• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Deskriptif Variabel Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.3 Analisis Data

4.3.1 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian

48

Berdasarkan tabel 4.3 inflasi terendah pada Kabupaten Maros dan Kota Makassar pada tahun 2012 sebesar 0,6 persen, sedangkan laju inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2017 yaitu sebesar 3,37 persen. Hal tersebut merupakan masalah cukup serius yang harus dihadapi Kabupaten Maros dan Kota Makassar karena tidak dapat menjaga kestabilan dalam sisi moneter. Laju inflasi Kabupaten Maros dan Kota Makassar masih tergolong ringgan karena masih dibahwa angka 10 persen. Kenaikan harga-harga barang tidak dirasakan oleh masyarakat sehingga kesejateraan masyarakat tidak akan terpengaruh tetap mampu membeli barang-barang kebutuhan dan tingkat kemiskinan dapat turun.

Berdasarakan output hasil olah data di atas, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa dari 8 data yang ada, variabel IPM mempunyai nilai minimum sebesar 64,07 dan nilai maksimum sebesar 68,42. Nilai rata-rata atau mean sebesar 66,3175 dan standar deviasi sebesar 1,46033. Nilai mean/rata-rata lebih besar dari standar deviasi yaitu 66,3175 > 1,46033 menandakan bahwa sebaran nilai IPM baik.

b. Inflasi

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa dari 8 data yang ada, variabel Inflasi mempunyai nilai minimum sebesar 0,60 dan nilai maksimum sebesar 3,37. Nilai rata-rata atau mean sebesar 2,3963 dan standar deviasi sebesar 1,14976. Nilai mean/rata-rata lebih besar dari standar deviasi yaitu 2,3963 > 1,14976 menandakan bahwa sebaran nilai Inflasi adalah baik.

c. Tingkat Kemiskinan

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa dari 8 data yang ada, variabel Tingkat Kemiskinan mempunyai nilai minimum sebesar 11,14 dan nilai maksimum sebesar 14,61. Nilai rata-rata atau mean sebesar 12,4525 dan standar deviasi sebesar 1,12546. Nilai mean/rata-rata lebih besar dari standar deviasi yaitu 12,4525 > 1,12546 menandakan bahwa sebaran nilai Tingkat Kemiskinan baik.

50

4.3.2 Hasil Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik ini dilakukan agar memperoleh model regresi yang dapat dipertanggungjawabkan. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas data, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas.

a. Uji Normalitas

Untuk menguji atau mendeteksi normalitas ini, diketahui dari tampilan normal probability plot. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Berdasarkan grafik normal probability plot seperti yang disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 3. Grafik Normal Probability Plot.

Sumber : data primer diolah 2019

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal.

b. Uji Multikolinearitas

Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan melihat VIF (Variance Inflation Factors) dan nilai tolerance. Jika VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,10 maka dinyatakan tidak terjadi korelasi sempurna antara variabel independen dan sebaliknya (Ghozali, 2006). Hasil Uji multikolinieritas dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6 Uji Multikolinieritas

Variabel bebas Toleransi VIF Keterangan

IPM (X1) 0,495 2,020 Non Multikol

Inflasi (X2) 0,495 2,020 Non Multikol Sumber : data primer diolah 2019

Berdasarkan Table 4.6 dapat diketahui bahwa angka tolerance dari variabel independen mempunyai nilai tolerance lebih dari 0,10. Sementara itu, hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama. Tidak ada satupun variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan dalam model regresi tidak terjadi multikolinieritas antara variabel independen tersebut.

52

c. Uji heteroskedastisitas.

Heterokedastisitas diuji dengan menggunakan grafik Scatterplot. Jika titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang), maka terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2003). Hasil uji heteroskedastisitas ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Grafik Scatterplot.

Sumber : data primer diolah 2019

Berdasarkan gambar tersebut tampak bahwa sebaran data tidak membentuk pola yang jelas, titik-titik data menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi.

4.3.3 Analisi Regresi Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan apabila ingin meramalkan pengaruh dua variabel atau lebih variabel bebas (X) terhadap sebuah variabel terikat (Y) atau untuk membuktikan bahwa terdapat atau tidak terdapatnya hubungan antara dua variabel atau lebih variabel bebas dengan sebuah variabel terikat. Analisis regresi linear berganda dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 4.7

Analisis Regresi Linear Ganda

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta

1 (Constant) 72.523 5.852

IPM -.918 .091 -1.191

Inflasi .326 .116 .333

a. Dependent Variable: Tingkat kemiskinan Sumber : Hasil Analisis Data 2019

Tabel 4.7 menunjukkan hasil olah data regresi atas IPM dan Inflasi sebagai variabel bebas dan Tingkat Kemiskinan sebagai variabel terikat. Hasil persamaan regresi linear berganda dari model penelitian ini yaitu :

Y = 72,523 – 0,918 X1 + 0,326X2

Berdasarkan hasil persamaan regresi linear berganda tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Konstanta bo = 72,523. Nilai konstanta 72,523 menunjukkan bahwa jika variabel independen IPM dan Inflasi konstan, maka tingkat kemiskinan sebesar Y = 72,523.

2. b1 = -0,918. Koefisien konstanta IPM = -0,918, artinya jika variabel IPM

54

(X1) ditingkatkan, maka Tingkat kemiskinan di Kabupaten Maros akan turun sebesar 0,918 dengan asumsi variabel Inflasi konstan. Tanda negatif menunjukkan hubungan yang tidak searah antara IPM dengan Tingkat Kemiskinan.

3. b2 = 0,326. Koefisien konstanta Inflasi = 0,326, artinya jika variabel Inflasi (X2) ditingkatkan, maka tingkat kemiskinan akan naik sebesar 0,326 dengan asumsi variabel IPM konstan.

4.3.4 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan secara simultan dengan menggunakan Uji koefisien determinasi dan secara simultan Uji–F serta Uji-t. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut :

1) Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk menerangkan seberapa besar pengaruh dari seluruh variabel independen IPM (X1) dan Inflasi (X2) terhadap variabel dependen Tingkat Kemiskinan (Y). Nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada Tabel 4.8

Tabel 4.8

Nilai Koefisien Determinasi (R2) Mode

l

R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 .983a .965 .952 .24784

a. Predictors: (Constant), Inflasi, IPM b. Dependent Variable: Tingkat kemiskinan Sumber: Hasil Analisis Data 2019

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa hasil pengujian determinasi (R2) adalah 0,952. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pengaruh variabel

independen yaitu IPM dan Inflasi terhadap variabel dependen yaitu Tingkat Kemiskinan di kabupaten Maros adalah sebesar 95,2 persen, sedangkan sisanya 4,8% persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

2) Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji-F)

Pengujian hipotesis secara simultan bertujuan untuk melihat pengaruh secara bersama-sama variabel independen IPM (X1) dan Inflasi (X2) terhadap variabel dependen Tingkat Kemiskinan (Y). Hasil pengujian hipotesis secara simultan dapat dilihat pada Tabel 4.9

Tabel 4.9

Hasil Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F) ANOVAa

Model Sum of

Squares

Df Mean

Square

F Sig.

1 Regression 8.559 2 4.280 69.676 .000b

Residual .307 5 .061

Total 8.867 7

a. Dependent Variable: Tingkat kemiskinan b. Predictors: (Constant), Inflasi, IPM Sumber : Hasil Analisis Data 2019

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai F hitung yang diperoleh adalah F hitung 69,676 > F tabel 5,79 dengan tingkat signifikan 0,000 yang lebih kecil dari tingkat signifikan α 0,05 atau (0,000 < α 0,05). Nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel maka disimpulkan bahwa secara bersama-sama IPM (X1) dan Inflasi (X2) berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Maros.

56

3) Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)

Pengujian secara parsial digunakan untuk melihat variabel independen dalam hal ini IPM (X1) dan Inflasi (X2) secara parsial mempengaruhi variabel dependen Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Maros. Hasil pengujian secara parsial dapat dilihat pada Tabel 4.10

Tabel 4.10

Hasil Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 72.523 5.852 12.392 .000

IPM -.918 .091 -1.191 -10.065 .000

Inflasi .326 .116 .333 2.812 .037

a. Dependent Variable: Tingkat kemiskinan Sumber : Hasil Analisis Data 2019

Untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen (X1, X2) terhadap variabel dependen (tingkat kemiskinan) secara parsial, dapat dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung > t-tabel (2,57) dan α < 0,05 sebagaimana yang terlihat pada tabel 4.10 Untuk mengetahui lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Hasil pengujian terhadap variabel IPM (X1) menunjukkan bahwa nilai nilai t-hitung -10,065 < t-tabel -2,57; dan tingkat signifikan sebesar 0,000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel IPM (X1) berpengaruh negatif signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan di kabupaten Maros.

b. Hasil pengujian terhadap variabel Inflasi (X2) menunjukkan bahwa nilai nilai t-hitung 2,812 > t-tabel 2,57; dan tingkat signifikan sebesar 0,037.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Inflasi (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten Maros.

4.4 Pembahasan

1. Pengaruh IPM terhadap Tingkat Kemiskinan

Hasil pengujian hipotesis menyimpulkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan dikabupaten Maros. Tanda negative menunjukkan adanya hubungan tidak searah antara indeks pembangunan manusia (IPM) dengan tingkat kemiskinan dikabupaten Maros. Artinya jika indeks pembangunan manusia (IPM) meningkat maka tingkat kemiskinan akan turun, demikian pula sebaliknya jika indeks pembangunan manusia (IPM) turun maka tingkat kemiskinan akan meningkat.

2. Pengaruh Inflasi Terhadap Tingkat Kemiskinan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa variabel Inflasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan dikabupaten Maros. Tanda positif menunjukkan adanya hubungan yang searah antara inflasi dengan tingkat kemiskinan di kabupaten Maros.

Artinya jika tingkat inflasi meningkat, maka tingkat kemiskinan dikabupaten Maros juga akan meningkat, demikian pula sebaliknya jika inflasi turun maka tingkat kemiskinan juga akan turun.

58 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Secara parsial Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat kemiskinan dikabupaten Maros tahun 2010 – tahun 2017

2. Secara parsial Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan dikabupaten Maros tahun 2010 – tahun 2017.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis pembahasan serta beberapa kesimpulan pada penelitian ini, adapun saran-saran yang dapat diberikan melalui hasil penelitian ini agar mendapatkan hasil yang lebih baik, yaitu:

1. Variabel IPM memiliki pengaruh negative dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, sehingga harus dapat dipertahankan dan ditingkatkan agar tingkat kemiskinan dapat lebih menurun.

2. Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menggunakan kualitas hidup manusia yang terdiri dari ukuran pendidikan,kesehatan,dan prngeluaran perkapitan riil yang di sesuaikan sektor penting terhadap penurunan jumlah tingkat kemiskinan di kabupaten maros , pemerintah perlu merancang suatu program yang berkesinambungan agar dapat

memicu naiknya nilai Indeks Pembangunan Manusia dengan mempermudah akses dan menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan dan menstabilkan stabilitas harga dimana ketiga aspek tersebut merupakan komponen penting terutama bagi kaum miskin.

3. Variabel Inflasi memiliki pengaruh positf signifikan terhadap tingkat kemiskinan, sehingga harus dapat menekan inflasi agar kemiskinan tidak meningkat

4. Masyarakat Kabupaten Maros sebaiknya mendukung setiap kebijakan yang telah direncanakan oleh Pemkab. Maros sehingga kebijakan- kebijakan yang telah dicanangkan oleh pemerintah dalam hal IPM dan Inflasi berjalan dengan efektif dan efisien.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya :

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti dengan variabel- variabel lain diluar variabel ini agar memperoleh hasil yang lebih bervariatif yang dapat menggambarkan hal-hal apa saja yang dapat berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan dikabupaten Maros.

60

DAFTAR PUSTAKA

Arysad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : UPP SYIM YKPN.

Agus Tri Basuki Nano Prawoto, Cetakan Kedua 2017, Analisis Regresi : Penerbit PT Rajagrafindo Persada, Jakarta

Ahmad Zuber, 2014 Kemiskinan Dalam Pembangunan . Jurnal Analisis Sosiologi Badan Pusat Statistik Indonesia (2016), “Indeks Pembangunan Manusia di

Indonesia tahun 2010-2015”, Badan Pusat Statistika Indonesia, Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2014 Indeks Pembangunan Manusia. Diterbitkan oleh : Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik. 2018. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2017. BPS:2018

Boediono, 2008. Ekonomi Makro Yogyakarta: BPFE

Badan Pusat Statistik. 2010. Berita Resmi Statistik Indonesia. Makassar. 2011.

Maros Dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat Statistik, Maros.

Fenti Hikmawati, 2017. Metodelogi Penelitian : Penerbit PT Rajagrafindo Persada, Jakarta

Kuncoro Mudrajad,Cetakan Kedua.Indikator ekonomi,penerbit: UPP STIM YKPN Yogyakarta

Sukmaraga, Prima (2011), “Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB Perkapita dan Jumlah Pengangguran terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah”, Skripsi Sarjana (Dipublikasikan) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang

Khairur Rizki, 2016. Pengaruh inflasi dan tingkat pengangguran terhadap pertumbuhan ekonomi Di Indonesia. Jurnal Ekonomi

Subandi. Cetakan Keempat 2016. Ekonomi Pembangunan, Penerbit:

Alpabeta.Bandung

https://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi

http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskina.http://ditpk.bappenas.go.id/

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

IPM 8 64.07 68.42 66.3175 1.46033

Inflasi 8 .60 3.37 2.3963 1.14976

Tingkat kemiskinan 8 11.14 14.61 12.4525 1.12546

Valid N (listwise) 8

REGRESSION

/MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL CHANGE /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)

/NOORIGIN /DEPENDENT Y

/METHOD=ENTER X1 X2

/SCATTERPLOT=(*SRESID ,*ZPRED)

/RESIDUALS DURBIN HISTOGRAM(ZRESID) NORMPROB(ZRESID).

Regression

Variables Entered/Removeda

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Inflasi, IPMb . Enter

a. Dependent Variable: Tingkat kemiskinan b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics R Square

Change F Change a. Predictors: (Constant), Inflasi, IPM

b. Dependent Variable: Tingkat kemiskinan

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 8.559 2 4.280 69.676 .000b

Residual .307 5 .061

Total 8.867 7

a. Dependent Variable: Tingkat kemiskinan b. Predictors: (Constant), Inflasi, IPM

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 72.523 5.852 12.392 .000

IPM -.918 .091 -1.191 -10.065 .000

Inflasi .326 .116 .333 2.812 .037

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

IPM .495 2.020

Inflasi .495 2.020

a. Dependent Variable: Tingkat kemiskinan

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimension Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions (Constant) IPM Inflasi

1 1 2.887 1.000 .00 .00 .01

2 .112 5.066 .00 .00 .50

3 .000 163.215 1.00 1.00 .49

a. Dependent Variable: Tingkat kemiskinan

Std. Predicted Value -1.458 1.781 .000 1.000 8 Standard Error of Predicted

Value

.100 .203 .148 .037 8

Adjusted Predicted Value 10.6142 14.0403 12.3928 1.06347 8

Residual -.39771 .29965 .00000 .20946 8

Std. Residual -1.605 1.209 .000 .845 8

Stud. Residual -1.753 1.602 .090 1.059 8

Deleted Residual -.47455 .56970 .05969 .34738 8

Stud. Deleted Residual -2.525 2.053 .071 1.371 8

Mahal. Distance .258 3.809 1.750 1.267 8

Cook's Distance .002 1.179 .263 .430 8

Centered Leverage Value .037 .544 .250 .181 8

a. Dependent Variable: Tingkat kemiskinan

Charts

Dokumen terkait