• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Mesin Pendingin Adsorpsi - Analisa Mesin Pendingin Adsorpsi Dengan Menggunakan Tenaga Matahari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Mesin Pendingin Adsorpsi - Analisa Mesin Pendingin Adsorpsi Dengan Menggunakan Tenaga Matahari"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Mesin Pendingin Adsorpsi

Sistem pendinginan adsorpsi mirip dengan siklus pendinginan kompresi uap. Perbedaan utama kedua siklus tersebut adalah gaya yang menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara tekanan penguapan dan tekanan kondensasi serta cara perpindahan uap dari wilayah bertekanan rendah ke wilayah bertekanan tinggi. Pada sistem pendingin kompresi uap digunakan kompresor, sedangkan pada sistem pendingin adsorpsi digunakan adsorben dan generator bertekanan rendah, tekanan ditingkatkan dengan pompa dan pemberian panas di generator sehingga adsorben dan generator dapat menggantikan fungsi kompresor secara mutlak kompresi tersebut,

(2)

Panas sering disebut sebagai energi tingkat rendah (low level energy) karena panas

merupakan hasil akhir dari perubahan energi dan sering kali tidak didaur ulang. Pemberian panas dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menggunakan kolektor surya, biomassa, limbah, atau dengan boiler yangmenggunakan energi komersial.

Komponen utama mesin pendingin adsorpsi adalah generator, kondensor, dan evaporator. Evaporator memegang peranan penting sebagai tempat refrigeran yang akan digunakan untuk mendinginkan fluida atau benda yang akan didinginkan.

2.2 Evaporator

Evaporator dalam sistem refrigerasi adalah alat penukar kalor yang memegang peranan penting di dalam siklus refrigerasi, yaitu mendinginkan media sekitarnya Tujuan sistem refrigerasi adalah untuk membebaskan panas dari fluida seperti udara, air atau beberapa benda yang lain. (Bayu Rudianto, 2008)

Evaporator diletakkan dibagian unit pendingin dari lemari pendingin dan akan bersentuhan langsung dengan media yang akan didinginkan, yaitu air. Cairan metanol akan menguap pada saat temperatur adsorben naik atau pada saat pemanasan adsorben. Metanol akan mencair dikondensor dan cairannya akan terkumpul kembali di evaporator, dan malam hari temperatur adsorben akan turun perlahan – lahan dan akan menyerap metanol. Akibatnya metanol akan menguap dan menyerap kalor dari sekitarnya sehingga temperatur akan turun. (Bayu Rudianto, 2008)

2.2.1 Perpindahan Kalor Didalam Evaporator

a. Koefisien Perpindahan Kalor

(3)

banyaknya perpindahan kalor dihitung berdasarkan perbedaan rata- rata temperatur, makin besar perbedaan temperatur, makin kecil ukuran penukar kalor (luas bidang perpindahan kalor) yang bersangkutan, namun dalam hal tersebut diatas, temperatur penguapannya menjadi rendah.

b. Kapasits (Q) Pendingin di dalam Evaporator

Kapasitas suatu mesin pendingin ialah kemampuan mesin tersebut untuk menyerap panas dari benda yang didinginkan, umumnya dinyatakan dalam Kkal/jam atau Btu/jam. Satuan lain yang sering dipakai ialah Ton Of Refrigeration

(TR) atau Refrigeration Ton (RT). Satuan ini dihitung berdasarkan panas

pencairan 1 ton es selama 24 jam.

Dimana tiap 1 lb es yang mencair membutuhkan panas 144 btu, maka :

Kapasitas mesin pendingin pada umumnya ditentukan tiga hal, yaitu; jumlah refrigeran yang diuapkan tiap jam, temperatur penguapan refrigeran didalam evaporator, jenis refrigeran yang digunakan.

2.2.2. Jenis Evaporator

Berdasarkan bentuk dan permukaan koilnya, evaporator dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

1. Evaporator Pipa Telanjang ( Bare Tube Evaporator )

2. Evaporator Pelat ( Plate Surface Evaporator )

3. Evaporator Bersirip ( Finned Evaporator)

(4)

1. Evaporator jenis expansi kering

Cairan refrigeran yang diexpansikan melalui katup expansi pada waktu masuk ke evaporator sudah dalam keadaan campuran cair dan uap, sehingga keluar dari evaporator dalam kering.

Karena sebagian besar evaporator terisi oleh uap refrigeran , maka perpindahan kalor yang terjadi tidak begitu besar, jika dibandingkan dengan keadaan dimana refrigeran dimana evaporator terisi oleh refrigeran cairan. Evaporator jenis ini tidak memerlukan cairan refrigeran dalam jumlah yang besar, disamping itu jumlah minyak pelumas yang tertinggal di dalam evaporator sangat kecil.

Jumlah refrigeran yang masuk kedalam evaporator dapat diatur oleh katup expansi sehingga semua refrigeran meningggalkan evaporator dalam bentuk uap jenuh, dan bahkan dalam keadaan superpanas.

2. Evaprator jenis super basah

Evaporator jenis setengah basah adalah evaporator dengan kondisi refrigeran diantara di antara evaporator jenis expansi kering dan evaporator jenis basah. Dalam evaporator jenis ini, selalu terdapat refrigeran cair dalam pipa penguapnya. Oleh karena itu, laju perpindahan kalor dalam evaporator jenis setengah basah lebih tinggi dari pada yang dapat diperoleh pada jenis expansi kering, tetapi lebih rendah dari pada yang diperoleh pada jenis basah.

Pada jenis basah expansi kering, refrigeran masuk dari bagian atas dari koil sedangkan pada evaporator jenis setengah basah, refrigeran dimasukkan dari bagian bawah koil evaporator.

3. Evaporator jenis basah

(5)

dipisahkan didalam akumulator akan masuk kembali kedalam evaporator, bersama – sama dengan refrigeran (cair) yang berasal dari kondensor.

Tabung evaporator terisi oleh cairan refrigeran. Cairan refrigeran meyerap kalor dari fluida yang hendak di dinginkan ( air larutan garam), yang mengalir di dalam pipa uap refrigeran yang terjadi dikumpulkan di bagian atas dari evaporatorsebelum masuk kekompresor. Tinggi permukaan cairan refrigeran yang ada di dalam evaporator diatur oleh pelampung. Jumlah refrigeran yang dimasukkan ke dalam tabung evaporator di sesuaikan dengan beban pendingin.

2.3 Kondensor

Kondensor adalah suatu alat untuk terjadinya kondensasi refrigeran uap dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Kondensor sebagai alat penukar kalor berguna untuk membuang kalor dan mengubah wujud refrigeran dari uap menjadi cair. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kondensor adalah :

1. Luas muka perpindahan panasnya meliputi diameter pipa kondensor, panjang pipa kondensor dan karakteristik pipa kondensor.

2. Aliran udara pendinginnya secara konveksi natural atau aliran paksa oleh

fan.

3. Perbedaan suhu antara refrigeran dengan udara luar. 4. Sifat dan karakteristik refrigeran di dalam system.

Kondensor ditempatkan di luar ruangan yang sedang didinginkan, agar dapat melepaskan panas saat mengkondensasi methanol pada proses desorpsi. Tekanan refrigeran yang meninggalkan kondensor harus cukup tinggi untuk mengatasi gesekan pada pipa dan tahanan dari alat ekspasi, sebaliknya jika tekanan di dalam kondensor sangat rendah dapat menyebabkan refrigeran tidak mampu mengalir melalui alat ekspansi.

2.3.1. Prinsip Kerja Kondensor

(6)

kondensor. Panas akan mengalir ke sirip-sirip kondensor sehingga panas tersebut dibuang ke udara bebas melalui sirip dengan cara konveksi alamiah.

Sehingga untuk memperluas daya konveksi maka luas sirip dirancang semaksimal mungkin. Suhu uap refrigeran didalam kondensor ini akan turun tetapi tekanannya tetap tidak berubah. Bila penurunan suhu gas mencapai titik pengembunannya maka akan terjadi proses pengembunan (kondensasi), dalam hal ini terjadi perubahan wujud gas menjadi liquid yang tekanan dan suhunya masih

cukup tinggi (tekanan condensing.

2.3.2. Analisis Kondensor

Dua sistem A dan B yang berbeda suhunya, bila dihubungkan satu sama lain akan terjadi perubahan suhu sampai suhu keduanya sama besar (setimbang). Perubahan suhu itu terjadi karena aliran panas atau perpindahan dari A ke B atau sebaliknya. Dari percobaan dan penelitian Count Rumford (1753-1814)

serta Sir Janes Prascolt Youle (1818-1889) muncul suatu pendapat bahwa

aliran panas itu tidak lain adalah suatu perpindahan energi :

𝑄𝑄= 𝑚𝑚̇. c.∆t ...(2.1)

Dimana

Q = Panas yang diserap atau dikeluarkan (w) m = Massa benda (kg)

c = Panas jenis (kj/kg°c)

∆t = selisih temperatur (°c)

Pada peristiwa melebur atau meleleh, panas yang diserap atau dikeluarkan oleh benda yang mengalami perubahan fase tersebut. Demikian juga pada peristiwa mendidih, mengembun dan sublimasi. Banyaknya panas persatuan massa benda pada waktu terjadi perubahan fase disebut panas laten (L).

Q = m.l ...(2.2)

Dimana

(7)

L = Panas laten (kj/kg)

Perhitungan panas yang dilepas air persatuan massa dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑍𝑍=𝐶𝐶𝐶𝐶𝑤𝑤(𝑡𝑡1−𝑡𝑡2) +𝐿𝐿+𝐶𝐶𝐶𝐶𝑒𝑒𝑒𝑒(𝑡𝑡2−𝑡𝑡3)...(2.3) Dimana

Z = Panas yang dilepas air persatuan massa (kj/kg) Cpw = Panas jenis air (kj/kg.k)

Cpes = Panas jenis es (kj/kg.k)

L = Panas laten yang harus dilepas (kj/kg) T3 = Temperatur akhir rata rata es (k)

2.4 Kolektor

Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi.

2.4.1 Kolektor surya pelat rata

Data radiasi surya pada bidang miring jarang diperloleh : karakteristik dari permukaan di sekitarnya berbeda antara satu tempat dengan yang lainnya, sehingga standariasasi pengukuran sukar dibuat. Misalnya, data untuk suatu permukaan miring yang menghadap tanah tertutup salju serta menerima komponenen radiasi karena pemantulan, harus dirinci dulu kondisi saljunya, yaitu sifat pantulnya.

(8)

radiasi sorotan pada permukaan horizontal menjadi masuk normal dengan menggunakan sudut zenith, dan kemudian mendapatkan komponen pada permukaan miring dengan menggunakan sudut masuk. Radiasi sorotan pada permukaan horisontal diperoleh dari selisih antara pengukuran radiasi total dan pengukuran radiasi sebaran untuk suatu lokasi tetentu.

Komponen sebaran pada permukaan miring, IdT , dihitung dari komponen horisontal. Perhitungan dapat dilakukan dengan dua cara: yang pertama dengan menganggap radiasi sebaran didistribusi merata; yang kedua, suatu , metode yang lebih teliti, menggap bahwa sebaran lebih banyak berasal dari daerah langit dekat matahari. Karena untuk kebanyakan daerah, komponen sebaran untuk suatu permukaan horizontal, Id , tidak dapat diperoleh secara terpisah, maka suatu metode perhitungan fraksi sebaran dari radiasi total, Id/I. Komponen yang dipantulkan pada permukaan miring, IrT, dapat segera dihitung apabila reflektansi dari permukaan disekitanya telah diketahui. Radiasi total pada permukaan miring adalah jumlah dari tiga komponen yang diterangkan dengan menggunakan rumus:

IT – IbT + IdT + IrT ……….…..(2.4)

Intensitas radiasi langsung atau sorotan per jam pada sudut masuk normal Ibn,

Ibn = cosIb∅z ……….(2.5)

Dimana Ib adalah radiasi sorotan pada permukaan horizontal dan cosØz adalah sudut zenith, untuk permukaan yang dimiringkan dengan sudut 𝛽𝛽 terhadap bidang horizontal, intensitas dari komponen sorotan adalah :

IbT = Ibn cosØT = Ibcos∅T

cos∅z ...(2.6)

Dimana ØT disebut sudut masuk, dan didefenisikan sebagai sudut antara arah sorotan pada sudut masuk normal dan arah komponen tegak lurus ( 90 oC) pada permukaan miring.

(9)

permukaannya tetap berada pada kedudukan yang sama,. Hubungan antara cosØz

untuk garis lintang ф – 𝛽𝛽 kemudian datap diganti untuk permukaan yang

dimiringkan pada garis lintang ф. Karena garis lintang ditentukan dari bidang

ekuator, maka kemiringan permukaan megarah ke ekuator, yaitu bahwa permukaan itu dimiringkan ke selatan.

Persamaan untuk sudut ØT , yaitu sudut masuk adalah :

Cos ØT = sin δ. Sin (ф – 𝛽𝛽) + cos δ. Cos (ф – 𝛽𝛽). Cos ω ...(2.7)

Radiasi sorotan IbT pada permukaan miring selanjutnya dapat dihitung dari radiasi sorotan Ib pada sebuah permukaan horizontal,

𝐼𝐼𝑏𝑏𝑏𝑏 = Ib

sinδ . sin(φ−β) + cosδ. cos(φ−β) cosω

sinδ. sinφ+ cosδ. cosφ cosω … … … … (2.8)

Radiasi sebaran yang disebut juga radiasi langit (sky radiation), adalah radiasi yang diancarkan ke permukaan oleh atmosfer, dank arena itu berasal dari seluruh bagian langit.

Apabila dimisalkan, seperti yang sering terjadi, bahwa radiasi sebaran (langit) didistribusikan merata , maka radiasi sebaran pada permukaan miring dinyatakan dengan:

𝐼𝐼

𝑑𝑑𝑏𝑏

= I

d

1+cosβ

2 ...(2.9)

Dimana 𝛽𝛽 adalah sudut miring dari permukaan miring dan Id menunjukkan besarnya radiasi sebaran.

Selain komponen radiasi langsung dan sebaran, permukaan penerima juga mendapatkan radiasi yang dipantulkan dari permukaan yang berdekatan; jumlah radiasi yang dipantulkan tergantung dari reflektansi 𝛼𝛼 dari permukaan yang berdektan itu,dan kemiringan permukaan yang menerima. Radiasi yang dipantulkan per jam, juga disebut radiasi patulan , adalah :

𝐼𝐼

𝑟𝑟𝑡𝑡

=

α

(I

bT

+ I

d

)

1−𝑐𝑐𝑐𝑐𝑒𝑒β

(10)

Dimana 𝛼𝛼 = 0,20-0,25 untuk permukaan tanpa salju dan 0,7 untuk permukaan lapisan salju.

2.4.2. Efisiensi sirip

Efisiensi sirip adalah satu satunya parameter yang paling penting dalam perancangan kolektor surya jenis cairan. Pelat penyerap memindahkan panasnya secara konduksi ke pipa-pipa yang secara mekanis dan termal tersambung pada pelat penyerap itu. Kerugian panas dari penyerap akan menjadi minimum jika seluruh sirip ada pada Tb. Dalam sebuah kolektor yang yang dirancang dengan sangat baik, selisih temperatur Tmaks – Tb dibuat sekecil mungkin. (Wiranto Arismunandar, 1995)

Hal ini dicapai dengan memilih sebuah lembar penyerap dengan konduktivitas termal k yang baik, dengan ketebalan d yang cukup memadai dan dengan alur aliran panas (s-d)/2 sependek mungkin. Teori penukar panas dengan permukaan yang diperluas sudah sangat bagus. Sirip-sirip pendingin dapat dilihat pada motor dengan pendinginan udara, kompresor,dan peralatan elekronik. (Wiranto Arismunandar, 1995)

Parameter rancangan yang berkaitan dengan tebal pelat δ, konduktivitas thermal k, dan sela antara pipa s disebut efiiensi sirip dan diberi lambang F. Temperatur pelat, Tp°C

Dalam kolektor surya, efisiensi sirip adalah suatu ukuran untuk mengetahui kebaikan radiasi diserap dan diubah menjadi panas yang dikonduksikan ke bagian dasar sirip

(11)

d = diameter luar pipa

Harga konduktivitas termal untuk bahan khas yang digunakan dalam kolektor surya ditunjukkan dalam tabel 2.1. Suatu penelitian terhadap literatur mengenai kolektor komersial menunjukkan bahwa harga F berkisar antara 0.92 dan 0.95.

Tabel 2.1 Konduktivitas termal beberapa bahan kolektor surya tertentu

No Bahan Konduktivitas

termal (k), W/(m.K)

1 Tembaga 385.0

2 Aluminium 211.0

3 Timah Putih 66.0

4 Baja, 1 % karbon 45.0

5 Baja tahan karat 16.0

6 Kaca 1.05

7 ABS ( Akrilonitiril-Butadien-Stiren ) 0.27

8 Polikarbonat 0.2

9 Karet alam 30 durometer 0.14 10 Karet alam 70 durometer 0.17 11 Isolasi papan kaca serat 0.043

(sumber : Arismunandar, 1995)

2.4.3. Koefisien Kerugian, UL

(12)

Gambar 2.2 Kerugian panas kolektor

(sumber : Arismunandar, 1995)

Kerugian panas ini dinamai kerugian atas (top loss),dinyatakan dengan: Ut(tp-ta) W/m2...(2.13)

Dimana :

Ut = Koefisien kerugian atas ,W/(m2.K)

Tp dan Ta = Temperatur pelat dan temperatur lingkungan.

Kebalikan dari Ut,1/Ut, adalah jumlah tahanan terhadap perpindahan panas dari pelat ke lingkungan yang dinyatakan dengan sirkuit seri-pararel sederhana dalam gambar

Dalam sirkuit ini,

a. h1 = koefisien konveksi (alam) dalam

b. h2 = koefisen radiasi (ekivalen) dalam

c. R(kaca) = harga R dari kaca,tebal/konduktivitas termal =t/k,m2.K/W d. Ho = koefisien konveksi luar

e. Hro = koefisien radiasi (ekivalen) luar

Dimana satuan-satuan untuk koefisien konveksi dan koefisien radiasi adalah W/(m2.K). Karena dalam suatu sirkuit pararel konduktansi-konduktansi dijumlahkan, dan dalam suatu sirkuitseri tahanannya dijumlahkan, maka tahanan total dapat ditulis

1 𝑈𝑈𝑡𝑡 =

1 ℎ1+ ℎ2+

t

𝑘𝑘 (𝑘𝑘𝑘𝑘𝑐𝑐𝑘𝑘) + 1

(13)

a. Koefisien konveksi alam

koefisien konveksi alam hi antara pelat-pelat miring yang dipanasi dari bawah telah dikorelasikan oleh hollands dan lain-lain untuk sudut miring lain antara 0o

dan 70° yang dinyatakan dalam bilangan Rayleigh (perbandingan gaya apung

terhadap gaya viskos) dan sudut miring β1 . Koefisien tersebut dapat dengan mudah dinyatakan dari sela z, antara pelat penyerap dan penutup kaca, dengan sudut miring sebagai parameter.

Dan temperatur rata-rata (Tm) :

Tm = (Tp+Tc)/2K...(2.15)

Gambar 2.3 Sirkuit ekivalen untuk tahanan perpindahan panas melalui bagian atas kolektor, I/Ut

(sumber : Arismunandar, 1995) b. koefisien radiasi dalam (ekivalen) hri

Penukaran panas radiasi antara penyerap dan penutup adalah :

q =

σ(𝑏𝑏𝐶𝐶

4𝑏𝑏 𝑐𝑐4)

1 ε𝐶𝐶+

1 ε𝑐𝑐−1

...(2.16)

yang dapat ditulis sebagai fungsi koefisien radiasi ekuivalen hri sebagai q = hri (Tp-Tc)...(2.17)

dimana :

𝑟𝑟𝑟𝑟

=

σ (Tp

4−Tc4)

(ε1

p− 1

εc−1)(Tp−Tc)

(14)

c. Tahanan termal kaca dinyatakan dengan :

𝑅𝑅

(𝑘𝑘𝑘𝑘𝑐𝑐𝑘𝑘)

=

t

𝑘𝑘...(2.19) Dimana:

T = Tebal kaca

m dan k = konduktivitas termal W/(m.K)

d. Koefisien konveksi luar ho dihitung dengan :

Ho= 5,7 + 3.8 V...(2.20)

dimana V adalah kecepatan angin dalam m/s (meter/detik)

e. Koefisien radiasi luar ekivalen dapat ditulis sebagai :

𝐻𝐻𝑟𝑟𝑐𝑐 =

εcσ(Tc4−Tlangit4 ) Tc−Tlangit w/(m

2.k)...(2.21)

Dimana temperatur langit diperkirakan oleh Swinbank adalah

Tlangit = 0,0552 (Ta3/2)...(2.22)

Temperatur luar Ta adalah dalam derajat Kelvin (K)

Koefisien kerugian Total UL, ditentukan dengan menambahkan koefisien kerugian bawah dari kolektor pada Ut, atau

UL = Ub + Ut...(2.23)

Dengan cara menyamakan perpindahan panas dari pelat penyerap ke luar dengan perpindahan panas dari pelat penyerap ke tutup muka dengan mudah dapat diperolah persamaan untuk menghitung temperatur tutup. Temperatur ini digunakan untuk mendapatkan sebuah garga baru dari Utdan proses tersebut diulangi sampai selisihnya dengan harga dari Ut berikutnya menjadi cukup kecil.

Pelepasan panas sebuah kolektor surya lebih baik sebagai fungsi dari temperatur masuk fluida Ti. Hal ini dapat dilakukan dengan memakai faktor pelepasan panas yang diberi lambang FR. Apabila kerugian panas dinyatakan sebagai fungsi temperatur fluida masuk Ti maka kerugian tersebut dinyatakan sebagai :

(15)

Dimana Ti selalu lebih kecil dari pada temperatur pelat yang menjadi dasar bagi UL . Maka perolehan panas yang dinyatatakan sebagai fungsi temperatur fluida masuk, menjadi

FR[ (GT (𝜏𝜏𝛼𝛼) - UL (Ti-Ta)]

2.4.4. Faktor Efisiensi, F’

Karena temperatur Tp dari pelat penyerap berubah-ubah sepanjang dan melintang pelat itu, maka persamaan perolehan panas kolektor dan persamaan efisiensi biasanya dinyatakan dengan fungsi dari temperatur fluida masuk, yang relative mudah dikontrol dan diukur selama pengujian dan operasinya. Langkah pertama untuk mencapai hal tersebut adalah menggunakan effisiensi sirip F’ berdasarkan temperatur dasar Tb. (Wiranto Arismunandar, 1995)

Perolehan panas melalui lebar sirip (s-d)/2 , adalah :

�𝑒𝑒−𝑑𝑑2 � 𝐹𝐹[Gt(τα)−UL(Tb −Ta)]...(2.25)

Apabila radiasi yang diserap Gt (τα) untuk sesaat dibuat sama denga nol,maka aliran panas dapat ditulis sebagai

Tb−Ta 1

UL[(s−d)𝐹𝐹+𝑑𝑑]

...(2.26)

Dimana tahanan terhadap aliran panas dalam sirip adalah

1 UL[(s−d)𝐹𝐹+𝑑𝑑]

...(2.27)

Tahanan dari perekat (misalnya solder) adalah

1 𝑘𝑘𝑏𝑏

𝑙𝑙

Dimana b adalah panjang perekat dan 1 adalah tebalnya. Perbandingan kb/I disebut kondukstansi perekat Cb

2.4.5. Efisiensi Termal Kolektor Surya

a. Persamaan efisiensi termal

(16)

FR[𝐺𝐺𝑏𝑏(τα)−UL(Ti− Ta)]

Apabila keluaran ini dibagi dengan masukan, yaitu masukan radiasi pada kolektor,perbandingan yang dihasilkan adalah

η= 𝐹𝐹𝑅𝑅(τα)− 𝐹𝐹𝑅𝑅𝑈𝑈𝐿𝐿�Ti−Ta

GT �...(2.28)

η didefenisikan sebagai efisiensi termal kolektor, dan FR UL biasanya hampir konstan dalam daerah operasi kolektor. Dengan demikian persamaan ini dapat dilihat sebagai bentuk persamaan lurus y = b = mx, dimana b adalah sumbu -y yang terpotong dan m adalah kemiringan garis tersebut. FR

(τα) adalah titik potong dan -FRUL adalah kemiringan garis lurus, dengan satuan absis a (Ti-Ta)/GT . Karena itu bilangan FR dan -FRUL adalah karakteristik prestasi termal dari kolektor pelat rata, dan merupakan masukan bagi sejumlah program komputer untuk sistem energi surya. (Wiranto Arismunandar, 1995)

b. Persamaan empiris untuk koefisien kerugian Ut

Sebuah persamaan empiris disarankan oleh S.A. Klein dan baru-baru ini dimodifikasi oleh Agarwal dan Larson untuk memperhitungkan ketergantungan sudut Ut pada kemeringin 𝛽𝛽,

Ut =

𝐶𝐶 𝑁𝑁

N = Jumlah kaca penutup

F = (1- 0,04 ho + 0,0005ho2)(1+0,091N) C = 250[1-0,0044(𝛽𝛽-90o)]

Harga ho = 5,7 + 3,8 V W/m2.K Dimana V adalah kecepatan angin

2.5 Kalor (Q)

(17)

mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi (panas). Sebaliknya, jika benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah (dingin). Kuantitas energi kalor (Q) dihitung dalam satuan joules (J). Laju aliran

kalor dihitung dalam satuan joule per detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha

2.5.1 Kalor Laten

Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair (mencair), cair menjadi uap (mendidih) dan perubahan struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi.Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah

QL = Le m...(2.30) Dimana

QL = Kalor laten zat (J)

Le = Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg)

m = Massa zat (kg)

2.5.2 Kalor sensibel

Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu subtansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai panas sensible. Dengan kata lain, kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut.

𝑄𝑄𝑒𝑒 =𝑚𝑚̇. Cp.∆t...(2.31) Dimana :

Qs = Kalor sensibel zat (J)

Cp = Kapasitas kalor spesifik sensibel (J/kg. K)

(18)

M = Massa benda (kg)

2.5.3 Tinjauan Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah salah satu dari displin mempelajari cara menghasilkan panas, menggunakan panas, mengubah panas, dan menukarkan panas di antara sistem fisik. Perpindahan panas diklasifikasikan

menjadi

panas melalui

Sebagai suatu gambaran mengenai tiga cara perpindahan panas dalam sebuah alat pemanas cairan surya, panas mengalir secara konduktif sepanjang pelat penyerap dan melalui dinding saluran. Kemudian panas dipindahkan ke fluida dalam saluran dengan cara konveksi. Apabila sirkulasi dilakukan dengan sebuah pompa, maka kita menyebutnya konveksi paksa. Pelat penyerap yang panas itu melepaskan panas ke pelat penutup kaca ( umumnya menutupi kolektor ) dengan cara konveksi alamiah dan dengan cara radiasi

2.5.4 Perpindahan Panas Konduksi

Perpindahan panas konduksi adalah proses perpindahan panas dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah dalam satu medium baik itu cair, padat, dan gas ataupun antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Setiap benda mempunyai konduktivitas termal (kemampuan mengalirkan panas) tertentu yang akan mempengaruhi panas yang dihantarkan dari sisi yang panas ke sisi yang lebih dingin. Semakin tinggi nilai konduktivitas termal suatu benda, semakin cepat benda itu akan mengalirkan panas yang diterima dari satu sisi ke sisi yang lain. Dapat dikatakan bahwa energi dapat berpindah secara konduksi apabila laju perpindahan kalor berbanding dengan gradien suhu normal.

𝑞𝑞 𝐴𝐴~

(19)

Panas mengalir secara konduksi dari daeah yang berteperatur tnggi ke daerah yang bertemperatur rendah. Laju perpindahan panas dinyatakan dengan hukum Fourier

𝑞𝑞= −𝑘𝑘𝐴𝐴𝑑𝑑𝑡𝑡

𝑑𝑑𝑥𝑥 𝑤𝑤 (𝑤𝑤𝑘𝑘𝑡𝑡𝑡𝑡)...(2.32)

Dimana :

q = Laju perpindahan panas (w)

A = Luas penampang dimana panas mengalir (m2)

dT/dx = Gradien suhu pada penampang, atau laju perubahan suhu T terhadap jarak dalan arah aliran panas (-k/m)

k = Konduktivitas thermal bahan (w/mok)

Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitudo yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Fourier telah memberikan sebuah model matematika untuk proses ini. Dalam hal satu dimensi, model matematikanya yaitu:

𝑄𝑄= −KA∆t

L...(2.33) Dimana :

Q = laju aliran energi (W) A = luas penampang (m2)

Δt = beda suhu (K)

(20)

2.5.5 Perpindahan Panas Konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah proses perpindahan energi panas dengan kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan, energi dan gerakan mencampur. Proses terjadi pada permukaan padat (lebih panas atau dingin) terhadap cairan atau gas (lebih dingin atau panas). Pada bagian tepi pelat terbentuk suatu daerah dimana pengaruh gaya viskos semakin meningkat. Gaya-gaya viskos dapat diterangkan dengan tegangan geser (𝜏𝜏) antara lapisan-lapisan fluida. Jika tegangan ini dianggap berbanding lurus dengan gradient kecepatan normal, maka dapat dirumuskan persamaan dasar untuk viskositas :

𝜏𝜏

=

𝜇𝜇

𝑑𝑑𝑑𝑑

𝑑𝑑𝑑𝑑

...(

2.34

)

Konstanta proporsional 𝜇𝜇 disebut viskositas dinamik.

1. Bilangan Prandtl (Pr)

Bilangan Prandtl adalah bilangan tanpa dimensi yang merupakan fungsi

dari sifat-sifat fluida. Bilangan Prandtl didefinisikan sebagai perbandingan

viskositas kinematik terhadap difusitas thermal fluida yaitu

𝑃𝑃𝑟𝑟

=

𝐶𝐶𝐶𝐶.µ

𝑘𝑘 ...(2.35)

Dimana :

Cp = panas spesifik fluida (J/kg.K) μ = viskositas fluida (Pa.det) k = konduktivitas thermal (W/m2K)

2. Bilangan Nusselt (Nu)

𝑁𝑁𝑑𝑑=hc .D

k ...(2.36)

Dimana :

(21)

Banyak rumusan yang telah dikembangkan untuk susunan aliran tertentu sehingga hubungan antara bilangan Nusselt, Reynolds dan Prandtl dapat

dirumuskan

Nu = C (

𝑅𝑅𝑒𝑒

𝑛𝑛

+

𝑃𝑃𝑟𝑟

𝑚𝑚

)

...

(2.37)

2.5.6 Perpindahan Panas Radiasi

Radiasi termal adalah radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu benda karena suhunya. Ada beberapa jenis radiasi elektromagnetik ,radiasi termal hanyalah salah satu diantaranya. Apapun jenis radiasi itu, ia selalu merambat dengan kecepatan cahaya, 3x1010 m/s. kecepatan ini sama dengan hasil perkalian panjang-gelombang dengan frekuensi radiasi,

C = 𝜆𝜆.𝜈𝜈...(2.38)

Dimana,

C = Kecepatan cahaya

𝜆𝜆 = Panjang gelombang 𝜈𝜈 = frekuensi.

Perambatan radiasi termal berlangsung dalam bentuk kuantum-kuantum yang diskrit atau farik (discrete), setaip kuantum mengandung energi sebesar

E = h.𝜈𝜈 ...(2.39)

Dimana h adalah 6,625 x 10-34 J.s

Bila densitas energi diintegrasikan sepanjang seluruh panjang-gelombang,maka energy total yang dipancarkan sebanding dengan pangkat empat suhu absolut atau sesuai dengan hukum Stefan-Boltzmann :

Eb =

𝜎𝜎𝑏𝑏

4

Dimana :

Eb = energi yang diradiasikan persatuan waktu dan persatuan luas (Watt/m2),

(22)

Penukaran panas netto secara radiasi termal adalah:

q

=

σ

A

(

T

1 4

-T

2

4

)...

(2.40)

dimana:

σ = konstanta Stefan-Boltsman,5,67 x 108 W/(m2.K4 ) A = luas bidang,m2

Temperatur adalah derajat Kelvin pangkat empat,K4

2.6 Adsorben

2.6.1 Alumina Aktif Molecular Sieve

Molecular sieve adalah adsorben pertama yang digunakan secara

komersial. Senyawa ini merupakan unit material dari logam alumina silikat yang terhubung secara tiga dimensi dengan kristal silika dan alumina tetrahedral (Schweitzer, 1996). Adsorben ini memiliki pori-pori kecil/halus dimana ukurannya sudah sangat terstandarisasi dan seragam. Pori-pori tersebut dapat dengan selektif "melanjutkan" atau "menangkap" molekul-molekul yang lewat berdasarkan besar-kecilnya ukuran molekul. Ukuran diameter ini mempengaruhi senyawa apa yang akan ditangkap atau diteruskan. Penyaring molekular berbeda dengan penyaring secara umum yang digunakan untuk menyaring molekul pada tingkatan tertentu. Sebagai contoh, adalah molekul air yang mungkin cukup kecil sehingga dapat melewatinya.

Oleh karena itu, penyaring molekular sering berfungsi sebagai pengering (dessicant). Molecular sieve sering digunakan untuk menyerap air (jari-jari

molekular air sekitar 0,28 nm). Kemampuannya untuk menyerap H2O cukup tinggi, yaitu sampai mencapai 25% beratnya sendiri. Berdasarkan bentuk molekulnya, molecular sieve terdiri dari dua jenis, yaitu tipe A (yang berbentuk

pellet dan serbuk) dan X. Penyaring molekular biasanya terdiri dari

mineral-mineral aluminosilikat, tanah liat, kaca berpori, arang mikroporous, zeolit, karbon aktif, atau senyawa-senyawa sintetis yang memiliki struktur terbuka yang dapat dilalui oleh molekul-molekul kecil, seperti nitrogen dan air. Bentuk molekul dari

(23)

Gambar 2.4 Bentuk molekul molecular sieve (Savary, 2004)

Kekurangan dari adsorben ini adalah kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk meregenerasi cukup besar. Besarnya energi tersebut disebabkan oleh tingginya temperatur yang dibutuhkan untuk proses desorpsi air yang terjebak di pori-pori. Namun, biaya yang dikeluarkan untuk kekurangan tersebut dapat segera ditutupi dengan banyaknya adsorbat yang dapat diserap oleh molecular sieve.

Kemampuan penyerapan molecular sieve dapat berkurang akibat

kontaminasi zat-zat seperti minyak, olefin, dan diolefin. Selain oleh zat-zat tersebut, kemampuan penyerapan molecular sieve juga dapat berkurang akibat

terbentuknya arang (coke) dipermukaan molecular sieve dari proses regenerasi

adsorben. Arang ini dapat menutupi permukaan aktif sehingga mengurangi jumlah air yang dapat diserap.

Penyaring molekular sering digunakan dalam industri petroleum, terutama untuk purifikasi aliran gas. Di laboratorium kimia, digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa dan pengeringan bahan-bahan dasar reaksi. Metode untuk regenerasi penyaring molekular meliputi perubahan tekanan (seperti pemekat oksigen), pemanasan dan pembersihan dengan menggunakan gas pembawa (seperti ketika digunakan dalam dehidrasi etanol), atau pemanasan dengan vakum tinggi. Kemampuan adsorpsi penyaring molekular adalah sebagai berikut :

• 3A (ukuran pori 3Å) : mengadsorpsi NH3, H2O, (tidak C2H6). Baik untuk pengeringan cairan polar.

(24)

• 5A (ukuran pori 5Å) : mengadsorpsi hidrokarbon normal (linier) sampai n- C4H10, alkohol sampai C4H9OH, merkaptan sampai C4H9SH. Tidak akan menyerap senyawa-senyawa iso dan bercincin yang lebih besar dari C4.

• 10X (ukuran pori 8Å) : mengadsorpsi hidrokarbon bercabang dan senyawa aromatik. Berguna untuk pengeringan gas.

• 13X (ukuran pori 10Å) : mengadsorpsi di-n-butilamin (tetapi tidak tri-n-butilamin). Berguna untuk pengeringan hexamethylphosphoramide

(HMPA) (Anonim 2006).

Gambar 2.5 Molekuler sieve 13X

Berdasarkan dari pengujian yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa 1 kg alumina aktif moleculer seave mampu menyerap methanol 350 ml. Atas dasar inilah dipilihnya alumina aktif moleculer seave sebagai adsorben untuk mesin pendingin siklus adsorpsi.

2.7. Refrigeran

(25)

Berdasarkan jenis senyawanya, refrigeran dapat dikelompokan menjadi 7 kelompok yaitu sebagai berikut:

1. Kelompok refrigeran senyawa halokarbon.

Kelompok refrigeran senyawa halokarbon diturunkan dari hidrokarbon (HC) yaitu metana (CH4), etana (C2H6), atau dari propana (C3H8) dengan mengganti atom-atom hidrogen dengan unsur-unsur halogen seperti khlor (Cl), fluor (F), atau brom (Br). Jika seluruh atom hidrogen tergantikan oleh atom Cl dan F maka refrigeran yang dihasilkan akan terdiri dari atom khlor, fluor dan karbon. Refrigeran ini disebut refrigeran chlorofluorocarbon (CFC). Jika hanya

sebagian saja atom hidrogen yang digantikan oleh Cl dan atau F maka refrigeran yang terbentuk disebut hydrochlorofluorocarbon (HCFC).

Refrigeran halokarbon yang tidak mengandung atom khlor disebut

hydrofluorocarbon (HFC).

2. Kelompok refrigeran senyawa organik cyclic.

Kelompok refrigeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan nomor refrigeran adalah sama dengan cara penulisan refrigeran halokarbon tetapi ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok refrigeran ini adalah:

1. R-C316 C4Cl2F6 1,2-dichlorohexafluorocyclobutane

2. R-C317 C4ClF7 chloroheptafluorocyclobutane

3. R-318 C4F8 octafluorocyclobutane

4. Kelompok refrigeran campuran Zeotropik.

Kelompok refrigeran ini merupakan refrigeran campuran yang bisa terdiri dari campuran refrigeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrigeran yang terbentuk merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat dipisahkan dengan cara destilasi.

(26)

Kelompok refrigeran Azeotropik adalah refrigeran campuran tak bereaksi yang tidak dapat dipisahkan dengan cara destilasi. Refrigeran ini pada konsentrasi, tekanan dan temperatur tertentu bersifat azeotropik, yaitu mengembun dan menguap pada temperatur yang sama, sehingga mirip dengan refrigeran tunggal. Namun demikian pada kondisi (konsentrasi, temperatur atau tekanan) yang lain refrigeran ini bisa saja menjadi bersifat zeotropik.

4. Kelompok refrigeran senyawa organik biasa

Kelompok refrigeran ini sebenarnya terdiri dari unsur C, H dan lainnya. Namun demikian cara penulisan nomornya tidak dapat mengikuti cara penomoran refrigeran halokarbon karena jumlah atom H nya jika ditambah dengan 1 lebih dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrigeran menjadi dua digit. Sebagai contoh butana (C4H10), jika dipaksakan dituliskan sesuai dengan cara penomoran refrigeran halokarbon, maka refrigeran ini akan bernomor R-3110, sehingga akan menimbulkan kerancuan.

5. Kelompok refrigeran senyawa anorganik.

Kelompok refrigeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan digit selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya. Contoh dari refrigeran ini adalah:

• R-702 : hidrogen

• R-704 : helium

• R-717 : amonia

• R-718 : air

• R-744 : O2

(27)

6. Kelompok refrigeran senyawa organik tak jenuh.

Kelompok refrigeran ini mempunyai nomor empat digit, dengan menambahkan angka keempat yang menunjukkan jumlah ikatan rangkap di depan ketiga angka yang sudah dibahas dalam sistem penomoran refrigeran halokarbon.

2.7.1 Metanol

Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya.

Gambar 2.6 Metanol ( CH3OH)

Adapun sifat Metanol dapat dilihat seperti tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Sifat Metanol

Sifat Metanol

Massa jenis

Panas Laten Penguapan (Le)

787 kg/m³, cair

-97,7oC

64,5oC

Flammable (F), Toxic (T)

(28)

Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus.

Metanol merupakan bentuk

metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri

Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara.

Setelah beberapa hari uap metanol aka

bantuan sinar

2.7.2 Keamanan Refrigeran

Refrigeran dirancang untuk digunakan pada ruangan tertutup atau tidak bercampur dengan udara luar. Jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang tidak diinginkan, maka refrigeran ini akan keluar sistem dan bisa saja terhirup oleh manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigeran harus dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk mengklasifikasikan refrigeran berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun dan mudah terbakar.

Berdasarkan toxicity, refrigeran dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A

bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah sebagai berikut. Refrigeran dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigeran sama atau kurang dari 400 ppm (part per million by mass). Sementara kategori B

sebaliknya.

(29)

dari 19 MJ/kg. Kelas 3 sangat mudah terbakar. Refrigeran ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang dari 0,1 kg/m3 ataun kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg.

Berdasarkan defenisi ini, sesuai dengan standar 34-1997. Refrigeran diklasifikasikan menjadi 6 kategori.

1. A1 : sifat racun rendah dan tidak terbakar.

2. A2 : Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah. 3. A3 : Sifat racun rendah dan mudah terbakar. 4. B1 : sifat racunlebih tinggi dan tidak terbakar.

5. B2 : sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah. B3 : sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar

2.8. Siklus Adsorpsi

2.8.1. Teori Umum Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.

Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap dimana

terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya.

Definisi lain menyatakan adsorpsi sebagai suatu peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben.

(30)

yang diserap dengan adsorben. Banyaknya zat yang teradsorbsi tergantung pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi tekanan dan suhu).

Gambar 2.7 Siklus Dasar Refrigerasi Adsorpsi

Perhatikan siklus dasar refrigerasi adsorpsi di atas. Pada kondisi awal sistem berada pada tekanan dan temperatur rendah, adsorben memiliki konsentrasi refrigeran yang tinggi dan vessel lain terdapat refrigeran dalam bentuk gas (gambar a). Vessel yang terdapat adsorben dipanaskan yang mengakibatkan naiknya temperatur dan tekanan sistem sehingga kandungan adsorbat yang ada di dalam adsorben berkurang atau menguap. Proses berkurangnya kandungan adsorbat pada adsorben pada kasus ini disebut desorpsi.

(31)

botol pertama yang berisi adsorben. Proses terserapnya adsorbat ke adsorben pada kasus ini disebut adsorpsi. Proses adsorpsi menghasilkan efek pendinginan yang terjadi pada botol labu kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan diserap untuk menguap adsorbat (d) sampai sistem kembali ke kondisi awal.

Proses yang terjadi dapat di uraikan sebagai berikut ini :

1. Proses Pemanasan ( pemberian tekanan )

Proses pemanasan dimulai dari titik A dimana adsorben berada pada temperatur rendah TA dan tekanan rendah Pe (tekanan evaporator). Adsorber akan menerima panas sehingga temperatur adsorber meningkat dan diikuti peningkatan tekanan evaporasi menjadi tekanan kondensasi. Selama proses ini tidak ada aliran refrigeran (metanol atau R134a yang masuk maupun yang keluar dari adsorber).

2. Proses desorpsi

Proses desorpsi berlangsung pada waktu panas diberikan dari titik B ke D sehingga adsorber mengalami peningkatan temperatur yang menyebabkan timbulnya uap desorpsi. Sehingga, adsorbat yang berada pada adsorben dalam bentuk gas mengalir ke kondensor untuk mengalami proses kondensasi menjadi cair dan mengalir ke kondensor.

3. Proses Pendinginan (penurunan tekanan)

Proses pendinginan berlangsung dari titik D ke F, adsorber melepaskan panas dengan cara didinginkan sehingga suhu di adsorber turun dan diikuti oleh penurunan tekanan dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi.

4. Proses Adsorpsi

Gambar

Gambar 2.1 Proses Pemanasan Kolektor dengan tenaga surya
Tabel 2.1 Konduktivitas termal beberapa bahan kolektor surya tertentu
Gambar 2.2 Kerugian panas kolektor
Gambar 2.4 Bentuk molekul molecular sieve (Savary, 2004)
+4

Referensi

Dokumen terkait

C (suhu ruang); 2) pengkajian pengaruh ketebalan plastik film kemasan dari bahan LDPE terhadap mutu brokoli selama penyimpanan dengan MAP; dan 3) pengkajian pengaruh simulasi

Pembuatan poli(butilen itakonat) terikat silang gliserol dilakukan pada waktu 3 jam karena pada waktu tersebut telah terbentuk poliester yang lebih panjang rantai molekulnya

Alhamdulillah dengan segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya serta dengan pertolongan Allah SWT- lah yang

klien mengatakan sudah menggosok gigi, klien mengatakan sudah mengganti baju, klien mengatakan sudah menyisir rambut, klien mengatakan mencuci tangan dengan air

Bobot basah biomassa embrio somatik sagu dalam medium cair SPS pada semua interval dan lama perendaman secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan medium padat (Tabel 1)..

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui program pelatihan di BMT Tumang, untuk mengetahui kendala-kendala pelatihan, untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil

Technology has started to take its rightful place in hotel administration (simplification of check-in and check-out procedures, global reservation systems, marketing management

Akan tetapi, mengingat wanita mempunyai suatu kodrat yang tidak bisa dilawan seperti mengandung, melahirkan, dan menyusui, maka perlu disikapi juga bahwa perlu aturan yang jelas