• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Analisis Data

Seluruh data yang berhasil penulis kumpulkan nantinya akan dituangkan dengan metode deskriptif kualitatif. Metode ini dimaksudkan agar penulis dapat menjelaskan dan menggambarkan permasalahan yang sedang diteliti dengan menyeluruh dengan hasil pengelolaan data yang diperoleh, setelah itu akan penulis lengkapi dengan analisis pribadi untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti.

37

Pembunuhan merupakan tindak kejahatan yang merupakan kategori Extra Ordinary Crime, dimana akibat dari perbuatan itu dapat menghilangkan nyawa seseorang. Hal tersebut karenanya menimbulkan keresahan dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, selalu di upayakan penanggulangan khusus untuk meminimalkan aksi tersebut. Kendati pada kenyataanya sangat sulit untuk memberantasnya secara tuntas karena pada dasarnya tindak pembunuhan akan senantiasa berkembang pula seiring dengan perkembangan masyarakat.

Kasus yang penulis teliti ini merupakan kasus pembunuhan yang dilakukan seorang mahasiswi terhadap seorang Selegram bernama Aisyah Alfika.

Pada keterangan Kapolsek Panakkukang menguraikan tingkat kriminal yang semakin massif dalam lingkungan sosial, baik itu kriminal biasa sampai pada kriminal luar biasa dengan berbagai bentuk yang beragam, tidak hanya terbatas pada lingkaran masyarakat biasa namun juga kerap di lakukan oleh para pelajar dan tokoh intelektual, upaya maksimal aparat penegak hukum dalam hal meminimalkan angka kejahatan di lakukan, namun hal itu justru semakin meningkatkan value kejahatan itu, dengan motif yang berbeda, menurut penuturan dari Polsek Panakukkang Briptu Salim bahwa dari sekian banyak terjadinya peristiwa pidana yang dilakukan mayoritas adalah tokoh pelajar dan mahasiswa,mulai dari kasus penganiayaan, pemerkosaan, perjudian dan narkoba, sampai pada pembunuhan.

Sebelum membahas tentang aspek Victimologis, penulis akan jelaskan terlebih dahulu posisi kasus, berdasarkan analisa dari keterangan penyidik, pengakuan dari saksi terkait di lokasi kejadian,serta analisis penulis sendiri, yaitu sebagai berikut27:

1. Identitas Pelaku

a. Nama : Aisyah Alfika b. Tempat Lahir : Makassar c. Umur atau : 19 Tahun d. Jenis kelamin : Perempuan e. Kebangsaan : Indonesia

f. Tempat Tinggal : Kompleks perumahan BTP Makassar g. Provinsi : Sulawesi Selatan

h. Agama : Islam

i. Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswi

A. Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pembunuhan Terhadap Selegram di Kota Makassar

Kasus pembunuhan ini terjadi pada seorang Selegram dan menjadi topik utama dalam masyarakat dimana korbannya cukup terkenal bernama Ari Pratama, berprofesi sebagai seorang Selegram di kota Makassar serta memperoleh banyak follower, berusia kurang lebih 21 tahun sebagai korban pembunuhan atas perbuatan pelaku bernama Aisyah Alfika yang merupakan seorang mahasiswi di

27 Wawancara dengan Briptu Salim dkk, tanggal 14 September 2021 di Kantor Polsek Panakukkang Makassar.

salah satu Universitas Negeri di kota Makassar Sulawesi Selatan, berusia kurang lebih 20 tahun dalam hal ini sebagai pelaku.

Awalnya Aisyah Alfika mengenal Ari Pratama lewat media sosial, yang pada saat itu beberapa tampilan video Ari Pratama berisi konten-konten mukbang, videonya itu cukup banyak viewersnya hingga satu juta, dari situ akun instagram Ari Pratama semakin berkembang, salah seorang yang sangat menggemari beberapa konten Ari tersebut adalah seorang wanita yang berstatus mahasiswi di salah satu Universitas Negeri Kota Makassar bernama Aisyah Alfika. Aisyah sendiri mengaku sejak awal komentar-komentarnya di akun milik Ari Pratama kerap mendapat respon baik, mulai dari komentar publik sampai pada komentar privat dimana di dalam isi obrolan itu hanya mereka berdua, jadi pembicaraanpun semakin dalam dan intim. Hingga keduanya berencana untuk ketemu secara langsung, berdasarkan hasil interogasi polsek Panakukkang, bahwa pelaku memang memiliki rasa suka terhadap korban, hanya saja rasa itu tidak berani di ungkapkan pelaku hingga dalam waktu yang cukup lama, di lain sisi pelaku tersebut menunggu tuturan perasaan yang sama dari korban atas lamanya proses perkenalanan mereka, pelaku juga meminta kejelasan hubungan keduanya, di karenakan dorongan rasa suka dari pelaku, dirinya kerap di ajak korban untuk melakukan hubungan badan tanpa ada penolakan dari pelaku tersebut, status keduanya menurut penyidik Polsek Panakukkang Briptu Salim hanya sekedar TTM (Teman Tapi Mesra), hal itu diketahuinya berdasarkan pengakuan pelaku usai di interogasi di kantor polsek Panakukkang beberapa saat dibawa dari lokasi kejadian, bahwa pelaku tidak terima atas perlakuan korban terhadap dirinya,

lantaran hubungan yang dijalani bukan sebagai teman, melainkan kekasih, dari perlakuan korban kepada pelaku tersebut kemudian pelaku menganggapnya ada keseriusan korban dan berencana untuk menikahi pelaku setelah semua pekerjaannya selesai. Namun beberapa waktu kemudian jawaban korban di tunggu oleh pelaku justru tidak sesuai yang diharapkan.

Dilanjutkan lagi pengakuan pelaku bahwa dirinya dibuat nyaman oleh pelaku, setiap kali kami ketemu dan berkomunikasi korban kerap memberikan sesuatu dan meninggalkan kemesraan. Dan hal itu yang menambah kemesraan keduanya, hingga beberapa saat hubungan mereka semakin intim bahkan pengakuan pelaku, mereka sering melakukan hubungan luar nikah layaknya suami istri. Atas dasar itu si pelaku mempertanyakan keseriusan korban dan bentuk komitmennya menjalin hubungan ini sampai pada jenjang pelaminan abadi bernama pernikahan, tetapi si korban tidak pernah menuturkan kalimat kepastian cinta dan harapan, hal ini yang pada akhirnya membuat pelaku sakit hati dan merasa seolah-olah hubungan ini hanya sebatas permainan sandiwara atau memang sengaja dipermainkan hanya untuk memenuhi keinginan korban dan mengikuti kehendak hawa nafsunya terhadap pelaku.

Menurut keterangan pelaku, akibat dari hubungan gelap itu menjadi sebab hamilnya pelaku selama lima bulan, pelaku meminta bentuk komitmen serta pertanggung jawaban dari perbuatan korban, namun jawaban menohok dari korban ini benar-benar menghancurkan perasaan pelaku. Sehingga pada jumat dini hari tangga l 5 Maret 2021 nyawa Ari Pratama tak tertolong usai di tikam Aisyah Alfika di Wisma Topaz Panakukkang Makassar.

Sebelumnya rencana jahat si pelaku ini sudah dua kali untuk mencoba menghabisi nyawa korban, tetapi rencana pertama gagal di lakukan hingga kedua kalinya berhasil. 28 Sementara pengakuan dari beberapa pihak keluarga pelaku bahwa pelaku tersebut menderita penyakit mental sejak dirinya masih duduk di bangku SMP, dari keterangan pihak kepolisian yang didapat dari keluarga pelaku, bahwa tidak hanya teman-temannya yang merasa aneh pada perilaku pelaku, keluarganyapun pernah merencanakan untuk membawa pelaku tersebut ke ahli psikologis, hanya saja belum pernah terwujud, bahkan pelaku pernah di ruqyah empat kali.

Pasca kejadian di Wisma, korban sempat keluar dari dalam kamar dengan keadaan telanjang sambil kedua tangannya menutupi kemaluan dan beberapa bagian tubuh akibat penikaman dari pelaku, menurut penuturan resepsionis Wisma bahwa korban sempat berteriak dan meminta pertolongan, namun seiring banyaknya darah yang keluar korban akhirnya tumbang kemudian resepsionis mengetahui kejadian tersebut langsung ambil tindakan intensif, polsek Panakukkang dan ambulance Bhayangkara segera di hubungi. Sementara pelaku berusaha menyelamatkan diri dengan memasuki salah satu kamar kosong disebelah kamar penginapannya bersama korban, dari dalam kamar itulah pelaku di sergap oleh pihak kepolisian dan menemukan beberapa barang bukti lainnya seperti handphone milik pelaku, sebilah pisau yang disembunyikan pelaku di celah bajunya, dan motor milik korban yang terparkir di area tempat penginapan Wisma.

28 Wawancara dengan kompol Jamal Faturrahman, tanggal 4 Desember 2021

Pelaku langsung dibawa oleh beberapa personil kepolisian untuk di interogasi lebih lanjut terkait peristiwa tindak pidana pembunuhan.

Sementara korban segera di angkut dalam ambulance dan dilarikan ke rumah sakit Bhayangkara untuk memperoleh pertolongan, sayangnya nyawa korban tidak terselamatkan akibat semburan darah yang keluar sangat banyak pada waktu kejadian.

B. Peran Korban Dalam Pembunuhan Terhadap Selegram di Kota Makassar

Kanit Reskrim Polsek Panakukang Iptu Iqbal Usman mengungkapkan bahwa pelaku dari awal sudah berniat menikam korban. Hal itu lantaran pelaku membawa pisau dapur dari rumahnya29. Menurut keterangan dari pemilik penginapan Wisma sebagaimana terekam di cctv bahwa korban keluar dari dalam kamar tanpa mengenakan busana sambil menutup bekas tusukan pisau bagian dadanya dan menutup kemaluannya, korban sempat teriak memanggil petugas dalam wisma untuk memberi pertolongan, setelah menusuk korban menggunakan pisau dapur yang ia bawa. AA lalu bersembunyi di salah satu kamar kosong yang berada di Wisma Topaz. Korban sempat keluar di resepsionis untuk minta tolong kata Witnu. Resmob Polsek Panakukkang yang mengetahui kejadian itupun langsung membawa Ari Pratama ke rumah sakit Bhayangkara untuk mendapat pertolongan pertama. ― Resepsionis wisma yang melapor kepolisi. Nyawa korban tidak dapat diselamatkan , ―ucapnya‖. Aparat kepolisian langsung berhasil menangkap pelaku tanpa perlawanan sedikitpun. AA sendiri tidak sempat

29 Tribun Timur

melarikan diri dan hanya bersembunyi di salah satu kamar kosong yang berada di tempat kejadian perkara. Pelaku di amankan di kamar 106, sebut Witnu.

Sebelum bersembunyi di kamar 106 Wisma Topaz, AA terlebih dahulu menyembunyikan pisau dapur yang ia gunakan untuk menghabisi nyawa Ari Pratama di toilet kamar lainnya. Barang bukti berupa pisau ditemukan di toilet kamar yang berada disamping kamar pelaku bersembunyi, ―lanjut Witnu‖.

AA pun langsung digelandang ke markas Resmob Polsek Panakkukang untuk menjalani interogasi. Di hadapan polisi AA mengakui segala perbuatannya.

Selain mengamankan barang bukti pisau dapur yang digunakan AA untuk menusuk Ari Pratama berulang kali. Polisi juga mengamankan barang bukti lainnya. ―Ada barang bukti lainnya seperti kendaraan milik korban dan telepon genggam milik korban,‖terang Witnu‖. Sebelumnya korban hanya memanfaatkan tubuh pelaku dengan memberi harapan untuk hubungan serius, namun dalam waktu satu tahun korban belum juga memberikan jawaban kepastian, kecuali menganggapnya sebatas teman kata Aisyah Alfika pada saat interogasi oleh penyelidik, itulah sebabnya pelaku buta mata dan merencanakan akan menghabisi korban tersebut, dalam keadaan lengah usai korban berhubungan luar nikah pelaku memanfaatkan keadaan itu kemudian mewujudkan rencana jahatnya tersebut, sehingga korbanpun roboh beberapa saat setelah di tikam oleh pelaku.

Dari segi victimologisnya, bahwa perbuatan pidana pembunuhan kepada korban Ari Pratama harus diberikan hak-haknya secara hukum, dan penyidik semestinya menjamin keamanan serta kelancaran dalam proses penegakkan hukum yang dijatuhkan terhadap pelaku, kendati dalam ilmu victimologi

sebagaimana di formulasikan oleh Cecare Lambrosso bahwa kedudukan korban punya potensi menjadi pelaku juga, berdasarkan pada kronologis peristiwa dan kausalitas pada tindak pidana tersebut. Disinilah peranan penyidik mengintensifkan proses penyelidikan secara detail dan memperhatikan rangkaian tindak pidana berbasis hukum baik normatif maupun empiris. Pada hasil wawancara penulis dengan Iptu Salim pada 14 September 2021 di Polsek Panakkukang30, beliau menjelaskan bahwa pelaku pada saat kejadian sedari awal sudah punya niat membunuh dengan adanya pisau dapur yang di bawa dari rumah, oleh karena itu dengan terpenuhinya bukti permulaan yang cukup, maka pihak resepsionis di penginapan Wisma Topaz Raya di mintakan juga keterangannya serta di berikan jaminan keamanan dan perlindungan, sementara pelaku segera dibawa oleh Polsek terkait untuk di interogasi guna kepentingan proses penyelidikan lebih lanjut.

Dalam memintai keterangan tersebut menurut Kapolsek Panakukkang bahwa pelaku memiliki riwayat penyakit mental, usai dilakukan pemeriksaan ke psikiater hasilnya bahwa pelaku tersebut harus menjalani terapi psikologis hingga keadaanya kembali pulih supaya di teruskan proses hukum. Menurut penulis bahwa langkah dari pihak penyelidik ini sudah memenuhi standarisasi dan prosedur yang baik, sebab proses penanganannya berpihak pada kemampuan pelaku mempertanggung jawabkan perbuatannya secara sehat, dan oleh karena itu masa terapi yang bersangkutan selama satu tahun kurang dan lebih dengan memperhatikan keadaan pelaku tersebut. Kendati dalam beberapa literatur

30 Wawancara dengan Polsek Panakukkang Briptu Salim, tanggal 13 november 2021

victimologis, bahwa status korban berpotensi sebagai pelaku juga, maka dalam tindak pidana pembunuhan ini korban menjadi sebab adanya peristiwa pidana pembunuhan, dimana seorang pelaku merupakan seorang wanita yang telah lama berhubungan dengannya baik secara emosional maupun secara materiil, akibat dari rasa sakit hati yang mendalam, serta ketidakpuasan pelaku atas tindakan korban, maka terjadilah perbuatan jahat itu.

Ilmu Victimologi menurut peneliti adalah peristiwa pidana pada aspek perlindungan terhadap saksi dan korban, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pengertian saksi dalam literatur ilmu hukum di artikan sebagai peristiwa pidana yang dilihat,dirasakan,dan dialami sendiri oleh pihak lain pada waktu kejadian, sedangkan pengertian korban dalam UU No.13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, di definisikan sebagai orang yang mengalami penderitaan baik penderitaan secara fisik maupun mental, serta mengalami kerugian dari ekonomi dan harta benda. Pengertian pembunuhan belum didefinisikan secara eksklusif dalam ilmu hukum, namun beberapa ahli mengartikan pembunuhan sebagai perbuatan seseorang merampas nyawa orang lain atau tindakan menghilangkan nyawa orang tersebut.

Di dalam kasus tersebut berdasarkan pijakan konsep victimologi bahwa, kedudukan saksi yaitu petugas resepsionis di tempat penginapan Wisma tersebut selayaknya memperoleh perlindungan didalam memberikan keterangan terkait tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh seorang mahasiswi atas nama Aisyah alfikan, terhadap korban yang dibunuh bernama Ari Pratama seorang Selegram kota Makassar. Hal itu dilakukan karena pada umumnya proses

penegakkan hukum sering raib dan lepas dari penindakkan disebabkan oleh tidak adanya keterlibatan para saksi untuk memberikan kesaksian. Dan seorang saksi yang tidak memperoleh pendampingan serta perlindungan oleh lembaga terkait kerap mendapat intimidasi dan terror dari pihak-pihak tertentu yang berupaya mencegah proses penegakkan hukum. Inilah yang membudaya di tengah-tengah poros sosial, ada semacam phobia untuk ikut andil membantu aparat kepolisian mendapatkan bukti-bukti yang lengkap, dengan dalil mengancam keselamatan dirinya, sehingga kasus-kasus kejahatan lepas dari detektif hukum dan tujuan hukum pidana stagnan disitu akibat dari keprimitifan sosial yang takut terlibat dalam proses kelancaran aparat penegakan hukum yang baik.

Bila dirujuk pada ungkapan Benjamin Mendelsohn (1956) menyebutkan bahwa ada enam kategori korban. Pertama adalah korban yang benar-benar tidak bersalah (innocent), kedua adalah korban dengan kadar kontribusi kesalahan yang minimal (victims with minor guilt), ketiga adalah korban yang memiliki kadar kebersalahan yang sama dengan sang pelaku.Keempat adalah korban yang lebih bersalah dari pelaku (victims are more guilty than the offender); kelima adalah korban satu-satunya pihak yang bersalah (dalam kasus pelaku yang kemudian malah terbunuh sendiri) dan terakhir adalah korban imajiner (imaginary victim), alias korban yang mengaku dirinya sebagai korban, padahal ia tidak menderita apa pun. Maka kasus tindak pidana pembunuhan tersebut secara kriminologi masuk dalam kategori tipe Victims are more guilty than the offender, dalam arti korban dititikberatkan sebagai orang yang bersalah, sehingga dengan kesalahan yang diperbuat menyebabkan pelaku mengambil tindakan berlawanan dengan hukum.

Menurut hemat penulis, seyogyanya korban sedari awal tidak memanfaatkan kesempatan yang justru merugikan pelaku, pelaku tersebut tidak hanya rugi dari sisi material, bahkan rugi terhadap masa depannya, baik itu masa depan pendidikan, maupun masa depan jati diri, dimana korban seolah merendahkan martabat seorang perempuan, memperlakukan secara tidak manusiawi, tanpa ada unsur pertanggungjawaban, jadi tindakan pelaku tersebut kendati perbuatan melawan hukum, itu adalah ekspresi atas kekecewaan, rasa sakit, dan penderitaan yang pada dasarnya melebihi kenikmatan hidup atas diri korban sendiri.

Kemudian dalam hal ini peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau (LPSK) harus bertindak secara efektif guna memperoleh hak-hak saksi maupun korban. Dengan tujuan untuk mendistribusikan nilai keadilan serta martabat hukum bagi korban dimana pihak terkait yang memberikan kesaksian dapat menerangkan seluruh rangkaian tindak pidana yang terjadi. Sehingga aparat penegak hukum yaitu pihak penyelidik dapat menelusuri peristiwa kejahatan itu secara efisien, kendati menurut penulis bahwa status LPSK tersebut belum memperoleh status hukum yang kuat dan hanya diterangkan soal pembagian tugas, minimal ada kesadaran hukum konstruktif pelaksana LPSK supaya tujuan hukum itu sesuai dengan prosedur yang berlaku.

48 PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa tindak pidana pembunuhan itu didahului oleh sakit hati pelaku lantaran tidak adanya bentuk komitmen serta tanggung jawab korban didalam menjalin ikatan cinta sebagaimana yang diharapkan pelaku.

Akibatnya timbul niat dan rencana yang struktural untuk mewujudkan niat jahat itu. Sehingga pada saat korban lengah maka pelaku mengambil kesempatan untuk menghabisi nyawa korban tersebut.

2. Victimologi menganalisis peran korban atas tindak pidana, pada kasus tindak pidana pembunuhan tersebut menjelaskan bahwa korban meninggalkan harapan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan , yang membuat pelaku pelaku gelap mata kemudian mewujudkan niatnya itu.

B. Saran

Saran yang diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Saran bagi Penyidik

Penyidik adalah pengayom dan pelindung masyarakat, posisinya adalah menegakkan hukum dan meminimalkan kriminal dalam bentuk apapun, oleh karena itu dengan kinerja yang optimal ini mesti dipertahankan dan di tingkatkan untuk kedepannya, mengingat angka kejahatan kian bertambah

dan merebak di tengah kehidupan sosial, peranan penyidik harus selalu sigap siaga memberantas multivarian kejahatan tersebut.

2. LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) secara normatif belum memperoleh status yang jelas, posisinya dalam hukum hanya di interpretasikan pada pembagian tugas, kewenangannya terbatas, jadi saya berharap ada status yang jelas pada lembaga tersebut agar supaya dapat mendistribusikan fungsinya secara efektif.

50 Buku :

Achmad Ali, Menguak tabir hukum,edisi kedua, Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2015. Hal.46

Lilik Mulyadi. 2007, Hukum Acara Pidana, (Jakarta:Citra Adytia Bakti,), hlm.

20.

Bambang Waluyo, S.H.,M.H. 2019. Victimologi. Jakarta : SINAR GRAFIKA Abdussalam. 2010. Victimology. Jakarta: PTIK

ASPEHUPIKI. 2008, Perkembangan Hukum Pidana dalam Era Globalisasi, Hasil Seminar dan Kongres II Asosiasi Pengajara Hukum Pidana dam Kriminology Indonesia. Bandung,

Atmasasmita, Romli. 1992. Masalah Santunan terhadap Korban Tindak Pidana.

Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Naional Departemen Kehakiman.

Santoso, Topo, dan Eva Achjani Zulfa. 2006. Kriminologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Artikel Skripsi

Sarista Nathalia Tuagge

Bambang Waluyo. 2010, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta:

Prenada Media Group.

P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang. 2012 , Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa Tubuh dan Kesehatan, Jakarta, Sinar Grafika, ,hlm.1 Frank E. Hagan. 2013. Pengantar Kriminologi TEORI,METODE, DAN

PERILAKU KRIMINAL. Jakarta: Prenadamedia Grop

_________________2013, Hoofdsom der Psychiatrie Jakarta, Sinar Grafika, ,hlm.303

Kuiper, P.C. 1973, Psikoanalysis, Actuel of verouderd,Deventer,

Lemert, Edwin M. 1951, Social Pathology, New York – Toronto – London Linton,R, 1945.The cultural background of personality,

Maine, Harold. 1947, If a man be mad, New York,

Martindale, Don, Social Life and Cultural Change,Toronto – New York – London, 1962.

Mowrer, E.A., 1942. Disorganization, personal, and Social, Queen, S. And J. Grueener, 1940.Social Pathology.

Arief Barda Nawawi. 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakkan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Adytia Bakti, Bandung, , h.54.

Sumber Lainnya :

―Kota Makassar Dalam Angka 2019‖.2019-08-16. Diakses tanggal 2019-10-24 ―Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten Kota dan Agama yang Dianut di Provinsi

Sulawesi Selatan‖.

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://law.ui.ac.id/v 3/siti-aisyah-pelaku-atau-korban-heru-susetyo--

sindo/&ved=2ahUKEwiV0ft-

7PjzAhVfgUsFHd0IC9UQFnoECAQQBQ&usg=AOvVaw3iWKANIVWTt VSbIIUiGCKo

www.sulsel.bps..go.id. Diakses tanggal 26 Februari 2020

http://en.wikipedia.org/wiki/instagram), di akses 8 Desember 2017pukul 09.40 Mal Thes Zumara, Fungsi LPSK dalam Kasus Pelanggaran HAM Dikaitkan

Dengan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Repository UNAND, Di Akses dari

http://repository.unand.ac.id/17037/1/FUNGSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.pdf,pada tanggal 30 September 2012,pukul 18.00 Tautan Artikel Jurnal 8.1 Literatur Mengenai Pembunuhan Berantai.

Tautan Audio 8.1 Simak Diskusi tentang Pembunuh-Pembunuh Berantai Masa Lalu dan Masa Kini.

1 https://youtu.be/LZ5cRKmkAG4

(https:tribatanews.polresmagetan.com/2017/09/21/kapolsek-magetan-bersama- anggota-dan-diback-up-dari-koramil-magetan—melaksanakan-razia-obat- terlarang-dan-miras-dalam-operasi-sikat-semeru-2017/)

Dewi Rahmawati.2016. Pemilihan dan Pemanfaatan Instagram sebagai Media Komunikasi Pemasaran Online. Universitas Negeri Sunan KalijagaYogyakarta. Hal,31 11Ibid

Fadli Harisa Ramadhan.2017.Pemanfaatan Media Sosial Instagram Mr.Creampuff Sebagai Promosi Dalam Meningkatkan Penjualan.

Universitas Riau. Hal.713Ibid.

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/22912/BAB%20ll.pdf?se quence=6danisAllowed=y

http://www.instagram.com/joyagh/?hl=id) Ibid.

Barda Nawawi Arif, Kapita selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-3, Jakarta, hlm 77-78

Tribun Timur

Dokumen terkait