• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Fiqih Mumalah Terhadap Keterlambatan

BAB III PEMBAHASANTINJAUAN FIQIH MUAMALAH

C. Analisis Fiqih Mumalah Terhadap Keterlambatan

55

syari’atkan mengenai pembayaran dan tidak ada ketentuan penangguhannya, menurut Abu Hanifah wajib diserahkan upahnya secara berangsur sesuai dengan manfaat yang diterimanya. Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad, sesungguhnya ia berhak dengan akad itu sendiri.Jika mu’jir menyerahkan dzat benda yang di sewa kepada musta’jir, ia berhak menerima bayarannya karena penyewa (musta‟jir) sudah menerima kegunaan.67

Dari analisa di atas dapat disimpulkan bahwa Praktik upah mengupah antara pemilik sawah dengan pemanen padi di Desa Ranggagata sudah sesuai dalam ketentuan fiqh muamalah.Akad dasar penetapan upah jasa yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa dalam Penetapan upah jasa telah memperhatikan ketentuan- ketentuan dalam fiqh muamalah. Ketentuan-ketentuan tersebut diantaranya, sudah memenuhi rukun dan syarat dalamakad ijarah, yang pertama yaitu shighah, dimana dalam praktik upah mengupah tersebut sudah terpenuhinya ijab dan qabul, kedua muta’aqidayn yaitu adanya dua pihak yang melakukan transaksi, ketiga ma’qud‘alayh yaitu manfaat yang di transaksikan, yang dalam praktiknya pihak pemilik sawah memberikan manfaat atas pekerjaan kepada musta’jir. Sehingga antarapihak pemanen padi dengan pihak pemilik sawah sama-sama sepakat dengan yang dibuat. Tanpa ada salah satu pihak yang diuntungkan dan pihak lain merasadirugikan.

C. Analisis Fiqih Mumalah Terhadap Keterlambatan Waktu

56

masyarakat atau pemilik sawah sering kali menggunakan jasa pemanen padi. Hal tersebut ditujukan untuk memudahkan dan mempercepat para pihak petani atau pemilik sawah dalam proses pemanenan. Hal inilah yang mendorong mereka untukmelakukan kegiatan muamalah dalam hal ini yang disebut dengan sewa- menyewa jasa (upah-mengupah).

Dalam penetapan waktu pengerjaan lahan sawah, sebagian pekerja menentukan kapan waktunya memulai pekerjaan, ada juga waktu yang dari permintaan pemilik sawah.Dalam menetapkan waktu kapan sawah akan dikerjakan, biasanya pihak petani atau pemilik sawah menyebutkan lokasi sawah yang akan dikerjakan tersebut pada saat terjalinnya akad, tanpa ada pengecekam oleh pihak pemanen padi kelokasi yang akan dituju. Kebanyakan waktu penggarapan belum diketahui secara pasti, sehingga jika waktu penggarapan belum ada kepastian, ketika berakad cenderung ditentukan sepihak, dimana yang mengetahui kepastiannya kapan akandikerjakan hanya pihak pemanen padi, karena pihak pemanen padi juga tidak bisa memastikan kapan pengerjaan akan berakhir ditempat lain.

Jika dilihat dari keterangan tersebut, hal ini tidak sejalan dengan konsep hukum Islam, yang menjelaskan bahwa apabila perjanjian kerja tertuju kepada pemanen padi atau ajirkhass, lama waktunya berlakunya perjanjian harus diterangkan, dengan akibat bila waktu tidak diterangkan, perjanjian dipandang rusak (fasid), sebab faktor waktu dalam perjanjian tersebut menjadi ukuran besarnya jasa yang diinginkan. Tanpa meyebutkan waktu yang diperlukan, objek perjanjian menjadi kabur, bahkan tidak diketahui dengan pasti, yang mudah menimbulkan sengketa dibelakang hari.

Oleh karena itu tiap pekerjaan yang tidak bisa diketahui selain dengan menyebutkan waktunya, maka waktunya harus disebutkan.

Karena transaksi ijarah itu harus berupa transaksiyang jelas, sebab tanpa meyebutkan waktu pada beberapa pekerjaan itu, bisa menyebabkan ketidak jelasan. Dan bila pekerjaan tersebut sudah tidak jelas, maka hukumnya tidak sah.68

68 Basyir, Hukum. Hal 3436

57

Berbeda halnya dengan penjelasan dari ibu Jiburni selaku pemilik sawah yang pernah menyewa jasa pemanen padi, ia mengatakan bahwa di awal akad perjanjian mengenai waktu pengerjaan sudah ia sampaikan kapan waktunya memanen dan keduanya saling menyepakati, dan hasil kesepakatan dalam akad adalah yang menentukan kapan pengerjaan memanen padi dilakukan. Biasanya beberapa hari sebelum memasuki panen, para petani atau pemilik sawah yang sawahnya akan memakai jasa pemanen padi terlebih dahulu memesan kepada para pemanen.

Bahkan terkadang untuk terjalinnya suatu akad, pihak petani mendatangi rumah pemanen padi.Hal ini dimaksud agar permintaan pemilik sawah segera dilayani dengan waktu yang sudah ditentukan.Sehingga dengan menjalin akad tentang waktu pengerjaan tersebut diharapkan antara kedua belah pihak saling member kepercayaan dan tidak ada pengingkaran di hari kemudian.69

Akan tetapi pada kenyataanya sering terjadi tidak adanya ketetapan waktu pengerjaan oleh pihak pemanen padi seperti yang telah disepakati diawal. Hal inilah yang selalu bertolak belakang dengan harapan para pihak pemilik sawah. Dan menurutnya, ketidak tepatan waktu pengerjaan tersebut bisa merugikan pihak petani atau pemilik sawah, karena jika tidak segera dipanen padi juga akan semakin kering dan lapuk, sehingga jika dipanen akan banyak padi yang berjatuhan.

Sedangkan menurut keterangan dari bapak Agus bahwa yang membuat pihak pemanen padi terlambat dalam waktu pengerjaan, biasanya karena pengerjaan yang dilakukan sebelumnya belum terselesaikan, karena setiap tempat tingkat kesulitan dalam waktupengerjaan berbeda-beda. Terkadang terkendala dengan rusaknya mesin pemanen, adanya petani lain yang lokasi sawahnya berdekatan dengan lokasi yang sedang dikerjakan memintauntuk memanen lahan miliknya. Sehingga pemanen padi menyelesaikan pengerjaan yanglokasinya dekat dengan lahan yang sedang

69 Ibu Jiburni, wawancara di Desa Ranggagata, 10 November 2021

58

dikerjakannya terlebih dahulu sebelum berpindah lokasi pengerjaan meskipun permintaanya mendadak.”70

Berdasarkan uraian tersebut pihak pemanen padi dalam praktiknya di Desa Ranggagata telah melakukan wanprestasi atas suatu perjanjian yang telah disepakati bersama. Dimana bentuk wanprestasi tersebut adalah pekerja melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana apa yang diperjanjikan.

Menurut Dedi Ismatullah, wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan, seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak terpenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan adanya kemungkinan alasan yaitu:

1. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja atau tidak dipenuhinya kewajiban maupun karena kelalaian.

2. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majure, artinya diluar kemampuan debitur.71

Jadi unsur-unsur dalam wanprestasi adalah sebagai berikut:

a. Tidak melakukan apa yang sanggup dilakukannya.

b. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana apa yang diperjanjikan.

c. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

d. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat.72

Sehingga mengenai wanprestasi yang dilakukan oleh pekerja pemanen padi di Ranggagata dalam hukum Islam sangatlah dilarang, karena hal tersebut bisa merugikan salah satu pihak atau pihak pemilik lahan.

Larangan tersebut telah dijelaskan dalam alquran surat al- Maidah ayat 1, yang berbunyi

70 Bapak Agus, wawancara di Desa Ranggagata, 10 November 2021

71 Dedi Ismatullah, Hukum Perikatan: Dilengkapi Hukum Perikatan Dalam Islam (Bandung: Pustaka setia, 2011). Hal 103

72 Salim, Hukum Kontrak dan Penyusunan Kontrak (Jakarta: Sinar Grafika, 2003).

Hal 98

59

















































Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.

Dihalalkan bagaimana binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum yang dikehendaki-Nya.”73

Kata aufu, yang berarti” memberikan sesuatu dengan sempurna”, perintah ini menunjukan betapa al-Quran menetapkan perlunya memenuhi suatu akad dala segala bentukdan maknanya dengan pemenuhan sempurna, kalau peru melebihkan dari yang seharusnya,serta mengecam mereka yang menyia-nyiakannya. Ini karena rasa aman dan bahagia manusiasecara pribadi atau kolektif, tidak dapat terpenuhi kecuali bila mereka memenuhi ikatan- ikatanperjanjian yang mereka jalin. Pesan yang disampaikan dari ayat tersebut adalah bahwa setiap mu’min berkewajiban menunaikan apa yang telah dia janjikan dan akadkan baik berupa perkataan maupun perbuatan.74

Sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah Swt. dalam firman- Nya yang tertulis dalam alQuran surat ali-Imran ayat 76.





















73 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (ciputat hati, 2001). Hal 7

74 Ibid, hal 7

60

Artinya: “Sebenarnya siapa saja yang menepati janji (yang dibuatnya) dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”.75

Keterlambatan ini dikarenakan adanya kelalaian dari pihap pemanen padi yang sering melakukan keterlambatan dalam proses memanen. Berdasarkan temuan penulis dalam penelitian yang kurang lebih memakan waktu hampir selama dua bulan, maka terdapat beragam pendapat yang menanggapi kasus di atas. Ustadz Muhammad rizali Yani ,MM berpendapat bahwa wanprestasi akad ijarah atau upah dalam praktik pengupahan termasuk menciderai yang namanya at-tadlis dan berdosa dikerjakan jadi Tidak Boleh, karena keterlambatan tersebut dikarenakan kelalaian dari pemanen padi. Responden yang berpendapat demikian adalah:76

Pendapat Ustadz H. Mairijani, M.Ag berpendapat bahwa wanprestasi akad dalam praktik upah mengupah antara pemilik sawah dengan pemanen padi di Desa Ranggagata akadnya Boleh, dengan syarat prmilik sawah ikhlas atas semua permasalahan tersebut meskipun berdosa akan tetapi bisa di tebus dengan meminta maaf, Jika pmilik sawah tidak menuntut atas kejadiaan tersebut.

Karena semua tergantung keikhlasan dari pemilik sawah.77 Responden yang berpendapat demikian adalah:

1. Responden I : Ustadz Muhammad Rizali Yani, MM 2. Responden II : Ustadz KH. M. Syukrani

3. Responden III : Ustadz Toha 4. Responden IV : Saiful Hadi, S.H.I

Jika pelaksanaan perjanjian akad ijarah atau upah tidak sesuai, menyimpang atau tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, maka tujuan yang dikehendaki itu tidak tercapai secara patut.

Akibatnya ialah ada pihak yang dirugikan. Dalam hal ini muncul masalah tanggung jawab, siapa yang bertanggung jawab memikul beban kerugian, pihak pemilik sawah. Menurut penulis, jika melihat

75 Yayasan Penyelenggara Peterjemah Al-Quran, Al-Quran dan Tetjemahannya (Semarang: CV al-Wah). Hal 74

76 Ustadz Muhammad Rizali Yani, MM Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Ilmi di Desa Ranggagata, wawancara oleh penulis di Desa Ranggagata, 14 Desember 2021

77 Ustadz H. Mairijani, M. Ag, Pimpinan Pondok Pesantren Darunasihin di Desa Ranggagata, wawancara oleh penulis di Desa Ranggagata, 14 Desember 2021

61

dari hukum akadnya sebagaimana melihat dari pendapat responden I, II, III, V, adalah termasuk mendzholimi pemilik sawah, akadnya cacat karena sudah ada kekecewaan pemilik sawah disebabkan tidak sesuainya akad yang telah disepakati karena kelalaian atas keterlambatan tersebut dari pihak pemanen padi sendiri.78

Namun demikian, itu semua bisa diselesaikan dengan cara meminta maaf kepada pemilik sawah atas keterlambatan tersebut dengan cara menjelaskan permasalahannya terlebih dahulu. Jika penulis kaitkan dengan pendapat responden IV bahwa terkait dengan waktu penyelesaian dalam pekerjaannya tersebut adanya keterlambatan dalam menyelesaikan pekerjaan yang maka terjadi yang namanya At-tadlis (pelanggaran) dari segi waktu.Jika keterlambatan tersebut akibat dari kesalahan dari pihak pemanen padi, maka akad di dalam pengupahan tersebut telah menciderai yang namanya At-tadlis atau kecurangan. Dalam hadist nabi mengatakan:

."انتعومجم نم سيل وهف انعدخي نم"

Artinya : “Barang siapa yang menipu kami maka dia bukan termasuk dari golongan kami.

Menurut responden IV hal tersebut sudah menciderai yang namanya at-tadlis (pelanggaran) maka akadnya sudah tidak sah.

Karena itu termasuk dengan kecurangan dari segi waktu penyelesaian yang di mana harus menyesuaikan dengan pekerjaannya. Apalagi kesalahan tersebut bukan faktor cuaca ataupun faktor mendadak, melainkan kesalahan dari pihak pemanen padi tersebut tidak tepat waktu dalam mengerjakan pemanenan. Jika penulis melihat dari segi rukun-rukun ijarah yaitu :

a. Orang yang berakad b. Objek transaksi (manfaat) c. Imbalan atau upah (Ujrah) d. Sighat yaitu ijab dan kabul79

Maka, semua itu sudah terpenuhi dalam jasa pemanen padi.

Jika dikaitkan dengan syarat sahnya ijarahyaitu :

78 Tokoh Agama, wawancara oleh penulis di Desa Ranggagata, 14 Desember 2021

79 Djuaini Dimyauddin, Pengantar Fiqih Muamalah 2015, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar). Hal 110-115

62 Adanya keridaan dari kedua pihak yang akad.

a. Ma’aqud ‘alaih bermanfaat dengan jelas.

b. Barang harus dapat memenuhi secara syara’.

c. Kemanfaatan benda dibolehkan menurut syara’.

d. Tidak menyewa untuk pekerjaan yang diwajibkan kepadanya.

e. Tidak mengambil manfaat bagi diri orang yang disewa.

f. Manfaat barang sesuai dengan keadaan yang umum.80

Dalam point pertama yaitu adanya keridaan dari kedua belah pihak merupakan point terpenting dalam akad ijarah. Maka, sesuai dengan pedapat dari beberapa responden menyatakan bahwa keterlambatan tersebut akadnya cacat, berdosa dan mendzholimi pemilik sawah karena kesalahan tersebut disebabkan oleh pihak pemanen padi tersebut. Namun demikian, semua itu bisa diselesaikan dengan cara memita maaf dan bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Adanya keikhlasaan dan keridaan dari pihak pemilik sawah sesuaii dengan poin pertama dalam syarat sahnya ijarah. Dari berbagai pendapat responden di atas yang kemudian telah penulis bagi dalam dua kategori yaitu yang pertama, pendapat yang menyatakan bahwa wanprestasi ijarah dalam praktik pengupahan tersebut tidak diperbolehkan atau tidak sah karena, dalam segi waktu mengerjakannya tidak sesuai dengan kesepakatan.

Karena dia tidak mampu memberikan sesuai dengan apa yang sudah dijanjikan diawal perjanjian.

Kesalahan tersebut disebabkan dari pihak pemanen padi sendiri maka sudah termasuk menciderai yang namanya at-tadlis yaitu pelanggaran dari segi waktu maka berdosa dan tidak diperbolehkan. Pendapat kedua, pendapat yang menyatakan bahwa Akad dalam wanprestasi ijarah dalam praktik pengupahan tersebut diperbolehkan atau sah meskipun telah terjadi ingkar janji dari pihak pemanen padi tersebut yang menyebabkan cacatnya akad, mendzholimi pemilik sawah dan berdosa. Akan tetapi, bisa ditebus dengan cara meminta maaf kepada pemilik sawah dan wajib bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut. Adanya keikhlasan dan keridaan dari pihak pemilik sawah. Penulis sependapat dengan

80Ibid. Hal 110-115

63

pernyataan dari pendapat yang kedua yaitu sah nya akad yang terdapat di praktik pengupahan tersebut. Adapun yang menjadi alasan penulis lebih cenderung terhadap pendapat tersebut dikarenakan oleh beberapa hal :

1. Melihat dari rukun dan syarat dari akad ijarah telah terpenuhi maka kaitkan kembali kepada hukum akadnya yaitu telah terjadi ingkar janji antara pihak pemilik sawah dan pihak pemanen padi dengan adanya keterlambatan penyelesaian pekerjaannya tersebut hukumnya memang berdosa, tidak konsisten dengan perjanjian yang sudah di beritahu dari sebelum mengerjakan tugasnya. Akan tetapi setiap permasalahan akan selesai jika adanya kerelaan dari kedua belah pihak yaitu pemilik sawah dan pihak pemanen padi.

2. Jika pihak pemilik sawah sudah memaafkan dan menerima semua kesalahannya dengan menjelaskan kesalahan yang telah terjadi sehingga terjadinya keterlambatan dalam menyelesaikan pemanenan maka akadnya sah yang artinya diperbolehkan dengan syarat tidak mengulanginya lagi dan jika adanya penuntutan dari pemilik sawah maka pihak pemanen padi berhak bertanggung jawab mengikuti apa yang pemilik sawah minta.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterlambatan waktu pengerjaan dalam pemanen padi di Desa Ranggagata termasuk dalam bentuk wanprestasi, yaitu pekerja melakukan apa yang telah diperjanjikan tetapi terlambat. Dan hal ini tidak diperbolehkan dalam hokum Islam, karena hal tersebut di anggap dapat merugikan pihak lain yang melakukan perjanjian. Di mana dijelaskan dalam surat Al-maidah ayat 1, diperintahkan untuk memenuhi suatu akaddalam segala bentuk dan maknanya dengan pemenuhan sempurna. Sedemikian tegas Al-quran dalam kewajiban memenuhi akad, sehingga setiap Muslim di wajibkan

64 BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti dapat simpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Praktik upah mengupah antara pemilik sawah dengan pemanen padi di Desa Ranggagata, bahwa dalam hal pengupahan pemanen padi di desa ranggagata itu sudah menjadi kebiasaan yang ada dan itu semua sama antara pemilik sawah yang satu dengan pemilik sawah lainnya, upahnya juga ada yang diberikan atau diterima dengan dua cara, yaitu pertama setelah selesai mengerjakan pemanenan, kedua sebelum pemanenan di lakukan, dan itu juga tergantung dari tingkat kebutuhan pemanen padi di Desa ranggagata tersebut.

2. Dalam perspektif Fiqih Muamalahnya, terhadap praktik upah mengupah antara pemilik sawah dengan pemanen padi di Desa ranggagata sudah sesuai dalam ketentuan fiqh muamalah. Akad dasar penetapan upah jasa yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa dalam penetapan upah jasa telah memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam fiqh muamalah. Ketentuan- ketentuan tersebut diantaranya, sudah memenuhi rukun dan syarat dalamakad ijarah, yang pertama yaitu shighah, dimana dalam praktik upah mengupah tersebut sudah terpenuhinya ijab dan qabul, kedua muta’aqidayn yaitu adanya dua pihak yang melakukan transaksi, ketiga ma’qud‘alayh yaitu manfaat yang di transaksikan, yang dalam praktiknyapihak pemilik sawah memberikan manfaat atas pekerjaan kepada musta’jir.

Sehingga antara pihak pemanen padi dengan pihak pemilik sawah sama-sama sepakat dengan segala ketentuan yang dibuat. Tanpa ada salah satu pihak yang diuntungkan dan pihak lain merasa dirugikan. Dan menngenai keterlambatan waktu pengerjaan dalam pemanen padi di Desa Ranggagata termasuk dalam bentuk wanprestasi, yaitu pekerja melakukanapa yang telah diperjanjikan tetapi terlambat. Dan hal ini tidak diperbolehkan dalam hukumIslam, karena hal tersebut di

65

anggap dapat merugikan pihak lain yang melakukan perjanjian.

Dimana dijelaskan dalam surat Al-maidah ayat 1, diperintahkan untuk memenuhi suatu akaddalam segala bentuk dan maknanya dengan pemenuhan sempurna. Sedemikian tegas Al-quran dalam kewajiban memenuhi akad, sehingga setiap Muslim di wajibkan memenuhinya.

B. SARAN

Setelah menyelesaikan tugas akhir skripsi ini, penulis mencoba memberikan saran yang bias penuis harapkan bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya, bagi masyarakat, dan bagi pembaca.

Adapun saran yang akan pemulis sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Dalam praktik upah mengupah di Desa Ranggagata hendaknya segala sesuatu yang berhubungan dengan isi dalam akad maupun perjanjian hendaknya diterangkan secara jelas dalam akad ijab dan qabul, agar tidak ada salah pengertian di kemudian hari.

2. Diharapkan kepada pemilik sawah hendaknya sebelum menentukan besaran upahnya terlebih dahulu disosialisasikan dengan para pemanen padi agar kedua belah pihak tercipta rasa saling meridhai. Dan keterkaitannya dengan keterlambatan atau waktu pengerjaan jika sudah tiba waktunya untuk segera mengerjakan tanggung jawabnya. Agar di antara kedua belah pihak bias slaing meridhai dan tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Afifudin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012.

Ahmad Wardani M, Fiqh Muamalah, Ed. 1, Cet. 1, Jakarta: Amzah, 2010.

Atik Abidah, Fiqh Muamalah, Ponorogo: STAIN Po Press, 2006.

Elvianaro Ardianto, Metodologi Penelitian Hukum, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2003.

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Press, 2014.

Iman Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015.

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam Ed.1 Cet. 1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Muhammad Abdul Wahab, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta: Rumah Fiqh Publishing, 2018.

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.

Nasution S, Metode Penelitian Naturalistik, Bandung: PT Tarsito, 2003.

Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1999.

Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&d),Bandung: Alfabeta, 2008.

Suhrawardi K Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Ed. III Cet.

Ke 3, Jakarta: Balai Pustaka, 2006.

Skripsi/Thesis/Disertasi

Amianatun, Derep (Sistem Upah) Panen Padi Pada Masyarakat Desa Wundombolo Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Ditinjau Dari Hukum Islam, Skripsi, IAIN Kendari, 2017.

Muhamad Hamidi, Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap Praktik Pemberian Upah Pengawasan Operasional Pasar (Studi Di Pasar Rabo’ Desa Beraim Kec. Praya Tengah Kab.Lombok Tengah), Skripsi, UIN Mataram, 2021.

Sumartini, Tinjaun Hukum Islam Tentang Praktik Upah Mengupah Dalam Pengairan Sawah Dengan Sistem Lajur (Studi di Desa Sidodadi Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus, Skripsi, UIN Raden Intan, 2019.

Sartika, Sistem Pengupahan Buruh Tani Berdasarkan Akad Ijarah Islam Hukum Ekonomi Islam (Studi di Paddinging Kab.

Takalar).Skripsi, IAIN Parepare 2019.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Pedoman Wawancara

A. Wawancara kepada pemililik sawah di Desa Ranggagata Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok Tengah

1. Apa bentuk kerja sama yang anda lakukan?

2. Apakah anda mengetahui tentang rukun dan syarat upah mengupah?

3. Bagaimana bentuk akad upah mengupah yang bias anda lakukan?

4. Berapa besar upah yang anda berikan setiap panen?

5. Sudah berapa lama anda mengupahkan orang lain untuk memanen hasil padi anda dan apa yang melatar belakanginya?

6. Apakah ada pengaruh kepada peng hasilan anda?

7. Apakah anda sering mengetahui kelalaian dari pada pemanen padi?

8. Apakah anda sebagai pemilik sawah merasa di rugikan memberikan upah dengan pekerjaan yang tidak sesuai perjanjian?

9. Appakah anda rela bila pekerjaan pemanen tidak sesuai?

10. Apakah ada teguran dari anda sebagai pemilik sawah terhadap kelalaian dari pemanen padi?

B. Wawancara kepada pemanen padi di Desa Ranggagata Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok Tengah

1. Apabentukkerjasama yang andalakukan?

2. Apaandamengetahuitentangsyaratdanrukunupahmengupah?

3. Apabentukakad yang bias andalakukan?

4. Berapabesarupah yang andaterimasetiappanennya?

5. Apakahupah yang diterima sudah cukup untuk anda setiap hasil yang di dapat?

6. Apakah sering ada teguran dsri pemilik sawah terhadap kinerja anda selaku pemanen padi?

LAMPIRAN 2

Hasil Dokumentasi Wawancara dan peoses pemanenan

Wawancara dengan bapak saleq, selaku pemilik sawah

Wawancara dengan Ibu Jiburni, selaku pemilik sawah

Wawancara dengan bapak Kamran, selaku pemanen padi

Wawancara dengan Ibu mahnip, selaku pemanen padi

Pemanenan tahap pertama, yang biasa masyarakat Desa menyebutnya

“Ngawis” (memotong padi)

Proses ngerontok padi pakek mesin yang dibuat sendiri oleh pemanen