• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V Analisis. V.1 Produk Hukum terkait tugas OMSP TNI dalam Penanggulangan Bencana.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab V Analisis. V.1 Produk Hukum terkait tugas OMSP TNI dalam Penanggulangan Bencana."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

69

Bab V Analisis

V.1 Produk Hukum terkait tugas OMSP TNI dalam Penanggulangan Bencana.

TNI dalam melaksanakan tugas OMSP didasarkan pada UU No.34 tahun 2004 dimana TNI sebagai kekuatan pemulih membantu Pemerintah menanggulangi akibat bencana. Doktrin Tridek TNI mengatur tentang penggunaan kekuatan TNI dalam OMP (Operasi Militer untuk Perang) dan OMSP (Operasi Militer Selain Perang) dimana salah satu tugas OMSP yaitu membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan. Dalam Keppres No. 3 tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP) yang mendudukkan Panglima sebagai salah satu anggota, sehingga tugas TNI dalam penanggulangan bencana alam ini berada dalam koordinasi dan pengendalian Bakornas PBP. Meskipun demikian, Peraturan-Peraturan di atas belum juga mengatur tentang mekanisme dan prosedur pelibatan TNI termasuk bentuk kegiatan TNI, apa yang seharusnya dilaksanakan dalam setiap tahap penanggulangan bencana.

Pada Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dikeluarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Namun demikian, Undang-Undang tersebut juga belum mengatur secara jelas dan rinci sejauh mana mekanisme dan prosedur pelibatan TNI dalam Penanggulangan Bencana. Dari pengamatan pasal per pasal tidak ditemukan adanya klausul tentang Mekanisme, Prosedur Pelibatan TNI termasuk tidak ada klausul kerjasama TNI dengan Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Bencana.

Pada tahun 2008, Pemerintah kembali mengeluarkan beberapa Peraturan Pemerintah terkait Penanggulangan Bencana Alam seperti PP No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP No. 22 tahun 2008 tentang

(2)

70

Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana dan Peraturan Presiden No. 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Pada PP No. 21 tahun 2008 pada pasal 25 menyebutkan (1) Pada saat keadaan darurat bencana, Kepala BNPB dan kepala BPBD berwenang mengerahkan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik dari instansi/lembaga dan masyarakat untuk melakukan tanggap darurat. (2) Pengerahan sumber daya manusia, peralatan dan logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi permintaan, penerimaan dan penggunaan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik. Adapun dalam Penjelasan Pasal 25 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “instansi/lembaga” dalam ketentuan ini, antara lain, Badan SAR Nasional, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, dan Departemen Sosial.

Menurut PP No. 21 tahun 2008 bahwa yang berwenang mengerahkan sumber daya manusia, peralatan dan logistik instansi terkait termasuk TNI adalah Kepala BNPB dan Kepala BPBD. Pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI berdasarkan permintaan dari BNPB atau BPBD, namun Peraturan Pemerintah ini tidak mengatur tentang aturan permintaan BNPB kepada TNI. Bahwa kapan TNI diminta atau tidak diminta terhadap penangulangan bencana, seberapa besar kekuatan TNI yang akan diminta, saat kapan TNI tidak digunakaan lagi, PP ini tidak mengatur secara jelas.

Selanjutnya pada Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana juga tidak menyebutkan klausul tentang TNI termasuk pendanaan dan pengelolaan bantuan yang dilaksanakan oleh TNI.

Kemudian `pada Peraturan Presiden No. 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana dimana pada pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa TNI merupakan salah satu anggota dari Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana, namun peraturan ini tidak mengatur secara jelas sejauhmana tugas TNI sebagai salah satu unsur pengarah penanggulangan bencana, dan bagaimana TNI melaksanakan tugas tersebut. Adapun tugas OMSP TNI menurut produk Undang-Undang dan peraturan yang ada dapat dilihat pada table V.6.

(3)

71

Tabel: V.4 Analisis Tugas OMSP TNI dalam Penanggulangan Bencana menurut UU dan Peraturan yang ada.74

Produk Hukum

Tugas dalam OMSP UU No.3 Tahun 2003 tentang

Pertahanan Negara

Pasal 10 ayat 3

UU No.34 tahun 2004 Pasal 7 ayat (2) b

Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf c

UU No.24 tahun 2007 tentang PB

PP No.21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan PB

Pasal 25

 

a. TNI bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara.

b. (butir c): melaksanakan OMSP, antara lain : 1. Bantuan kemanusiaan

2. Perbantuan kepada POLRI dalam kamtibnas

3. Bantuan kepada pemerintahan sipil 4. Pengamanan pelayaran dan penerbangan 5. Bantuan SAR

6. Penanggulangan bencana alam c. OMSP dilakukan berdasarkan permintaan dan/atau peraturan perundangan.

Melaksanakan OMSP diantaranya membantu menanggulangi akibat bencana alam,

pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan.

TNI sebagai alat pertahanan negara, berfungsi sebagai pemulih artinya: kekuatan TNI bersama-sama dengan instansi pemerintah lainnya membantu fungsi pemerintah untuk mengembalikan kondisi keamanan negara yang telah terganggu akibat kekacauan keamanan karena perang, pemberontakan, konflik komunal, huru-hura, terorisme, dan bencana alam.

Tidak ada klausul yang menyatakan peran/tugas TNI

(1) Pada saat keadaan darurat bencana, Kepala BNPB dan kepala BPBD berwenang mengerahkan sumber daya manusia, peralatan,       

(4)

72

Penjelasan Pasal 25 Ayat (1)

Pasal 27

Pasal 47

PP No.22 tahun 2008 ttg Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana

Peraturan Presiden No.8 tahun 2008 Tentang Badan Nasional

Penanggulangan Bencana Pasal 1

Pasal 3

dan logistik dari instansi/lembaga dan masyarakat untuk melakukan tanggap darurat. (2) Pengerahan sumber daya manusia, peralatan dan logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi permintaan, penerimaan dan penggunaan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik.

Yang dimaksud dengan “instansi/lembaga” dalam ketentuan ini, antara lain, Badan SAR Nasional, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, dan Departemen Sosial.

(1) Pada saat keadaan darurat bencana, Kepala BNPB atau kepala BPBD, sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya, meminta kepada instansi/lembaga terkait untuk mengirimkan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ke lokasi bencana.

(1) Dalam status keadaan darurat Kepala BNPB atau kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya mempunyai kemudahan akses berupa komando untuk memerintahkan sektor/lembaga dalam satu komando sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf i untuk pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistik,dan penyelamatan.

Tidak ada klausul yang menyatakan peran/tugas TNI

(1) Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya dalam Peraturan Presiden ini disebut dengan BNPB adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. (2) BNPB berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden

(5)

73

Pasal 4

Pasal 5

Pasal 10

Pasal 11

Doktrin TNI Tri Dharma Eka Karma (Tridek), Keputusan Panglima TNI No. Kep/2/I/2007.

dimaksud dalam Pasal 2 BNPB menyelenggarakan fungsi :

a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan

b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BNPB dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

BNPB terdiri atas : a. Kepala

b. Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana; dan

c. Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana dan Ketua dijabat oleh Kepala BNPB dan 19 (Sembilan belas) Anggota.

(1) Anggota Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana terdiri dari :

a. 10 (sepuluh) Pejabat Pemerintah Eselon I atau yang setingkat yang diusulkan oleh Pimpinan Lembaga Pemerintah; dan

b. 9 (Sembilan) Anggota masyarakat professional

(2) Pejabat Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mewakili :

a. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan rakyat

b. Departemen Dalam Negeri c. Departemen Sosial

d. Departemen Pekerjaan Umum e. Departemen Kesehatan f. Departemen Keuangan g. Departemen Perhubungan

h. Departemen Energi dan Sumber Mineral i. Kepolisian Negara Republi Indonesia, dan j. Tentara Nasional Indonesia

Mengatur tentang penggunaan kekuatan TNI berdasarkan prinsip-prinsip OMSP yaitu dalam rangka membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, pemberian

(6)

74  

bantuan kemanusiaan dan Operasi dalam rangka membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue). Doktrin induk TNI ini kemudian dijabarkan ke dalam doktrin masing-masing angkatan.

a. Doktrin TNI AD, Kartika Eka Paksi b. Doktrin TNI AL, Eka Sasana Jaya c. Doktrin TNI AU, Swabuana Paksa  

V.2 Aspek Manajemen Bencana dalam Pelaksanaan Tugas TNI dalam penanggulangan bencana Gempa di Nias

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tugas TNI dalam penanggulangan bencana telah diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2003, UU TNI Nomor: 34 tahun 2004, Doktrin Tri Dharma Eka Karma (Tridek) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Panglima TNI No. Kep/2/I/2007, serta Keppres No. 3 tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP) menetapkan, merumuskan, mengkoordinasikan kebijakan penanggulangan bencana alam, menetapkan organisasi Bakornas PBP dan mendudukan Panglima TNI sebagai anggota, sehingga tugas TNI dalam penanggulangan bencana alam ini berada dalam koordinasi Bakornas PBP.

Berdasarkan landasan UU, Doktrin dan Peraturan Pemerintah tersebut di atas teridentifikasi tugas TNI dalam penanggulangan bencana tanggap darurat yaitu, membantu pemerintah dalam mendistribusikan bantuan logistik, melakukan evakuasi korban serta melakukan pembersihan kota.

Kegiatan Satgas Bhakti TNI tanggap darurat memiliki tugas mengkoordinasikan, mendukung serta membantu Satkorlak PBP Provinsi Sumatera Utara guna memperlancar pendistribusian bantuan sosial/logistik, evakuasi dan pencarian korban sekaligus mendata korban jiwa dan kerugian materiil, melaksanakan pelayanan medis dan perbaikan sarana transportasi secara terbatas serta

(7)

75

membantu mengaktifkan infrastruktur secara darurat di Kab. Nias dan Nias Selatan.

Dari Laporan Kodam I/Bukit Barisan didapatkan kondisi pasca gempa. Jalur utama jalan yang menghubungkan antar Kabupaten, Kecamatan dan Desa banyak yang retak dan rusak, serta jembatan yang rusak (jembatan miring, pondasi retak dan beberapa jembatan patah) sehingga jalur transportasi darat terputus, hal ini berpengaruh langsung pada kelancaran perekonomian masyarakat. Turunnya permukaan tanah dari kondisi semula dan naiknya air laut +1 s/d 2 meter mengakibatkan beberapa rumah penduduk di desa tepi pantai terendam air mengakibatkan kerusakan bahan pangan, harta benda dan rawan penyakit. Rumah penduduk, gedung perkantoran, serta bangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial lainnya banyak yang roboh serta hancur total mengakibatkan, roda pemerintahan, perekonomian , kegiatan belajar mengajar dan aktifitas penduduk lumpuh.

Dari beberapa kondisi di atas dapat dilihat bahwa setelah TNI melaksanakan operasi kemanusiaan melalui Bhakti TNI pasca gempa di Nias, terjadi perubahan kondisi masyarakat yang sebelumnya mengalami dampak bencana seperti kehilangan harta benda, kerusakan infrastruktur menjadi lebih baik dengan adanya kegiatan yang dilakukan oleh TNI seperti; pengobatan gratis, pembangunan jalan, jembatan, sekolah dan dibangunnya kembali rumah-rumah penduduk yang rusak.75 Perubahan kondisi masyarakat ini seperti disampaikan oleh Bapak Edi Raja Gota (Kepala adat Botohilitane, Nias Selatan), bahwa sebelum TNI datang ke daerah Nias, kondisi Nias sangat rusak, rumah, gedung dan jalan banyak yang hancur akibat terkena gempa, TNI kemudian masuk ke Nias melaksanakan perbaikan jalan, jembatan dan sekolah, ini sangat membatu masyarakat Nias untuk bekerja kembali.76 Kemudian menurut Bapak Boduamin Arita (Ketua Relokasi Pengungsi), bahwa pasca gempa, ribuan masyarakat Nias mengungsi ke tempat pengungsian yang telah disiapkan oleh TNI.

      

75

 

Untuk lebih jelas lihat Tabel IV.2 tentang data perbaikan jalan dan jembatan dalam operasi Bhakti

TNI

(8)

76

Gambar IV.15a: Kondisi Setelah Gempa Gambar IV.15b: Kondisi Setelah Pelaksanaan Operasi Jembatan Hilisimaetane Bhakti TNI

Dalam kegiatan Operasi Bhakti TNI yang dilakukan oleh Korem 023/Kawal Samudra dapat dilihat bahwa fase manajerial penanggulangan bencana dilakukan mulai dari fase pertolongan (relief). Fase ini melingkupi beberapa kegiatan kemanusiaan yaitu pendataan korban, pengkualifikasian korban meninggal, luka berat, luka ringan (triage), pengobatan dan sebagainya. Sebagai bagian Operasi Militer Selain Perang, pendataan dan pengobatan terhadap korban bencana menjadi prioritas penting. Dalam OMSP, kegiatan semacam ini termasuk dalam Humanitarian Assistance (HA) dimana perangkat atau institusi militer diperbantukan untuk menangani kondisi kedaruratan yang terkait dengan kemanusiaan.

Dalam Humanitarian Assistance, militer tidak hanya melakukan pendataan dan pengobatan terhadap korban bencana saja. Tetapi juga melakukan pendistribusian makanan dan obat-obatan sebagai bagian dari upaya meminimalisir jumlah korban meninggal dan memburuknya kondisi kesehatan sebagai akibat tidak terpenuhinya kebutuhan pangan pokok dan pengobatan awal. Kegiatan ini mengharuskan militer bekerjasama dengan institusi seperti Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, Dinas Sosial dan Lembaga Humanitarian lainnya.

Tahap selanjutnya dalam penanganan bencana di tahap tanggap darurat adalah membuat sarana-prasarana yang mendukung dan menstimulasi kembalinya kehidupan sosial kemasyarakatan di daerah bencana. Dengan sangat tepat Operasi Bhakti TNI memprioritaskan perbaikan Runway Bandara, jalan raya dan

(9)

77

jembatan. Perbaikan sarana umum tersebut di atas kemudian mempercepat proses pemulihan yang terjadi di Nias. Nias sebagai daerah kepulauan yang terpisah dengan daerah lain hanya mengandalkan transportasi udara dan laut. Sementara jika mengandalkan bantuan yang datang melalui laut akan memakan waktu sangat panjang. Hal ini tentu akan semakin memperpanjang penderitaan korban.

Perbaikan jalan darat dan jembatan selain membantu proses evakuasi dan pemulihan juga memberikan dorongan bagi aktifitas kehidupan masyarakat lainnya. Daerah-daerah yang terisolasi sebagai akibat rusaknya jalan dan jembatan dengan segera dapat di buka dan di akses oleh pihak pemerintah atau pun lembaga-lembaga kemanusiaan. Dengan semakin terbukanya akses transportasi, juga secara paralel memulihkan dan menghidupkan kembali kehidupan ekonomi masyarakat. Sehingga pasar mulai dapat beroperasi kembali, yang artinya memungkinkan terjadinya pemenuhan kebutuhan oleh masyarakat yang didapatnya dari pasar (transaksi jual-beli).

Pembangunan sekolah harus dilihat sebagai bagian dari upaya menormalkan kembali kehidupan masyarakat dan memulihkan korban dari trauma akibat bencana. Kegiatan persekolahan ini juga akan dapat menjadi motivasi bagi masyarakat untuk tidak terus larut dalam duka dan ketakutan yang terus-menerus. Ini juga mampu mendorong korban-korban yang lebih dewasa/tua untuk melakukan penyembuhan secara pribadi (self healing) dari trauma dan mau untuk kembali beraktifitas.

Melihat capaian dari operasi militer yang dilakukan di Nias, dapat dikatakan bahwa OMSP tersebut cukup berhasil dalam arti ada perkembangan yang cepat dan lebih baik di Nias pasca Program Operasi Bhakti TNI. Hal ini dapat dilihat dengan jalannya aktifitas pemerintahan, ekonomi dan sosial. Penanganan korban dan evakuasi yang dilakukan secara sistematis juga memperbesar probabilitas hidup bagi korban bencana di Nias. Selain itu juga terdistribusinya bantuan pangan dan obat-obatan sampai ke pelosok daerah-daerah terisolasi/terpencil di Nias juga memperkecil jumlah korban. Pelaksanaan program Operasi Bhakti TNI hanya 14 bulan. Tentunya ini semakin mempercepat pemulihan korban.

(10)

78

Penyelesaian misi kemanusiaan pembangunan dua jembatan penghubung di Desa Halisi dan Desa Eho serta dua unit sekolah di Desa Teluk Dalam sebelumnya ditargetkan berlangsung selama empat bulan (sejak 8 Desember 2005 hingga 4 April 2006), namun ternyata berhasil diselesaikan tepat pada tanggal peringatan setahun gempa bumi Nias, Duta Besar AS B Lynn Pasca pada upacara penutupan Bhakti TNI bantuan kemanusiaan di Pulau Nias, memuji para anggota militer atas keberhasilan yang telah diraih serta keteguhan masyarakat Nias dalam menghadapi tragedi bencana.77

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden di Nias dapat disebutkan bahwa pelaksanaan operasi Bhakti TNI memberikan manfaat yang bisa dirasakan oleh masyarakat Nias. Gempa yang terjadi telah mengakibatkan trauma bagi masyarakat Nias seperti yang disampaikan oleh Bapak Oka Voidodo Laia (45 thn, warga Teluk Dalam)78, bahwa kegiatan Bhakti TNI melalui pengobatan terhadap korban, dapur umum, penampungan para pengungsi sangat membantu warga Nias yang telah mengalami trauma dan korban akibat bencana gempa. Akibat gempa tersebut telah mengakibatkan korban jiwa, merusak puluhan ribu rumah, jalan, jembatan dan bangunan sekolah sehingga kehidupan masyarakat Nias menjadi lumpuh. Ketika dimulainya operasi Bhakti TNI, nampak memberikan harapan bagi masyarakat Nias untuk bangkit kembali seperti disampaikan oleh Bapak Edi Raja Gota (Kepala Adat Botohilitane, Nias Selatan). Pembangunan kembali jalan dan jembatan yang telah rusak memberikan manfaat dimana roda perekonomian kembali bisa berjalan, sementara pembangunan gedung sekolah bisa mengembalikan aktivitas belajar bagi anak-anak masyarakat Nias.

Berdasarkan hasil wawancara tidak ditemukan adanya dampak yang merugikan masyarakat Nias saat dilakukan operasi Bhakti TNI di Nias. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Serius Menrofa (Penjaga Sekolah SD Negeri 2 Nias Selatan), bahwa anggota TNI cukup bersahabat dengan warga di daerah Nias, ini       

77 www.dephan.go.id, “Penutupan Operasi Bhakti TNI Nias”. Di akses tanggal 20 Juni 2008 78 Hasil wawancara tanggal 13 Februari 2008 di Teluk Dalam

(11)

79

bisa dilihat dari interaksi masyarakat Nias dan anggota TNI yang cukup kuat serta adanya partisipasi masyakat dalam pelaksanaan operasi Bhakti TNI di Nias.79 Justru dengan operasi Bhakti TNI tersebut memberikan manfaat banyak bagi masyarakat Nias, terutama pembangunan infrastruktur umum yang telah mengalami dampak bencana sehingga secara langsung menghidupkan kembali roda perekonomian masyarakat termasuk menghidupkan kembali kegiatan belajar bagi anak-anak masyarakat Nias.

Berdasarkan Konsep Manajemen bencana, pelaksanaan Tugas TNI dalam penanggulangan bencana di Nias dapat dilihat pada Table V.5.80

Tabel: V.5 Posisi keterlibatan TNI dalam kegiatan penanggulangan Bencana Alam di Nias81.

Manajemen

Bencana Uraian Tanggal Kegiatan Hasil

Pihak

Terlibat Manfaat

Mitigasi TNI tidak

terlibat Kesiap-siagaan TNI tidak terlibat Kejadian Becana 8,7 SR 28 Maret 2005 - Pendirian barak-barak evakuasi - Mendirikan posko bantuan TNI, Masyarakat Bantuan Kedaruratan Tanggap Darurat Sprin Pangdam I/BB No.Sprin/325/III/ 2005 tgl 30 Maret 2005 Pelaksanaan Tanggap Darurat H+1 s/d H+210 - Pembentukan Operasi Bhakti TNI -Pendataan korban dan kerusakan materill - Pencarian dan evakuasi korban dan Jenasah - Pengobatan Lihat lampiran TNI, Satkorlak,Sat lak, Sukarelawan, Bantuan Kedaruratan terhadap korban bencana       

79 Hasil wawancara tanggal 13 Februari 2008 80 Sumber : Diolah Sendiri

(12)

80 - Pendistribusian bantuan - Pengamanan dan Pengawasan orang asing Rehabilitasi/ Pemulihan Sprin Panglima TNI No.Sprin.1134/V I/2005 tgl 22 Juni 2005 Perencanaan Pemulihan sarana publik H+211 s/d H+270 H+271 s/d H+361 ‐ Perbaikan Jalan ‐ Perbaikan Jembatan ‐ Perbaikan Bandar Udara Jalan >200 km Jembatan 3 unit Bandara Binaka TNI, Uspacom, Satkorlak, Satlak, masyarakat. memulihkan kembali roda kehidupan dan ekonomi Rekonstruksi Pembangunan kembali gedung sekolah H+271 s/d H+361 -Pengerukan tanah pertapakan SDN 1 dan 2 ‐Upacara Penutupan 2 bangunan Sekolah TNI, Uspacom, Satkorlak, Satlak, masyarakat Proses belajar mengajar kembali normal   Gambar: V.16 Posisi kegiatan Operasi Bhakti TNI dalam Model PB di Nias

Sumber: Diolah sendiri Kegiatan TNI

(13)

81

Grafik di atas adalah model dari kegiatan yang harus dilakukan dalam program penanggulangan bencana dalam skala 5 tahun. Tiap-tiap grafik menunjukan dominasi kegiatan yang seharusnya dilakukan pada saat-saat tertentu, dimana saat kejadian bencana lebih banyak kegiatan tanggap darurat dan pada tahap-tahap berikutnya dengan mulai terjadinya rekonstruksi (perumahan dan infrastruktur). Pada kenyataannya kegiatan TNI yang dilaksanakan dengan adanya Operasi Bhakti TNI dari 29 Maret 2005 sampai 28 Maret 2006 meliputi tahap tanggap darurat (emergency) yaitu evakuasi korban dan jenasah, pendistribusian bantuan, pengobatan, keamanan; Tahap pemulihan kehidupan dan ekonomi (livelihood and business) dan pembangunan infrastruktur fisik sosial (physical and social infrastructure) seperti perbaikan jalan, jembatan dan bandara. Ini tentu bertentangan dengan model yang diberikan oleh World Bank, dimana kegiatan TNI meliputi hampir semua kegiatan dalam penanggulangan bencana dan tidak ada dominasi-dominasi kegiatan yang terstruktur. Ini disebabkan tidak adanya petunjuk pelaksanaan kegiatan yang terencana dan terorganisir yang melibatkan semua stakeholder dalam penanggulangan bencana membuat TNI dalam melaksanakan tugasnya terkesan responsif terhadap kejadian-kejadian di lapangan.

Adapun dominasi keterlibatan TNI dalam setiap tahap penanggulangan bencana di Nias dalam kurun waktu 1 (satu) tahun pelaksanaan operasi Bhakti TNI berturut-turut mulai pada tanggap darurat 41% dimana keterlibatan TNI selama 6 bulan (di mulai pada bulan Maret s/d September), kemudian pada tahap pemulihan 35% dimana keterlibatannya selama 6 bulan (2 bulan tahap perencanaan mulai bulan Oktober s/d November, di tambah 4 bulan pelaksanaan pemulihan mulai Desember 2005 s/d Maret 2006), dan pada tahap Rekonstruksi 24% dimana keterlibatan TNI hanya 4 bulan mulai Desember 2005 s/d Maret 2006, pada tahap rekonstruksi di mulai, pelaksanaan tahap pemulihan sudah berjalan selama 2 bulan)82.

      

(14)

Gambar: V Sumber: D V.3 Asp 1. Sa dengan wa operasi Bha operasi Bha direncanak   V.17 Dom Diolah Send pek Prinsip asaran. Dire aktu dan kem akti TNI yang akti TNI dap kan ada emp

Wa

3

24 %

minasi kegiat diri -Prinsip O encanakan da mampuan sum ng dicapai dap pat tercapai s pat tahap pe

aktu P

35 %

%

82 tan Operasi MSP dalam an diperhitun mber daya m pat disimpulk sesuai dengan elaksanaan,

Pelaksa

12

41 %

Bhakti TNI m pelaksan ngkan terhad militer yang d kan bahwa ap n yang diren yaitu 1) Ta

anaan O

2 bulan

I di Nias, 20 naan Tugas dap pencapai dilibatkan. apa yang men ncanakan . D ahap perenc

Operas

n

Tangg

Pemu

Rekon

005 s OMSP ian tugas ber

Berdasarkan njadi sasaran Dalam opera canaan selam

si Bhak

ap

 

Daru

lihan

nstruksi

rkaitan n hasil dalam asi ini ma 60

kti

urat

(15)

83

hari; 2) Tahap persiapan selama 30 hari, dimulai dengan melakukan pengurukan tanah tanah pertapakan SDN 1 dan 2 mulai tanggal 15 Oktober sampai dengan 16 November 2005; 3) Tahap pelaksanaan selama 128 hari; dan 4) Tahap pengakhiran selama 143 hari dari akhir tahap pelaksanaan. Namun, bahkan hasil yang dicapai dalam operasi Bhakti TNI mendapat apresiasi dari pihak USPACOM karena bisa diselesaikan lebih cepat dari waktu yang direncanakan sebelumnya. 2. Kesatuan Usaha. Merupakan koordinasi, ketegasan dan kejelasan komando dan pengendalian karena adanya keterlibatan unsur-unsur yang tergabung dalam kegiatan bantuan kemanusiaan dan optimalisasi penggunaan sarana dan prasarana. Hal ini yang dirasakan mengalami kendala terutama dalam melakukan koordinasi dengan pihak Pemda. Disamping itu koordinasi dengan Satkorlak PBP juga mengalami kendala. Antar Satkorlak PBP dengan Satgas TNI berjalan sendiri-sendiri. Dalam pelaksanaan operasi Bhakti di Nias melibatkan komponen masyarakat . Namun tugas TNI ini seharusnya dilakukan secara terpadu dalam wadah SATKORLAK PBP khususnya dalam penaganan dan distribusi bantuan logistik. Sistem informasi dan koordinasi penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi belum berjalan dengan baik, lebih bersifat sektoral Departemen atau perintah dari pemimpin masing-masing.

3 . Keamanan. Keamanan internal bagi pelaksana dan objek OMSP. Keamanan eksternal seperti faktor cuaca, sarana dan prasarana, transportasi dan faktor dari luar lainnya yang dapat menyebabkan terhambat dan gagalnya penyelenggaraan OMSP. Pelaksanaan operasi Bhakti TNI di Nias berjalan aman berkat partisipasi seluruh masyarakat. 4. Ketekunan. Ketekunan dalam pelaksanaan operasi Bhakti TNI di Nias terlihat dari adanya perencanaan yang dilakukan dengan tepat waktu dan dijalankan secara baik oleh aktor-aktor pelaksana dilapangan

5. Pengendalian. Secara struktur organisasi, pengendalian operasi beban tanggung jawabnya berada di tangan Danrem. Dalam pelaksanaannya Danrem memang memantau secara penuh pelaksanaan operasi. Tapi harus diakui masih ada masalah pengendalian yakni lemahnya pemerintah sipil dalam hal mengontrol dan

(16)

84

mengendalikan pelaksanaan operasi. Hal itu terlihat dari pengontrolan distribusi bantuan dan dukungan logistik terhadap pelaksanaan operasi Bhakti yang dilakukan oleh TNI.

6. Legitimasi. Awal kegiatan sejak proses perencanaan mutlak diperlukan sebagai dasar/payung hukum dan payung politik pada pelibatan kekuatan militer dalam OMSP dengan berpedoman pada mekanisme prosedur permintaan yang di atur dalam Undang-Undang, guna menghindari duplikasi pelaksanaan secara sinergi dan terkoordinir.83 Belum adanya regulasi yang mengatur tentang pelibatan TNI mengakibatkan munculnya beberapa masalah saat pelaksanaan operasi di lapangan.

Berdasarkan analisis implementasi prinsip OMSP melalui operasi Bhakti TNI di Nias dapat diperlihatkan pada Tabel V.6:84

Tabel: V.6 Implementasi prinsip OMSP melalui operasi Bhakti TNI di Nias Prinsip OMSP Terpenuhi

Keterangan / Indikator Cukup Belum

Cukup

1. Sasaran  - Tercapainya tujuan sesuai rencana

2. Kesatuan Tujuan  - Lemahnya koordinasi antara Satkorlak dengan Korem 023/KS

- Instansi terkait berjalan sendiri-sendiri. 3. Keamanan  - Kegiatan berjalan dengan aman dan lancar,

tidak ada aksi sabotase.

4 Ketekunan  - Kesinambungan antara perencanaan dengan pelaksanaan berjalan lancar

5. Pengendalian  - Belum adanya Juklak dan Protap tentang prosedur koordinasi dan pengendalian antar TNI dan Satkorlak

6. Legitimasi  - Belum adanya UU tentang pelibatan TNI dalam penanggulangan bencana.

Sumber: Diolah sendiri       

83 US Military Joint Publication 3-07, Principles of Military Operation Other Than War, Join Doctrin For Military Operation Other Than War, Chapter II. Hal II-1

84 Sumber : Diolah sendiri

(17)

85 V.4 Hambatan-hambatan yang dihadapi

Ada beberapa hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan program Operasi Bhakti TNI antara lain :

1. Kendala Internal a. Organasasi.

1) Organisasi secara struktur sudah ada, namun organisasi untuk mendukung kesiap-siagaan Batalyon Bantuan Kemanusiaan masih belum disiapkan.

2) Organisasi Bakornas PBP atau Satkorlak PBP bersifat kontradiktif dengan mekanisme Operasi Bantuan Kemanusiaan secara universal yang menghendaki pengerahan kekuatan militer dilaksanakan atas dasar permintaan dan aparat non-militer terkait dianggap sudah membutuhkan meskipun tidak melalui permintaan. b. Aspek personal

1) Secara kuantitatif, personel TNI yang dikerahkan relatif kecil (SSY atau SSK), dibandingkan dengan luas lingkup penugasan. Komposisi prajurit dalam Operasi Bhakti TNI di Nias di bentuk dari prajurit yang tersedia di Komando Wilayah, dalam hal ini adalah anggota di bawah Korem 023/KS digabung dengan prajurit yang dikirim dari pusat.

2) Secara kualitatif, para prajurit yang di kirim dalam rangka penanggulangan bencana, masih belum memadai.

c. Aspek Piranti Lunak

1) Piranti lunak yang mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana dan pengungsi saat ini adalah Keputusan Presiden No. 111/2001 tentang Bakornas PBP. Dalam kaitan

(18)

86

dengan penyelenggaraan bantuan kemanusiaan oleh TNI dalam bentuk Operasi Bhakti, masih belum ada piranti lunak, yang dapat menggambarkan dengan jelas persyaratan diberlakukannya operasi bantuan kemanusiaan, prosedur/mekanisme permintaan dan penyelenggaraan, kewenangan komando dan pengendalian, perencanaan secara terpadu antara Pemerintah, Instansi terkait dan TNI dalam suatu bentuk Operasi.

2) Piranti lunak yang mengatur dalam interen TNI tentang aturan pelibatan (ROE) saat pelaksanaan Operasi Bantuan Kemanusiaan dan Prosedur Operasi Standard (SOP) bagi satuan TNI dalam melaksanakan Operasi Bhakti belum ada.

d. Aspek Peralatan dan Materi Pendukung

1) Kondisi peralatan dan material pendukung dalam penanggulangan bencana yang dimiliki baik oleh Pemerintah maupun TNI, masih belum memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

2) Peralatan berat dan canggih hanya terdapat di kota-kota besar. Dalam satuan TNI, peralatan berat dan canggih hanya terdapat pada satuan tertentu, sehingga diperlukan sarana untuk mendorong ke lokasi bencana.

3) Peralatan yang tersedia terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

e. Aspek Anggaran

1) Sampai saat ini, anggaran untuk mendukung penyelenggaraan Operasi Bantuan Kemanusiaan masih belum dialokasikan sebagaimana anggaran yang dialokasikan untuk operasi tempur.

(19)

87

2) Sampai saat ini masih belum tersedia anggaran untuk mendukung penanggulangan bencana pada saat awal terjadi bencana, terutama untuk mendukung unsur-unsur operasi dan satuan kewilayahan seperti Korem 023/KS.

2. Faktor Eksternal

Komando dan Pengendalian. Tidak adanya piranti lunak yang mengatur secara jelas mekanisme dan pengerahan bantuan militer, pentunjuk pelaksanaan dalam operasi bantuan kemanusiaan menyebabkan terjadinya masalah dalam pelaksanaan tugas di lapangan.

Kondisi obyektif di lapangan memperlihatkan tugas aktual TNI, masih sangat dominan dalam menyelesaikan setiap persoalan bangsa, karena masih dipengaruhi kultur lama, yakni senantiasa berada di posisi terdepan dalam menanggulangi permasalahan kemanusiaan hal ini melahirkan kurang harmonis dengan instansi-instansi setempat yang tergabung dalam operasi bantuan kemanusiaan tersebut, karena secara psikologis merasa berada di bawah komando dan pengendalian TNI untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kewenangan dan tanggung jawabnya. Masalah-masalah yang muncul di lapangan adalah sebagai berikut :

a. Kurang jelasnya penanggung jawab dalam pelaksanaan penanganan dan distribusi bantuan, hal ini karena belum adanya regulasi yang mengatur secara rinci tugas dan kewenangan setiap bagian yang terlibat.

b. Masih kurang jelasnya batasan wewenang komando dan pengendalian dalam pelaksanaan operasi, terutama dalam pengambilan keputusan akibat hierarkis tentang kendali komando, dihadapkan pada kebutuhan kecepatan dan ketepatan reaksi.

c. Kurang jelasnya garis komando mengakibatkan koordinasi menjadi terhambat. Meski telah didasari oleh keputusan Presiden dalam pembentukan Bakornas, Satkorlak dan Satlak, namun pedoman pelaksanaan di lapangan

(20)

88

belum terakomodir, menyangkut rentan waktu kendali dari struktur komando berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dalam hal kewenangan daerah menyangkut pembiayaan penggunaan fasilitas dan sarana prasarana di daerah, antara daerah dan pusat.

d. Masih ada aparat Pemda dan anggota Legislatif yang belum memahami arti Kontigensi sehingga dalam menghadapi kejadian sebenarnya seperti bencana gempa di Nias aparat didaerah tidak dapat mengambil tindakan cepat dan tepat yang akhirnya berakibat mempersulit upaya penanggulangannya.

e. Hingga saat ini masih dijumpai adanya ketidakjelasan mengenai dukungan logistik di kalangan Bakornas sampai dengan tingkat Satkorlak PBP terendah yang berdampak banyaknya persoalan faktual terkesan lambat dalam penanganannya. Sedangkan bagi TNI, dukungan logistik serta perioritas penggunaannya untuk mengatasi bantuan kemanusiaan belum terakomodir mengingat Operasi Militer Selain Perang masih bersifat bantuan.

V.5 Kebutuhan Peran Militer dalam Penanganan Bencana dalam Kerangka Kerjasama Regional.

Pada pertemuan puncak Keamanan Asia ke-7 IISS (International Institute for Strategic Studies) – Dialog Shangri-La, Wakil Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Raz menyatakan bahwa Pusat Koordinasi untuk Bantuan Kemanusiaan Manajemen Bencana ASEAN harus mengakui pentingnya peran militer jika ingin meningkatkan pembangunan kapasitas organisasi ini sehingga dapat melaksanakan tugas perbantuan dengan lebih effektif.85 Sedangkan di level kerjasama regional ARF di Kuala Lumpur pada tanggal 28 Juli 2006 telah

      

(21)

89

menghasilkan draft pernyataan tentang management bencana dan tanggap darurat sebagai berikut:86

Mengingat Deklarasi Kegiatan untuk Menguatkan Bantuan Darurat, Rehabilitasi, Rekonstruksi, dan Mitigasi setelah Bencana Gempa Bumi dan Tsunami 26 Desember 2004 pada Pertemuan Istimewa Pemimpin ASEAN tentang Akibat dari Gempa Bumi dan Tsunami di Jakarta, 6 Januari 2005; Hyogo Framework for Action 2005-2015 (HFA), yang diadopsi dari Pertemuan Dunia Mitigasi Bencana di Kobe, 18-22 Januari 2005 untuk mereduksi bencana secara efektif; Pertemuan Menteri untuk Kerjasama Regional Perjanjian Deteksi Dini Tsunami di Phuket, 29 Januari 2005; Perjanjian ASEAN untuk Manajemen Bencana dan Tanggap Darurat, 26 July 2005; Konfrensi Asia untuk Reduksi Bencana di Beijing, 27-28 September 2005; juga konfrensi-konfrensi internasional untuk bencana alam atau pun bencana lainnya, termasuk akibat manusia, di bawah ketentuan-ketentuan PBB. Beberapa point penting hasil keputusan forum ARF yang secara eksplisit menyatakan pentingnya keterlibatan militer yaitu:

a. Kepentingan akan kerjasama sipil-militer dalam memenuhi tantangan perdamaian dan keamanan regional dan juga mengidentifikasi area-area untuk kerjasama sipil-militer sebagai alat yang efektif untuk operasi penanganan bencana, pada kecepatan yang sesuai untuk semua, secara konsisten dengan prinsip-prinsip yang disetujui secara internasional.

b. Perlunya kesepahaman kerjasama sipil-militer, dan pembangunan standarisasi prosedur koordinasi sipil-militer yang konsisten dengan garis besar peraturan internasional.

Pada tanggal 27-29 September 2005 di Cina diadakan Konfrensi Asia untuk Pengurangan Dampak Bencana, dimana representatif dari 42 negara dan 13       

86http://72.14.235.104/search?q=cache:o7bdIdzoBy8J:www.aseanregionalforum.org/LinkClick.aspx% 3Ffileticket%3DT%252B0XBqj4oz0%253D%26tabid%3D66%26mid%3D401+asean+regional+militar y+cooperation+in+disaster+management&hl=en&ct=clnk&cd=1&gl=id

(22)

90

agensi PBB dan organisasi internasional bertemu untuk saling menukar pengalaman dan pembelajaran untuk mengurangi resiko bencana dan berbagi pendapat bagaimana meningkatkan kerjasama di lapangan, dengan fokus pada kerjasama sipil-militer.

Koordinasi Sipil-Militer dalam perspektif Pusat Logistik Bersama PBB melihat Organisasi militer dan kemanusian sering terlihat sebagai hal yang unik. Dengan perbedaan yang sangat besar antara kultur dan misi utama, salah satu aplikasi kekuatan militer dalam mempertahankan kepentingan nasional, operasi kemanusian dalam banyak situasi keberadaan militer merupakan faktor yang mempersulit, saling memandang yang lain dengan kecurigaan. Namun demikian, sangat penting untuk menjawab secara efektif terhadap darurat kemanusiaan, di mana ke dua tipe organisasi yang sangat berbeda ini belajar untuk bekerja bersama, dan menyatukan kekuatan yang menguntungkan semua. Kuncinya adalah menyadari bahwa sinergi, koordinasi efektif antara aktor kemanusiaan sipil dan militer dalam kondisi krisis. 87

Pembentukan Proyek Koordinasi Sipil-Militer yang diprakarsai oleh Amerika dan Jepang diawali dengan mengadakan workshop di Washintong DC pada tanggal 12 Desember 2006 mendiskusikan dan mengkaji isu-isu terkait penanganan bencana. Proyek ini melibatkan para peneliti, NGO termasuk para pejabat militer dan pemerintah kedua negara serta pejabat PBB. Sasaran dari proyek ini adalah membangun hubungan antara dua negara dalam penanganan bencana dalam rangka pembagunan koordinasi kerjasama internasional serta berpartisipasi ke dalam operasi multilateral di masa yang akan datang.

Di tingkat ASEAN pada tanggal 26 Juli 2005 di Vientiane telah dihasilkan Perjanjian ASEAN tentang Managemen Bencana dan Tanggap Darurat,       

87 Wilfried de Brouwer, Brian Isbell, and Elizabeth Petrovski, Civil-Military Coordination from a 

United Nations Joint Logistics Centre (UNJLC) Perspective

(23)

91

dimana keterlibatan militer secara eksplisit disebutkan pada Pasal 8 tentang Kesiap-siagaan, ayat 2 yang menyebutkan bahwa negara anggota mempersiapkan Standar Operasi Prosedur (SOP) untuk kerja sama regional dan aksi nasional yang dibutuhkan di bawah Perjanjian sebagai berikut:

a. Perjanjian kesiap-siagaan regional untuk penanganan bencana dan tanggap darurat.

b. Penggunaan personel militer dan sipil, peralatan transportasi dan komunikasi, fasilitas, barang dan jasa dan untuk memfasilitasi pergerakan lintas-batas, dan

c. Koordinasi penanganan bersama bencana dan operasi tanggap darurat. Kemudian pada pasal 9 ayat 1 menyebutkan bahwa secara sukarela, tiap anggota seharusnya menyiapkan asset dan kapasitas, yang bisa disediakan bagi perjanjian regional untuk penanganan bencana dan tanggap darurat seperti :

a. Petunjuk Tanggap Darurat/pencarian dan pertolongan b. Aset militer dan sipil.

Selanjutnya pada Pasal 12 tentang Petunjuk dan Kontrol Bantuan, pada ayat 1 menyebutkan bahwa pihak pemohon atau penerima akan memberikan petunjuk dan kontrol, koordinasi dan pengawasan untuk bantuan dalam daerahnya. Bantuan akan, di mana melibatkan personel militer dan pejabat sipil, menunjuk konsultasi dengan Pihak Pemohon atau Penerima, seseorang, yang disebut sebagai Ketua operasi perbantuan, akan memberlakukan pengawasan dalam kerjasama dengan otoritas dari Pihak Pemohon atau Penerima. Kemudian pada ayat 2 menyebutkan pihak Pemohon atau Penerima akan menyiapkan, sesuai dengan kemampuan, fasilitas dan jasa lokal yang sesuai dan administrasi efektif untuk perbantuan. Pihak ini akan memastikan perlindungan terhadap personel, peralatan, and materi yang di bawa ke daerah oleh Pihak Perbantuan. Dimana personnel militer dan pejabat sipil tidak boleh membawa senjata.

(24)

92

Terakhir pada pasal 15 tentang Identifikasi ayat 1 menyebutkan bahwa personel militer dan pejabat sipil terkait yang terlibat dalam operasi perbantuan seharusnya diijinkan untuk memakai uniform dengan identifilkasi yang berbeda saat melaksanakan tugas. Kemudian ayat 2 menyebutkan bahwa untuk tujuan memasuki dan berangkat dari wilayah pihak yang menerima, anggota dari operasi perbantuan seharusnya memiliki:

a. Perintah pergerakan individu atau kolektif yang dikeluarkan di bawah otoritas kepala operasi perbantuan atau kewenangan pihak perbantuan dan

b. Kartu Indentitas personal dikeluarkan oleh pihak perbantuan yang berwenang.

Dan ayat 3 menyebutkan bahwa pesawat dan kendaraan yang digunakan oleh personel militer dan pejabat sipil terkait dari pihak perbantuan bisa menggunakan daftar kendaraan miliknya dan pelat yang mudah diidentifikasi tanpa pajak, perijinan dan atau ijin lainnya. Semua pesawat militer yang diberi kewenangan akan diperlakukan sebagai pesawat kawan dan akan menerima frekuensi radio secara terbuka serta kode identifikasi dari otoritas pihak penerima.

Berdasarkan pembahasan di atas tentang pentingnya peran militer dalam penanganan bencana di tingkat regional ASEAN maka Pemerintah Indonesia perlu segera mengatur pelibatan TNI dalam Penanggulangan Bencana melalui pembuatan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah. Institusionalisasi pelibatan TNI dalam Penanggulangan Bencana mendesak untuk direalisasikan dalam rangka menghadapi kerangka kerjasama yang lebih luas di kawasan ASEAN yang notabene telah mencanangkan keterlibatan militer melalui kerjasama sipil-militer dalam Penanganan Bencana. Jika tidak segera direalisasikan maka Indonesia akan ketinggalan dalam pembuatan struktur penanganan bencana di tingkat kerjasama regional karena di tingkat nasional belum ada peraturan yang mendukung tentang pelibatan militer dalam penanganan bencana.

(25)

93

V.6 Konsepsi Pelibatan Tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) TNI dalam Penanggulangan Bencana

Mengingat masih adanya masalah dalam pelaksanaan tugas OMSP TNI dalam penanggulangan bencana, maka perlu upaya untuk mengatasi. Beberapa usulan sebagai rekomendasi yaitu: kebijakan, strategi dan implementasi dengan menata kembali tugas OMSP TNI dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana alam sebagai bentuk operasi kemanusiaan TNI dalam Operasi Militer Selain Perang.

V.6.1 Kebijakan

1. Kebijakan politik pemerintah dan DPR untuk membangun TNI baik sumber daya manusia, Alutsista, Piranti lunak agar TNI lebih profesional dalam melaksanakan tugas pokok.

2. Penataan gelar kekuatan TNI yang berimbang dan kepentingan pertahanan negara dan kepentingan bantuan kemanusiaan, sehingga tugas pokok dan tugas-tugas TNI dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan yang ada.

3. Tugas TNI dalam penanggulangan bencana alam merupakan panggilan hati nurani TNI sebagai tentara rakyat yang berjuang untuk rakyat dan melindungi rakyat dari segala ancaman berdasarkan UU yang berlaku.

4. Peningkatan kinerja TNI di dalam penanggulangan bencana alam merupakan pemberdayaan kemampuan TNI yang sudah ada untuk mampu melaksanakan tugas pokok dan tugas-tugas TNI yang tertuang di dalam UU No.34 tahun 2004.

V.6.2 Strategi. Agar peningkatan kinerja TNI dalam penanggulangan akibat bencana dapat terselenggara dengan optimal, di samping berpedoman kepada kebijakan di atas, perlu ditetapkan strategi penyelenggaraan dengan merumuskan tujuan, sasaran, sarana dan prasarana, subjek, objek dan metode yang akan digunakan sebagai berikut :

(26)

94 1. Tujuan.

a. Agar TNI memiliki struktur organisasi yang dapat mengemban tugas pokok dan seluruh tugas-tugas TNI sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

b. Agar TNI memiliki Undang-Undang Penanggulangan bencana alam sebagai legitimasi TNI dalam melaksanakan tugas serta tersedianya dukungan sesuai dengan tugas yang dilaksanakan.

c. Agar TNI profesional dalam melaksanakan penanggulangan bencana alam dengan di dukung kemampuan dan keterampilan prajurit serta alutsista dan peralatan yang memadai.

2. Sasaran. Sasaran yang ingin dicapai dari peningkatan kinerja TNI adalah sebagai berikut:

a. Terwujudnya implementasi UU No.34 tahun 2004 dengan terbitnya Undang-Undang bantuan penanggulangan bencana.

b. Terwujudnya piranti lunak yang mendukung terselenggaranya penanggulangan bencana alam di lingkungan TNI maupun Bakornas PBP

c. Terwujudnya prajurit TNI yang profesional yang di dukung Alutsista dan keterampilan serta kemampuan yang memadai.

d. Terwujudnya penggelaran kekuatan TNI yang mendukung tugas bantuan penanggulangan bencana alam.

2. Subjek, Objek, Metode, Sarana dan Prasarana

a. Subjek. Subjek dalam upaya peningkatan kinerja TNI dalam penanggulangan bencana adalah:

(27)

95

1) Eksekutif dalam hal ini Presiden, sesuai dengan UUD 1945 dan UU No.24 tahun 2004 yang memiliki keputusan politik terhadap kebijakan dalam pembangunan dan penggunaan kekuatan militer selain perang, dibantu Departemen Pertahanan sebagai supervisi dalam perumusan pembangunan TNI.

2) Legislatif dalam hal ini DPR, memberikan rekomendasi atau persetujuan terhadap upaya peningkatan kemampuan TNI dalam rangka penanggulangan bencana alam.

3) Mabes TNI selaku pengguna dan pengendali serta penyelenggara penanggulangan bencana alam.

b. Objek. Yang menjadi objek dalam upaya peningkatan kinerja TNI dalam rangka penanggulangan bencana alam adalah kemampuan yang menyangkut:

1) Pengorganisasian TNI untuk memperjelas kedudukan, tugas dan fungsi dalam penanggulangan bencana alam.

2) Sumber daya manusia dalam hal ini seluruh prajurit TNI yang melaksanakan penanggulangan bencana alam sesuai dengan perintah Panglima TNI untuk melaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

3) Alat utama dan alat pendukung sebagai faktor penentu untuk prajurit TNI dapat bekerja.

4) Anggaran sebagai faktor pendukung yang memegang peranan penting untuk menunjang tugas.

(28)

96

5) Piranti lunak sebagai pedoman dan payung hukum bagi keterlibatan TNI dalam penanggulangan bencana alam. 6) Komando dan Pengendalian yang diperlukan agar pelaksanaan penanggulangan bencana alam berhasil guna. 7) Gelar kekuatan agar seluruh tugas pokok dan tugas-tugas TNI dapat dilaksanakan dengan baik.

c. Metode. Metode yang digunakan dalam

penanggulangan bencana alam adalah :

1) Pembentukan organisasi kerangka dalam penanggulangan bencana alam.

2) Melaksanakan pendidikan dan latihan bagi seluruh prajurit termasuk unsur pimpinan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja TNI untuk penanggulangan bencana alam.

3) Membuat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Petunjuk-Petunjuk Pelaksanaan sebagai pedoman penyelenggaraan penanggulangan bencana alam.

4) Pengadaan dan pemeliharaan dengan penyediaan anggaran untuk kesiapan TNI.

5) Mensosialisasikan kepada seluruh instansi pemerintah dan masyarakat tentang PBP.

d. Sarana dan Prasarana. Sarana yang digunakan meliputi organsasi, sumber daya manusia, anggaran, piranti lunak, dan Alutsista peralatan, sedangkan prasarana yang digunakan adalah prasarana yang tersedia di daerah baik milik pemerintah

(29)

97

maupun swasta yang dapat digunakan untuk kepentingan penanggulangan bencana alam.

V.6.3 Implementasi, meliputi langkah-langkah operasional yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja TNI dalam melaksanakan operasi Bhakti TNI sebagai bentuk operasi bantuan kemanusiaaan.

1. Pengorganisasian

a. Mengoptimalkan tugas dan fungsi Bakornas PBP, Satkorlak PBP dan Satlak PBP sebagai wadah yang mengkoordinasikan berbagai instansi terkait termasuk pelibatan kekuatan TNI dalam penanggulangan bencana alam, sehingga organisasi tersebut berperan aktif untuk merumuskan, menetapkan kebijakan yang lebih tepat dalam mengkoordinasikan upaya penanggulangan bencana. Dengan berperannya Bakornas PBP, Satkorlak PBP dan Satlak PBP, maka akan memberikan kejelasan tentang kedudukan dan tugas TNI serta dukungan logistik maupun anggaran dalam pelaksanaan penanggulangan bencana alam.

1) Merumuskan struktur organisasi TNI untuk tugas penanggulangan bencana alam dengan membentuk Komando Operasi pada Operasi Militer Selain Perang (OMSP), sehingga kesatuan TNI dapat terkoordinir dikendalilkan dalam suatu komando untuk melaksanakan tugas yang diembannya.

2) Organisasi TNI yang dibentuk adalah organanisasi kerangka dan bersifat kenyal dengan maksud organisasi TNI yang di bentuk senantiasa disesuaikan dengan kondisi dan bencana alam yang akan dihadapi, sehingga pengerahan serta penggunaan TNI dengan berbagai peralatannya akan lebih tepat.

3) Dengan berlakunya UU No.32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, pemerintah daerah seharusnya mengalokasikan anggaran kontigensi sosial, baik untuk dukungan kepada instansi terkait maupun bantuan kepada korban serta rehabilitasi daerah.

(30)

98

4) Organasasi kerangka yang di bentuk TNI harus disosialisasikan kepada pemerintah dan dibuat buku petunjuk lapangannya.

5) Pembentukan organisasi TNI dalam bentuk kerangka akan memberikan konsekuensi kepada pengalokasian anggaran yang bersifat kontigensi dalam kurung waktu 1 tahun, sebagaimana anggaran yang disediakan untuk kontigensi ancaman selama 1 tahun. Ketika terjadi bencana alam di suatu daerah, maka organisasi yang telah dibentuk akan berfungsi dan anggaran kontigensi yang tersedia dapat digunakan untuk pengerahan TNI. Bentuk organisasi tersebut sebagai berikut:88

(a) Bentuk struktur Organisasi Tingkat Mabes TNI

      

88 Paparan Kolonel Czi Aditiawarman, tentang penanggulangan bencana tahun 2005, Sesko AD 

KOMANDO PBP BAKORNAS PBP STAF SATGAS KES SATGAS TRANSPORT SATGAS PEN&KUM SATGAS KONSTRUKSI SATGAS BANTUAN UMUM SATGAS PENGUNGSIAN BANTUAN LOGISTIK DAPUR LAP

(31)

99

(b) Bentuk Struktur Organisasi Tingkat Kodam/Korem

(c) Bentuk struktur Organisasi Tingkat Kodim KOMANDO PBP SATKORLAK PBP STAF SATGAS KES SATGAS TRANSPORT SATGAS PEN&KUM SATGAS KONSTRUKSI SATGAS BANTUAN UMUM SATGAS PENGUNGSIAN BANTUAN LOGISTIK DAPUR LAP SATGAS PBP SATLAK PBP STAF SEKSI KES SEKSI TRANSPORT SEKSI PEN&KUM SEKSI KONSTRUKSI SEKSI BANTUAN UMUM BANTUAN LOGISTIK DAPUR LAP

(32)

100

6) Pelibatan TNI dalam organisasi Satkorlak PBP untuk penanggulangan bencana alam didasarkan kepada kondisi objektif di lapangan, apakah keputusan Panglima TNI untuk melibatkan unsur-unsur TNI setempat atau perlu pengerahan satuan yang lebih besar yang berada di luar kemampuan satuan setempat. Apabila kondisi objektif di lapangan menghendaki pengerahan satuan yang lebih besar (keputusan pemerintah), maka saat itulah Panglima memberlakukan Komando Operasi

7) Perlu adanya kejelasan tentang penggunaan kekuatan TNI setempat atau satuan TNI yang lebih besar yang menyangkut keputusan pemerintah yang didasarkan permintaan,, sehingga ada kejelasan dukungan anggaran dan dukungan logistik dalam rangka kesiapan dan pelaksanaan operasi.

2. Sumber Daya Manusia.

Prajurit TNI selama ini di latih dan terlatih menjadi prajurit yang profesional di bidang tempur dalam rangka mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI untuk menghadapi invasi dari luar dan mengatasi pemberontakan bersenjata di dalam negeri, namun TNI sampai saat ini belum terlatih untuk bantuan kemanusiaan dalam penanggulangan bencana alam. Hal ini harus dilakukan oleh TNI sebagai konsekuensi dari tugas TNI dalam UU No.34 tahun 2004, sehingga TNI juga akan profesional dalam menangani penanggulangan bencana alam. Upaya yang harus dilakukan :

a. Peningkatan kualitas prajurit. Agar prajurit TNI profesional dalam penanggulangan bencana alam, perlu upaya peningkatan tugas bantuan kemanusiaan, khususnya penanggulangan bencana alam. Hal yang penting dari penataan perangkat pendidikan yaitu :

(33)

101

1) Penataan dan penyempurnaan perangkat pendidikan di angkatan masing-masing yang menyangkut pelaksanaan tugas bantuan kemanusiaan, khususnya penanggulangan bencana alam. Hal penting dari penataan perangkat pendidikan yaitu ;

(a) Menyiapkan kemampuan guru militer dan pelatih di lembaga pendidikan di tiap-tiap angkatan melalui pendidikan tentang permasalahan teritorial dan bencana alam serta penanggulangannya.

(b) Memperbaiki kurikulum pendidikan dengan memasukkan mata pelajaran yang terkait dengan penanggulangan bencana alam dan penanganan pengungsian.

2) Melaksanakan latihan bersama antar institusi TNI dengan unsur-unsur terkait dalam koordinasi Bakornas PBP baik tingkat Mabes TNI, Kodam/Korem, dan Kodim guna memantapkan perencanaan, dan pelaksanaan penanggulangan bencana alam dan penanganan pengungsi. Latihan ini diwujudkan dalam bentuk geladi Posko.

3) Memantapkan pembinaan moril kejuangan kepada seluruh prajurit TNI baik yang bertugas, staf, pasukan maupun di teritorial, agar timbul kepedulian bagi prajurit TNI akan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dan saling membantu sebagai bangsa serta menyadari akan tugas TNI sejak masa perjuangan selalu tampil untuk mengatasi kesulitan rakyat. Dasar pemikiran tersebut tercantum dalam ideologi Pancasila, UUD 1945 dan UU No.34 tahun 2004.

b. Peningkatan kuantitas prajurit, perlu diupayakan untuk memenuhi jumlah personil terutama satuan Komando Kewilayahan, sebab pimpinan satuan kewilayahan dalam hal ini Pangdam, Danrem, Dandim

(34)

102

ditunjuk menjadi anggota dalam organisasi Bakornas PBP, Satkorlak, dan Satlak PBP. Keterlibatan prajurit akan lebih banyak mulai dari sebelum terjadi bencana kemudian pada saat bencana sampai dengan akhir bencana. 3. Alat Utama dan Alat Pendukung.

Disamping prajurit TNI harus profesional dalam penanggulangan bencana alam, juga dibutuhkan kesiapan alat utama dan alat pendukung yang memadai agar TNI dapat melaksanakan tugas lebih optimal. Peristiwa gempa bumi dan gelombang tsunami di Aceh membuktikan bahwa alat utama dan alat pendukung yang dimiliki TNI tidak siap dan tidak memadai untuk mendukung tugas TNI. Sehingga TNI tidak bisa berbuat banyak terhadap akibat bencana alam, walaupun secara kuantitas prajurit TNI cukup banyak yang dikerahkan ke lokasi bencana. Upaya yang harus dilakukan sebagai berukut :

a. Adanya kemauan politik dari pemerintah dan DPR yang didasarkan kepada UU No. 34 tahun 2004 tentang tugas pokok dan tugas-tugas TNI untuk konsisten dan peduli terhadap kelengkapan alat utama dan alat pendukung TNI bila dihadapkan kepada hakekat ancaman faktual dan potensial diantarannya bahaya bencana alam yang setiap saat bisa terjadi. Adapun yang harus dilakukan Pemerintah dan DPR adalah:

1) Meningkatkan anggaran pemeliharaan terhadap alat utama dan alat pendukung TNI yang masih bisa diperpanjang usia pakainya, terutama peralatan yang dapat menunjang/mendukung tugas prajurit TNI dalam penanggulangan bencana alam.

2) Peremajaan alat utama dan alat pendukung TNI yang sudah tidak layak pakai untuk memenuhi standar TOP/DSPP.

3) Untuk meningkatkan kinerja TNI dalam penanggulangan bencana alam, perlu penambahan anggaran untuk membeli alat utama TNI di luar TOP/DSPP seperti kapal rumah sakit, kontainer medis dan lain-lain.

(35)

103

4) Mengoptimalkan kinerja satuan TNI dengan memperbaiki dan melengkapi alat utama dan alat pendukung agar mampu mendukung penanggulangan bencana alam, alat-alat tersebut antara lain;

(a) TNI AD. Alat peralatan Satuan Zeni, Bekang, Kesdam, dan Penerbad.

(b) TNI AL. Alat peralatan YonMarHanLan, YonKesMar, kapal angkut (LST BAP dan Sat kapal bantuan).

(c) TNI AU. Alat peralatan Sat HarLan, pesawat angkut (Hercules dan Helly)

b. Menyerahkan kepada pemerintah untuk menginventarisis dan membuat perjanjian dengan pihak swasta guna pemanfaatan milik swasta untuk diberdayakan apabila terjadi bencana alam yang juga bisa dimanfaatkan oleh TNI untuk mobilisasi prajurit dan peralatan maupun alat pendukung lainnnya seperti alat berat dan angkut.

4. Anggaran.

Setiap pengerahan dan penggunaan TNI untuk melaksanakan operasi perlu didukung dengan anggaran yang cukup, agar tugas-tugas TNI dapat berjalan berhasil guna dan mencapai sasaran, untuk itu berkaitan dengan dengan Bakornas PBP, Satkorlak dan Satlak PBP sebagai organisasi yang dibentuk pemerintah dalam penanggulangan bencana alam, hendaknya organisasi tersebut didukung anggaran kontigensi sosial.

5. Piranti Lunak.

Agar tugas TNI dalam penanggulangan bencana alam mempunyai legitimasi dan pedoman dalam penyelenggaraannya serta menghadapi kejelasan tentang kedudukan, Kodal, prosedur penyelenggaraan, maka diperlukan piranti lunak untuk mendukungnya. Piranti lunak yang lengkap selain dipakai untuk pedoman

(36)

104

penyelenggaraan, juga dapat dijadikan dasar untuk memperoleh anggaran dalam rangka mendukung kegiatan. Upaya yang dilakukan sebagai berikut:

a. Kemauan pemerintah untuk segera menyelesaikan konsep UU penanggulangan bencana alam sebagai realisasi UU No.34 tahun 2004, yang selanjutnya diajukan ke DPR. Diharapkan DPR juga memiliki kemauan politik untuk segera menyetujui RUU tersebut menjadi UU, mengingat bencana alam tidak dapat diprediksi kapan dan dimana akan terjadi.

b. Pembuatan buku petunjuk pelaksanaan tentang prosedur permintaan bantuan kepada TNI berkaitan dengan UU No.34 tahun 2004, yang merupakan produk Bakornas PBP atau pemerintah, namun dalam buku petunjuk pelaksanaan prosedur permintaan bantuan kepada TNI, harus ada batasan tingkatan/skala seperti apa akibat bencana alam itu terjadi, sehingga diberlakukannya prosedur permintaan bantuan dan terkait dimana sementara bencana alam tersebut terjadi dihadapan prajurit TNI. c. Mabes TNI harus memberi aturan pelibatan Satuan TNI dalam penanggulangan bencana alam untuk dipedomani oleh satuan TNI dalam melaksanakan bantuan bencana alam.

d. Mabes TNI harus membuat buku petunjuk lapangan tentang organisasi kerangka di tingkat Mabes TNI, maupun di tingkat Kotama Ops sebagai pedoman bagi TNI tentang kedudukan, tugas dan fungsi serta pelibatan TNI dalam penanggulangan bencana alam sebagai bentuk operasi bantuan kemanusiaan dalam rangka operasi militer selain perang. Berdasarkan hasil analisis di atas, Konsepsi Pelibatan Tugas OMSP TNI dalam Penanggulangan Bencana yang sesuai dengan Kerangka Hukum yang ada dapat dilihat pada Tabel: V.6.

(37)

105 V.7 Diskusi

Berdasarkan analisis yang telah diuraikan di atas, beberapa hal dapat didiskusikan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan tugas OMSP TNI terkait penanggulangan bencana telah dilaksanakan TNI melalui Operasi Bhakti pasca bencana Nias sebagai berikut:

a. Pada tahap tanggap darurat, TNI melakukan pendataan orang asing, pencarian dan evakuasi korban dan jenasah, pengobatan, pendataan korban dan kerusakan materill, serta pendistribusian logistik

b. Pada tahap pemulihan, TNI melakukan perbaikan jalan, jembatan dan perbaikan Run Way Binaka.

c. Pada tahap rekonstruksi, TNI melakukan pembangunan sekolah (SDN1 dan SDN 2)

2. Mengacu pada prinsip-prinsip OMSP, dalam pelaksanaan Operasi Bhakti TNI ditemukan beberapa hambatan yaitu sebagai berikut :

a. Hambatan Aspek Keterpaduan (Kesatuan Usaha), terjadi disebabkan karena :

1) Organisasi yang mendukung kesiap-siagaan Batalion Bantuan Kemanusiaan belum disiapkan.

2) Kualitas dan Kuantitas personel TNI yang terlibat dalam tugas penanggulangan bencana.belum memadai.

3) Piranti lunak belum memadai yaitu belum adanya regulasi yang mengatur tentang pelibatan TNI mengakibatkan tidak adanya dasar bagi TNI untuk terlibat tanpa ada permintaan. Hal ini mempersulit TNI melakukan koordinasi dengan pihak Pemda selaku koordinator Satkorlak dan Satlak saat pelaksanaan tugas operasi di lapangan yang notabene mengharuskan ketepatan dan kecepatan respon. Pedoman umum penanggulangan bencana alam yang dikeluarkan oleh Sekretariat BAKORNAS PBP No 2 tahun 2001 memang sudah ada, namun untuk tingkat Kabupaten/Kota sebagai

(38)

106

SATLAK perlu penjabaran yang lebih luas mengingat penanggulangan bencana alam ini melibatkan berbagai unsur termasuk TNI, sehingga memerlukan Juklak maupun Prosedur Tetap yang baru sesuai perubahan yang ada saat ini.

4) Peralatan yang tersedia terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

5) Anggaran untuk mendukung penyelenggaraan Operasi Bantuan Kemanusiaan masih belum dialokasikan sebagaimana anggaran yang dialokasikan untuk operasi tempur

b. Hambatan Pengendalian

1) Lemahnya koordinasi antara TNI dengan Satkorlak PBP Sumut.

2) Masih kurang jelasnya batasan wewenang komando dan pengendalian dalam pelaksanaan operasi, terutama dalam pengambilan keputusan akibat hierarkis tentang kendali komando, dihadapkan pada kebutuhan kecepatan dan ketepatan reaksi.

c. Hambatan Legislasi

Belum memadainya perangkat hukum yang mengatur tentang pelibatan TNI, belum memadainya Petunjuk Lapangan dan Prosedur Tetap yang menyebabkan sulitnya kontrol dan kendali, koordinasi dalam penanganan bencana dan penyaluran bantuan ke daerah sasaran.

Berdasarkan hasil diskusi di atas mekanisme pelaksanaan tugas OMSP TNI dalam penanggulangan bencana di Nias secara umum dapat divisualisasikan seperti pada Gambar: V.18.

(39)

107

Gambar: V.18 Visualisasi Mekanisme Pelaksanaan tugas OMSP TNI dalam Penanggulangan Bencana di Nias.89

3. Untuk meningkatkan kinerja TNI melaksanakan operasi bantuan kemanusiaan dalam Operasi Militer Selain Perang khususnya usulan terkait tugas OMSP TNI dalam penanggulangan bencana ke depan, diperlihatkan pada Tabel: V.7.

      

(40)

108

Tabel: V.7 Konsepsi Pelibatan Tugas OMSP TNI dalam Penanggulangan Bencana.90

Kebijakan Strategi Implementasi

Kebijakan Politik pemerintah dan DPR untuk membangun TNI baik sumber daya, alut sista, piranti lunak agar TNI lebih profesional dalam melaksanakan tugas pokok OMSP

Tujuan : Agar TNI memiliki UU pelibatan dalam PB sebagai legitimasi TNI dalam melaksanakan tugas serta tersedianya dukungan sesuai dengan UU

Sasaran : Terwujudnya implementasi UU No.34 tahun 2004 dengan terbitnya UU PB serta terwujudnya piranti lunak

yang mendukung terselenggaranya PB di

lingkungan TNI maupun Bakornas

Subjek :

- DPR - Presiden

- Dephan, Menko Kesra, Depsos - BNPB, BPBD - Mabes TNI Objek : - Pengorganisasian - SDM, Sarana dan Prasarana

- Piranti Lunak dan Kodal

Metode :

- Pembentukan organisasi kerangka PB

- Pendidikan dan Latihan - Pemenuhan dukungan Legislasi

Pengorganisasian

Mengoptimalkan tugas dan fungsi Bakornas, Satkorlak dan Satlak sebagai wadah yang mengkoordinasikan berbagai instansi terkait termasuk pelibatan TNI dalam PB sehingga pelaksanaannya lebih cepat, efektif dan efisien sesuai UU.

Alat Utama dan Alat Pendukung

Kesiapan alutsista yang memadai

Piranti Lunak

Agar tugas TNI memiliki legitimasi dan pedoman PB, kejelasan kedudukan, kodal, dan prosedur

Anggaran

Bakornas didukung dengan anggaran kontigensi sosial.

Usulan tentang Tugas OMSP TNI dalam Penanggulangan Bencana dapat dijelaskan yaitu:

      

(41)

109

a. Perlunya suatu kebijakan politik pemerintah dan DPR untuk membangun TNI baik sumber daya manusia, Alutsista, Piranti lunak agar TNI lebih profesional dalam melaksanakan tugas-tugas OMSP.

b. Perlu suatu strategi penyelenggaraan tugas OMSP yang tepat dengan merumuskan tujuan, sasaran, sarana dan prasarana, subjek, objek dan metode.

c. Implementasi dari strategi ini dapat diwujudkan melalui :

1) Pengorganisasian yang jelas dengan mengoptimalkan tugas Bakornas PBP, Satkorlak dan Satlak yang bisa Mengkoordinasikan keterlibatan instansi terkait dan TNI sehingga memberikan kejelasan tentang kedudukan dan tugas dalam pelaksanaan penanggulangan bencana alam.

2) Perlunya peningkatan sumber daya manusia TNI, untuk mendukung penyelenggaraan tugas Operasi Militer Selain Perang melalui penanggulangan bencana.

3) Agar tugas TNI dalam penanggulangan bencana mempunyai legitimasi dan pedoman dalam penyelenggaraannya serta menghadapi kejelasan tentang kedudukan, Kodal, prosedur penyelenggaraan, maka diperlukan piranti lunak yang memadai untuk mendukungnya.

4) Setiap pengerahan dan penggunaan TNI untuk melaksanakan operasi perlu di dukung dengan anggaran yang cukup, agar tugas-tugas TNI dapat berjalan berhasil guna dan mencapai sasaran, untuk itu berkaitan dengan Bakornas PBP, Satkorlak PBP dan Satlak PBP sebagai organisasi yang di bentuk pemerintah dalam penanggulangan bencana alam, hendaknya organisasi tersebut di dukung anggaran kontigensi sosial.

(42)

110

V.8 Konsepsi Mekanisme Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi di Daerah

Berdasarkan konsep kebijakan, strategi dan implementasi Tugas OMSP dalam Penanggulangan Bencana seperti yang diusulkan di atas, dengan melihat beberapa permasalahan yang dihadapi dalam hal koordinasi, pengendalian, keterpaduan dan legislasi khususnya di tingkat daerah dalam hal ini antara TNI dengan Satkorlak dan Satlak maka Mekanisme Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi di daerah dapat di elaborasi secara rinci ke dalam setiap tingkatan yang seharusnya mencerminkan prinsip-prinsip OMSP serta Prinsip-Prinsip Manajemen Bencana.

1. Di tingkat Kodam/Propinsi/Satkorlak

a. Sebelum terjadi bencana (Mitigasi dan Kesiap-Siagaan) 1) Menyiapkan satuan PRO PBP tingkat Kodam

2) Menyiapkan Protap tentang Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi serta mensosialisasikan Protap tersebut ke Korem-Korem. 3) Membuat peta rawan bencana, menginformasikan kepada pemerintah

dan masyarakat yang bersangkutan.

4) Memberdayakan dan mengkoordinasikan dengan pemerintah tentang potensi Satuan Linmas, Ormas dan Satgas PBP yang telah disiapkan. 5) Menetapkan daerah alternatif/prediksi (relokasi) pengungsian korban

bencana dengan instansi terkait.

6) Menyusun program dan kebutuhan anggaran PBP, antara lain pendidikan dan pelatihan Geladi Posko I, II dan Geladi Lapang PBP untuk menguji Prosedur Tetap/Protap Bantuan TNI kepada pemerintah tentang PBP.

7) Mengkoordinasikan dengan Badan Meteorologi dan Geofisika untuk membuat data tentang kemungkinan/prediksi terjadinya bencana alam.

(43)

111

b. Pada saat terjadinya bencana (Tanggap Darurat)

1) Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan PBP yaitu mengadakan rapat koordinasi dan konsolidasi Satlak PBP, mengirimkan Satuan PRC PBP tingkat Kodam yang terdiri dari Tim kesehatan, zeni, perbekalan angkutan, perhubungan/komunikasi, dan tim evaluasi serta mengendalikan satuan PRC PBP TNI ke daerah bencana.

2) Mendirikan posko Aju PRC PBP tingkat Kodam untuk mendukung tugas Satkorlak yang terdiri dari unsur-unsur Inteldam, Sopsdam, Spersdam, Slogdam, Sterdam, Srendam, Zidam,Hubdam, Paldam, Bekangdam, Kesdam, Pendam, Bintaldam, Topdam, Infolahtadam, dan Puskodalops Kodam.

3) Memberikan bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan antara lain penyediaan tempat penampungan sementara korban bencana, bantuan tenaga medis/paramedis, serta pendistribusian obat-obatan, pakaian dan bahan makanan.

4) Memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat yang terkena bencana.

5) Melaporkan kejadian bencana dan penanggulangannya kepada Pangdam/Satkorlak.

c. Sesudah terjadi bencana. (Pemulihan dan Rekonstruksi)

1) Melaporkan kepada Pangdam tentang jumlah korban bencana, perkiraan jumlah kerugian, jumlah kebutuhan rehabilitasi dan mengkoordinasikan rencana penempatan kembali korban bencana/relokasi. 2) Memberikan bantuan dan mengkoordinasikan pelaksanaan rehabilitasi dan atau relokasi pemukiman, fasilitas sosial dan fasilitas umum di daerah bencana sesuai dengan rencana pemerintah daerah.

3) Mendorong terciptanya situasi dan kondisi bagi kelancaran roda pemerintahan dan pembangunan.

(44)

112

2. Di tingkat Korem/Kotamadya/Kabupaten/Satlak

a. Sebelum terjadi bencana (Mitigasi dan Kesiap-Siagaan)

1) Menyiapkan satuan PRO PBP tingkat Korem

2) Menyebarkan Protap tentang Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi serta mensosialisasikan Protap tersebut ke Kodim-kodim.

3) Membuat peta rawan bencana, menginformasikan kepada pemerintah dan masyarakat yang bersangkutan.

4) Memberdayakan dan mengkoordinasikan dengan pemerintah tentang potensi Satuan Linmas, Ormas dan Satgas PBP yang telah disiapkan. 5) Menetapkan daerah alternatif/prediksi (relokasi) pengungsian korban

bencana dengan instansi terkait.

6) Menyusun program dan kebutuhan anggaran PBP, antara lain pendidikan dan pelatihan Geladi Posko I, II dan Geladi Lapang PBP untuk menguji Prosedur Tetap/Protap Bantuan TNI kepada pemerintah tentang PBP.

7) Mengkoordinasikan dengan Badan Meteorologi dan Geofisika untuk membuat data tentang kemungkinan/prediksi terjadinya bencana alam. b. Pada saat terjadinya bencana (Tanggap Darurat)

1) Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan PBP yaitu mengadakan rapat koordinasi dan konsolidasi Satlak PBP, mengirimkan Satuan PRC PBP tingkat Korem yang terdiri dari Tim kesehatan, zeni, perbekalan angkutan, perhubungan/komunikasi, dan Tim evaluasi serta mengendalikan satuan PRC PBP TNI ke daerah bencana.

2) Memberikan bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan antara lain penyediaan tempat penampungan sementara korban bencana, bantuan tenaga medis/paramedis, serta pendistribusian obat-obatan, pakaian dan bahan makanan.

(45)

113

3) Memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat yang terkena bencana.

4) Melaporkan kejadian bencana dan penanggulangannya kepada Pangdam/Satkorlak.

c. Sesudah terjadi bencana. (Pemulihan dan Rekonstruksi)

1) Melaporkan kepada Pangdam tentang jumlah korban bencana, perkiraan jumlah kerugian, jumlah kebutuhan rehabilitasi dan mengkoordinasikan rencana penempatan kembali korban bencana/relokasi.

2) Memberikan bantuan dan mengkoordinasikan pelaksanaan rehabilitasi dan atau relokasi pemukiman, fasilitas sosial dan fasilitas umum di daerah bencana sesuai dengan rencana pemerintah daerah.

3) Mendorong terciptanya situasi dan kondisi bagi kelancaran roda pemerintahan dan pembangunan.

3. Di tingkat Kodim/Kabupaten/Satlak

a. Sebelum terjadi bencana (Mitigasi dan Kesiap-Siagaan)

1) Menyiapkan satuan PRO PBP tingkat Kodim.

2) Menjabarkan Protap tentang Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi serta mensosialisasikan Protap tersebut ke Koramil-Koramil.

3) Membuat peta rawan bencana, menginformasikan kepada pemerintah dan masyarakat yang bersangkutan.

4) Memberdayakan dan mengkoordinasi-kan dengan pemerintah tentang potensi Satuan Linmas, Ormas dan Satgas PBP yang telah disiapkan. 5) Menetapkan daerah alternatif/prediksi (relokasi) pengungsian korban

Gambar

Gambar IV.15a:   Kondisi Setelah Gempa     Gambar IV.15b:   Kondisi Setelah      Pelaksanaan Operasi Jembatan Hilisimaetane Bhakti TNI

Referensi

Dokumen terkait

Selain berkurangnya ketakutan akan hal yang tidak nyata, penulis juga berharap karakter tersebut dapat menjadi media hiburan dalam hal horor karena di Indonesia masih sangat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kepuasan konsumen yang artinya meskipun harga mengalami

Karya Lingkungan XIV Medan, Dari hasil temuan yang sudah dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan sikap dalam

Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh

Untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh Metode Inkuiri Berbantuan Alat Peraga terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Luas dan Keliling Lingkaran Kelas VIII MTs Darul

Dari pelaksanaan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan PPL dapat memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam

Kartu nama ini adalah kartu nama atas nama perusahaan dengan ukuran 55 x 90 mm, dicetak diatas kertas concorde tebal dengan diameter logo sebesar 10 mm.. ID Card

Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan