• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 11 Teknik dan Corak Dalam Kaligrafi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 11 Teknik dan Corak Dalam Kaligrafi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Seorang kaligrafer memerlukan lima hal yaitu: watak yang baik,

memahami kaligrafi,

tangan yang halus, sabar, dan memiliki peralatan yang sempurna.

- Mir Ali, Heart, wafat tahun 1556

-11.1 Karakter Alat

Kaligrafi sepenuhnya amat bergantung kepada alat yang digunakan untuk menulis. Permukaan bahan tulis (misalnya kertas) yang lembut dan tidak menghambat laju gerak tangan, serta alat tulis yang bisa menghasilkan keragaman garis merupakan inti dasar yang diperlukan untuk bisa meng-hasilkan dan mengembangkan style (gaya) kaligrafi.

Keterkaitan antara alat yang digunakan dengan gaya yang dihasilkan nyaris tidak terpisahkan. Untuk menghasilkan kaligrafi harus ada alat yang dianggap cocok digunakan untuk menulis pada bidang tulisan. Misalnya untuk menulis huruf pada batu pualam maka alat yang digunakannya adalah pahat. Untuk menulis kaligrafi pada bahan dasar kertas biasanya digunakan alat berupa pena ataupun kuas.

Dengan demikian jenis bahan dan alat tulis senantiasa memegang peranan penting dalam perkembangan bentuk aksara. Sebagai contoh, huruf-huruf yang dipahat pada batu atau diukir pada tembaga umumnya

Bab 11

Teknik dan Corak

(2)

berbeda jenis dan watak aksaranya dengan yang ditulis pada kertas. Style yang dihasilkan dengan penggunaan pit (sejenis kuas yang biasanya digunakan untuk kaligrafi Tionghoa) akan berlainan dengan yang meng-gunakan quill (bulu angsa). Efek dan hasil tulisan dengan kalam berbeda dengan stylus dan seterusnya.

Dengan mengamati bentuk dan konstruksi huruf dapat pula diketahui cara membentuknya serta cara menggunakan alat-alatnya. Oleh karena itu, dalam praktek kaligrafi, pengetahuan tentang teknik serta apresiasi terhadap elemen-elemen kaligrafi menjadi penting sekali.

Jika seorang kaligraf menginginkan suatu stroke (jejak kuas, pena, atau pit) yang tajam maka penanya harus dijaga agar tetap tajam (runcing) dan bersih sehingga tinta dapat mengalir dengan baik pada pena yang di-gunakan. Pemilihan tinta pun mesti dipilih yang larutannya cukup baik. Jenis tinta waterproof cenderung kurang sesuai untuk kaligrafi karena alirannya terlalu mudah dan terlalu bergetah. Sedangkan kertas yang baik untuk kaligrafi bukan jenis kertas yang mengkilat permukaannya. Sebab, jika permukaan kertas terlalu licin maka pena akan mudah tergelincir, sehingga tidak comfortable (nyaman). Kertas tidak boleh terlalu kasar juga, karena kelancaran pena akan terhambat (tersendat). Sementara, kertas yang terlalu berpori akan membuat tinta belepotan. Jenis kertas yang terbaik permukaannya adalah vellum (kulit kambing). Contoh-contoh tersebut tadi menjelaskan betapa pentingnya pengenalan terhadap jenis bahan alat tulis.

Perlu kita ingat kembali bahwa jenis bahan menentukan suatu style (gaya), namun yang terpenting lagi ialah seniman tulisnya (kaligrafernya) itu sendiri sebab dirinyalah yang menentukan pilihan alat. Seorang kaligraf biasanya akan memillih suatu jenis bahan dan alat tulis yang cocok bagi dirinya, atau akan mencari tahu mana yang paling cocok untuk jenis bahan dan alat tertentu. Bagi yang senang melakukan eksplorasi niscaya akan menggunakan alat yang sesuai dengan tujuan kaligrafi yang diinginkan. Dari kenyataan itu, kita jadi tahu alasan kaligraf Mesir menggunakan pena tulis yang tidak terbuat dari logam hingga kini. Begitu pula alasan kaligraf Timur Tengah dan India terus menggunakan pena bambu dan sejenis ilalang (reed) sampai sekarang.

Alasan pemilihan alat bisa karena dua hal: pertama, karena tradisi. Bagi bangsa Mesir tradisi sangat penting, karena itu para kaligraf Mesir, cenderung memilih jenis bahan dan alat tulis yang tradisional. Yang kedua, bahan yang telah disediakan oleh alam, misalnya pena yang terbuat dari paku alam (pakis). Jenis pena ini pun terbukti mempunyai kualitas yangJenis pena ini pun terbukti mempunyai kualitas yang lebih baik ketimbang pena yang terbuat dari metal. �al ini pula yang�al ini pula yang

(3)

membuat pena metal menjadi lebih inferior daripada alat tulis quill (bulu angsa). Kelebihan lain dari pena berbahan alam ini adalah kenyataan bahwa bahan bakunya telah disediakan oleh alam. Alat yang bersumberkan padaAlat yang bersumberkan pada alam ini juga tidak berkarat, sementara pena metal mudah berkarat.

Bambu, quill, serta pena dari sejenis ilalang, serat batang enau (Sunda: harupat) pun cenderung memiliki daya lentur yang lebih baik ketimbang pena metal, sehingga memudahkan seniman untuk mudah mengubah ujung penanya menurut ukuran dan ujung yang dikehendaki semisal kelancipan, tingkat kelurusan atau pun kemiringannya.

11.2 Perkembangan Alat Menulis

Seperti telah terurai di atas bahwa setiap jenis bahan dan alat yang digunakan senantiasa memberikan pengaruh terhadap style. Ada baiknya kita mengenal pula perkembangan jenis bahan dan alat untuk menulis kaligrafi ini. �arapannya, kita mendapat gambaran luas tentang berbagai alat tulis yang digunakan untuk suatu media tulis, dari batu hingga kertas.

Lucas A, seorang konsultan ahli kimia dan benda-benda kuno dari Mesir, berpendapat bahwa bahan dan alat tulis terdiri atas dua bagian, bagian inti dan bagian tambahan (pelengkap). Bagian inti (atau primer) adalah tinta (pigment), dan dasar untuk menulis perkamen (parchment) atau kertas kulit. Tinta ditempatkan dalam proses menulis dan pena digunakan untuk memindahkan tinta ke atas dasar yang digunakan untuk menerimanya. Sedangkan alat sekunder misalnya tempat tinta, tempat pena, atau penggiling yang digunakan oleh penulis zaman dahulu untuk mempersiapkan tinta.

Telah kita maklumi bahwa jenis bahan dan alat serta bentuk mempunyai arti yang saling berpengaruh. Dengan bahan batu, bentuk yang hendak kita capai tidak akan seluwes jika kita menulis di atas kertas. Namun demikian, batu merupakan bahan pertama yang banyak digunakan umat manusia di masa-masa awal mengenal tulisan. Dibanding dengan bahan lain batu cenderung mudah didapat dan lebih tahan lama. Oleh daya tahannya pula maka saat ini kita masih bisa menemukan jejak-jejak kebudayaan tulis yang dibuat ribuan tahun yang lalu. Khazanah kebudayaan di Indonesia pun banyak meninggalkan inskripsi yang dipahatkan di atas batu. Sebagai contoh inskripsi dengan aksara Pallawa yang terpahat pada batu peninggalan Purnawarman. Batu sebagai bahan untuk ditulis ada yang diratakan permukaannya sehingga berupa persegi atau lempengan, tapi ada pula yang dibiarkan sebagaimana bentuk asalnya.

(4)

Tidak sedikit inskripsi yang tersimpan pada batu itu mempunyai arti dalam sejarah suatu bangsa. Manusia sekarang dapat membuka rahasia-rahasia Mesir dengan ditemukannya batu Rosetta yang sangat terkenal itu. Batu Rosetta yang menjadi kunci pembuka sejarah Mesir Kuno mengungkapkan tiga jenis aksara kuno yakni hieroglif, demotis, dan Yunani.

Selain batu, bahan lain yang acap kali digunakan adalah lempengan tanah liat. Di Mesopotamia banyak ditemukan inskripsi dari tablet tanah liat. Tanah liat mempunyai sifat mudah dibentuk pada saat basah, dan manakala mengering ia menjadi keras, bahkan layaknya seperti batu. Kaligrafi pada tanah liat dapat ditulis pada saat bahan itu mendekati kering ataupun setelah kering. Penulisan pada tanah liat tersebut, mungkinPenulisan pada tanah liat tersebut, mungkin menggunakan alat tulis yang berbeda. Dari peninggalan-peninggalan tulisan berbahan tanah liat banyak ditemukan catatan-catatan dan semacam kamus atau ensiklopedia.

Selain batu dan tanah liat, tulang pun termasuk jenis bahan yang telah lama digunakan sebagai media tulis. Peradaban Tionghoa termasuk yang paling banyak menggunakan media tulang. Aksara Tionghoa paling awal yang masih dapat dikenali tertulis pada tulang. Demikian juga dengan ayat-ayat Qur’an pada masa awal, sebelum akhirnya terkumpulkan dan dibukukan seperti sekarang, di antaranya ada ayat-ayatnya yang digoreskan pada tulang.

Selain menggunakan tulang, masyarakat Tionghoa juga menggunakan kulit penyu. Bahan ini terutama digunakan untuk mencatat mantera-mantera, orakel (sabda-sabda dewa), serta digunakan sebagai jawab ramalan.

Jenis bahan tua berikutnya yang digunakan untuk menulis adalah kulit binatang. Tulisan pada kulit binatang banyak ditemukan, berupa catatan atau piagam. Banyak pula berupa amulet (jimat) yang berisikanBanyak pula berupa amulet (jimat) yang berisikan tulisan atau gambar-gambar yang bertenaga magis. Injil pertama cetakan Guttenberg juga dicetak di atas kulit domba sebanyak 30 eksemplar dan di atas kertas sebanyak 150 eksemplar. Menurut catatan, tidak kurang dari 300 ekor domba diperlukan untuk pencetakan Kitab Injil pertama Guttenberg itu.

Media tulis lainnya adalah kayu dan bambu. Kedua jenis bahan ini banyak digunakan di Tiongkok, terutama sebelum kertas ditemukan. Kebu-dayaan di Indonesia pun mengenal bambu sebagai alat tulis, di antaranya ada yang dikenal dengan sebutan awi surat (Sunda: awi adalah bambu).

Sedangkan kayu merupakan bahan dasar kertas yang paling banyak digunakan hingga sekarang ini. Pada zaman dahulu kayu belum diproses

(5)

dengan mesin, melainkan diproses dengan cara manual yaitu dipukul hingga pipih, lalu dikeringkan, setelah itu baru siap untuk ditulis. Belum jelas diketahui sejak kapan bahan kayu ini digunakan sebagai media tulis. Tulisan-tulisan di atas bahan ini diduga musnah karena ketahanannya tidak sama dengan batu. Menurut para ahli, banyak tulisan pada media kayu (termasuk bambu) musnah sebelum sempat didokumentasikan. Bahan bambu masih banyak digunakan di Indonesia. Pada umumnya bambu tidak mengalami proses untuk dijadikan bentuk lain, bentuknya yang bulat dianggap menyerupai media tulang. Cara menulis pada media bam-bu ada yang dilakukan tanpa mengupas kulitnya, tulisan yang diterakan menyerupai ukiran tipis pada permukaan kulit bambu. Tapi ada juga tradisi tulisan bambu yang dilakukan dengan cara melepas kulitnya sehingga didapat bentuk menyerupai persegi yang pipih (tipis). Bambu yang diubah berukuran kecil dan datar itulah yang dijadian tempat tulisan. Cara ini belakangan banyak berkembang di Indonesia terutama yang dirangkai dalam satu kesatuan menjadi sebentuk buku yang dirajut.

Bahan lain yang termasuk populer adalah papyrus, berasal dari kata papyrus, dan ini pula menjadi cikal bakal kata papier, paper (kertas). Cara penulisannya yakni dengan menggoreskan sejenis benda tajam di atasnya. Papyrus yang telah berisi naskah tulisan biasanya diikat dengan tali hingga menjadi semacam buku.

Di Indonesia, dikenal pula daun sebagai media tulisan. Daun ituDaun itu diambil dari sejenis tanaman namanya tal atau dalam bahasa Jawa disebut rontal. Dari kata rontal inilah timbul kata lontar, suatu nama yang lebih dikenal untuk daun sejenis palem itu. Cara penulisannya yaitu dengan ditoreh, kemudian pada luka toreh di atas daun itu ditaburi jelaga, setelah itu daun lontar tersebut dikeringkan, dan setelah kering tulisan tadi akan tampak jelas.

Cara menyusun buku lontar itu seperti halnya buku bambu, yaitu dengan cara melubangi ujungnya lalu dijilid menjadi satu ikatan. Buku-buku lontar semacam itu dinamakan kropak. Kropak banyak digunakan pada zaman kerajaan �indu sampai permulaan masuknya agama Islam di Indonesia. Salah satu kropak yang terkenal adalah kitab Negara Kertagama. Sementara itu di Bali, cara menulis di atas lontar ini sampai sekarang masih tetap dilakukan. Bedanya jika pada buku lontar peninggalan zaman dulu hanya berisi tulisan-tulisan saja, sementara lontar Bali penuh dengan gambar ilustrasi. Gambar-gambar yang dibubuhkan itu umumnya berisi tema-tema dari cerita mahabrata, cerita-cerita setempat yang mengandung filsafat, atau penuntun hidup ke arah kebenaran. Sedangkan yang semata-mata berisi tulisan, biasanya merupakan puji-pujian atau kekawin.

(6)

Kain sutera pun dijadikan media tulisan, terutama pada kebudayaan Tionghoa, Korea, dan Jepang. Media lainnya yang sangat digemari ada-Media lainnya yang sangat digemari ada-lah tembaga karena bahan ini cukup lunak untuk ditulisi. Selain tembaga, lempengan emas pun seringkali digunakan sebagai media tulis di kalangan raja-raja, contohnya mahligai kematian makam Toet Anch Amon di Mesir berdinding emas yang penuh dihiasi dengan inskripsi dan relief-relief.

Jenis bahan dan alat tulis yang digunakan untuk suatu berkas atau naskah biasanya menunjukkan keadaan sosial si pembuat naskah ataupun si penerimanya. Surat seorang raja, umpamanya, mungkin diukir pada lem-pengan emas apalagi jika surat itu ditujukan kepada puteri mahkota. Tetapi jika ditujukan kepada rakyat jelata, niscaya surat itu akan ditulis di atas kertas biasa. Kenyataan seperti itu bahkan masih kita jumpai hingga saatKenyataan seperti itu bahkan masih kita jumpai hingga saat sekarang. Di Birma, misalnya, buku-buku yang istimewa ditulis pada gading yang ditipiskan atau pada palmyra yang disungging hitam, dan marginnya dihias dengan saduran emas, sementara dokumen-dokumen istana yang bersifat istimewa ditulis dengan menggunakan bahan vellum.

Itu semua menunjukkan bahwa pengamatan terhadap media tulis-menulis, membuat kita bisa melihat kenyataan sosial di seputar bahan-bahan yang dipakainya itu. Tepatlah kiranya kalau seorang Diringer menyatakan bahwa forms of book influenced by social condition (wujud-wujud buku itu ditentukan oleh kondisi sosial).

AlAt tulis yAng kini pAling dikenAl AdAlAh kertAs.

Ditemukan di Tiongkok pada tahun 105 yang pembuatannya memakai ba-han kain-kain bekas.

Pemakaian kertas mulai meluas pada permulaan abad kedua. Pada per-mulaan abad ke-8 (751), orang Arab berhasil menawan tukang-tukang pembuat kertas dari Tiongkok, setelah itu pabrik kertas pertama didirikan di Samarkahand pada tahun 752.

Pada tahun 794 Harun Al Rashid, mendirikan pabrik kertas untuk kepenting-an dokumen negara. Pabrik ini merupakkepenting-an pabrik kedua dengkepenting-an tetap mengerja-kan tumengerja-kang-tumengerja-kang dari Tiongkok. Tahun 1150 pabrik kertas mulai diperkenalmengerja-kan ke Eropa. Pabrik kertas pertama di Eropa didirkan di Xativa (Jativa) dekat Valen-cia, Spanyol. Untuk tenaga pengolahnya orang-orang Islam diimport ke Spanyol. Dengan demikian kebudayaan Islam-lah yang memperkenalkan kertas ke Eropa. Jika Harun Al Rasyid telah memulai peradaban kertas pada abad ke-8, maka Italia baru memulai pada abad ke-13 (1276), Perancis pada abad ke-14 (1348), Jerman pada abad ke-14 (1390), sedangkan Inggris baru pada abad ke-15.

Referensi

Dokumen terkait

Pajak memegang peranan yang sangat penting bagi suatu negara, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur kegiatan