• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akuntansi atas Penilaian Kembali Aset Tetap

2.6. Revaluasi Aset Tetap

2.6.5. Akuntansi atas Penilaian Kembali Aset Tetap

Dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) paragraf 29 disebutkan bahwa standar akuntansi keuangan menganut prinsip penilaian aset berdasarkan harga perolehan (historical cost) atau harga pertukaran (exchange cost). Setiap entitas mempunyai 2 pilihan pencatatan akuntansi untuk pengukuran aset tetap setelah pengukuran awal, yaitu:

(1) Model biaya historis atau (2) Model revaluasi. Sedangkan PSAK yang lama tidak memperbolehkan penggunaan model revaluasi dalam pengkuran aset yang dinyatakan sebagai berikut:

“Penilaian kembali atau revaluasi aktiva tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Keuangan menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah.Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan di dalam penyajian aktiva tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai buku (nilai tercatat) aktiva tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama “Selisih penilaian kembali aktiva tetap.”

Pengukuran aset tetap selain dilakukan pada awal perolehan juga dilakukan pada periode setelah aset tetap tersebut diperoleh. Di dalam PSAK 16 (Revisi 2007) terdapat perubahan yang signifikan mengenai perlakuan akuntansi aset tetap terutama tentang pengukuran nilai aset tetap setelah perolehan. PSAK 16 (Revisi 2007) mengakui adanya dua metode dalam perlakuan akuntansi aset tetap tersebut. Kedua metode itu adalah:

1. Metode Biaya Historis ( PSAK Tahun 1994 dan PSAK Revisi 2007 )

Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, aset tetap tersebut dicatat pada harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset.

2. Metode Revaluasian ( PSAK Revisi 2007 )

Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi atas aset tetap harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.

Pengakuan terhadap kenaikan atau penurunan nilai akibat revaluasi dilakukan langsung pada kenaikan atau penurunan akibat revaluasi, kecuali jika revaluasi dilakukan pada tahun-tahun berikutnya. Apabila revaluasi dilakukan untuk yang kedua kali dan seterusnya, terdapat perlakuan yang berbeda. Perbedaan tersebut adalah:

• Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut langsung dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun kenaikan tersebut harus diakui di dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah dilakukan sebelumnya dalam laporan laba rugi.

Aset setelah revaluasi xxx

• Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam laporan laba rugi. Namun penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebit ke dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut

Selisih Revaluasi xxx

Rugi ditahan xxx

PPh Final xxx

Laba revaluasi setelah PPh xxx

Menurut Kieso, Weygandt, Warfield (2011:589) mengenai prosedur akuntansi revaluasi. Aturan umum untuk akuntansi revaluasi adalah sebagai berikut:

1. Ketika perusahaan melakukan penilaian kembali aset jangka panjang berada diatas nilai historis, pencatatan Unrealized Gain dapat meningkatkan Other Comprehensive Income dan Accumulated Other Comprehensive Income.

2. Jika perusahaan mengalami kerugian atas penurunan ( penurunan dibawah nilai historis), kerugian tersebut mengurangi pendapatan dan laba ditahan. Dengan demikian laba atas revaluasi meningkatkan modal bukan pendapatan bersih, sedangkan kerugian mengurangi pendapatan dan laba ditahan.

3. Jika revaluasi meningkat dapat membalikkan penurunan yang sebelumnya dilaporkan sebagai kerugian atas penurunan (Impairment Loss), perusahaan meng-kredit peningkatan revaluasi ke pendapatan menggunakan akun Recovery of Impairment Loss sampai dengan jumlah kerugian sebelumnya. setiap peningkatan penilaian tambahan di atas biaya historis meningkatkan pendapatan komprehensif lain dan dikreditkan Unrealized Gain on Revaluation.

4. Jika penurunan revaluasi membalikkan peningkatan yang dilaporkan sebagai laba yang belum direalisasi (unrealized gain), perusahaan pertama mengurangi pendapatan komprehensif lainnya dengan menghilangkan keuntungan yang belum direalisasi (unrealized gain). Setiap penurunan penilaian tambahan mengurangi laba bersih dan dilaporkan sebagai kerugian atas penurunan (loss on impairment).

Untuk memperjelas bagaimana prosedur revaluasi atas tanah dan aset yang disusutkan dapat di ilustrasikan sebagai berikut:

Tanah (Land)

2010: Valuation Increase

Sebuah perusahaan Samsung membeli tanah pada 1 Januari 2010 dengan harga Rp.

400.000. Samsung melekukan penilaian tanah yang dilakukan oleh perusahaan penilai (appraisal company) menyatakan bahwa nilai wajar tanah pada tanggal 31 Desember 2010 sebesar Rp. 520.000. untuk mencatat nilai wajar tanah tersebut adalah sebagai berikut.

Tanah Rp. 120.000

Laba Revaluasi yang belum direalisasi Rp. 120.000

Kenaikan atas nilai wajar Rp. 120.000 dicatat dalam other comprehensive income (OCI).

2011: Decrease Below Historical Cost

Pada tanggal 31 Desember nilai wajar (fair value) tanah tersebut sebesar Rp. 380.000.

dalam kasus ini nilai wajar berada dibawah nilai historisnya. Sehingga perusahaan mendebitkan laba revaluasi yang belum direalisasi pada tahun sebelumnya sebesar Rp.

20.000 (Rp 400.000 – Rp. 380.000). Jurnal untuk mencatat penurunan nilai wajar tanah adalah sebagai berikut.

Laba Revaluasi yang belum direalisasi Rp. 120.000 Kerugian atas penurunan nilai Rp. 20.000

Tanah Rp. 140.000

Laba revaluasi yang belum direalisai (Unrealized Gain on Revaluation) yang telah di eleminasi mengurangi other comprehensive income sebesar Rp. 120.000 dan juga menimbulkan kerugian sebesar Rp. 20.000 yang mengurangi net income dan retained earnings.

2012: recovery of impairment loss

Pada 31 Desember 2012 nilai tanah meningkat Rp. 415.000, mengalami peningkatan Rp.

35.000 (Rp 415.000 – Rp. 380.000) kerugian atas penurunan nilai di kembalikan dan sisa dari peningkatan tersebut dicatat dalam other comprehensive income. Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

Tanah Rp. 35.000

Laba Revaluasi yang belum direalisasi Rp. 15.000 Pembetulan Kerugian Penurunan Nilai Rp. 20.000

Aset yang disusutkan (Depreciable Assets)

Perusahaan Samsung membeli peralatan sebesar Rp1.000.000 pada tanggal 3 januari 2010. Peralatan tersebut memiliki umur masa manfaat 5 tahun dan disusutkan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi tidak ada nilai sisa (Residual Value).

2010: Valuation increase

Samsung memilih untuk menilai kembali peralatannya terhadap nilai wajar sampai akhir masa manfaatnya. Samsung mencatat beban depresiasinya sebesar Rp 200.000 (Rp 1.000.000 ÷ 5) dan dicatat jurnal pada 31 Desember 2010 sebagai berikut.

Beban Penyusutan Rp 200.000

Akumulasi Penyusutan-Peralatan Rp 200.000

Setelah jurnal tersebut, peralatan tersebut mempunyai nilai tercatat (carrying amount) sebesar Rp 800.000 (Rp 1.000.000 – Rp 200.000). Samsung menggunakan perusahaan penilai untuk menilai nilai wajar (fair value) atas peralatan tersebut pada tanggal 31 Desember 2010 adalah sebesar Rp 950.000. untuk mencatat peralatan dengan nilai wajar tersebut adalah sebagai berikut.

1. Mengurangi/menurunkan akumulasi penyusutan hingga nol

2. Mengurangi/menurunkan nilai peralatan sebesar Rp 50.000 kemudian dilaporkan dalam nilai wajar Rp 950.000

3. Dicatat sebagai Unrealized Gain on Revaluation-Equipment untuk selisih antara fair value dan carrying amount atas peralatan tersebut sebesar Rp 150.000 (Rp 950.000 – Rp 800.000). jurnal yang dicatat pada 31 Desember 2010 atas revaluasi ini adalah sebagai berikut.

Akumulasi penyusutan Rp 200.000

Peralatan Rp 50.000

2011: Decrease below Historical Cost

Asumsi tidak ada perubahan pada umur masa manfaat dari peralatan tersebut. Beban penyusutan Samsung pada tahun 2011 sebesar Rp 237.000 (Rp 950.000 ÷ 4) dan jurnal yang dicatat pada tanggal 31 Desember 2011 atas beban penyusutan tersebut adalah sebagai berikut.

Beban Penyusutan Rp 237.000

Akumulasi Penyusutan-Peralatan Rp 237.000

Karena terdapat perbedaan selisih antara nilai penyusutan sebelumnya Rp 200.000 (Rp 1.000.000 ÷ 5) dengan nilai wajar sekarang Rp 237.500, sebesar Rp 37.500 yang akan di transfer dari AOCI (Accumulated other comprehensive income) ke Laba di tahan (Retained earnings). Jurnal yang dicatat adalah sebagai berikut.

Akumulasi Penyusutan Rp 37.500

Laba di Tahan (R/E) Rp 37.500

Sebelum dilakukannya revaluasi tahun 2011, nilai yang tercatat adalah:

Nilai wajar atas peralatan Samsung oleh perusahaan penilai (Appraisal Company) sebesar Rp 570.000. untuk mencatat peralatan dengan nilai wajar adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi/menurunkan Akumulasi Penyusutan-Peralatan dari Rp 237.500 hingga nol

2. Mengurangi/menurunkan nilai Peralatan sebesar Rp 380.000 (Rp 950.000 – Rp 570.000)

Peralatan Rp 950.000

Dikurangi: Akumulasi Penyusutan 237.500 Nilai tercatat/kini Rp 712.500

AOCI Rp 112.500 (Rp 150.000 – Rp 37.500)

3. Mengurangi/menurunkan The Unrealized Gain on Revaluation-Equipment sebesar Rp 112.500 untuk mengurangi Unrealzed gain revaluation di tahun sebelumnya.

4. Mencatat rugi atas penurunan nilai (loss on impairment) sebesar Rp 30.000 Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

Akumulasi Penyusutan Rp 237.500

Kerugian atas Penurunan nilai 30.000 Laba revaluasi yang belum direalisasi 112.500

Peralatan Rp 380.000

2012: Recovery of Impairment Loss

asumsi tidak ada perubahan masa manfaat dari peralatan tersebut. Beban penyusutan Samsung pada tahun 2012 sebesar Rp 190.000 (Rp 570.000 ÷ 3) dan jurnal yang dicatat pada tanggal 31 Desember 2012 atas beban penyusutan tersebut adalah sebagai berikut.

Beban Penyusutan Rp 190.000

Akumulasi Penyusutan-Peralatan Rp 190.000

Karena terdapat perbedaan selisih antara nilai penyusutan sebelumnya Rp 200.000 (Rp 1.000.000 ÷ 5) dengan nilai wajar sekarang Rp 190.000, sebesar Rp 10.000 yang akan di transfer dari AOCI (Accumulated other comprehensive income) ke Laba di tahan (Retained earnings). Jurnal yang dicatat adalah sebagai berikut.

Akumulasi Penyusutan Rp 10.000

Laba di Tahan (R/E) Rp 10.000

Sebelum dilakukannya revaluasi tahun 2011, nilai yang tercatat adalah:

Nilai wajar atas peralatan Samsung oleh perusahaan penilai (Appraisal Company) sebesar Rp 450.000. untuk mencatat peralatan dengan nilai wajar adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi/menurunkan Akumulasi Penyusutan-Peralatan dari Rp 190.000 hingga nol

2. Mengurangi/menurunkan nilai Peralatan sebesar Rp 120.000 (Rp 570.000 – Rp 450.000)

3. Mencatat Unrealized Gain on Revaluation-Equipment sebesar Rp 40.000 4. Mencatat Recovery of loss on impairment sebesar Rp 30.000

Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

Akumulasi Penyusutan Rp 190.000

Laba revaluasi yang belum direalisasi Rp 40.000

Peralatan 120.000

Recovery of loss on impairment 30.000

Dokumen terkait