• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh indeks pembangunan manusia dan inflasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "pengaruh indeks pembangunan manusia dan inflasi"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN INFLASI TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN

MAROS PERIODE 2010-2017

Diajukan oleh

SILVIANA RETU DATON 4515011002

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Ekonomi

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN F A K U L T A S E K O N O M I

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2019

(2)
(3)

iii

(4)

iv

Silviana Retu Daton

Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Bosowa

ABSTRAK

SILVIANA RETU DATON.2019.Skripsi.Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Inflasi Terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten Maros dibimbing oleh Dr. Haeruddin Saleh, SE., M.Si. dan Dr. Hj. Herminawaty A, SE., M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Inflasi Terhadap Tingkat Kemiskinan di kabupaten Maros Periode Tahun 2010-2017. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan di Kabupaten Maros yaitu tahun 2010-2017.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan regresi linier berganda serta uji hipotesis menggunakan t-statistik untuk menguji keberartian pengaruh dengan tingkat signifikansi 5%. Selain itu juga dilakukan uji simultan (uji F) untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama pengaruh variable bebas terhadap variable terikat. Sedangkan uji determinasi dilakukan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel IPM berpengaruh negative signifikan terhadap variable tingkat kemiskinan di kabupaten Maros tahun 2010-2017. Variabel Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap variable tingkat kemiskinan di kabupaten Maros tahun 2010- 2017. Secara simultan Variabel IPM dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten Maros tahun 2010-2017. Berdasarkan uji determinasi variable bebas memiliki kemampuan model dalam menerangkan variasi variable dependen sebesar 95,2% sedangkan sisanya sebesar 4,8%

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

Kata Kunci : IPM, Inflasi dan Tingkat Kemiskinan

(5)

v

THE EFFECT OF HUMAN DEVELOPMENT INDEX AND INFLATION ON POVERTY LEVELS IN DISTRICT

MAROS 2010-2017 PERIOD By:

Silviana Retu Daton

Economic Development Study Program, Faculty of Economics Bosowa University

ABSTRACT

SILVIANA RETU DATON.2019.Scription. The Effect of the Human Development Index (HDI) and Inflation on the Poverty Rate of Maros Regency was guided by Dr. Haeruddin Saleh, SE., M.Si. and Dr. Hj. Herminawaty A, SE., M.Si.

This study aims to analyze the effect of the Human Development Index (HDI) and Inflation Against Poverty Rate in Maros Regency for the Period of 2010-2017. The data used in this study are secondary data in the form of financial statements in Maros Regency in 2010-2017.

The data analysis technique used is descriptive analysis and multiple linear regression and hypothesis testing using t-statistics to test the significance of the effect with a significance level of 5%. It also carried out a simultaneous test (F test) to determine the effect together the influence of independent variables on the dependent variable. While the determination test is done to measure how far the ability of the model in explaining the variation of the dependent variable.

The results of this study indicate that partially the HDI variable has a significant negative effect on the poverty level variable in Maros district in 2010- 2017. Inflation variable has a positive and significant effect on the poverty level variable in Maros district in 2010-2017. Simultaneously the HDI variable and inflation significantly influence the poverty level in Maros district in 2010-2017.

Based on the test of determination of independent variables have the ability of the model in explaining the variation of the dependent variable by 95.2% while the remaining 4.8% is influenced by other factors not included in this study.

Keywords: HDI, Inflation and Poverty Rate

(6)

vi

rahmat anugerah-Nya yang melimpah, kemurahan dan kasih setia yang besar akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini guna memenuhi salah satu persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Ekonomi (S.E) pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Bosowa Makassar, dengan mengambil judul “Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Inflasi terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Maros Periode 2010-2017”.

Untuk itu pula dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini.

1. Pertama-pertama, ucapan terima kasih penulis berikan kepada Rektor Universitas Bosowa Bapak Prof. Dr. Ir. Saleh Pallu, M.Eng.

2. Bapak Dr.H.A. Arifuddin Mane, SE., M.Si., MH selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Bosowa Makassar.

3. Ibu Dr. HJ. Herminawati Abu bakar SE, MM selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Bosowa.

4. Bapak Rafiuddin, SE., M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Bosowa.

5. Kepada Bapak Haeruddin Saleh SE, M.Si dan Ibu Dr. HJ. Herminawati Abu bakar SE, MM selaku dosen pembimbing atas waktu yang telah diluangkan untuk membimbing, memberi motivasi dan memberi bantuan pikiran dan kesabaran serta perhatiannya dengan memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini.

(7)

vii

6. Seluruh Dosen Universitas Bosowa yang telah memberikan Ilmu dan Pendidikannya kepada penulis sehingga wawasan penulis bisa bertambah.

Serta seleruh Staf Fakultas Ekonomi Universitas Bosowa, terima kasih atas bantuannya dalam pengurusan Administrasi.

7. Ayah, Ibu dan Kakak serta keluarga besar di Flores Timur yang telah memberikan seluruh kasih sayang dan senentiasa mendoakan dan membantuku dalam segala hal yang tidak dapat dijabarkan satu per-satu.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu per satu, telah memberikan dukungan dengan tulus ikhlas memberikan doa dan memotivasi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Apabila terdapat kesalahan- kesalahan dalam skripsi ini, sepenuhnya menjadi tanggungjawab peneliti dan bukan para pemberi bantuan. Kritik dan saran konstruktif yang membangun akan lebih menyempurnakan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak mendapat pahala di sisi Tuhan Yang Maha Esa, Amin.

Makassar, Agustus 2019

Penulis

(8)

viii

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEORISINALAN SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori... 10

2.1.1 Pengertian Kemiskinan ... 10

2.1.2 Indikator Kemiskinan ... 12

2.1.3 Garis Kemiskinan ... 12

2.1.4 Penyebab Kemiskinan ... 14

2.1.5 Lingkaran Kemiskinan ... 15

2.1.6 Karakteristik Penduduk Miskin... 15

2.2 Indeks Pembangunan Manusia ... 16

2.2.1 Pengertian Indeks Pembangunan Manusia... 16

2.2.2 Definisi Pembangunan Manusia ... 17

2.2.3 Komponen Indeks Pembangunan Manusia ... 18

2.2.4 Manfaat Indeks Pembangunan Manusia ... 23

2.3 Inflasi ... 23

2.3.1 Pengertian Inflasi ... 23

2.3.2 Teori Inflasi ... 25

2.3.3 Jenis Inflasi... 26

(9)

ix

2.3.4 Dampak Inflasi ... 27

2.4 Kerangka Pikir ... 30

2.5 Hipotesis ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 32

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 32

3.3 Jenis data dan Sumber Data ... 33

3.3.1 Jenis Data ... 33

3.3.2 Sumber Data ... 33

3.4 Metode Analisis ... 33

3.5 Definisi Operasional ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 41

4.1.1 Letak Geografis Kabupaten Maros ... 41

4.2 Deskriptif Data ... 44

4.2.1 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Maros ... 44

4.2.2 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Maros ... 46

4.2.3 Inflasi Kabupaten Maros ... 47

4.3 Analisis Data ... 48

4.3.1 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ... 48

4.3.2 Uji Asumsi Klasik ... 50

4.3.3 Analisis Regresi Berganda ... 53

4.3.4 Uji Hipotesis ... 54

4.4 Pembahasan ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

x

TABEL 1.1 PERSENTASE TINGKAT KEMISKINAN KABUPATEN

MAROS TAHUN 2010-2017 ... 3

TABEL 1.2 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN MAROS TAHUN 2010-2017 ... 6

TABEL 2.1 KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA ... 21

TABEL 4.1 LUAS WILAYAH KABUPATEN MAROS DIRINCI BERDASARKAN JUMLAH DESA/KELURAHAAN DI KABUPATEN MAROS ... 42

TABEL 4.2 JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN KABUPATEN MAROS TAHUN 2010-2017 ... 45

TABEL 4.3 TARGET CAPAIAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN MAROS 2010-2017 ... 46

TABEL 4.4 INFLASI KABUPATEN MAROS TAHUN 2010-2017 ... 47

TABEL 4.5 HASIL PERHITUNGAN STATISTIK DESKRIPTIF ... 48

TABEL 4.6 UJI MULTIKOLINIERITAS ... 51

TABEL 4.7 ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA ... 53

TABEL 4.8 NILAI KOEFISIEN DETERMINASI ... 54

TABEL 4.9 HASIL UJI F-STATISTIK UNTUK PENGARUH X1 X2 TERHADAP Y ... 55

TABEL 4.10 HASIL UJI T-STATISTIK UNTUK PENGARUH X1 X2 TERHADAP Y ... 56

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

GAMBAR 1 KERANGKA PIKIR PENELITIAN... 30

GAMBAR 2. PETA WILAYAH KABUPATEN MAROS ... 41

GAMBAR 3 GRAFIK NORMAL PROBALITITY PLOT ... 50

GAMBAR 4 GRAFIK SCATTERPLOT ... 52

(12)

1 1.1 Latar Belakang

Kemiskinan merupakan permasalahan umum yang terjadi di Negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Kemiskinan yang terjadi dalam suatu Negara memang perlu dilihat sebagai suatu masalah yang sangat serius, karena saat ini kemiskinan membuat banyak masyarakat Indonesia mengalami kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Indonesia adalah Negara yang tergolong masih berkembang dan kemiskinan merupakan masalah yang masih menjadi perhatian. Kondisi kemiskinan suatu Negara atau daerah juga merupakan cerminan dari tingkat kesejahteraan penduduk yang tinggal pada Negara/daerah tersebut (Christianto, 2013). Indonesia adalah Negara yang tergolong masih berkembang dan kemiskinan merupakan masalah yang masih menarik perhatian. Bappenas (2010) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi dimana seseorang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai taraf tertentu yang dianggap manusiawi.

Indonesia sebagai Negara berkembang menghadapi kemiskinan tinggi disaat terjadi krisis ekonomi di Asia. Faktor utama yang memicu kemiskinan di Indonesia adalah inflasi Indonesia yang relatief tinggi dibandingkan dengan Negara lain dan cendrung berfluktuasi. Bangsa Indonesia perlu mewaspadai kondisi kemiskinan yang terjadi saat ini. Walaupun secara statistik tahun 2012 terjadi penurunan kemiskinan menjadi 28,59 juta orang atau 11,6 persen

(13)

2

secara kualitas kemiskinan justru mengalami involusi dan cendrung semakin kronis. Badan Pusat Statistik mencatat, indeks keparahan pada Maret 2012 sebesar 0,36. Padahal, pada semptember 2012 menjadi 0,61. Kenaikan indeks ini menunjukan dua hal, yaitu semakin melebarnya kesenjangan antar penduduk miskin dan juga semakin rendahnya daya beli dari masyarakat kelompok miskin karena ketidakmampuan mereka memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sampai dengan batas pengeluaran garis kemiskinan yang hanya sebesar Rp 259.520 perbulan. (BPS, 2016).

Salah satu tujuan utama Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sejatera bebas dari belenggu kemiskinan. Hal ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 alinea keempat, mengamanatkan bahwa tugas pokok pemerintah Republik Indonesia adalah “memajukan kesejateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah dalam menyusun rencana pembangunan menjadikan penurunan tingkat kemiskinan sebagai indikator utama untuk mengukur keberhasilan pembangunan.

Berbagai kebijakan dan program-program telah dilaksanakan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Namun masih jauh dari induk permasalahan dan belum membuahkan hasil yang memuaskan.

(14)

TABEL 1.1

PERSENTASE TINGKAT KEMISKINAN KABUPATEN MAROS TAHUN 2010-2017

Tahun Garis Kemiskinan Penduduk Miskin Year Poverty Line Number Of Four People (Rupiah) Jumlah Percentage Total Persentase (1) (2) (3) (4)

2010 237.119 46.662 14.16 2011 145.437 42.440 13.17 2012 262.064 40.889 12.57 2013 278.520 43.059 12.94 2014 286.937 40.130 11.93 2015 307.717 40.08 11.85 2016 336.579 38.130 11.41 2017 332.062 38.122 11.14 Sumber :Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros 2016.

Dari tabel 1.1 terlihat bahwa upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten Maros dalam rangka menanggulangi kemiskinan memperlihatkan hasil yang cukup baik. Persentase miskin di Kabupaten Maros dalam kurun waktu delapan tahun terakhir selalu mengalami penurunan.

Di atas meperlihatkan presentase penduduk miskin di Kabupaten Maros tahun 2010-2017 menunjukan kecendrungan menurun. Berdasarkan BPS angka kemiskinan di Kabupaten Maros sekitar 12% atau sekitar 4-an

(15)

4

jiwa. Tapi berdasarkan data Bapeda berada dibahwa 10%. Tapi dilihat dari laju pertumbuhan yang riil dilapangan maka kemiskinan di Kabupaten Maros termasuk dalam kategori kemiskinan tidak absolut artinya tidak ada yang benar miskin. Permasalahan yang di uraikan di atas, tingkat kemiskinan Kabupaten Maros yang relatife masih tinggi menjadi fokus dalam penelitian ini.

Di dalam penelitian ini juga bermaksud untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Maros yaitu kualitas hidup yang mencerminkan melalui angka Indeks Pembagunan Manusia. Kualitas sumber daya manusia dapat diketahui dengan melihat indeks kualitas hidup atau indeks pembangunan manusia. Rendahnya indeks pembangunan manusia akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja seseorang. Produktivitas kerja yang rendah berdampak pada pendapatam dan mengakibatkan jumlah kemiskinan bertambah. Pembangunan sering diidentifikasikan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi infrastrukturnya yang canggih, dan cara hidup yang modern. Dilihat dari sisi ekonomi saat ini, Indonesia terus mencatatkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif. Selain itu pembangunan infrastruktur yang terus dicanangkan mempermudah arus barang dan jasa yang pada akhirnya mampu menumbuhkan investasi dan juga nilai ekspor. Namun capaian pembangunan saja tidak dapat mengambarkan kesejateraan masyarakat, terutama capaian pembangunan manusia.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2014), Indeks Pembagunan Manusia merupakan ukuran pencapaian pembangunan berbasis sejumlah

(16)

komponen dasar kualitas hidup. Dengan meningkatkannya kualitas hidup manusia maka akan meningkat, sehingga hal tersebut dapat menjadi faktor pengurang terjadinya penduduk miskin. Angka IPM mencakup tiga komponen dasar yang mengukur kualitas hidup manusia yaitu kesehatan, pendidikan, dan standar hidup yang layak di dalam masyarakat. Angka IPM yang semakin meningkat menandakan kualitas hidup manusia yang semakin tinggi yang digambarkan dengan adanya peningkatan kesehatan yang di cerminkan dari tingkat pendidikan serta peningkatan kehidupan yang layak, maka hal ini dapat pula meningkatkan pendapatan yang pada akhirnya masyarakat tersebut akan dapat keluar dari lingkungan kemiskinan. Serta mewujudkan upaya pembangunan suatu negara.

Dengan meningkatnya ekonomi maka akan meningkatkan jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian, sehingga akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan dalam masyarakat yang akan diikiuti dengan penurunan tingkat kemiskinan. Pengukuran capaian pembangunan manusia yang tercemin dalam indeks pembangunan manusia (IPM). Indikator ini mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, indeks pembangunan manusia dibangun melalui 3 (tiga) dimensi dasar, yakni umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge) dan standar hidup layak (decent standard of living).

(17)

6

(a) Derajat kesehatan dan panjangnya umur yang terbaca dari angka harapan hidup (life expecntacy rate), parameter kesehatan dengan indikator angka harapan hidup, mengukur keadaan sehat dan berumur panjang, (b) pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf dan lamanya sekolah, mengukur manusia yang cerdas, kreatif, terampil, dan bertaqwa, (c) pendapatan yang diukur dengan daya beli masyarakat (purchasing power party), parameter pendapatan dengan indikator daya beli masyarakat, mengukur manusia yang mandiri dan memiliki akses untuk layak.

TABEL 1.2

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN MAROS 2010-2017

Tahun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

(1) (2)

2010 64.07

2011 64.95

2012 65.50

2013 66.06

2014 66.65

2015 67.13

2016 67.76

2017 68.42

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros 2016.

(18)

Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Maros mengalami peningkatan dari tahun 2010 hingga 2017.

Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia setiap tahunnya menyebabkan naiknya produktivitas kerja seseorang. Produktivitas naik berdampak pada pendapatan dan mengakibatkan tingkat kemiskinan di Kabupaten Maros turun dari tahun 2010-2017. Apabila Indeks Pembangunan Manusia mengalami peningkatan dapat diduga bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat juga mengalami peningkatan. Jika kesejahteraan meningkat kemiskinan menjadi berkurang (AdiWidodo, 2011).

Masalah lainya yang terus-menerus mendapat perhatian dari pemerintahan adalah inflasi. Inflasi menjadi salah satu indikator makro ekonomi yang sangat mempengaruhi aktivitas perekonomian. Inflasi yang terlalu tinggi akan mengganggu kestabilan perekonomian dan akan menurunkan nilai mata uang yang pada akhirnya menekan daya beli masyarakat. Sebaliknya, inflasi yang terlalu rendah merupakan indikator melemahnya daya beli masyarakat yang akan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Tujuan jangka panjang pemerintah adalah agar tingkat inflasi yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi nol persen bukanlah tujuan utama kebjiakan pemerintah, karena sukar untuk dicapai.

Tujuan kebijakan menjaga tingkat inflasi tetap rendah karena adakalahnya tingkat inflasi sangat tinggi atau meningkat secara tiba-tiba. Meningkatnya inflasi diluar ekspektasi pemerintah akibat suatu peristiwa tertentu, misalnya ketidakstabilan politik, Sukirno (2006).

(19)

8

Berdasarkan uraian-uraian yang telah disebutkan di atas, maka penelitian tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia dan Inflasi Terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten Maros.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Maros ?

2. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Maros ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis dan mengetahui pengaruh dari variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap tingkat Kemiskinan di Kabupaten Maros.

2. Menganalisis dan mengetahui pengaruh dari variabel Inflasi terhadap tingkat Kemiskinan di Kabupaten Maros.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut :

1. Dapat digunakan sebagai sumber masukan kepada pemerintah Kabupaten Maros dalam hal membuat program dan kebijakan pemerintah yang terkait

(20)

dengan pembangunan daerah khususnya dalam hal pengurangan tingkat kemiskinan di Kabupaten Maros.

2. Sebagai masukan bagi penelitian-penelitian yang lain dengan tipe penelitian sejenis.

3. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan bahan belajar bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi pada umumnya dan mahasiswa jurusan Ekonomi Pembangunan.

(21)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Pengertian Kemiskinan

Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang di anggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam kemiskinan dapat didefinisikan sebagai sesuatu kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusawi (Bappenas, 2010). Secara garis besar definisi miskin dapat dipilih menjadi dua aspek yaitu aspek primer dan aspek sekunder. Aspek primer yaitu berupa miskin asset (harta), organisasi politik, pengetahuan dan ketrampilan, sedangkan aspek sekunder yaitu berupa miskin terhadap jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi. Menurut BPS secara konseptual kemiskinan dapat dibagi menjadi dua yaitu kemiskinan relatif dan absolute :

a. Kemiskinan Relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu Negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk "termiskin", misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan

(22)

pengeluaran penduduk. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan pengeluaran penduduk. Dalam mengidentifikasikan dan menentukan sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan dan perlu disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar Negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama.

b. Kemiskinan Absolut Kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum dimaksudkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya dibawah garis kemiskinan inilah yang digolongkan sebagai penduduk miskin.

Letak perbedaan antara kemiskinan relatif dan kemiskinan absolute terletak pada standar penilaiannya. Standar penilaian kemiskinan relatif merupakan standar kehidupan yang ditentukan dan ditetapkan secara subyektif oleh masyarakat setempat dan bersifat lokal serta mereka yang berada di bawah standar penilaian tersebut dikategorikan sebagai penduduk miskin secara relatif. Sedangkan standar penilaian kemiskinan secara

(23)

12

absolute merupakan standar kehidupan minimum yang dibutuhkan untuk memenuhui kebutuhan dasar yang diperlukan baik makanan maupun non makanan. Standar kehidupan minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar ini sebagai garis kemiskinan

2.1.2 Indikator Kemiskinan

BPS (2007:54-55) menggunakan tiga indikator kemiskinan, yaitu : (1) Head Count Index (HCI-P0), yaitu presentase penduduk miskin yang berada di bawah Garis Kemiskinan. Ada dua garis kemiskinan yaitu garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan; (2) Poverty Gap Index-P1 yaitu index kedalaman kemiskinan yang merupakan ukuran rata- rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai index, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dan garis kemiskinan ; (3) Poverty Severity Index- P2 yaitu index keparahan kemiskinan yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Dari ketiga pendekatan tersebut Kuncoro (2006:113) menyatakan bahwa cara yang paling sederhana untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah dengan ukuran Head Count Index.

2.1.3 Garis Kemiskinan

Besar kecilnnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Semakin tinggi garis kemiskinan, semakin banyak penduduk yang

(24)

tergolong sebagai penduduk miskin. Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap Negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Menurut Kuncoro (2013:195-199), terdapat dua garis kemiskinan yang digunakan untuk mengukur kemiskinan absolute. Garis kemiskinan versi Badan Pusat Statistik dan versi Bank Dunia

a. Versi Badan Pusat Statistik

BPS menggunakan dua macam pendekatan, yaitu: pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalama metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebabai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut.

b. Versi Bank Dunia

Bank Dunia menggunakan dua kriteria dalam menetukan garis kemiskinan. Pertama, menggunakan garis kemiskinan nasional yang didasarkan pada pola konsumsi 2.100 kalori per hari. Kedua garis kemiskinan internasional berdasarkan PPP (purchasing power parity) US$1 dan US$2. Untuk dapat membandingkan tingkat kemiskinan antaranegara, Bank Dunia menggunakan estimasi konsumsi yang dikonversi ke dalam Dolar Amerika Serikat dengan menggunakan PPP (PPP for Consumption) dan bukan nilai tukar (exchange rate).

(25)

14

Digunakan PPP dan bukan kurs sebagai dasar perbandingan kemiskinan antaranegara karena konversi kurs nilai mata uang suatu Negara terhadap PDB dan komponen-komponennya dapat memberikan hasil yang tidak konsisten. Ketidakkonsistenan tersebut berupa: (1) konversi kurs gagal mencerminkan tingkat volume barang dan jasa yang sebenarnya yang diperbandingkan selama tahun tertentu, (2) konversi kurs gagal mencerminkan pergerakan dalam volume relatife barang dan jasa sepanjang waktu. Hal tersebut karena kurs biasanya tidak mencerminkan harga relatife antarnegara dan tidak benar-benar menyesuaikan pergerakan dalam harga relatife sepanjang waktu.

2.1.4 Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan dapat dilihat sebagai keadaan masyarakat dengan tingkat ekonominya masih lemah, dan ditambah dengan kebijakan pemerintah yang umumnya diarahkan untuk memecahkan permasalahan jangka pendek. Oleh karena itu, kemiskinan dapat disebabkan karena sifat alamiah/cultural, yaitu masalah yang muncul di masyarakat bertalian dengan pemilikan faktor produksi, produktivitas dan tingkat perkembangan masyarakat itu sendiri. Shrap, et.al dalam Kuncoro (2003:131) mengidentifikasikan ada tiga penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi, yaitu : (1) Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya sehingga menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang; (2) Kemiskinan timbul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia ; (3) Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

(26)

2.1.5 Lingkaran kemiskinan

Nurkse mengutarakan pemikirannya dalam teori lingkaran setan kemiskinan (Vicious Circle of Poverty) bahwa ada dua lingkaran perangkap kemiskinan, yaitu dari sisi permintaan (demand), di Negara sedang berkembang menghadapi hambatan dalam pembentukan modal.

Pendapatan masyarakat yang rendah disebabkan tingkat produktivitas yang rendah. Sedangkan dari sisi penawaran (supply) modal, tingkat pendapatan masyarakat yang rendah menjadi penyebab karena produktivitas yang rendah. Pada gilirannya kemampuan dalam menabung dan berinvestasi mengalami penurunan sehingga meningkat kembali menuju rendahnya pembentukan modal, sehingga produktivitas tetap rendah. Teori Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurske (Kuncoro, 2010).

2.1.6 Karakteristik Penduduk Miskin

Hidup dalam kemiskinan bukan hanya kekurangan uang dan tingkat pendapatan yang rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman kriminal, ketidak berdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Kelompok penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan dan perkotaan pada umumnya dapat digolongkan pada buruh tani. Pedagang kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, pengemis, pengamen dan pengangguran.

Karakteristik penduduk miskin secara spesifik anatar lain adalah (Pasaribu 2006): 1) sebagian besar tinggal dipedesaan dengan mata pencariaan dominan berusaha sendiri disektor pertaniaan (60%), 2)

(27)

16

sebagian besar (60%) berpenghasilan rendah dan mengonsumsi energi kurang dari 2.100 kkal/hari, 3) berdasarkan indikator silang proporsi pengeluaran panggan (> 60%) dan kecukupan gizi (energy < 80%), proporsi rumah tangga rawan panggan nasioanl mencapai sekitar 30%, 4) penduduk miskin dengan tingkat sumber daya manusia yang rendah umumnya tinggal di wilayah marginal, dukungan infrastruktur terbatas, dan tingkat adopsi teknologi rendah.

2.2 Indeks Pembangunan Manusia

2.2.1 Pengertian Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan manusia atau IPM merupakan kinerja pembangunan manusia secara keseluruhan dari tingkat pencapaian pembangunan manusia. Indikator ini juga secara mudah mendapatkan posisi kinerja pembangunan (output pembangunan) yang dicapai oleh suatu daerah. Makin tinggi nilai Indeks Pembangunan Manusia suatu daerah, maka makin tinggi pula tingkat kinerja pembangunan yang dicapai wilayah tersebut. Suatu ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilaya, dalam hal harapan hidup, intelektualitas dan standar hidup layak. Indeks pembangunan manusia menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan untuk memperoleh pendapatan yang cukup, kesehatan dan pendidikan yang memadai. Indeks pembangunan manusia merupakan indikator strategis yang banyak digunakan untuk melihat upaya dan kinerja program pembangunan secara menyeluruh di suatu wilayah. Dalam hal ini IPM dianggap sebagai gambaran dari hasil program pembangunan yang

(28)

telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Demikian juga kemajuan program pembangunan dalam suatu periode dapat diukur dan ditunjukan oleh besaran IPM pada awal dan ahkir periode tersebut.

2.2.2 Definisi Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia adalah proses perluasan pilihan masyarakat.

Pada prinsipnya, pilihan manusia sangat banyak jumlahnya dan berubah setiap saat. Tetapi pada semua level pembangunan, ada tiga pilihan yang paling mendasar yaitu untuk berumur panjang dan hidup sehat, untuk memperoleh pendidikan dan untuk memiliki akses terhadap sumber-sumber kebutuhaan agar hidup secara layak. Apabila ketiga hal mendasar tersebut tidak dimiliki, maka pilihan lain tidak dapat diakses. Pembangunan manusia memiliki dua sisi. Pertama, pembentukan kapabilitas manusia seperti peningkatan kesehatan, pendidikan, dan kemampuan. Kedua, penggunaan kapabilitas yang mereka miliki, seperti untuk menikmati waktu luang, untuk tujuaan produktifitas atau aktif dalam kegiatan budaya, sosial, dan urusan politik. Apabila skala pembangunan manusia tidak seimbang, kemungkinan akan terjadi ketidakstabilan. Berdasarka konsep pembangunan manusia, pendapatan merupakan salah satu pilihan yang harus dimiliki. Akan tetapi, pembangunan bukan sekadar perluasan pendapatan dan kesejateraan. Pembangunan manusia harus focus pada manusia.

(29)

18

2.2.3 Komponen Indeks Pembanguna Manusia

Indeks Pembangunan Manusia diperkenalkan pertama kali oleh UNDP (United National Development Program) pada tahun 1994, Indeks Pembangunan Manusia mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikanupaya pembangunan manusia. Ketiga komponen tersebut adalah peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup layak (living standards). Peluang hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir, pengetahuan diukur berdasarkan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, hidup layak diukur dengan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap jumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk mengukur hidup layak. Dimana menurut BPS perhitungan IPM didasarkan pada tiga indikator yaitu :

1. Indeks Harapan Hidup

Indeks harapan hidup menunjukan jumlah tahun hidup yang diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan memasukan informasi mengenai angka kelahiran dan kematian per tahun variabel diharapkan akan mencerminkan rata-rata lama hidup sekaligus hidup sehat serta masyarakat (UNDP, 2004). Angka harapan hidup dihitung mengggunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel).

Data dasar yang dibutuhkan dalam metode ini adalah rata-rata anak

(30)

lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita perna kawin.

Secara singkat, proses perhitungan angka harapan hidup ini disediakan oleh program Mortpak. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan cara menstandarkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya (Todaro, 2006).

2. Indeks Pendidikan

Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu angka melek huruf/ Adult Literacy Rate Index (ALR) dan rata-rata lama sekolah/ Mean Years Of Schooling Index (MYS). Populasi yang digunakan adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas karena pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah.

Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun masih dalam proses sekolah atau akan sekolah sehingga belum pantas untuk rata-rata lama sekolahnya. Adapun cara menghitung rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai dengan bobotnya

Angka melek huruf diolah dari variable kemampuan membaca dan menulis, sedangkan rata-rata lama sekolah dihitung menggunakan tiga variable secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani, dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka ALR), dimana ALR merupakan proporsi penduduk yang memiliki

(31)

20

kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS merupakan gambaran terhadap keterampilan yang dimiliki penduduk.

3. Standar hidup layak

Di Indonesia menggunakan “rata-rata pengeluaran per kapitan riil yang disesuaikan” (adjuisted real per capitan expenditure) atau daya beli yang disesuaikan (purchasing power parity). Hal ini tentu saja berbeda dengan UNDP yang menggunakan indikator GDP per kapita riil yang telah disesuaikan (adjuisted real GDP per capita) sebagai indikator standar hidup layak untuk perhitungan IPM sub nasional (provinsi atau kabupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapitan karena PDRB per kapita hanya mengukur produksi suatu wilaya dan tidak mencerminkan daya beli riil masyarakat yang merupakan concern IPM.

Untuk mengukur daya beli penduduk antar provinsi di Indonesia, BPS menggunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap paling dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan agar bisa dibandingkan antara daerah dan antara waktu yang disesuaikan dengan indeks PPP (Purchasing Power Parity) (UNDP, 2004).

Untuk menghitung indeks masing-masing komponen Indeks Pembangunan Manusia digunakan batas maksimum dan minimum pada table berikut ini:

(32)

TABEL 2.1 KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

No Komponen IPM Maksimum Minimum Keterangan

1 Angka Harapan Hidup (Tahun)

85 25 Standar UNDP

2 Angka Melek Huruf (Persen)

100 0 Standar UNDP

3 Rata-rata Lama Sekolah (Tahun)

15 0

4 Daya Beli (Rupiah PPP) 732.720 300.000 (1996) 360.000 (1999,dst)

Pengeluaran per Kapita Rill

Disesuaikan Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros 2016

Nilai IPM suatu Negara maupun daerah menunjukan sejauh mana suatu Negara atau daerah mampu mencapai sasaran yang ditentukan yaitu berupa angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali, serta tingkat konsumsi dan pengeluaran yang telah mencapai standar hidup layak.

Semakin dekat dengan nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang capaian yang harus mencapai sasaran tersebut. IPM disempurnakan oleh United Nation Development Programme (1990). Alasan penyempurnaan tidak lain karena manusia adalah ukuran keberhasilan dari pembangunan. Sehingga ukuran

“bobot” manusia saja tidaklah cukup, dan karenanya diperlukan penggabungan antara pencapaian penghasilan dengan kondisi fisik dan

(33)

22

non fisik manusia. Alasannya pembangunan manusia adalah pembentukan kemampuan manusia yang berasal dari peningkatan kesehatan, keahlian dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian formulasi IPM diukur dari indeks kematian bayi dari 1000 kelahiran hidup, rata- rata panjangnya usia penduduk dan kemampuan penduduk untuk baca tulis (melek huruf) serta penghasilan perkapitan.

Kemampuan untuk keluar dari kemiskinan ditetukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia dapat menjadi faktor penyebab utama terjadinya kemiskinan. Menurut BPS Indeks Pembangunan Manusia bermanfaat untuk membandingkan kinerja pembangunan manusia baik antar Negara maupun antardaerah.

Indeks pembangunan manusia merupakan indikator yang menjelaskan bagaiamana penduduk suatu wilayah mempunyai kesempatan untuk mengakses hasil dari suatu pembangunan sebagai bagian dari haknya dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

Dengan masyarakat yang sehat dan berpendidikan yang baik, peningkatan produktifitas masyarakat akan meningkatkan pula pengeluaran untuk konsumsinya, ketika pengeluaran untuk konsumsi meningkat, maka tingkat kemiskinan akan menurun.

Skala IPM menurut BPS antara 0-100, dimana semakin dekat IPM suatu wilayah dengan angka 100 maka semakin dekkat wilayah tersebut mencapai sasaran yang telah ditentukan. Secara umum perumusan IPM sebagai berikut (BPS, 2016:14)

(34)

IPM = 1/3x (IKH- IP + IDB)

Dimana :

IKH : Indeks Kelangsungan Hidup

IP: Indeks Pendidikan yaitu 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah)

IDB : Indeks Daya Beli

2.2.4 Manfaat Indeks Pembangunan Manusia

1. Indeks Pembangunan Manusia merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/ penduduk).

2. Indeks Pembangunan Manusia dapat menetukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/Negara.

3. Bagi Indonesia, Indeks Pembangunan Manusia merupakan strategis karena selain sebagai ukuran kinerja pemerintah, Indeks Pembangunan Manusia juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).

2.3 Inflasi

2.3.1 Pengertian Inflasi

Inflasi merupakan kecendrungan kenaikan harga-harga umum secara terus menerus. Dari definisi ini dapat dikatakan bahwa kenaikan suatu atau beberapa pada suatu saat tertentu dan hanya “sementara” belum tentu menimbulkan inflasi (Wahyu, 2007). Kenaikan dari suatu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas

(35)

24

kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang- barang lain. Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi permintaan demand-pull inflation dan cost-push inflation. Cost-push inflation disebabkan oleh turunya produksi karena naiknya biaya produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiensinya perusahaan, nilai kurs mata uang Negara yang bersangkutan jatuh, kenaikan harga bahan baku industry, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat, dan sebagainya. Demand-pull inflation dapat disebabkan oleh adanya kenaikan permintaan agregat (AD) yang terlalu besar pesat dibandingkan dengan penawaran produksi agregat.

Ada beberapa sebab yang dapat menimbulkan inflasi antara lain : sebab pertama, pemerintah yang terlalu berambisi untuk menyerap sumber- sumber ekonomi lebih besar daripada sumber-sumber ekonomi yang dapat dilepaskan oleh pihak bukan pemerintah pada tingkat harga yang berlaku.

Kedua, berbagai golongan ekonomi dalam masyarakat berusaha memperoleh tambahan pendapatan relatife lebih besar daripada kenaikan produktifitas masyarakat. Ketiga, adanya harapan yang berlebihan dari masyarakat sehingga permintaan barang-barang dan jasa naik lebih cepat daripada tambahan keluarnya (output) yang mungkin dicapai oleh perekonomian yang bersangkutan. Keempat, adanya kebijakan pemerintah baik yang bersifat ekonomi atau non ekonomi yang mendorong kenaikan harga. Kelima, pengaruh alam yang dapat mempengaruhi produksi kenaikan harga. Keenam, pengaruh inflasi luar negri, khususnya bila

(36)

Negara yang bersangkutan mempunyai sistem perekonomian terbuka.

Pengaruh inflasi luar negri ini akan terlihat melalui pengaruh terhadap harga-harga barang impor.

Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan mengalakan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Oleh karena pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi seperti ini investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran yang terwujud.

(sukirno 2006).

2.3.2 Teori Inflasi

Adapun teori-teori Inflasi yaitu:

1. Teori Kuantitas (Irving Fisher) : Dalam teori kuantitas, jika penawaran terhadap uang bertambah maka akan terjadi pula kenaikan tingkat harga.

2. Teori Keynes : Dalam teori keynes, inflasi terjadi karena adanya sebagian masyarakat yang hidup diluar dari batas ekonominya atau adanya kelebihan permintaan dari masyarakat.

3. Teori Strukturalis : Dalam teori strukturalis menyatakan bahwa terjadinya inflasi karena adanya kekakuan struktur perekonomian

(37)

26

khususnya di Negara berkembang. Arti dari kekakuan terhadap penerimaan ekspor dan penawaran atau produksi makanan dalam negri.

2.3.3 Jenis-Jenis Inflasi

1. Jenis Inflasi Berdasarkan Tingkat Keparahannya

Berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi dibagi menjadi 4 yaitu:

a. Inflasi ringan, yaitu inflasi yang mudah untuk dikendalikan dan belum begitu menganggu perekonomian suatu Negara. Terjadi kenaikan harga barang/jasa secara umum, yaitu di bawah 10% per tahun dan dapat dikendalikan.

b. Inflasi sedang, yaitu inflasi yang dapat menurunkan tingkat kesejateraan masyarakat berpenghasilan tetap, namun belum membahayakan aktivitas perekonomian suatu Negara. Inflasi ini berada di kisaran 10%-30% per tahun

c. Inflasi berat, yaitu inflasi yang mengakibatkan kekacauan perekonomian di suatu Negara. Pada kondisi ini umumnya masyarakat lebih memimilih menyimpan barang dan tidak mau menabung karena bunganya jauh lebih rendah ketimbang nilai inflasi. Inflasi ini berada di kisaran 30%-100% per tahun.

d. Inflasi sangat berat (hyperinflation), yaitu inflasi yang telah mengacaukan perekonomian suatu Negara dan sangat sulit untuk dikendalikan meskipun dilakukan kebijakan moneter dan fisikal.

Inflasi ini berada di kisaran 100% ke atas per tahun

(38)

2. Jenis Inflasi Berdasarkan Penyebabnya

Berdasarkan penyebabnya, inflasi dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

a. Deman pull inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena permintaan akan barang/jasa lebih tinggi dari yang bisa dipenuhi oleh produsen.

b. Cost push inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena terjadi kenaikan biaya produksi sehingga harga penawaran barang naik.

c. Bottle neck inflation, yaitu inflasi campuran yang disebabkan oleh faktor permintaan.

3. Jenis Inflasi Berdasarkan Sumbernya

Berdasarkan sumbernya, inflasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

a. Domestic inflation, yaitu inflasi yang bersumber dari dalam negeri.

Inflasi ini terjadi karena jumlah uang di masyarakat lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Inflasi jenis ini juga dapat terjadi ketika jumlah barang/jasa tertentu berkurang sedangkan permintaan tetap sehingga harga-harga naik.

b. Imported inflation, yaitu inflasi yang bersumber dari luar negeri.

Inf;asi ini terjadi pada Negara yang melakukan perdagangan bebas dimana ada kenaikan harga di luar negeri.

2.3.4 Dampak Inflasi

Mengacu pada pengertian inflasi di atas, kondisi ekonomi memiliki dampak positif dan negative bagi suatu Negara. Berikut ini merupakan dampak inflasi secara umum.

(39)

28

1. Dampak inflasi terhadap ekspor

Kemampuan ekspor suatu Negara akan berkurang ketika mengalami inflasi,karena biaya ekspor akan lebih mahal. Selain itu, daya saing barang ekspor juga mengalami penurunan, yang pada akhirnya pendapatan dari deviasi pun berkurang.

2. Dampak inflasi terhadap minat menabung

Seperti yang telah disebutkan pada pengertian inflasi di atas, pada kondisi inflasi minat menabung sebagian besar orang akan berkurang. Alasanya karena pendapatan dari bunga tabungan jauh lebih kecil sedangkan penabung harus membayar administrasi penabunganya.

3. Dampak inflasi terhadap kalkulasi harga pokok

Kondisi inflasi akan mengakibatkan perhitungan penetapan harga pokok menjadi sulit karena bisa menjadi terlalu kecil atau terlalu besar.

Persentase inflasi yang terjadi di masa depan seringkali tidak dapat diprediksi dengan akurat.

4. Dampaka inflasi terhadap pendapatan

Inflasi dapat memberikan dampak positif dan negative terhadap pendapatan masyarakat. Pada kondisi tertentu, misalnya inflasi lunak, justru akan mendorong para pengusaha untuk memperluas produksi sehingga meningkatkan perekonomian. Namun inflasi aka berdampak buruk bagi mereka yang berpenghasilan tetap karena nilai uangnya tetap sedangkan harga/barang jasa naik.

(40)

Hal ini kemudian akan membuat proses penetapan harga pokok dan harga jual menjadi tidak akurat. Pada kondisi tertentu, inflasi akan membuat para produsen kesulitan dan mengakibatkan kekacauan perekonomian.

2.4 Kerangka Pikir

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat digambarkan kerangka pemikiran mengenai Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia dan Inflasi terhadap Tingkat Kemiskinan sebagai berikut :

(41)

30

Gambar 1 Kerangka Pikir

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang sebenarnya masih harus diuji secara empiris. Hipotesis yang dimaksud merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin salah. Dengan mengacu pada dasar

KESIMPULAN

ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA

BEBE l ANALISIS DESKRIPTIF

METODE ANALISIS

TINGKAT KEMISKINAN 2010-2017 KABUPATEN MAROS

REKOMENDASI

INFLASI

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

(42)

pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian dibidang ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga bahwa Indeks pembanngunan manusia (IPM) berpengaruh negative dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Maros 2010-2017.

2. Diduga bahwa Inflasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Maros 2010-2017.

(43)

32 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Berdasarkan judul yang diangkat oleh penulis yaitu “Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia Dan Inflasi Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Kabupaten Maros Periode 2010-2017, maka untuk memperoleh data, penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros.

Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia Dan Inflasi Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Kabupaten Maros menjadi objek penelitian. Guna memperoleh data yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Oleh karena itu Kantor Badan Pusat Statistik di Kabupaten Maros menjadi objek dalam menemukan jawaban dari tujuan penelitian ini.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah salah satu cara yang dilakukan untuk memperoreh data yang nantinya akan diteliti. Dalam pengumpulan data metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

1. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung maupun tidak langsung hal-hal yang perlu diamati dan melakukan pencatatan pada alat observasi.

2. Studi Pustaka

Studi pustaka yaitu dengan cara mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan topik penelitian, antara lain buku, jurnal, laporan dari

(44)

lembaga-lembaga yang terkait dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini

3.3 Jenis Dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang di gunakan yaitu : a. Data kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang di input ke dalam skala pengukuran statistik. Fakta dan fenomena dalam data ini tidak dinyatakan dalam bahasa alami, melainkan dalam numerik.

b. Data kualitatif

Data kualitatif adalah data yang dapat mencakup hampir semua data non-numerik. Data ini dapat menggunakan kata-kata untuk menggambarkan fakta dan fenomena yang diamati.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah Data sekunder data yang di kumpulkan oleh orang lain, bukan peneliti itu sendiri. Data ini biasanya berasal dari penelitian lain yang dilakukan oleh lembaga- lembaga atau organisasi seperti BPS dan lain-lain.

3.4 Metode Analisis

Dalam mengelolah dan menganalisa hasil penelitian, alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji asumsi klasik dan analisis regresi linear berganda dengan menggunakan data panel yang merupakan kumpulan dari data time series. Analisis ini akan dibantu dengan menggunakan bantuan program SPSS windows.

(45)

34

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel independen dan variabel dependen yang digunakan dalam menganalisis data dengan membuat gambaran data-data yang terkumpul tanpa membuat generalisasi dari hasil penelitian tersebut.

Dalam analisis ini dilakukan pembahasan mengenai bagaimana pengaruh indeks pembangunan manusia dan inflasi terhadap tingkat kemiskinan, dengan rumus sebagai berikut:

a. Rata-rata Hitung (Mean)

Mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut.

Rata-rata hitung (mean) dapat di rumuskan sebagai berikut :

𝑋 =

Σ𝑋𝑖

𝑛

Keterangan

𝑋 =

Mean ( Rata-rata)

Σ 𝑋

𝑖

=

Jumlah nilai X ke I sampai ke n

𝑛 =

Jumlah sampel atau banyak data

b. Standar deviasi

Standar deviasi atau samping baku dari data yang telah disusun dalam tabel distribusi frekuensi atau data bergolong, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑆 = Σ f𝑖 𝑋𝑖− 𝑋)2 𝑛 − 1

(46)

Keterangan :

S = Simpang Baku Xi = Nilai X ke i sampai n X = Rata-rata nilai n = Jumlah sampel

2. Uji asumsi klasik

Mengingat data penelitian yang digunakan adalah data sekunder, maka untuk memenuhi syarat yang ditentukan sebelum uji hipotesis melalui uji t dan uji F maka perlu dilakukan pengujian atas beberapa asumsi klasik yang digunakan yaitu normalitas, mulltikolinieritas, autokolerasi, dan heteroskedastisitas yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah sampel yang digunakan mempunyai distribusi normal atau tidak. Dalam model regresi linier, asumsi ini ditunjukkan oleh nilai error yang berdistribusi normal. Model regresi yang baik adalah model regresi yang dimiliki distribusi normal atau mendekati normal, sehingga layak dilakukan pengujian secara statistik. Pengujian normalitas data menggunakan Test of Normality Kolmogorov-Smirnov dalam program SPSS.

Menurut Singgih Santoso (2012:293) dasar pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasarkan probabilitas (Asymtotic Significance), yaitu:

1) Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah normal.

(47)

36

2) Jika probabilitas < 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah tidak norma

b. Uji Multikolonealaritas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan ada atau tidaknya korelasi antara variabel bebas. Jika terjadi kolerasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinierita. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara variabel independen. Jika terbukti ada multikolinieritas, sebaiknya salah satu independen yang ada dikeluarkan dari model, lalu pembuatan model regresi diuang kembali (Singgih Santoso, 2010:234). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari besaran Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinieritas adalah mempunyai angka tolerance mendekati 1.

Batas VIF adalah 10, jika nilai VIF dibawah 10, maka tidak terjadi gejala multikolinieritas (Gujarati, 2012:432).

c. Uji Heterokedastisitas

Heterokedastisitas diuji dengan menggunakan grafik Scatterplot. Jika titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang), maka terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2003).

(48)

3. Analisis Regresi Linier

Analisis linier berganda digunakan untuk mengetahui besarnya hubungan dan pengaruh variabel bebas (Indeks pembangunan manusia dan inflasi) terhadap variabel terikat (Tingkat kemiskinan). Dalam melakukan analisis penulis menggunakan bantuan program SPSS windows. Maka metode regresi berganda yang digunakan :

Y = a+b X1+b1- X2+e Dimana :

Y = Tingkat Kemiskinan

X1 = Indeks pembangunan manusia X2 = Inflasi

a = Konstanta

b1-b2 = koefisien Regresi e = Standart error

Melalui persamaan regresi tersebut diatas akan diketahui pengaruh variabel bebas (X) tehadap variabel terikat (Y).

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Identifikasi Determinan (R2)

Identifikasi determinan digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variavel terkait. Dengan variabel bebas yang diteliti yaitu indeks pembangunan manusia dan inflasi terhadap tingkat kemiskinan sebagai variabel terikatnya. Jika

(49)

38

determinan (R2) semakin besar atau mendekati satu maka, variabel bebas (indeks pembangunan manusia dan inflasi) terhadap variabel terikat (tingkat kemiskinan) semakin kuat. Jika determinan (R2) semakin kecil atau mendekati nol maka, variabel bebas (indeks pembangunan manusia dan inflasi) terhadap variabel terikat (tingkat kemiskinan) semakin kecil.

b. Signifikan simultasi (Uji – F )

Uji-F dilakukan untuk menguji secara bersama-sama apakah ada pengaruh positif dan signifikan dari variabel bebas indeks pembangunan manusia (X1) dan inflasi (X2) terhadap tingkat kemiskinan (Y). kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut :

a) Ho : b1=b2= 0 artinya secara serentak tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas (indeks pembangunan manusia dan inflasi) tehadap variabel terikat (tingkat kemiskinan).

b) Ha : b1≠b2≠0 artinya, secara serentak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas (indeks pembangunan manusia dan inflasi) terhadap variabel terikat (tingkat kemiskinan).

Kriteria pengambilan keputusan:

Ho diterima jika F hitung < F tabel pada α =5%

Ha diterima jika F hitung > F tabel pada α =5%

c. Uji signifikan parsial (Uji-T)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (indeks pembangunan manusia dan inflasi) terhadap variabel

(50)

terikat (tingkat kemiskinan) secara parsial (individual). Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut :

a) Ho : b1= 0 = artinya secara parsial tidak terdapt pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

b) Ha : b1≠0 artinya secara parsial terdapt pengaruh yang positif dan segnifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Kriteria pengambilan keputusan

Ho diterima jika F terhitung < F table pada α =5%

Ha diterima jika F terhitung < F table pada α =5%

3.5 Defenisi Operasional

a. Indeks Pembangunan manusia (IPM) atau disebut juga dengan Human Development Index (HDI). Indeks Pembangunan Manusia adalah indeks komposit untuk mengukur pencapaian kualitas pembangunan manusia untuk dapat hidup secara lebih berkualitas, baik dari aspek kesehatan, pendidikan, maupun aspek ekonomi. Dalam penelitian ini satuan data Indeks Pembangunan Manusia adalah dalam persen. Semakin tinggi angka Indeks Pembangunan Manusia, maka kualitas pembangunan manusia untuk dapat hidup akan semakin baik.

b. Inflasi adalah suatu gejala di mana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat dikatakan inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya.

(51)

40

c. Tingkat kemiskinan menurut BPS adalah presentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di Kabupaten Maros. Garis kemiskinan yang merupakan dasar perhitungan jumlah penduduk miskin ditentukan dua kriteria yaitu pengeluaran konsumsi perkapita per bulan yang setara dengan 2100 kalori perkapita per hari dan nilai kebutuhan minuman komoditi bukan makanan.

(52)

41 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Letak Geografis Kabupaten Maros

Kabupaten Maros secara geografis terletak bagian Barat Provinsi Sulawesi Selatan yaitu pada 40°45’ hingga 50°07’ Lintang Selatan, dan 109°20’ hingga 129°12’ Bujur Timur. Kabupaten Maros dengan ibu kota Turikale dengan memiliki luas wilayah sekitar 1.619,12 km2. Daerah ini terdiri dari 14 kecamatan dengan 103 desa/kelurahaan yang terbagi menjadi 80 desa dan 23 kelurahaan. Dengan batas-batas, yaitu :

1. Sebelah Utara adalah Kabupaten Pangkep 2. Sebelah Selatan adalah Kota Makassar 3. Sebelah Timur adalah Kabupaten Bone 4. Sebelah Barat adalah Selat Makassar

Gambar 2. Peta Wilayah Kabupaten Maros

(53)

42

Luas wilayah Kabupaten Maros adalah 1.619,12 km2 atau sekitar 3,54% dari luas wilayah Propinsi Sulawesi Selatan (45.764,53km2). Panjang pantai Kabupaten Maros adalah 31 Km dengan batasan luas 4 mil dari bibir pantai Karakteristik pantai di Kabupaten Maros adalah pantai berpasir putih yang membentang. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah pada tahun 2001, maka daerah pemerintahan Kabupaten Maros terdiri 14 Kecamatan yang terdiri dari 80 Desa dan 23 Kelurahan. Dari 14 Kecamatan tersebut terdapat 89 lingkungan dan 320 dusun. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Mallawa dengan luas wilayah 235,92 km2 atau 14,57% dari luas wilayah Kabupaten. Sedangkan Kecamatan terkecil adalah Kecamatan Turikale (Ibukota Kabupaten) dengan luas 29,93 km2 (1,85% dari luas wilayah kabupaten). Dari 14 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Maros masih terdapat 22 Desa/Kelurahan swadaya dan 22 Desa/Kelurahan Swakarya, sedangkan sisanya sebanyak 59 Desa telah termasuk kategori Desa Swasembada.

TABEL 4.1

LUAS WILAYAH KABUPATEN MAROS DIRINCI BERDASARKAN JUMLAH DESA/KELURAHAAN DI KABUPATEN MAROS

No Nama Kecamatan Luas (Ha)

(1) (2) (3)

1 Mandai 49.11

2 Moncongloe 46.87

3 Maros Baru 53.76

4 Marusu 73.83

5 Turikale 29.93

6 Lau 53.73

(54)

(1) (2) (3)

7 Bontoa 93.52

8 Bantingmurung 173.70

9 Simbang 105.30

10 Tanralili 89.45

11 Tompobulu 287.66

12 Camba 145.36

13 Cenrana 180.97

14 Malawa 235.92

Maros 1,619.12

Sumber : Kabupaten Maros dalam Angka , BPS 2019

Berdasarkan data pada table tersebut diatas, Nampak Kecamatan Tompobulu merupakan kecamatan paling terbesar dengan luas 287,66 Ha.

Sedangkan kecamatan yang paling terkecil wilayahnya yaitu Kecamatan Turikale dengan luas 29,93 Ha.

Dengan melihat luas wilayah kabupaten Maros yang cukup luas, maka seharusnya kabupaten ini proses pembangunannya sangat cepat, dan pemerintah harus lebih mengoptimalkan proses pembangunan dengan mengeluarkan beberapah kebijakan terutama kebijakan tentang penataan wilayah dan dimana kebijakan ini pemerintah sudah menetapkan dalam bentuk peraturan daerah (PERDA) untuk menentukan zona-zona kegiatan masyarakat seperti misalnya pada wilayah mana merupakan wilayah pendidikan, perkantoran, perdagangan, permukiman, industry dan pergudangan, zona olahraga, zona rekreasi, dan zona terbuka hijau.

(55)

44

Pentingnya penataan kota seperti ini, agar kabupaten Maros lebih terarah pembangunannya dan apabila dikemudian kelak telah terjadi tingkat kepadatan penduduk, maka pemerintah daerah tidak sukar dalam mengatur kembali dalam pembagian zona kegiatan masyarakat.

4.2 Deskriptif Data

4.2.1 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Maros

Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Tingkat kemiskinan menjadi masalah yang krusial di Negara berkembang seperti Indonesia. Persoalan kemiskinan merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia sejak dulu hingga sekarang dan sampai saat ini belum penyelesaian yang tepat yang terlihat dari pemerintah. Meskipun berbagai perencanaan, kebijakan serta program pembangunan yang telah dan akan dilakasanakan pada intinya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin. Begitupun dengan kondisi di beberapa daerah yang ada di Indonesia, Kabupaten Maros merupakan salah satu contoh daerah yang masih mengalami permasalahan kemiskinan, persoalan kemiskinan sebagai fokus utama Kabupaten Maros untuk dituntaskan.

Penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dengan meningkatnya pertumbuhan pada sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja dan efektif menurunkan kemiskinan, dan melakukan penyuluhan dan bimbingan sosial, pelayanan sosial, penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha, penyediaan akses

Gambar

TABEL 2.1 KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
Gambar 1  Kerangka Pikir
Gambar 2. Peta Wilayah Kabupaten Maros
TABEL 4.3 TARGET CAPAIAN IPM KABUPAT
+6

Referensi

Dokumen terkait

Uji signifikan atau uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing- masing variabel independen (X1, X2, dan X3) terhadap variabel dependen (Y) atau pengaruh biaya promosi

Uji t dalam analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh secara parsial antara variabel bebas biaya operasional (X1), angka harapan hidup (X2),

Dapat disimpulkan bahwa kontribusi variabel independen yang terdiri dari variabel Kepemimpinan (X1) dan Komunikasi (X2) dapat mempengaruhi variabel dependen yaitu Kinerja

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen yang terdiri dari kreativitas guru (X1), sumber belajar (X2) dan variable dependen

Maka dapat disimpulkan bahwa besarnya pengaruh antara variabel independen Promosi (X1) dan Persepsi Harga (X2) terhadap variabel dependen Keputusan Pembelian (Y)

independen yang terdiri dari variabel kompetensi SDM (X1), penerapan SAKD (X2), dan peran audit internal (X3) terhadap satu variabel dependen yaitu variabel

Uji signifikan atau uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing- masing variabel independen (X1, X2, dan X3) terhadap variabel dependen (Y) atau pengaruh biaya promosi

Herman 2013 Variabel dependen : IPM Variabel independen : pertumbuhan ekonomi Menggunakan alat analisis regresi data panel - Variabel tentang pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh