M. PURNOMO;
4.2.3 Analisis Penulis Mengenai Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Berdasarkan Saksi A De Charge
2. Keadaan yang meringankan :
d. Terdakwa menyesali segala perbuatannya
4.2.3 Analisis Penulis Mengenai Pertimbangan Hakim Dalam Memutus
a. Keterangan saksi b. keterangan ahli c. surat
d. petunjuk
e. keterangan terdakwa.
Pengajuan saksi a de charge yang diajukan oleh Terdakwa sebagaimana yang telah dijelaskan di awal pembahasan, secara yuridis telah memenuhi ketentuan aturan yang berlaku. Namun yang menjadi titik pertimbangan dari saksi a de charge ini yaitu mengenai keterangan dari saksi tersebut. Apakah keterangan dari saksi a de charge dapat meringankan atau sebaliknya.
Sebagaimana dijelaskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Purbalingga, Ibu Lucy Ariesty, S.H. yang mengatakan bahwa saksi a de charge yang diajukan oleh Terdakwa pada kasus laka lantas, tidak semua keterangannya dapat meringankan Terdakwa. Terdapat pula keterangan dari saksi a de charge yang memberatkan atau mendukung dakwaan Penuntut Umum.
Hal serupa juga disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Purbalingga, Ibu Rudi Winarti, S.H. yang mengatakan bahwa saksi a de charge yang diajukan oleh Terdakwa kasus laka lantas, keterangannya seringkali tidak mendukung untuk meringankan terdakwa.
Berdasarkan hal tersebut, dapat kita tinjau apakah keterangan saksi a de charge pada putusan Pengadilan Negeri Purbalingga No.85/Pid.Sus/2021/Pn.Pbg, yang diajukan oleh Terdakwa Prasongko Setiaji Bin (Alm) lebih bersifat meringankan atau memberatkan. Sehingga dengan demikian dapat memeberi keyakinan kepada hakim untuk memutuskan suatu perkara serta tujuan dari saksi a de charge dapat tercapai.
Berdasarkan pembahasan pada bagian kekuatan keterangan saksi a decharge, saksi a de charge yang diajukan oleh Terdakwa tidak cukup kuat untuk membuktikan bahwa Terdakwa tidak bersalah melakukan tindak pidana. Adapun keterangan saksi tersebut hanya cukup kuat untuk meringankan terdakwa dalam hal
pertimbangan non yuridis majelis hakim. Adapun hal yang meringankan Terdakwa pada intinya yaitu mengenai itikad baik terdakwa setelah tindak pidana terjadi.
Itikad baik tersebut berupa terdakwa tidak kabur dari kejadian laka lantas tersebut, terdakwa ikut takziah dan tahlilan, serta terdakwa memberi santunan kepada keluarga korban.
Hal tersebut di atas, berkaitan dengan pertimbangan non yuridis, yaitu salah satunya adalah itikad baik terdakwa setelah tindak pidana terjadi. (Arrozaqi et al., 2019) Suatu hal menarik di sini yaitu, bahwa saksi a de charge merupakan salah satu bagian dari pertimbangan yuridis Majelis Hakim. Namun keterangan saksi a de charge yang diajukan oleh Terdakwa Prasongko Setiaji Bin Sumardi (Alm) berisi mengenai sesuatu yang bersifat non yuridis. Secara jeas bahwa keterangan saksi a de charge tersebut membuktikan dan menguatkan mengenai itikad baik dari Terdakwa Prasongko Setiaji Bin Sumardi (Alm) setelah terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia.
Sementara itu, keterangan dari saksi a de charge yang lainnya kebanyakan justru mendukung dakwaan penuntut umum dan memberatkan Terdakwa. Menurut Dwi Hananta, sesuatu yang memberatkan memiliki beberapa karakteristik, salah satunya yaitu bentuknya berupa sifat, perihal, suasana atau situasi yang berlaku yang berkaitan dengan tindak pidana. Secara singkat sifat, perihal, suasana atau situasi yang berlaku disini dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang mempengaruhi tindak pidana atau terpengaruh akibat tindak pidana, dapat berupa:
(Dilla & Yuherman, 2020)
- Suatu penyebab, pemicu, atau pendorong yang berkaitan dengan tindak pidana;
- Dapat berupa segala sesuatu yang berlaku pada saat dilakukannya tindak pidana; dan
- Segala dampak atau akibat dari dilakukannya tindak pidana tersebut.
Adapun keterangan saksi a de charge yang memberatkan Terdakwa, yang mana telah dijelaskan di muka yaitu :
- Keterangan saksi a de charge mendukung barang bukti berupa truk dump No Polisi H – 1925 – CR yang tidak layak jalan.
- Keterangan saksi a de charge tidak mengetahui mengenai surat – surat kendaraan Terdakwa.
Jadi, walaupun hal tersebut berasal dari keterangan saksia de charge, hakim dalam mempertimbangkan hal tersebut masuk ke dalam sesuatu yang memberatkan terdakwa. Sebagaimana dijelaskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Purbalingga Ibu Lucy Aresty, S.H. yang mengatakan bahwa tidak semua keterangan saksi a de charge dapat meringankan terdakwa, ada juga keterangan saksi a de charge yang membertakan terdakwa. Walaupun keterangan saksi tersebut memberatkan terdakwa, bukan berarti oleh majelis hakim tidak dipertimbangkan, tetapi tetap dipertimbangkan dalam hal untuk memberatkan terdakwa.(wawancara tanggal 21 Oktober2022)
Hal ini juga dibuktikan bahwa pada Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga No.85/Pid.Sus/2021/Pn.Pbg, keadaan yang memberatkan terdakwa sebagai berikut :
- Terdakwa telah mengemudikan kendaraan yang tidak layak jalan;
- Terdakwa mengemudikan kendaraan tanpa memiliki surat/dokumen yang sah;
Berasarkan Kriteria sesuatu yang memberatkan, keterangan saksi a decharge yang mengatakan bahwa truk truk dump No Polisi H – 1925 – CR yang Terdakwa kendarai tidak layak jalan. Hal ini menjadikan hakim semakin yakin bahwa penyebab dari tindak pidana yang terdakwa lakukan salah satunya yaitu karena kondisi kendaraan yang tidak layak jalan. Selain itu, dengan kondisi truk yang tidak layak jalan, juga berdampak pada meninggalnya 2 orang anak, yaitu Zafran Algifari Widiadana Bin Triwidianto dan Abrisam Bin Abdul Hamidi.
Pertimbangan hakim berdasarkan keterangan saksi a de charge yang mana hal tersebut terolong pada sesuatu yang memberatkan dan meringankan terdakwa, menurut Syahreza hal tersebut merupakan sesuatu yang wajib untuk hakim
pertimbangkan. (Dilla & Yuherman, 2020) Hal ini juga telah dijelaskan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f yang berbuyi
Surat putusan pemidanaan memuat :
pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
Ditinjau dari teori pembuktian, dimana Andi Hamzah menyebutkan bahwa teori pembuktian diantaranya yaitu : (Hamzah, 2016)
a. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Positif (Positief Wettelijke Bewijs Theorie)
Sistem pembuktian berdasarkan undang undang secara positif merupakan sistem pembuktian yang mana pembuktian didasarkan hanya kepana undang undang. Ketika suatu perkara pidana sudah dapat dibuktikan dengan alat bukti sebagaimana disebutkan dalam undang undang, makan keyakinan hakim tidak berlaku. Sistem pembuktian ini disebut juga dengan pembuktian formal (formale bewijstheorie) . Telah dikatakan bahwa sistem pembuktian positif ini menitikberatkan kepada alat bukti yang sah sebagaimana tercantum dalam undang undang. Hal ini menjadikan hakim dalam memutus suatu perkara harus lebih melihat kepada alat bukti yg tercantum dalam undang undang tersebut. Sehingga keyakinan hakim tidak digunakan. Seperti ketika dalam suatu perkara, terdapat alat bukti berupa saksi, yang mana saksi tersebut memenuhi syarat dalam undang undang sebagai suatu alat bukti yang sah. Jadi, walaupun hakim berkeyakinan terdakwa tidak melakukan kesalahan, tetapi berdasarkan alat bukti tersebut, hakim harus memutuskan bahwa terdakwa bersalah. Sebaliknya apabila alat bukti yang digunakan tidak sesuai dengan yang tercantum dalam undang undang, walaupun hakim berkeyakinan bahwa terdakwa bersalah, maka hakim harus memutus bahwa terdakwa tidak bersalah.
b. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Melulu atau Semata
Sistem atau teori pembuktian berdasarkan hakim melulumerupakan suatu teori pembuktian yang mendasarkan kepada keyakinan hakim. Hakim diberi kebebasan dalam menelaah suatu perkara hukum, sehingga sulit untuk diawasi.
Berdasarkan teori ini, cukuplah dengan keyakinan hakim untuk membuktikan suatu perkara, tanpa terikat dengan peraturan perundangundangan.
c. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas AlasanYang Logis (La Conviction Rais Onnee) .
Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis merupakan sistem pembuktian dimana hakim memiliki kebebasan untuk memutuskan atau memidanakan terdakwa sesuai dengan keyakinan hakim serta dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan mengenai pembuktian.
Sistem pembuktian ini hakim diberi kebebasan dalam hal keyakinannya yang terlalu besar, sehingga sulit untuk diawasi.
d. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang Undang Secara Negatif (Negatief Wettelijk)
Teori pembuktian berdasarkan undang undang secara negatif (Negatief Wettelijk) merupakan suatu sistem pembuktian dimana pembuktian didasarkan pada peraturan perundang-undangan, sekuranb sekurangnya dengan dua alat bukti yang sah, serta keyakinan hakim. Pada sistem ini, keyakinan hakim didasarkan pada peraturan perundang-undangan serta dua alat bukti yang sah tersebut, karena hakim tidak boleh memidanakan seorang terdakwa sekurang kurangnya dengan dua alat bukti yang sah sesuai peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan teori peembuktian di atas, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purbalingga dalam memutus perkara pada putusan No.85/Pid.Sus/2021/Pn.Pbg, menggunakan teori pembuktian Berdasarkan Undang Undang Secara Negatif (Negatief Wettelijk). Hal ini juga senada dengan apa yang disebutkan dalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Hal ini sudah sesuai dengan pembuktian pada putusan Pengadilan Negeri Purbalingga No.85/Pid.Sus/2021/Pn.Pbg, dimana pada tahap pembuktian, baik yang dilakukan oleh Penuntut Umum maupun Terdakwa sudah lebih dari dua alat bukti yang sah. Sehingga dengan alat bukti yang ada, hakim dapat memiliki keyakinan bahwa benar adanya tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengaibatkan orang lain meninnggal dunia terjadi serta Terdakwa Prasongko Setiaji yang bersalah melakukannya.
Berdasarkan teori pembuktian Berdasarkan Undang Undang Secara Negatif ( Negatief Wettelijk), keterangan saksi a de charge harus dipertimbangkan oleh majelis hakim, karena sudah secara jelas saksi a de chage merupakan hak Terdakwa serta suatu alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan peratuan perundang – undangan yang berlaku. Sehingga dapat dikatakan jika saksi a de charge yang diajukan oleh terdakwa mempunyai kekuatan pembuktian dan hakim bebas menentukan untuk menerima atau mengingkarinya. (Arrozaqi et al., 2019)
5BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut :
1. Kekuatan keterangan saksi a de charge sebagai alat bukti terhadap kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia pada putusan no.85/pid.sus/2021/pn.pbg tidak kuat untuk meringankan Terdakwa, karena dalam keterangannya justru menguatkan Dakwaan Penuntut Umum yaitu Terdakwa mengemudikan kendaraan yang tidak layak jalan dan surat surat yang tidak lengkap. Sehingga keterangan tersebut mendukung unsur dari pasal Pasal 310 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia.
2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berdasarkan keterangan saksi a de charge dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia no.85/pid.sus/2021/pn.pbg , hakim lebih menekan pada kesesuaian dan kekuatan keterangan yang disampaikan oleh saksi a de charge dengan alat bukti yang lain serta disesuaikan dengan pertimbangan non yuridis. Majelis hakim dalam mempertimbangkan keterangan saksi a de charge yang diajukan oleh Terdakwa Terdakwa Prasongko Setiaji Bin Sumardi (alm) ke dalam sesuatu yang memberatkan Terdakwa, yaitu Terdakwa telah mengemudikan kendaraan yang tidak layak jalan dan Terdakwa me ngemudikan kendaraan tanpa memiliki surat/dokumen yang sah. Selain itu, hakim mempertimbangkan keterangan saksi a de charge ke dalam pertimbangan non yuridis, yaitu itikad baik dari terdakwa setelah tindak pidana terjadi.