Distribusi Status Merokok pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015
Bagan 5.2 di atas menunjukkan bahwa dari 60 mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, 6,70% diantaranya berstatus perokok dan 93,30% lainnya berstatus bukan perokok.
7. Gambaran Distribusi Kapasitas Vital Parupada Mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat
Gambaran distribusi kapasitas vital paru pada mahasiswa sepertiyang terlihat pada tabel 5.10berikut :
Tabel 5.10
Distribusi Kapasitas Vital Paru pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015
Kapasitas Vital Paru Median Min –Max Keseluruhan 3,48 2,98 – 5,94
Berdasarkan tabel 5.10 diperoleh nilai tengah dari kapasitas vital paru mahasiswa adalah 3,48ml. Kapasitas vital paru terendah yaitu 2,98ml dan tertinggi sebesar 5,94ml.
6.70% 93.30%
93.30%
Status Merokok
Merokok Tidak Merokok
8. Gambaran Distribusi Aktivitas Fisikpada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
Distribusi aktivitas fisik mahasiswa digambarkan dengan nilai aktivitas fisik berdasarkan perhitungan total skor IPAQ yang tersaji dalam satuan metabolic equivalen (METs). Distribusi aktivitas fisik mahasiswa dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut ini :
Tabel 5.11
Distribusi Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015
Aktivitas Fisik Median Min –Max Keseluruhan 1400,35 218,40 – 4472,95
Tabel 5.11 memaparkan bahwa nilai tengah dari aktivitas fisik mahasiswa adalah 1400,35 METs dengan sebaran nilai aktivitas fisik terendah yaitu 151,10 METsdan tertinggi sebesar 2974,55 METs.
Berdasarkan IPAQ (2005), kategori aktivitas fisik terbagi atas : ringan, sedang dan berat. Sehingga, dapat diketahui bahwa 61,7% mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat memiliki aktivitas fisik yang rendah, 33,3% memiliki aktivitas fisik sedang dan hanya 5% mahasiswa yang memiliki aktivitas fisik yang berat.
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (jenis kelamin, status gizi berdasarkan IMT dan persen lemak tubuh, status merokok, kapasitas vital paru, aktivitas fisik, asupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin B1, zat besi dan mangan) dengan variabel dependen (kebugaran). Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov, diketahui bahwa nilai probabilitas variabel aktivitas fisik, sebesar 0,000 (p <0,05), artinya variabel kebugaran tidak terdistribusi normal sehingga dilakukan uji non parametrik, yakni Mann Whitneyuntuk variabel numerik dan kategorik, serta chi squareuntuk dua variabel kategorik. Dikatakan berhubungan jika nilai p ≤ 0,05 dan tidak berhubungan apabila p > 0,05. Berikut hasil analisis bivariat dalam penelitian ini, antara lain:
9. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil analisis antara jenis kelamin dengan kebugaran pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut ini :
Tabel 5.12
Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Tahun 2015
Kebugaran Jenis Kelamin Total OR 95% C,0I P value Laki-Laki Perempuan n %
n % n %
Tidak Bugar 5 23,8 38 97,4 43 100 0,008 (0,001 – 0,076)
0,000 Bugar 16 76,2 1 2,6 17 100
Berdasarkan hasil uji statistik seperti pada tabel 5.12 di atas,diperoleh nilai p = 0,000 sehingga dapat diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kebugaran. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 0,008 (0,001– 0,076), artinya perempuan mempunyai peluang 0,008 kali tidak bugar dibandingkan dengan laki-laki.
10. Hubungan Status Gizi dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
a. Hubungan Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Kebugaran Mahasiswa
Hasil analisis tentang hubungan antara status gizi berdasarkan IMT dengan kebugaran pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 5.13 berikut ini :
Tabel 5.13
Analisis Hubungan Status Gizi Berdasarkan IMT dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Tahun 2015
Kebugaran Indeks Massa Tubuh Total 95% CI P value Kurang Normal Lebih n %
n % n % n %
Tidak Bugar 7 16,3 32 74,4 4 9,3 43 100 1,77-2,08 0,938 Bugar 2 11,8 14 82,4 1 5,9 17 100 1,72-2,16
Berdasarkan hasil uji statistik seperti pada tabel 5.13 di atas, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi berdasarkan IMT dengan kebugaran pada mahasiswa dengan p value =0,938(p>0,05).
b. Hubungan Status Gizi Berdasarkan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran Mahasiswa
Adapun hubungan antara status gizi berdasarkan persen lemak tubuh dengan kebugaran pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut ini :
Tabel 5.14
Analisis Hubungan Status Gizi Berdasarkan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Tahun
2015
Kebugaran Persen Lemak Tubuh Total 95% CI P value Kurang Normal Lebih n %
n % n % n %
Tidak Bugar 4 9,3 14 32,6 25 58,1 43 100 1,35 – 1,98 0,000 Bugar 8 47,1 9 52,9 0 0 17 100 1,18 – 1,61
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi berdasarkan persen lemak tubuh dengan kebugaran pada mahasiswadengan p value sebesar 0,000 (P<0,05).
a. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kebugaran Mahasiswa
Berdasarkan hasil analisis antara asupan karbohidrat dengan kebugaran pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 5.15 berikut ini :
Tabel 5.15
Analisis Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Tahun 2015 Kebugaran Asupan Karbohidrat Total OR 95% CI P value
Kurang Cukup n %
n % n %
Tidak Bugar 8 18,6 35 81,4 43 100 0,327 (0,095 – 1,122)
0,137 Bugar 7 41,2 10 58,8 17 100
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa asupan karbohidrat terhadap kebugaran mahasiswa tidak ditemukan hubungan yang signifikan dengan p value sebesar 0,137 (P>0,05). Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 0,327 (0,095– 1,112), artinya mahasiswa dengan asupan karbohidrat yang kurang mempunyai peluang 0,327 kali untuk tidak bugar dibandingkan mahasiswa denganasupan karbohidrat yang cukup.
b. Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran Mahasiswa
Berdasarkan hasil analisisantara asupan protein dengan kebugaran pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 5.16 berikut :
Tabel 5.16
Analisis Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran Berdasarkan Jesni Kelamin pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat 2015 Kebugaran Asupan Protein Total OR 95% CI P value
Kurang Cukup n %
n % n %
Tidak Bugar 4 9,3 39 90,7 43 100 1,641 (0,170 – 15,840)
1,000 Bugar 1 5,9 16 94,1 17 100
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan kebugaran pada mahasiswa dengan p value sebesar 1,000(P>0,05). Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,647 (0,170 – 15,840), artinya mahasiswa dengan asupan protein yang kurang mempunyai peluang 1,641 kali untuk tidak bugar dibandingkan mahasiswa denganasupan protein yang cukup.
c. Hubungan Asupan Lemak dengan Kebugaran Mahasiswa
Berdasarkan hasil analisisantara asupan lemak dengan kebugaran pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 5.17 berikut ini :
Tabel 5.17
Analisis Hubungan Asupan Lemak dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Tahun 2015
Kebugaran Asupan Lemak Total OR 95% CI P value
Kurang Cukup n %
n % n %
Tidak Bugar 15 34,9 28 65,1 43 100 0,982 (0,303 – 2,183)
1,000 Bugar 6 35,3 11 64,7 17 100
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa asupan lemak terhadap kebugaran mahasiswa tidak ditemukan hubungan antara keduanya, dengan p value sebesar 1,000 (P<0,05). Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 0,982 (0,303– 2,183), artinya mahasiswa dengan asupan lemak yang kurang mempunyai peluang 0,982 kali untuk tidak bugar dibandingkan mahasiswa denganasupan lemak yang cukup.
d. Hubungan Asupan Vitamin B1 dengan kebugaran Mahasiswa
Berdasarkan hasil analisisantara asupan vitamin B1 dengan kebugaran pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 5.18 berikut ini :
Tabel 5.18
Analisis Hubungan Asupan Vitamin B1 dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Tahun 2015
Kebugaran Asupan Vitamin B1 Total OR 95% CI P value
Kurang Cukup n %
n % n %
Tidak Bugar 12 27,9 31 72,1 43 100 0,929 (0,269 – 3,204)
1,000 Bugar 5 29,4 12 70,6 17 100
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa asupan vitamin B1 terhadap kebugaran mahasiswa tidak ditemukan hubungan antara keduanya, dengan p value sebesar 1,000 (P>0,05). Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 0,929 (0,269– 3,204), artinya mahasiswa dengan asupan vitamin B1 yang kurang mempunyai peluang 0,929 kali untuk tidak bugar dibandingkan mahasiswa denganasupan vitamin B1 yang cukup.
e. Asupan Zat Besi
Berdasarkan hasil uji Spearman antara asupan zat besi dengan kebugaran pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 5.19 berikut ini :
Tabel 5.19
Analisis Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Tahun 2015
Kebugaran Asupan Zat Besi Total OR 95% CI P value
Kurang Cukup n %
n % n %
Tidak Bugar 5 11,6 38 88,4 43 100 0,428 (0,100 – 1,837)
0,446 Bugar 5 11,6 38 88,4 17 100
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ditemukan hubungan asupan zat besi terhadap kebugaran mahasiswa dengan p value sebesar 0,446 (P>0,05).Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 0,428 (0,100– 1,837), artinya mahasiswa dengan asupan zat besi yang kurang mempunyai peluang 0,428 kali untuk tidak bugar dibandingkan mahasiswa denganasupan zat besi yang cukup.
f. Asupan Mangan
Berdasarkan hasil uji Spearman antara asupan mangan dengan kebugaran pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 5.20 berikut ini :
Tabel 5.20
Analisis Hubungan Asupan Mangan dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Tahun 2015
Kebugaran Asupan Mangan Total OR 95% CI P value
Kurang Cukup n %
n % n %
Tidak Bugar 3 7,0 40 93,0 43 100 0,563 (0,085 – 3,075)
0,931 Bugar 2 11,8 15 88,2 17 100
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ditemukan hubunganasupan mangan terhadap kebugaran mahasiswa dengan p value sebesar 0,931 (P>0,05).Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 0,563 (0,085– 3,075), artinya mahasiswa dengan asupan mangan yang kurang mempunyai peluang 0,563 kali untuk tidak bugar dibandingkan mahasiswa denganasupan mangan yang cukup.
12. Hubungan Status Merokok dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi
Berdasarkan hasil uji Mann Whitney diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kapasitas vital paruterhadap kebugaran mahasiswadengan p value sebesar 0,001 (P<0,05).
14. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil uji hubungan antara aktivitas fisik dengan dengan kebugaran pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 5.23 berikut ini :
Tabel 5.23
Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Tahun 2015
Variabel n p value
Aktivitas Fisik 60 0,001
Berdasarkan hasil uji Mann Whitney diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisikterhadap kebugaran mahasiswadengan p value sebesar 0,001 (P<0,05).
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu tidak adanya latihan mengenai tes kebugaran kepada mahasiswa sebelumnya dan pelaksanaan tes tidak dapat dilakukan secara serempak dalam satu waktu untuk seluruh responden. Hal ini disebabkan oleh padatnya jadwal kuliah mahasiswa antar satu kelas dengan kelas lainnya, sehingga pelaksanaan tes berlangsung selama 10 hari di sore hari. Selain itu, keterbatasan lainnya adalah peneliti hanya melakukan wawancara kepada responden tanpa bantuan klinisi untuk penegakkan diagnosis status merokok (seperti tidak menggunakan cotinine test). Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan dana dalam penyediaan cotinine strips tersebut. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah analisa data yang digunakan hanya sampai bivariat yakni menunjukkan hubungan antar variabel independen terhadap dependennya saja, sehingga tidak dapat mengetahui kecenderungan faktor yang paling dominan mempengaruhi kebugaran mahasiswa.
B. Kebugaran Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
Kebugaran adalah kemampuan tubuh untuk menyesuaikan fungsi dan alat gerak tubuh sesuai dengan batas-batas fisiologis yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta efisiensi kerja fisik, sehingga masih dapat melakukan kegiatan lain yang bersifat rekreatif (Muhibbut Thibri dkk., 2014). Menurut Puskesjasrek (2000), kebugaran berdasarkan nilai VO2maks untuk kebugaran usia <30 tahun yang dianggap ‘baik’
apabila lebih dari 42,6–51,5ml/kg/min. Sedangkan yang dianggap ‘kurang’ apabila nilai VO2maks kurang dari 25ml/kg/min. Hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidyatullah Jakartatahun 2015
menunjukkan bahwa nilai tengah dari kebugaran mahasiswa adalah 23,05ml/kg/menit.
Sehingga dapat diketahui bahwa mahasiswa memiliki kebugaran yang sangat kurang karena pada rentang usia 18-22 tahun atau <30 tahun rata-rata VO2maksnya
<25ml/kg/menit. Rendahnya tingkat kebugaran mahasiswa terjadi karena padatnya jadwal kuliah mahasiswa sehingga mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktunya untuk duduk di dalam kelas (aktivitas fisik ringan). Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010 bahwa rentang usia 15-24 tahun yang hampir sebagian besar populasi terdiri dari mahasiswa (18-22 tahun) sebesar 52% hasil tes kebugarannya masuk dalam kategori kurang (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Rendahnya kebugaran khususnya ketahanan cardiorespiratoryusia produktif ini merupakan salah satu masalah terkait gizi yang dapat berdampak pada kesehatan remaja di masa depan.
Ketahanan cardiorespiratory yang rendah berhubungan dengan tingginya tingkat mortalitas dan morbiditas populasi pada kelompok umur 19-49 tahun yang diikuti secara cohort sejak 1999 hingga 2002 di Amerika Serikat. Selain itu, diketahui bahwa orang dengan tingkat kebugaran yang rendah cenderung memiliki kadar lipoprotein dan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan dengan responden dengan tingkat kebugaran yang tinggi (Carnethon dkk., 2005). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa permasalahan utama dalam bidang kesehatan pada abad ke 21 hampir di seluruh belahan dunia adalah rendahnya aktivitas fisik yang (physical inactivity) yang berkorelasi dengan peningkatan kecenderungan obesitas. Permasalahan kurangnya tingkat aktivitas fisik masyarakat juga terjadi di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena adanya pergeseran pola hidup yang dinamis akibat dari perkembangan teknologi yang memudahkan pekerjaan menjadi efektif dan efisien ternyata berdampak negatif pada
Jenis kelamin dianggap sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan kebugaran, khususnya pada mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat. Dari hasil penelitian diketahui persentase responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit, yakni sebesar 35% dibandingkan responden perempuan sebesar 65%.
Hal ini dikarenakan populasi perempuan di Program Studi Kesehatan Masyarakat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tiga kali lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormon, kapasitas vital paru dan persen lemak tubuh yang dimiliki (Fatmah, 2011). Perbedaan jenis kelamin juga berperan dalam menentukan kebutuhan gizi masing yang berujung pada kebugaran seseorang, biasanya kebutuhan gizi lebih besar pada jenis kelamin laki- laki daripada perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Worthington (2000), yang
menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin juga akan menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang karena pertumbuhan dan perkembangan individu cukup berbeda antara laki-laki dan perempuan. Teori ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh nugraheni (2013) pada laki-laki dan perempuan usia produktif yang menunjukkan bahwa adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kebugaran nilai (p=0,003). Sehingga, dapat dikatakan bahwa penelitian ini ada hubungan antara tingkat kebugaran jasmani antara responden pria dan wanita usia produktif (Nugraheni, 2013).
Hasil yang sama diperoleh pada mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidyatullah Jakarta tahun 2015. Berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa laki-laki memiliki kebugaran lebih tinggi dibandingkan perempuan. Laki-laki cenderung memiliki aktivitas fisik lebih tinggi dibandingkan perempuan karena laki-laki terbiasa dengan olahraga rutin setiap minggunya baik dihari libur kuliah maupun tergabung dalam salah satu cabang club olahraga di kampus yang memungkinkan untuk berolahraga dalam intensitas sedang serta durasi yang cukup. Hal tersebut menyebabkan perbedaan kemampuan pengambilan oksigen, kemampuan dan metabolisme dan kebugaran yang dimiliki seseorang.
Hasil uji hubungan pada penelitian ini, yaitu diperoleh adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kebugaran pada mahasiswa. Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Gray (2003) di Portugis dengan menggunakan metode 20 m Shuttle run test diperoleh hasil bahwa laki-laki lebih bugar dibandingkan dengan perempuan. Jenis kelamin merupakan variabel yang tak dapat dikendalikan. Hal ini disebabkan karena jumlah kadar hemoglobin dalam darah pada laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan pada perempuan. Hasil penelitian lainnya yang sejalan dilakukan oleh Saqurin (2013) dengan subjek
mahasiswa yang mengikuti UKM Taekwondo di Universitas Airlangga menunjukkan bahwa kadar VO2maks pada perempuan lebih kecil dibandingkan laki-laki yaitu sebesar 36%. Hal tersebut disebabkan karena jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi untuk mencapai kebugaran individu yang sangat berbeda antara keduanya. Tingkat kebugaran pada wanita cenderung lebih rendah dibandingkan pria terkait dengan perbedaan komposisi tubuh dan tingkat aktifitas fisik (Hermanto, 2012).
Namun, hasil yang berbeda akan ditemukan apabila responden bukan berada pada usia produktif seperti penelitian yang dilakukan pada peserta klub jantung sehat. Hal tersebut berkaitan dengan perbedaan fungsi kardiovaskuler antara laki- laki dan perempuan, terkait efek protektif estrogen yang dapat menurunkan risiko premenopause untuk terkena penyakit kardiovaskuler. Namun khusus untuk perempuan yang telah memasuki masa menopause, efek tersebut hilang dan perbedaan terkait jenis kelamin juga hilang. Sehingga, tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna pada penelitian ini karena efek protektif progesterone responden penelitian hilang akibat dari menopause (HarmanidanMansyur, 2013).
Intervensi yang dapat dilakukan untuk peningkatan kebugaran pada wanita adalah dengan melakukan senam. Pelatihan senam 3x/minggu selama 10 minggu terbukti membantu meningkatkan kebugaran fisik wanita berdasarkan uji efektifitas perlakuan dengan paired sample t-test dan uji statistik Anova (Analysis of Variance) diperoleh nilai p < 0,05. Hal tersebut bertujuan agar wanita tetap dapat melakukan kerja dan aktivitas sehari-hari serta aktivitas tambahan tanpa merasa lelah dan guna menghindari penyakit yang diakibatkan oleh kebiasaan kurang bergerak (Bawiling dkk., 2014).
digambarkan dengan dua komponen yaitu lemak tubuh dan masa tubuh.
Gambaran kategori IMT menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2008) terbagi atas kurang, normal dan lebih, yakni sebesar 13,3% mahasiswa memiliki status gizi kurang, 76% normal dan hanya 10% yang lebih.Sementara, hasil uji hubungan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan kebugaran pada mahasiswa, kemungkinan disebabkan oleh faktor lain yang lebih besar pengaruhnya.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan pada pekerja Indocement di Bogor, yakni tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan VO2maks. Hasil uji hubungan memiliki nilai koefisiensi negatif, yang berarti semakin tinggi nilai IMT maka semakin rendah nilai VO2maks nya. Hubungan yang tidak signifikan ini disebabkan oleh perubahan perilaku seperti meningkatkanya pengetahuan mengenai kesehatan sehingga terjadi peningkatan dalam frekuensi atau durasi olahraga sehingga hal tersebut dapat meningkatkan nilai VO2maks nya (Kharisma TamimidanRimbawan, 2015). Berdasarkan uji korelasi bivariat juga tidak ada hubungan signifikan antara nilai IMT dengan VO2maks peserta club. Hasil itu disebabkan karena banyak faktor lain yang mempengaruhi kebugaran seseorang selain nilai IMT dan pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan kecil sehingga korelasi bivariat menghasilkan hubungan yang tidak signifikan.
Pribris, dkk (2010) menggunakan IMT sebagai salah satu komponen pengukuran kebugaran dalam evaluasi komposisi tubuh. Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, hasil penelitian Pibris (2010) diperoleh hubungan langsung yang signifikan antara nilai rata-rata VO2maks dengan IMT mahasiswa. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh penelitian Sari (2014) yang menunjukkan adanya hubungan antara status gizi berdasarkan indeks masa tubuh dengan kebugaran. Penelitian Anam dkk (2010) sejalan dengan kedua penelitian sebelumnya, yaitu indeks massa tubuh subjek yang inaktif lebih tinggi dibandingkan indeks massa tubuh subjek yang aktif. Sehingga, menyebabkan kebugaran subjek inaktif lebih rendah dibandingkan dengan subjek yang aktif (Anam dkk., 2010).Sementara, hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa indeks massa tubuh sangat terkait dengan persentase lemak tubuh (p = 0,01). Diketahui terdapat hubungan positif yang kuat dan signifikan antara kebugaran dan indeks massa tubuh pada anak- anak underweight dan perempuan overweight dengan skor kebugaran tinggi.
Intervensi yang dapat dilakukan pada mahasiswa Pogram Studi Kesehatan Masyarakat untuk peningkatan kebugaran adalah senam aerobik low impact yang dilakukan 3 kali dalam seminggu selama dua bulan. Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Galih (2012) bahwa terdapat pengaruh dari latihan senam aerobik low impact yang dilakukan 3 kali seminggu selama 2 bulan pada remaja putri obesitas terhadap penurunan berat badan sebesar 66,78%dan peningkatan kebugaran pada remaja tersebut (Galih Tri Utomo dkk., 2012).
b. Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran
Persen lemak tubuh juga merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam penilaian status gizi seseorang. Diketahui kehilangan timbunan lemak tubuh akan meningkatkan efisiensi biomekanik. Keseimbangan antara IMT dan persentase lemak tubuh harus terus dijaga karena status IMT dan persentase lemak tubuh merupakan dua hal yang saling mempengaruhi pada risiko penyakit degeneratif akibat penambahan berat badan yang berhubungan
dengan peningkatan proporsi lemak tubuh (Hapsari dkk., 2007). Penurunan kebugaran juga dipengaruhi oleh persen lemak tubuh. Persen lemak tubuh seseorang bergantung dari aktivitas fisik, pola konsumsi dan genetiknya.
Perempuan cenderung memiliki kebugaran yang lebih rendah dibandingkan laki-laki karena persen lemak tubuh perempuan lebih besar dibanding laki- laki(Sharkey J. Brian, 2013).
Dalam penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antar persen lemak tubuh dengan karena jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hasil statistik menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki persen lemak tubuh yang lebih. Dalam pengukuran kebugaran cardiorespiratory ini, menggunakan kemampuan sistem sirkulasi dan respirasi paru dalam menyediakan cadangan oksigen selama aktivitas dengan melibatkan kelompok besar otot (Nieman, 2001). Sementara, semakin besar persen lemak dalam tubuh, semakin rendah komposisi otot dalam tubuh dan mempengaruhi kebugarannya.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pribris, dkk (2010) pada mahasiswa Andrew University. Hasil study cohort yang dilakukan sejak tahun 1996-2008 pada 5101 mahasiswa di Andrew University menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan linier yang signifikan antara persen lemak tubuh dan tahun baik pada laki-laki maupun pada perempuan serta terdapat hubungan tidak langsung yang signifikan antara VO2maks dengan persen lemak tubuh mahasiswa (Pribis dkk., 2010). Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Macmurray dan Ondrak (2008) yang menyatakan bahwa tingkat kebugaran juga dipengaruhi oleh massa otot dan massa lemak (Ira WolinskydanJudy A. Driskell, 2006). Penelitian lainnya juga
menyatakan hal yang sama bahwa remaja yang memiliki tingkat daya tahan paru-paru dan jantung yang tinggi secara signifikan memiliki total simpanan lemak tubuh yang rendah (Jonatan R Ruiz dkk., 2006).
Lain halnya dengan penelitian Hermanto (2012) diketahui bahwa sebagian besar wanita vegetarian memiliki tingkat kebugaran sangat kurang. Namun, IMT dan persentase lemak tubuh dalam kategori normal. Sehingga hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara persen lemak tubuh dengan kebugaran jasmani. Pola makan menghindari bahan makanan hewani diduga menjadi penyebab IMT dan persentase lemak tubuh subjek sebagian besar berada dalam kategori normal. Pola konsumsi vegetarian yang lebih banyak mengonsumsi serat, sedikit asam lemak jenuh kalori menyebabkan akumulasi lemak tubuh sedikit.
Intervensi yang dapat dilakukan pada mahasiswa Pogram Studi Kesehatan Masyarakat untuk peningkatan kebugaran adalah senam aerobik low impact yang dilakukan 3 kali dalam seminggu selama dua bulan. Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Galih (2012) bahwa terdapat pengaruh dari latihan senam aerobik low impact yang dilakukan 3 kali seminggu selama 2 bulan pada remaja putri obesitas terhadap penurunan persen lemak tubuh sebesar 86,42% dan peningkatan kebugaran pada remaja tersebut (Galih Tri Utomo dkk., 2012).