu dimasukkan ke dalam 9 mL medium TSA, diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 29-300C selama 24 jam. Metode Pengujian aktivitas bakteri Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar (Zainuddin, 2006) pada cawan petri berukuran 90 mm. Pembuatan suspensi bakteri uji dilakukan dengan cara mengambil 2 ose kultur murni bakteri, kemudian disuspensikan dalam 3 ml larutan fisiologis NaCL 0.9 % steril dan diaduk hingga merata. Ambil sebanyak 200 μL suspensi bakteri uji dicampurkan dalam 20 mL media agar yang hangat dan diaduk perlahan di tuang dalam cawan petri Ø 90 mm dan dibiarkan memadat. Tiap–tiap ekstrak diteteskan sebanyak 50 μL pada kertas disk yang berbeda dan kemudian dibiarkan menguap sehingga betul - betul kering sebelum diletakkan secara hati - hati dan aseptis pada permukaan media agar yang telah dihomogenkan dengan mikroba dan diinkubasi pada suhu 280C selama 24 jam. Kontrol positif yang digunakan adalah antibiotik kloramfenikol 30 ppm, sedangkan kontrol negatif yang digunakan adalah pelarut untuk ekstraksi (metanol, etanol dan heksana). Setelah masa inkubasi, diameter zona hambat pertumbuhan bakteri di ukur dalam satuan mm dan dijadikan ukuran kuantitatif untuk ukuran zona hambat (Zainuddin, 2006) Metode brine shrimp lethality test Metode pengujian bioaktifitas untuk bahan alam menggunakan udang renik air asin, Artemia salina, yang dikenal dengan metode brine shrimp lethality test. Pengujian ini merupakan metode yang cepat, murah, relatif mudah dan cukup akurat. Metode uji toksisitas ini menggunakan larva udang A. salina yang berumur 48 jam. Pada stadia ini, larva dalam keadaan paling peka karena dinding selaput masih lunak, sehingga hanya diperlukan konsentrasi yang kecil untuk dapat menyebabkan kematian larva. Uji dengan menggunakan larva udang A. salina memiliki spectrum farmakologis yang luas dengan tingkat kepercayaan 95 %, sehingga dapat digunakan secara luas dengan tingkat keprcayaan 95 %, sehingga dapat digunakan secara luas utntuk penapisan senyawa bioaktif (Sudjadi, 1998). © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2018. 59.

(4) Jurnal Sains Teknologi Akuakultur, Vol. 2 No. 1, April 2018: 57-64. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tiga perlakuan dan kali ulangan. Uji difusi menggunakan konsentrasi ekstrak Ulva reticulata 2 mg/50 mL dan untuk uji Kosentrasi Hambat Minimum (KHM) menggunakan konsentrasi ekstrak Ulva reticulata 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm, 150 ppm, 125 ppm, 125 ppm, 62,5 ppm, 31,25 ppm, dan 15,625 ppm. Metode Analisis Data aktivitas antibakteri dianalisis menggunakan one–way ANOVA untuk melihat pengaruh ekstrak rumput laut hijau Ulva reticulata dengan pelarut yang berbeda terhadap bakteri V. alginolyticus dan V. parahaemolyticus pada ikan Kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Jika terdapat pengaruh maka dilakukan uji Tukey untuk melihat perbedaan aktivitas antibakteri. Program analisis yang digunakan adalah SPSS versi 16.0. Setelah masa inkubasi, diameter zona hambat atau daerah terang diukur dengan menggunakan jangka sorong.Uji konsentrasi hambat minimum (KHM) dianalisis secara deskriptif. Hasil dan Pembahasan Ekstraksi Rumput Laut Hijau Ulva reticulata Hasil penimbangan 3500 g berat basah rumput laut hijau Ulva reticulata diperoleh 152 g berat serbuk. Hasil ekstraksi 152 g serbuk halus rumput laut Ulva reticulata menggunakan metode maserasi memakai pelarut polar (metanol, metanol+H2O (1:1) dan H2O diperoleh 623,4 mg ekstrak metanol Ulva reticulata dengan rendemen 2,49 %, 573,4 mg ekstrak metanol + H2O Ulva reticulata (1:1) dengan rendemen 2,29 %, dan 598,9 mg ekstrak H2O Ulva reticulata dengan rendemen 2,39 % (Tabel 1). Dalam penelitian ini diperoleh rendamen ekstrak yang tertinggi adalah ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut Metanol dengan persentase rendamen 2,49%,disusul oleh ekstrak Ulva reticulata dengan pelartut H2O dengan persentase rendamen 2,39 % dan terendah pada ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut metanol+H20 yaitu 2,29 %. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Tamat et al. (2007) bahwa ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut n-heksana, kloroform, dan air memiliki rendemen masing-masing 0,543 %, 0,283 %, 1,265 %. Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Ulva reticulata Hasil analisis sidik ragam One way Anova dari 3 ekstrak Ulva reticulata terhadap bakteri patogen V. alginolyticus dan V. parahaemolyticus memperlihatkan pengaruh yang signifikan. Uji Tukey dilakukan untuk melihat perbedaan ketiga ekstrak tersebut dalam menghambat bakteri patogen V. alginolyticus dan V.parahaemolyticus. Hasil pengukuran diameter zona hambat terhadap bakteri patogen V. alginolyticus dan V. parahaemolyticus yang digunakan berdasarkan ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut polar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Hasil penimbangan berat basah, berat kering, berat serbuk, berat ekstrak dan rendamen dari rumput laut hijau (Ulva reticulata) Berat Basah (g). Berat Serbuk (g). 3500. 152. Pelarut (mg) Metanol Metanol+H2O H2O. Berat Ekstrak (mg) 623,4 573,4 598,9. Rendemen (%) 2,49 2,29 2,39. Tabel 2. Rata-rata diameter zona hambat dari beberapa ekstrak Ulva reticulata terhadap bakteri patogen V. alginolyticusdan V. parahaemolyticus Ekstrak dari Pelarut. Rata-rata diameter zona hambat (mm) V.alginolyticus V. Parahaemolyticus Metanol 18.67±0.58a 18.33±0.58b b Metanol + H2O 26.33±1.15 22.67±0.58c a H2O 17.33±0.58 12.33±0.58a Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang signifikan pada taraf p<0,05 pada masingmasing kolom. 60. © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2018.

(5) Efektifitas Ekstrak Ulva reticulata dengan Pelarut yang berbeda terhadap Infeksi Bakteri Patogen Vibrio alginolyticus dan Vibrio parahaemolyticus pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) Secara In–Vitro (Yanti Mutalib dan Lady Diana Khartiono). Vibrio Alginolyticus BPBAP Hasil analisis sidik ragam (Anova) dari 3 ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut polar terhadap bakteri V. alginolyticus BPBAP memperlihatkan pengaruh yang signifikan. Dari grafik yang tertera pada Gambar 1 dan 2 terlihat bahwa ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut metanol+H2O memiliki aktivitas tertinggi (Ø zona hambat 26,33 mm) dan disusul oleh ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut Metanol dan ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut H2O, masingmasing sebesar (Ø zona hambat 18,67 mm dan 17,33 mm) (Gambar 1 dan 2) dan (Tabel 2). Hal ini ditandai dengan terbentuknya zona clear/jernihpada sekitar paper disk yang mengandung ekstrak. Berdasarkan hasil uji Tukey diperoleh ekstrak U. reticulata dengan pelarut methanol tidak berbeda nyata dengan ekstrak U. reticulata dengan pelarut H2O, tetapi ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut metanol+H2O berbeda nyata dengan ekstrak U. reticulata dengan pelarut metanol dan ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut H2O. Dari hasil ini, terlihat bahwa strain V. alginolyticus bersifat sensitif terhadap ketiga ekstrak polar. V. parahaemolyticus. Diameter Zona Hambat (mm). Hasil analisis sidik ragam (Anova) dari 3 ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut polar yang berbeda terhadap bakteri V. parahaemolyticus memperlihatkan pengaruh yang signifikan. Dari grafik yang tertera pada gambar 3 dan 4 terlihat bahwa ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut metanol+H2O memiliki aktivitas tertinggi (Ø zona hambat 22,67 mm) dan disusul oleh ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut metanol dan ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut H2O, masingmasing sebesar (Ø zona hambat 18,33 mm dan 12,33 mm) (Gambar 5 dan 6) dan (Tabel 3). Hal ini ditandai dengan terbentuknya zona halo/keruh pada sekitar paper disk yang mengandung ekstrak.Berdasarkan hasil uji Tukey diperoleh ke 3 ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut polar berbeda nyata. Dari hasil tersebut terlihat bahwa strain V. parahaemolyticus bersifat sensitif terhadap ketiga ekstrak ulva reticulata dengan pelarut polar. Vibrio alginolyticus 30. 26.33. 25 20. 18.67. 17.33. MeOH. 15. MeOH + H₂O. 10. H₂O. 5 0. Ekstrak. Gambar 1. Grafik diameter zona hambat ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut Metanol, Metanol+H2O, H2O terhadap bakteri patogen V. alginolyticus. a. b. c. Gambar 2. Diameter zona hambat ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut Metanol, Metanol+H2O, H2O terhadap bakteri patogen V. alginolyticus BPBAP Keterangan : (a) Ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut Metanol, (b) Ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut Metanol+H2O, (c) Ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut H2O. © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2018. 61.

(6) Jurnal Sains Teknologi Akuakultur, Vol. 2 No. 1, April 2018: 57-64. Diameter Zona Hambat (mm). Vibrio Parahaemolyticus 22.67. 25 20. 18.33. 15. 12.33. MeOH. 10. MeOH + H₂O H₂O. 5 0 Ekstrak. Gambar 3. Grafik diameter zona hambat ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut Metanol, Metanol+H2O, H2O terhadap bakteri patogen V.parahaemolyticus. a b c. Gambar 4. Diameter zona hambat ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut Metanol, Metanol+ H2O, H2O terhadap bakteri patogen V.parahaemolyticus Keterangan : (a) Ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut Metanol, (b) Ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut Metanol+H2O, (c) Ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut H2O. Hasil Penelitian di atas sejalan dengan penelitian Huyyirnah et al. (2015) yang telah melakukan penelitian menggunakan ekstrak methanol-air Ulva reticulata terhadap bakteri Erwinia sp. dengan diameter zona hambat sebesar 20.28 mm. Hal yang sama juga ditujukan oleh ekstrak metanol Ulva reticulata terhadap bakteri Erwinia sp. dengan diameter zona hambat sebesar 14.07 mm. Dari hasil ini pada dasarnya dapat memberikan informasi bahwa ekstrak polar rumput laut hijau Ulva reticulata memiliki potensi antibakteri. Aktivitas Sitotoksik dari Ekstrak Ulva reticulata Pada penelitian ini, pencegahan efek toksik dari ekstrak Ulva reticulata terhadap bakteri patogen V. alginolyticus dan V. Parahaemolyticus dengan pelarut Metanol, Metanol+H2O dan H2O telah diuji sitoksisitasnya dengan menggunakan metode brine shrimp lethality test (BSLT) terhadap nauplius Artemia salina. Dari hasil uji sitotoksisitas yang dilakukan, diperoleh ke 3 ekstrak tidak memiliki aktivitas sitotoksik terhadap nauplius artemia salina.Hal ini terlihat bahwa ekstrak Ulva reticulata aman digunakan sebagai antibakteri pada bakteri patogen pada organisme budidaya.Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Asri (2011) bahwa hasil uji sitotoksisitas ekstrak metanol dan ekstrak H2O dari rumput laut U. reticulata tidak menunjukan aktivitas sitotoksik karena memiliki nilai LC50>1000 µɡ/ml. Tabel 3. Sitotoksisitas ekstrak Ulva reticulataterhadap nauplius Artemia salina dengan metode brine shrimp lethality test (BSLT). No 1. 2. 3.. 62. Ekstrak dari Pelarut MeOH MeOH + H2O H2O. Nilai LC50 (ppm) >1000 >1000 >1000. Tingkat Sitotoksisitas Non-Toksik Non-Toksik Non-Toksik. © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2018.

(7) Efektifitas Ekstrak Ulva reticulata dengan Pelarut yang berbeda terhadap Infeksi Bakteri Patogen Vibrio alginolyticus dan Vibrio parahaemolyticus pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) Secara In–Vitro (Yanti Mutalib dan Lady Diana Khartiono). Dari penelitian yang dilakukan Zainuddin (2010), jenis rumput laut yang kaya akan senyawa sitotoksik adalah rumput laut coklat, karena 10 dari 14 ekstrak yang berpotensi sitotoksik diperoleh dari rumput laut cokelat. Demikian pula penelitian oleh Ara et al.,(1999), yang memperoleh lima ekstraketanol dari rumput laut coklat (Stoechospermummarginatum, Sargassum swartzii, Sargassum binderi, Spatoglossum asperum dan Stokeyia indica) memperlihatkan aktivitas yang signifikan terhadap artemia salina. Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Menurut Zainuddin et al. (2013), penetapan uji KHM dilakukan setelah diketahui bahwa ekstrak memiliki aktivitas antibakteri, yang bertujuan untuk mengetahui kadar terendah dari sampel ekstrak yang masih memberikan aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji. Hal ini sangat penting guna menghindari efek toksik atau mematikan terhadap organisme budidaya yang merupakan inang dari bakteri patogen pada ikan serta terhadap manusia yang mengkonsumsi ikan akibat terakumulasinya antibiotik dalam ikan konsumsi. Ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut metanol+H2O Terhadap bakteri V.alginolyticus pada konsentrasi 2000 ppm terdapat diameter zona hambat sebesar 20,00mm, konsentrasi 31,25 ppm diameter zona hambat sebesar 9,67 mm. Pada konsentrasi terendah 15,625 ppm sudah tidak ada lagi zona hambat yang terlihat. Sementara terhadap bakteri V. parahaemolyticus pada konsentrasi 2000 ppm dari ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut metanol+H2O, terdapat diameter zona hambat sebesar 19.67 mm, konsentrasi 31,25 ppm memiliki diamter zona hambat sebesar 8.67 mm, dan pada konsentrasi terendah 15.25 ppm sudah tidak ada lagi zona hambat sama sekali. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa nilai KHM ekstrak Ulva reticulata metanol+H2O dalam menghambat pertumbuhan bakteri V. alginolyticusdan V.parahaemolyticus BPBAP memiliki konsentrasi yang sama, yaitu pada konsentrasi 31.25 ppm, karena pada konsentrasi 15,625 sudah tidak memiliki zona hambat. Kurva grafik hubungan antara konsentrasi ekstrak dan diameter zona hambat memperlihatkan bentuk yang linier, yaitu semakin rendah konsentrasi ekstrak semakin kecil diameter zona hambat atau bahkan sama sekali tidak memperlihatkan diameter zona hambat. Kurva ini identik dengan kurva aktivitas antibiotik (Crosby, 1991). Kesimpulan dan Saran Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak Ulva reticulata dengan menggunakan pelarut polar metanol+H2O memiliki aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri patogen V. alginolyticus dan V. parahaemolyticus dengan diameter zona hambat masing-masing sebesar 26,33 mm dan 22,67 mm serta ditandai dengan terbentuknya zona clear/jernih dan zona halo/keruh. Pada pengujian konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut metanol+H2O terhadap bakteri patogen V. alginolyticus dan V. parahaemolyticus diperoleh KHM pada konsentrasi 31,25 ppm, karena pada konsentrasi 15,625 ppm ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut metanol+H2O terhadap kedua bakteri tersebut sudah tidak memilik zona hambat sama sekali. Dari pengujian sitotoksisitas menunjukkan tidak ada yang memperlihatkan efek toksik terhadap nauplius Artemia salina, karena masing-masing ekstrak menunjukkan LC50 >1000 ppm. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan ekstrak Ulva reticulata terhadap bakteri patogen V. alginolyticus dan V.parahaemolyticus pada ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) secara in-vivo. Ucapan Terima Kasih Tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada RISTEKDIKTI yang telah mendanai penelitian ini melalui hibah penelitian pada Skema Kompetitif Nasional. Daftar Pustaka Austin B., and D.A. Austin 2007. Bacterial and Fish Pathogens: Disease Farmed and Wild Fish. Praxis Publishing Ltd., Chichester, UK, Printed in Germany, 411 p.. © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2018. 63.

(8) Jurnal Sains Teknologi Akuakultur, Vol. 2 No. 1, April 2018: 57-64. Asri, R.M. 2011. Analisis fitokimia dan uji sitotoksik dengan metode brine shrimp lethality test (BSLT) ekstrak dan fraksi rumput laut hijau Ulva rericulata. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Hasanuddin, Makassar. Del Val A.G., G. Platas, A. Basilio, A. Cabello, J. Gorrochategui, I. Suay, F.Vicente, E. Portillo, M.J. Del Rio., G.G. Reina., and F. Pelaez. 2001. Screening of antimicrobial activities in red, green, and brown macroalgae from Gran Canaria Spain. Journal of international microbiology, 4(1): 35-40. FAO. 2005. Responsible Use of Antibiotics in Aquaculture . FAO Fisheries technical Paper, Rome, 97 p. Gafhani, Iskandar dan Astuti. 2012. Pengaruh Kepadatan Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) pada Pendederan. Jurnal Perikanan kelautan, 3(4): 109–114. GOU J.J., K.F. Liu, C. Chang, J.J. Lay, Y.O. Hsu, J.Y. Yang, and T.Y. Chen. 2009. Selection of probiotik bacteria fot use in shrimp larvae culture. Aquaculture Research, 40: 609–618. Hastari F.I., Sarjito, dan B.S. Prayitno. 2014. Karakterisasi agensia penyebab vibriosis dan gambaran histologi ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dari karamba jaring apung Teluk Hurun Lampung. Journal of Aquaculture Management and Technology, 3(3): 86-94. Huyyinah, Ridwan I., dan E.N. Zainuddin 2015. Potensi bioaktif rmput laut hijau Ulva reticulata asal takallar sulawesi selatan terhadap mikroba patogen tanaman kentang. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar. Karthikaidevi G, K. Manivannan, G. Thirumaran, P. Anantharaman, and T. Balasubaramanian. 2009. Antibacterial properties of selected green seaweeds from Vedalai Coastal Waters; Gulf of Mannar Marine Biosphere Reserve. Global Journal of Pharmacology, 3(2). Koesharyani, I., D. Roza., K. Mahardika, F. Jhonny, Zafran, dan K. Yuasa. 2001. Penuntun Diagnosa Penyakit Ikan II. Penyakit Ikan Laut dan Krustacea di Indonesia. Balai Penelitian Perikanan Laut Gondol - Singaraja. Kolanjinathan, K. dan D. Stella. 2011. Comparitive Studies on Antimicrobial Activity of Ulva reticulata and Ulva lactuca against Human Patogens. International Journal of Pharmaceutical dan Biological Archives, 2(6):1738 - 1744. KKP. 2013. KKP: Produk Budidaya Laut Diminati Pasar Ekspor (Interne t). diunduh 2015 Mei 11. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/9248/KKP-Produk-Budidaya-Laut-Diminati–Pasar– Ekspor. Sarjito. 2011. Penggunaan Repetitive Sequence Based Polychain Reaction (REP-PCR) untuk Pengelompokkan Bakteri Vibrio yang Berasosiasi dengan Ikan Kerapu Sakit dari Perairan Karimunjawa. Jurnal Ilmu Kelautan, 16 (2):103-110. Sudjadi. 1998. Metode Pemisahan. Kanisius, Yogyakarta, pp. 167-174. Tamat, S.R., T. Wikanta, dan L.S. Maulina. 2007. Aktifitas Antioksidan dan Toksisitas Senyawa Bioaktif dari Rumput Laut Hijau Ulva reticulata. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 5: 31 – 36. Wijayanti, A. dan N. Hamid.1997. Identifikasi Bakteri pada Pembenihan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptis altivelis). Dirjen Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta. Zainuddin, E.N. 2006. Chemical and biological investigations of selected cyanobacteria (blue - green algae). PhD Thesis. University Greifswald. Zainuddin, E.N. dan A.C. Malina. 2009. Skrining rumput laut komersilasal Sulawesi Selatan sebagai anti biotic melawan bakteri pathogen pada ikan. Penelitian Research Grant, Biaya IMHERE - DIKTI. Zainuddin, E.N. 2010. Antibacterial potential of marine algae collected from South Sulawesi coast against human pathogens. Proceedings of International Conference and Talkshow on Medicinal Plants. BPPT, Jakarta, Indonesia, ISBN 978–602–95911-1-8.. 64. © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2018.

(9)

Gambar

Tabel  1.  Hasil  penimbangan  berat  basah,  berat  kering,  berat  serbuk,  berat  ekstrak  dan  rendamen  dari rumput laut hijau (Ulva reticulata)
Gambar 2. Diameter zona hambat ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut Metanol, Metanol+H 2 O, H 2 O  terhadap bakteri patogen V
Gambar 3. Grafik diameter zona hambat ekstrak Ulva reticulata dengan pelarut Metanol, Metanol+H 2 O, H 2 O  terhadap bakteri patogen V.parahaemolyticus

Referensi

Dokumen terkait

Sukses Factors) Strategi SI kebijakan teknis  Jumlah kajian akademik bidang pengembangan sumber daya perpustakaan kebijakan sebagai bahan masukan/penyempurn aan kebijakan

20 Dalam peraturan yang dibuat oleh dewan ICAO juga telah diatur dalam Aturan Keamanan Penerbangan yang tertulis dalam Annex 17 yang didefinisikan dengan pengamanan

menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi elektrolit dan non elektrolit serta penelitian

Sedangkan untuk perbandingan daya dukung pengujian dan analisis grup memiliki data yang mendekati sama karena parameter yang digunakan pada perhitungan teoritis sudah

Tidak semua responden berlatar belakang pendidikan matematika. Dari enam guru matematika yang diwawancarai, 3 diantaranya memiliki latar belakang bukan di mana satu guru

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988

Korelasi yang erat antara % recovery N pangkasan pohon legum oleh tanaman jagung dan % N yang dilepaskan dari pangkasan pohon legum pada kondisi tidak tercuci selama 7 minggu (r

Rekapitulasi Dukungan hasil perbaikan di tingkat provinsi Penyampaian dukungan Bakal Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati/Wali Kota dan Wakil Wali