• Tidak ada hasil yang ditemukan

bahwa jawaban S3 terhadap soal E pasti salah, sehingga terjadi mislogical construstion pada jawaban ini.

Gambar 4.3.6 Jawaban Soal F oleh S3

Terjadi mislogical construction juga pada jawaban soal F oleh S3.

Jumlah biaya konsumsi yang diperkirakan sebelumnya bukan kurang dari atau sama dengan 1.500.000 karena biaya transportasinya belum tentu

1.500.000, sehingga masih masuk akal jika di tengah perjalanan Aan telah mengeluarkan biaya konsumsi sebesar 1.600.000. S3 salah menggunakan logikanya untuk menjawab soal ini. Bukan hanya itu, S3 juga tidak menggunakan logikanya untuk menjawab soal ini melalui konsep matematika.

Dari penjelasan di atas mengenai kesalahan struktur berpikir S3, maka perbandingan struktur berpikir S3 dengan struktur berpikir masalah yang sebenarnya dapat terlihat pada gambar berikut.

83

Gambar 4.1.7 Struktur (1) Gambar 4.3.7 Struktur (6)

Struktur (1) merupakan struktur berpikir penyelesaian masalah yang benar, sedangkan Struktur (6) merupakan struktur berpikir S3 sebelum dilakukannya defragmenting. Dari kedua struktur di atas, terlihat jelas bahwa banyak sekali bagian struktur berpikir yang hilang akibat kesalahan-kesalahan S3 yang telah dibuat dan telah dijabarkan penyebab terjadinya kesalahan berpikirnya. Selanjutnya, metode defragmenting akan dilakukan untuk mengetahui bagaimana struktur berpikirnya dapat kembali tersusun rapih. Metode defragmenting dilakukan dengan menggunakan tahap-tahap pada metode tersebut dalam bentuk pertanyaan- pertanyaan sebagai berikut:

P : “ Sudah yakin sama jawaban A? “ (Disequilibrasi 1)

S3 : “ Hhmm udah sih ka. Kan aku misalin BT nya x, BK nya y, biaya tempat tujuan a, biaya kendaraan b, biaya hotel c, biaya makan d,

biaya oleh-oleh e. Trus konsep atau modelnya kaya gitu kak yang aku tulis “

P : “ Emang konsep sama model matematika sama? “ (Disequilibrasi 2)

S3 : “ Setau saya sama kak “

Dikarenakan S3 tetap percaya jawaban ia masih benar, maka peneliti melanjutkan metode defragmenting di tahap conflict cognitive.

P : “ Okey, kakak contohin ya. Misal kakak ngerjain soal tiga dimensi, disuruh nyari panjang diagonal bidang sebuah balok. Konsep yang kakak pake di situ ada konsep garis, panjang garis, pythagoras, dan sebagainya. Kalo dari masalah ini berarti konsep yang bisa kamu kaitkan apa? “ ( Conflict Cognitive 1 )

S3 : “ Apa ya kak, hmm “

Peneliti merasa S3 memang tidak bisa menemukan jawabannya, sehingga peneliti memberikan tahap schaffolding kepada S3 dengan memberikan sedikit bocoran bagaimana jawabannya.

P : “ Okey kita bahas dulu sampai soal C ya, nanti jawabannya ada di langkah-langkah kamu ngerjain soal C “

S3 : “ Baik, Kak “

Kemudian, untuk soal-soal selanjutnya peneliti memulai lagi dari tahap 1 defragmenting, yaitu Disequilibrasi. Jika dirasa tidak cukup, peneliti akan melanjutkan ke tahap conflict cognitive dan schaffolding bila diperlukan.

P : “ Lanjut soal B. Menurut kamu, jawaban kamu sudah benar? “ (Disequilibrasi 1)

85

S3 : “ Udah kak, kan berarti model yang tadi dijabarin kalimatnya gimana tuh kak. “

P : “ Kalimat matematika sama model matematika itu beda? “ (Disequilibrasi 2)

S3 : “ Beda kak, kan kalo model kan yang angka-angkanya, kalo kalimat ya kalimat gitu kak. “

P : “ Kakak contohin ya, ‘ Jika Budi membeli 3 pulpen dan 2 pensil dengan harga 13.000, berapakah harga satu pulpen? ‘, masalah ini bisa kakak buat kalimat matematikanya menjadi 3x +2y = 13.000 (dengan x nya adalah harga pulpen dan y nya adalah harga pensil). Berarti apakah kalimat matematika dan model matematika itu sama? “ (Conflict Cognitive 1 )

S3 : “ Kalo contohnya kaya gini sama dong kak, berarti jawaban aku yang di A harusnya buat B kak. “

P : “ Iya, tapi apakah perlu kamu buat permisalan a sampai e itu? “ (Conflict Cognitive 2 )

S3 : “ Kan BT itu biaya tempat tujuan, kendaraan, dan hotel, sedangkan BK nya biaya makan dan ole-oleh kak. “

P : “ Yang kamu misalkan harusnya variabel yang akan dicari saja.

Masa iya kita juga harus mencari harga tempat tujuan, kendaraan, hotel, makan, sama oleh-oleh? Kan intinya mereka itu masuk biaya apa saja gitu kan. “ (Schaffolding 1)

S3 : “ Berarti cuma dua kak, x sama y kak, BT sama BK saja “ P : “ Iya, jadinya bagaimana kalimat matematikanya? “

S3 : “ 𝑥 ≥ 1.500.000, 𝑦 ≤ 1.500.000, 𝑥 + 𝑦 ≤ 1.500.000, 𝑥 ≥ 0, 𝑦 ≥ 0 kak “

P : “ Apakah biaya konsumsi tidak boleh lebih dari biaya transportasi itu kalimat matematikanya menjadi 𝑦 ≤ 1.500.000 ? “ (Disequilibrasi 3)

S3 : “ Kan biaya transportasinya lebih dari atau sama dengan 1.500.000 kak “

P :“ Memangnya biaya transportasinya sudah pasti 1.500.000?

Bukannya biaya transportasi belum tentu 1.500.000? Kalau ternyata bukan 1.500.000 bagaimana? Apakah 𝑦 ≤ 1.500.000 masih berguna?

“(Conflict Cognitive 3)

S3 : “ Hmm, gimana kak bingung “

P : “ Di soalnya jelas tertulis ‘ Biaya konsumsi tidak boleh lebih dari biaya transportasi’ coba kamu bikin model yang kalimatnya tertera saja, biaya konsumsi apa, tidak boleh lebih dari itu simbol matematikanya bagaimana, biaya transportasi itu apa, seperti itu.. “ (Schaffolding 2)

S3 : “ Oh, berarti 𝑦 ≤ 𝑥 kak. “

P : “ Lalu buat apa kamu tulis 𝑥 ≥ 0 padahal sudah jelas 𝑥 ≥ 1.500.000 ? “ (Schaffolding 3)

S3 : “ Oiya kak, kan lebih besar dari 1.500.000 udah pasti lebih dari x ya kak, berarti gausah ya kak. Berarti ada 4 pertidaksamaan kak. “ P : “ Iya benar. Kita lanjut Soal C. Sudah yakin dengan jawabannya?

“ (Disequilibrasi 1)

S3 : “ Iya kak, kan pertidaksamaannya dulu nih kak. Oiya kak berarti salah juga soalnya 𝑦 ≤ 1.500.000 itu salah kan kak? Saya itung dulu ya kak. “

P : “ Iya. “

87

S3 : “ Ada 4 titik kak nemunya, biar minimum berarti jawabannya yang titik pertama kak, BT nya 1.500.000, BK nya 0. Jadi, biaya minimumnya 1.500.000. “

P : “ Kalo BK nya 0, berarti Aan jalan-jalannya gaada makan sama sekali ya apalagi beli oleh-oleh? “ (Conflict Cognitive 1)

S3 : “ Gamungkin sih kak, berarti yang 3 juta ya kak, BK nya 1.500.000 trus BT nya 1.500.000 juga. “

P : “ Iya benar. Setelah kamu ngerjain soal C, apakah kamu udah bisa menjawab soal A? “ ( Disequlibrasi 3)

S3 : “ Konsep ya kak, berarti itu kak program linear. ”

P : “ Lebih detailnya gimana? Kan tadi kaka udah contohin yang contoh mencari panjang diagonal ruang balok. “ ( Conflict Cognitive 4)

S3 : “ Hhm, itu kak nilai minimum. “ P : “ Iya, apalagi? “

S3 : “ Gatau kak bingung. “

P : “ Dari permasalahan yang ada tadi kita rubah ke dalam bentuk kalimat matematika apa namanya? Yang tandanya ada ≥, ≤ ? “ (Scaffolding 1)

S3 : “Oh pertidaksamaan kak? “

P : “ Iya, trus abis itu kamu gambar di mana garisnya ? “ (Conflict Cognitive 5)

S3 :” Kartesius kak, grafik kartesius “

P : “ Nah trus kamu cari apanya tuh? “ ( Conflict Cognitive 6)

S3 : “ Titik kak, titik koordinat, daerah penyelesaiannya gitu2 kak “ P : “ Nyari titik yang belum diketahui pake cara apa? “(Conflict Cognitive 7)

S3 : “ Yang perpotongan kak? Itu eliminasi substitusi kak “

P : “ Nah, itu dapet banyak kan konsepnya. Sekarang kita lanjut ke soal D ya. Kamu di sini make pure logika kamu untuk jawab soalnya, sedangkan yang diminta itu menggunakan konsep matematika yang lainnya. Menurut kamu ada konsep lain ga? “ (Disequilibrasi 1)

S3 : “ Saya gatau kak “

P : “ Biasanya materi diajarkan secara bertahap karena materi sebelumnya akan berhubungan dengan materi selanjutnya. Contohnya, saat kamu di ajarkan limit fungsi, materi selanjutnya adalah turunan.

Hal ini dikarenakan kedua materi tersebut berkaitan. Materi apa yang diajarkan setelah program linear? “ (Conflict Cognitive 1)

S3 : “ Bentar kak liat buku dulu kak. Itu kak matriks kak “ P : “ Matriks yang telah kamu pelajari ordo berapa aja? “ S3 : “ 2x2 sama 3x3 kak “

P : “ Pada masalah ini ada berapa variabel sih yang harus dicari?

“(Conflict Cognitive 2)

S3 : “ BT sama BK jadi dua kak “

P : “ Okey kalo ada dua variabel yang dicari, berarti kita duat matriksnya ordo berapa? “(Conflict Cognitive 3)

S3 : “ Dua juga kak? 2x2 ?

89

P : “ Okey, trus dari 4 persamaan garis yang udah kamu cari sebelumnya biar jadi bentuk matriks ordo 2x2 kamu butuh berapa persamaan garis? “(Conflict Cognitive 4)

S3 : “ Hmm, semua kak? Gatau aku kak “

P : “ Butuh dua juga, sekarang apa saja yang kamu pilih yang paling mungkin menghasilkan nilai minimum diantara 4 persamaan garis itu?

“ (Scaffolding 1 & Conflict Cognitive 5 )

S3 : “𝑥 = 1.500.000 sama 𝑥 + 𝑦 = 5.000.00 kali ya kak “

P : “𝑥 + 𝑦 = 5.000.00 bukannya udah sama aja kaya total uang yang Aan punya? Maksimum dong kalo gitu “ (Scafflolding 2)

S3 : “ Berarti 𝑥 = 1.500.000 sama 𝑦 = 𝑥 ya kak “

P : “ Iya, bisa kamu rubah ke dalam bentuk persamaan matriks? “ S3 : “ Gabisa kak “

P : “ Kakak contohin ya, misal kakak punya persamaan 2𝑎 + 2𝑏 = 12 dan 𝑎 − 𝑏 = 5, maka bentuk persamaan matriksnya berdasarkan

bentuk umum persamaan matriks AX=B jadi [2 2 1 −1] [𝑎

𝑏] = [12 5], bisa kamu rubah persamaan garis yang kamu punya sekarang? “ (Conflict Cognitive 6)

S3 : “ Hmm jadi [1 0 0 1] [𝑥

𝑦] = [1.500.000

𝑥 ] gitu kak? “

P : “ Kalo kakak perjelas seperti ini

Bentuk persamaan matriks kamu jadi seperi apa?

“ (Conflict Cognitive7)

S3 : “ Bener dong kak kaya yang tadi aku tulis ? “

P : “ Coba benerin bentuk persamaannya, samain posisi yang punya variabel dan yang tidak punya variabel “ (Scaffolfing 3)

S3 : “ Oh yang punya variabel di kiri semua ya kak berarti jadi [1 0

1 −1] [𝑥

𝑦] = [1.500.000 0 ] “

P : “ Yang -1 itu x atau y nya? Coba benerin lagi “ (Scaffolfing 4) S3 : “ x nya kak, jadinya [ 1 0

−1 1] [𝑥

𝑦] = [1.500.000 0 ] “

P : “ Okey, sekarang buat nyari x dan y nya pake cara apa? “ (Conflict Cognitive 8)

S3 : “ Pindahin [ 1 0

−1 1] nya kak ke kanan “

P : “ Kalo dimatriks namanya apa? “ (Conflict Cognitive 9) S3 : “ Itu kak invers “

P : “ Yaudah coba cari nilai x dan y nya “ S3 : “ x nya 1.500.000, y nya 0 kak “ P : “ Loh emang invernya berapa? “ S3 : “[1 1

0 1] kak “

P : “ Coba cek lagi adj nya, trus diitung lagi, x dan y nya dapet berapa? “ (Scaffolfing 5)

S3 : “ Oiya kak harusnya 1 0 nya gausah dituker posisi ya kak, jadinya x nya 1.500.000, dan y nya 1.500.000, sama kak “

P : “ Berarti bisa pake konsep lain? “

91

S3 : “ Bisa kak, make matriks. “

P : “ Kita lanjut soal E. Jawaban kamu salah atau benar? “ (Disequilibrasi 1)

S3 : “ Karena tadi pas ngitung di C beda jawabannya berarti jawaban saya salah kak “

P : “ Kamu kan udah ngerjain soal C, coba kamu benerin lagi jawaban di soal E “ (Conflict Cognitive 1)

S3 : “ Baik kak, sudah kak “

P : “ Kita lanjut ke soal terakhir. Benarkah jawaban kamu? “ (Disequilibrasi 1)

S3 : “ Hmm kan itu udah ngelebihin 1.500.000 kak konsumsinya padahal trassportnya 1.500.000, jadi menurut saya benar “

P : “ BT bisa lebih dari 1.500.000 kan? Kan tadi kamu cari yang menyebabkan biaya minimum,berarti BT nya bisa aja lebih kan ? “ (Conflict Cognitive 1)

S3 : “ Iyasih kak, trus gimana kak? “

P : “ Coba kamu kerjain lagi sama kaya kamu kerjain soal C, bedanya ini nambah satu pertidaksamaan kan? “ (Scaffolding 1)

S3 : “ Oiya kak nambah BK nya 1.600.000 ya kak. Berarti arsirnya kemana kak yang y =1.500.000 ?”

P : “ Ini kan udah ditengah perjalanan, berarti mungkin ga BT nya ga nambah ? “ (Conflict Cognitive 2)

S3 : “ Oh berarti ke atas ya kak. Dapet tiga titik kak, titik (1.600.000, 1.600.000), titik (2.500.000, 2.500.000), sama titik (3.400.000,

1.600.000), hmm biar minimum berarti titik (1.600.000, 1.600.000) kak “

P : “ Ini keputusan buat keseluruhan liburan Aan, kalo kamun milih itu berarti Bknya Aan gamungkun bertambah dong? Apa dia ga makan-makan lagi di setengah liburan selanjutnya? “ (Conflict Cognitive 3)

S3 : “ Hmm titik (3.400.000, 1.600.000) kak “

P : “ Sama aja dong BK nya ga nambah-nambah lagi di setengah liburan selanjutnya? (Conflict Cognitive 4)

S3 : “ Berarti titik (2.500.000, 2.500.000) ya kak. Ohh paham kak berarti karna 1.600.000 nya udah abis jadi sisa uangnya ya 2.500.000 itu dikurang 1.600.000 ya kak “

P : “ Iya, gitu.”

Metode defragmenting yang dilakukan dengan wawanacara kepada S3 yang merupakan siswa dengan tingkat kemampuan berpikir kritis matematis rendah ini berlangsung selama 2 jam 20 menit Setelah melaui proses defragmenting, analisis kesalahan berpikir S3 dan metode defragmenting yang digunakan dapat dijabarkan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.9 Hasil Analisis S3 No.

Instrumen Soal

Kemampuan Berpikir

Kritis Matematis

Kesalahan Berpikir S2

Metode Defragmenting Disequ

ilibras i

Confli ct Cognit

ive

Scaff oldin g

1 Soal 1 Focus misanalogica

l contruction

3 7 1

2 Soal 2 Situation misanalogica l contruction

&

misconstructi

3 3 3

93

on 3 Soal 3 Inference mislogical

contruction&

misconstructi on

1 1 -

4 Soal 4 Clarify mislogical

contruction

1 9 5

5 Soal 5 Reason mislogical contruction

1 1 -

6 Soal 6 Overview mislogical contruction

1 5 1

Pada tabel di atas, terdapat 6 proses metode defragmenting yang dilakukan dengan total tahap disequilibrasi sebanyak 10 kali, tahap conflict cognitive sebanyak 26 kali, dan tahap scaffolding 10 kali. Setiap indikator kemampuan berpikir kritis matematis memiliki satu proses metode defragmenting dengan total tahap yang berbeda-beda. Indikator focus pada S3 membutuhkan 3 kali disequilibrasi, 7 kali conflict cognitive, dan 1 kali scaffolfing. S3 tidak mampu menyelesaikan masalah hanya dengan bantuan tahap disequilibrasi sehingga harus dilakukan tahap conflict cognitive. Sampainya ditahap scaffolding juga menunjukkan S3 yang tidak mampu menyelesaikan masalah dengan bantuan tahap disequilibrasi dan conflict cognitive. Indikator situation pada S3 membutuhkan 3 kali disequilibrasi, 3 kali conflict cognitive, dan 3 kali scaffolfing. Hal ini juga menunjukkan bahwa S3 dalam menyusun struktur berpikir pada kemampuan situation juga tidak mampu menyelesaikan masalah hanya dengan bantuan tahap disequilibrasi dan conflict cognitive.

Begitu pula pada indikator kemampuan clarify yang sampai membutuhkan 5 kali tahap scaffolding dan indikator kemampuan overview meskipun hanya membutuhkan 1 kali scaffolding. Berbeda dengan indikator inference dan reason pada S3 yang tidak sampai membutuhkan tahap scaffolding dalam menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan S3 dapat

menyelesaikan masalah hanya dengan tahap disequilibrasi dan conflict cognitive.

Berdasarkan hasil analisis dari ketiga subjek di atas, jika dilihat dari struktur berpikir sebelum defragmenting, struktur berpikir S2 lebih lengkap dsri S3 dan struktur berpikir S1 lebih lengkap dari S2 dan S3. Hal ini sejalan dengan penelitian Kadek Adi Wibawa di mana struktur berpikir siswa berkemampuan sedang dalam proses berpikir pseudo lebih lengkap dari siswa berkemampuan rendah dan struktur berpikir siswa berkemampuan tinggi jauh lebih berkembang dari siswa berkemampuan sedang dan rendah dikarenakan siswa berkemampuan tinggi memiliki pengalaman yang lebih banyak dan pengetahuan yang lebih lengkap.1

Selain itu, dalam proses defragmenting, S2 dan S3 membutuhkan waktu lebih lama dan membutuhkan bantuan lebih banyak dibandingkan dengan S1 yang berkemampuan tinggi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Kadek Adi Wibawa dalam bukunya yaitu siswa berkemampuan rendah dan sedang memerlukan waktu lebih lama dan bantuan lebih banyak dalam proses defragmentingnya.2

D. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal yang bisa dianggap sebagai kekurangan atau keterbatasan oleh peneliti. Diantara kekurangan atau keterbatasan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Dikarenakan wabah covid-19 yang telah menyebar sejak februari tahun 2019, maka hampir seluruh kegiatan dilaksanakan secara online, sehingga mempengaruhi kelancaran komunikasi dalam menyusun penelitian ini.

2. Tidak tercapainya target sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.

Dari 5 sekolah yang ditargetkan, peneliti mengirimkan surat izin penelitian

1 Kadek Adi Wibawa, Defragmenting Struktur Berpikir Pseudo Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika, (Malang : Deepubish, 2016), h. 71-93.

2 Kadek Adi Wibawa, Defragmenting Struktur Berpikir Pseudo Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika, (Malang : Deepubish, 2016), h. 109-138.

95

kepada 7 sekolah, yaitu SMAN 34 Jakarta, SMAN 49 Jakarta, SMAN 66 Jakarta, SMAN 38 Jakarta, SMAN 97 Jakarta, MAN 11 Jakarta, dan MAN 13 Jakarta. Peneliti berhasil mendapatkan izin dari 5 sekolah, diantaranya SMAN 34 Jakarta, SMAN 49 Jakarta, SMAN 66 Jakarta, SMAN 38 Jakarta, dan SMAN 97 Jakarta. Namun, setelah instrumen dibagikan kepada siswa untuk kemudian dikerjakan, ternyata hanya siswa-siswa dari 4 sekolah yang mengerjakan dan mengumpulkan hasil jawabannya untuk kemudian dijadikan data, yaitu SMAN 49 Jakarta, SMAN 66 Jakarta, SMAN 38 Jakarta, dan SMAN 97 Jakarta. Meskipun banyaknya data yang didapatkan mencukupi, tetapi dirasa kurang cukup untuk dikatakan bahwa penelitian ini dilaksanakan setingkat wilayah kota se-Jakarta Selatan.

3. Hasil pengerjaan siswa yang asal-asalan, atau tidak serius mengerjakan, atau banyaknya terjadi dugaan menyontek. Hal ini dikarenakan beberapa penyebab, yaitu : 1) Materi yang sudah terlewat satu semester dikarenakan validasi instrumen membutuhkan waktu yang lama, 2) Waktu pelaksanaan tes yang tidak bisa dilaksanakan secara serentak. Mulai dari respon perizinan tiap sekolah memiliki waktu yang berbeda, bahkan harus menunggu untuk sebulan ,bersamaannya dengan jadwal UTS (Ujian Tengah Semester) sehingga pelaksanaan tes harus diundur, dan tidak mendapatkan izin untuk dilaksanakan dalam jam KBM, sehingga tes diundur pada jam diluar KBM.

4. Tidak ada sampel yang dapat mewakili siswa dengan tingkat kemampuan berpikir kritis tinggi karena dari data yang masuk hanya satu siswa yang berada pada tingkat kemampuan berpikir kritis tinggi. Namun, data siswa ini tetap di analisis untuk melengkapi data analisis.

BAB V

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada Bab IV, maka kesimpulan yang diperoleh dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Hasil dari tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa memiliki rata- rata skor semua indikator kemampuan berpikir kritis siswa masuk dalam kategori rendah, sehingga siswa lemah dalam semua indikator kemampuan berpikir kritis FRISCO. Namun, yang telemah adalah indikator clarify, yaitu siswa sangat lemah menyelesaikan permasalahan dengan konsep lain atau langkah penyelesaian yang berbeda.

2. Secara umum, dari ketiga tingkat kemampuan berpikir kritis siswa, kesalahan yang paling banyak dilakukan adalah pada saat menggunakan kemampuan berpikir logikanya dalam mengkontruksi konsep saat menyelesaikan masalah. Sama halnya pada siswa dengan tingkat kemampuan berpikir kritis rendah, siswa banyak melakukan kesalahan pada saat menggunakan kemampuan berpikir logikanya dalam mengkontruksi konsep saat menyelesaikan masalah. Namun, pada siswa dengan tingkat kemampuan berpikir kritis sedang, siswa sudah bisa mengkontruksi konsep dengan cukup baik tetapi masih banyak bagian- bagian konsep yang belum terkontruksi. Selanjutnya, sebagai pelengkap data, siswa dengan tingkat kemampuan berpikir kritis tinggi belum sempurna saat menggunakan berpikir logikanya dalam mengkontruksi konsep saat menyelesaikan masalah.

3. Deskripsi kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMA menggunakan metode defragmenting adalah sebagai berikut; Pada tingkat kemampuan berpikir kritis rendah, defragmenting struktur berpikir tidak cukup hanya

97

dengan mengajukan pertanyaan yang akan memancing siswa untuk bingung atau ragu pada jawabannya sendiri ataupun memberikan contoh agar siswa berpikir ulang tentang jawabannya, tetapi harus memberikan bantuan langsung kepada siswa dimana bantuan yang diberikan akan dikurangi sedikit demi sedikit sampai siswa dapat mengerjakannya sendiri.

Kemudian, pada tingkat kemampuan berpikir kritis sedang, defragmenting struktur berpikir pada siswa tidak sampai memerlukan bantuan langsung untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Terakhir, pada tingkat kemampuan berpikir kritis tinggi, defragmenting struktur berpikir hanya membutuhkan pengajukan pertanyaan yang akan memancing siswa untuk bingung atau ragu pada jawabannya sendiri dan memberikan contoh agar siswa berpikir ulang tentang jawabannya, tidak sampai memberikan bantuan langsung. Selain itu, siswa dengan tingkat kemampuan berpikir kritis tinggi membutuhkan waktu defragmentasi struktur berpikir lebih cepat dibandingkan dengan tingkat sedang dan rendah.

Dokumen terkait