5.3. Pembahasan
5.3.1. Analisa Univariat
Berdasarkan tabel 5.4 hasil Analisa bivariat hubungan antara pola asuh ibu dengan perilaku makan anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 05 kelurahan Cilangkap Kecamatan Tapos didapatkan ibu dengan pola asuh demokratis memiliki anak dengan perilaku penyuka makan sebanyak 6 anak (54,5%), dan penghindar makan 5 anak (45,5%). Ibu dengan pola asuh otoriter memiliki anak dengan perilaku makan penyuka makan 3 anak (30%), dan penghindar makan 7 anak (70%).
Ibu dengan pola asuh permisif memiliki anak dengan perilaku makan penyuka makan 8 anak (88,9%), dan penghindar makan 1 anak (11,1%). Didapatkan hasil uji statistik nilai signifikan menggunakan uji chi square dengan nilai p value = 0,035 (<0,05) artinya terdapat hubungan antara pola asuh ibu dengan perilaku makan anak usia prasekolah.
43
dan permisif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak ibu di RW 05 kelurahan Cilangkap kecamatan Tapos menggunakan pola asuh demokratis. Pada kategori pola asuh demokratis didapatkan hasil yaitu 11 ibu (36,7%).
Hasil penelitian ini sejala dengan teori (Bonavantura Nursi Nggarang, 2019) bahwa frekuensi pola asuh terbanyak didapatkan pada pola asuh demokratis. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori (Rahman, 2016) bahwa hasil yang didapatkan pada frekuensi pola asuh lebih banyak pada pola asuh demokratis. Dan hasil penelitian pada kategori pola asuh demokratis sejalan dengan teori (Ikhwan, 2017) bahwa didapatkan hasil penelitian pada distribusi frekuensi pola asuh orangtua lebih sedikit pada pola asuh demokratis.
Pola asuh demokratis biasanya anak akan mendapatkan penjelasan, diskusi, dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diterapkan. Dengan pola asuh demokratis yang diterapkan pada anak maka akan tumbuh rasa tanggung jawab untuk menunjukkan tingkah laku kemudian dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya. Anak akan mampu bertindak sesuai dengan peraturan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
kategori pola asuh otoriter sebanyak 10 ibu (33,3%) Hasil penelitian ini sejalan dengan teori (Ikhwan, 2017) bahwa hasil penelitian pada distribusi frekuensi pola asuh orangtua lebih banyak pada pola asuh otoriter. Penelitian ini juga sejalan dengan teori (Rahman, 2016) bahwa pada frekuensi pola asuh didapatkan hasil pola asuh otoriter lebih banyak kedua. Dan hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori (Bonavantura Nursi Nggarang, 2019) bahwa pada frekuensi pola asuh didapatkan pola asuh otoriter lebih banyak ketiga.
Pada pola asuh otoriter seorang ibu tidak mendorong anak untuk memutuskan suatu keputusan secara mandiri dalam tindakan mereka. Mereka hanya akan mengatakan apa yang harus anak
lakukan. Sehingga anak dapat kehilangan kesempatan belajar dalam mengendalikan perilaku mereka sendiri. Ini sebabnya pola asuh otoriter cenderung ditetapkan peraturan yang harus diikuti oleh anak dan biasanya dibarengi dengan ancaman yang akan mengurangi selera makan anak.
kategori pola asuh permisif sebanyak 9 ibu (30%). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori (Ikhwan, 2017) bahwa hasil penelitian pada distribusi frekuensi pola asuh orangtua lebih banyak kedua pada pola asuh permisif. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori (Bonavantura Nursi Nggarang, 2019) bahwa didapatkan hasil pada frekuensi pola asuh lebih banyak kedua pada pola asuh permisif. Dan peneltian ini juga sejalan dengan teori (Rahman, 2016) bahwa pada frekuensi pola asuh lebih sedikit pada pola asuh permisif.
Ibu dengan pola asuh permisif mereka tidak membimbing anak pada pola perilaku anak dan cenderung tidak memberikan hukuman. Ibu dengan pola asuh permisif juga cenderung membiarkan anak untuk mengambil keputusan sendiri. Dan anak akan dibebaskan mengambil keputusan sendiri sesuai kehendak mereka. Pola asuh permisif ini disebabkan karena anak diberikan pengawasan yang sangat longgar dan diberi kebebasan untuk berbuat sesuai dengan keinginan mereka maka perilaku yang mereka lakukan akan sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
Faktor yang mempengaruhi pola asuh menurut Edward dalam Herlina (Edward, 2013) yang pertama yaitu tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalaman sangat berharga dalam mengasuh anak. Yang kedua lingkungan, budaya, stress ibu dalam menjalankan pola asuh, hubungan suami istri yang kurang harmonis, aktivitas ibu yang sangat mempengaruhi hubungan dengan anggota keluarga termasuk anak. Yang terakhir faktor usia karena terlalu muda ataupun tua menyebabkan tidak dapat menjalankan peran secara optimal.
45
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa ibu di RW 05 kelurahan Cilangkap kecamatan Tapos lebih banyak menerapkan pola asuh demokratis dibandingkan pola asuh otoriter, dan permisif.
Pola asuh demokratis sangatlah penting untuk diterapkan bagi anak, karena pola asuh ini menggunakan hukuman dan penghargaan, sehingga membantu anak mengerti tentang perilaku yang harus diterapkan.
5.3.1.2. Gambaran Perilaku Makan Anak
Berdasarkan hasil Analisa univariat perilaku makan anak, terdapat 2 bagian kategori pada Tabel 5.3 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak anak di RW 05 kelurahan Cilangkap kecamatan Tapos berperilaku makan penyuka makan yaitu 17 anak (56,7%). Sedangkan anak dengan perilaku menghindar makan sebanyak 13 anak (43,3%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori (Baiq Miftah Pathiyah, 2018) bahwa perilaku makan baik lebih banyak ditemukan dari pada perilaku makan yang buruk. Perilaku makan merupakan kebiasaan yang berkaitan dengan mengkonsumsi makanan yang mencakup jenis makanan, jumlah, frekuensi yang dipengaruhi oleh ketersediaan pangan dan keadaan ekonomi, distribusi makanan dalam keluarga, cara memilih makanan, dan kebiasaan keluarga dalam menerapkan perilaku makan. Penelitian ini juga sejalan dengan teori (Noor Maziyati Nida, 2021) bahwa sebagian besar anak dengan perilaku penyuka makan, tetapi penghindar makan memiliki frekuensi lebih kecil. Hal ini dapat menjadi perhatian orang tua ketika berdampak pada kesehatan dan status gizi anak mereka.
Pada anak perilaku penghindar makan pada penelitian ini sejalan dengan teori (Marks, 2020) perilaku penghindar makan terkadang menggunakan beberapa bumbu untuk makanan dalam jumlah berlebihan yang mereka anggap bermanfaat dalam hal penurunan berat badan. Cairan dalam jumlah besar dapat membantu menekan rasa lapar dan bukan hal yang aneh bagi seseorang dengan
gangguan makan untuk banyak susu dengan kadar lemak yang rendah atau air jika mereka menganggap ini membantu dalam menghindari penambahan berat badan.
Perilaku penyuka makan pada penelitian ini sejalan dengan teori (Marks, 2020) bahwa awal anak yang penyuka makan adalah memiliki rasa lapar. Kelaparan adalah pemicu terkuat untuk makan berlebihan dan penyuka makan biasanya melewatkan sarapan dan makan siang dan kemudian makan berlebihan di malam hari sebagai respons terhadap sinyal lapar tubuh.
Faktor yang mempengaruhi perilaku makan anak dari (De Cosmi et al., 2017) yaitu, pertama faktor anak terdiri dari jenis kelamin, berat lahir, temperamen, gaya makan awal, pengalaman rasa awal, makanan pendamping, pembelajaran berdasarkan pengalaman, status kesehatan dan BMI, kemampuan pengaturan diri awal, kecenderungan biologis. Kedua faktor makanan terdiri dari kepadatan energi, palatabilitas, rasa, warna. Ketiga faktor komunitas, demografi, status sosial ekonomi; status ekonomi, pendapatan orang tua, etnis, pendidikan sosial budaya, paparan media, menonton TV sambil makan, lingkungan tetangga, aksesibilitas rekreasi, fasilitas, program makan siang sekolah.
Keempat faktor orang tua dan keluarga ; jenis kelamin, IMT, kepuasan tubuh, pendidikan, pengetahuan gizi, preferensi makanan dan asupan makanan, aktivitas fisik-gaya hidup, modeling, praktik pemberian makan, kontrol, gaya pengasuhan, persepsi kesehatan anak, sikap positif, persepsi tanggung jawab untuk pemberian makan anak , ukuran porsi, aksesibilitas makanan sehat, lokasi makan, suhu dan pencahayaan lingkungan, waktu konsumsi, suara ambien, interaksi teman dan saudara, struktur keluarga, frekuensi makan bersama keluarga, struktur makan. Kelima faktor kecenderungan yaitu genetic.
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa anak usia prasekolah di RW 05 kelurahan Cilangkap kecamatan Tapos lebih
47
banyak menerapkan perilaku penyuka makan dibandingkan penghindar makan. Perilaku penyuka makan bukan suatu hal yang baik jika dilakukan secara berlebihan, karena akan berpengaruh terhadap kenaikan berat badan, status Kesehatan dan status gizi pada anak. Maka penting bagi ibu untuk mengawasi perilaku makan anak.