• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis

Dalam dokumen perlindungan konsumen pengguna jasa (Halaman 77-84)

BAB V PENUTUP

B. Penyajian Data dan Analisis

2. Analisis

Pernyataan pimpinan TiKi Bondowoso mengenai hal tersebut di atas adalah:

“Surat-surat dan semua dokumen disimpan sama anak buah saya. Saya tidak tau dimana menyimpannya. Kalau untuk pelanggan yang menuntut ke polisi Alhamdulillah tidak ada selama ini”.

penumpukan barang dan transportasi yang tidak memadai sehingga berpengaruh kepada jadwal pengiriman barang, akan tetapi dari pihak TiKi sendiri mempunyai komitmen yang dibangun bersama ketika ada keterlambatan pengiriman atau ada kerusakan terhadap barang tersebut pihak TiKi sendiri siap bertanggung jawab dan siap mengganti, sesuai kesepakan yang dibangun antara pihak TiKi dan konsumen.

Selain mengganti kerugian yang ditanggung oleh konsumen pihak TiKi juga memberikan hak-hak yang seharusnya diberikan kepada konsumen seperti halnya memberikan pelayanan terbaik dalam hal pengecekan barang melalui aplikasi yang tersedia di Playstore dan Istore. Selain mempermudah konsumen dalam pengecekan barang melalui aplikasi pihak TiKi juga memberi pelayanan yang ramah ketika seorang konsumen datang, pihak TiKi Bondowoso juga bertanggung jawab mengecek kembali barang-barang yang akan dikirim melalui jasa pengiriman barang tersebut.

Dalam menyambut konsumen pihak TiKi Bondowoso juga menerapkan konsep ramah dengan melemparkan senyuman hangat kepada pelanggan dan menjaga kebersihan kantor TiKi Bondowoso menjadi prioritas utama untuk memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen. Pihak TiKi Bondowoso juga tidak tutup telinga ketika ada kritik dan saran dari konsumen terhadap kinerja para

karyawan-karyawan TiKi Bondowoso. Pihak TiKi Bondowoso berkeyakinan kritik dan saran tersebut adalah sebuah proses untuk menjadikan TiKi Bondowoso lebih amanah dan berhati-hati menjalankan tugas dan tanggung jawab.

b. Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Pengiriman Barang Atas Hilangnya Barang Kiriman Dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999.

Perlindungan konsumen mepunyai cakupan yang sangat luas meliputi perlindungan terhadap segala kerugian akibat pengguna barang dan jasa. Meskipun perlindungan ini diperuntuhkan bagi konsumen, namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak mendapat perhatiaan. Karena bagaimanapun, untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif, keberadaan pelaku usaha sebagai produsen barang dan jasa juga harus mendapatkan perlakuan adil, dengan meposisikanya sebagai mitra konsumen dalam memenuhi kebutuhan sesuai hak dan kewajiban yang timbul dari suatu perikatan. Untuk mencapai hakekat kemaslahatannya, pemberlakuan segala peraturan di tengah masyarakat harus memiliki dasar hukum yang kuat menurut pandangan syariat.

Dari data yang diperoleh pada saat dilakukan penelitian dalam menyelesaikan hilangnya barang ketika proses pengiriman penulis mencoba menganalisis cara penyelesaian sengketa tersebut yaitu dengan cara mengadakan mediasi antara TiKi bondowoso dan

konsumen dengan tujuan agar menemukan sebuah kesepakan bersama. Pada awal tahun 2017 terjadi kasus hilangnya barang milik konsumen, pihak TiKi Bondowoso di tahun yang sama mengadakan mediasi untuk mencapai sebuah kesepakan bersama, adapun dua agenda dalam proses mediasi tersebut yang pertama, pihak TiKi menyampaikan permohonan maaf kepada konsumen yang kedua, penyampaian kebijakan tentang pertanggung jawaban terhadap barang milik konsumen yang hilang, dalam proses penelitian pihak TiKi Bondowoso memaparkan bahwasannya ketika ada barang yang hilang maka pihak TiKi bondowoso akan mengganti kerugian dengan membayar 10 kali lipat biaya pengiriman, kebijakan ini di sambut baik oleh konsumen karena dari pihak TiKi sudah punya etikat baik untuk mengganti barang yang hilang.

Adapun perjanjian antara TiKi Bondowoso dengan pihak konsumen yang menjadi acuan ketika terjadi proses transaksi antara TiKi Bondowoso dan konsumen yang kami temukan dalam proses penelitian ini. Ada tiga poin dalam perjanjian antara TiKi Bondowoso dan Konsumen, pertama, konsumen membungkus barang kirimannya dengan keamanan yang sesuai dengan barang kiriman tersebut, kedua, menuliskan identitas dan alamat penerima dengan jelas, dan yang ketiga, baarang yang hilang akan diberikan ganti rugi sebanyak 10 kali lipat dari biaya pengiriman. Akan tetapi

setelah kami mendatangi beberapa konsumen perjanjian tersebut jarang disampaikan ke pihak konsumen.

Sedangkan dalam pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tertulis dengan jelas pelaku usaha penyedia jasa wajib memberikan ganti rugi terhadap barang yang hilang atau tercemar, rusak, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilakan dengan ganti rugi berupa pengembalian uang atau penggantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilanya (nilainya sama) sedangkan dalam peraturan TiKi sangat bertentangan dengan amanah pasal tersebut, yang mana dalam peraturan TiKi Bondowoso tertulis “Bilamana terjadi kehilangan, kerusakan atau kekurangan atas kiriman yang tidak diasuransikan, penggantian maksimum sebesar 10 (sepuluh) kali biaya pengiriman untuk kiriman dan/atau tidak melebihi dari nilai Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah)”.

Bahwasanya jelas-jelas dalam peraturan tersebut TiKi hanya mengganti 10 kali lipat dari biaya pengiriman tidak sesuai dengan amanah uandang-uandang yang mewajibakan pelaku usaha mengganti setara denagn harga barang yang hilang atau rusak karena faktanya 10 kali lipat biaya pengiriman belum tentu sama dengan harga barang tersebut.

Bahwa peraturan perinsip dasar hukum haruslah menganut asas lex superios derogat legi inferior yang berarti bahwa sanya

peraturan yang di bwaah tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya, sehingga oleh karenya peraturan TiKi tersebut harus batal demi hukum dan kembali menggunakan isi dalam pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Bahwa selain itu peraturan yang dibuat oleh TiKi adalah peraturan yang mengandung klausula baku yang mana konsumen tidak diberi kesempatan untuk menyetujui dan atau menolak sebelum konsumen memakai jasa TiKi dan dalam peraturan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Indonesia klausula baku sudah lama tidak lagi diperbolehkan untuk digunakan dalam mejalankan usaha/jasa hal ini terlihat jelas dalam putusan Mahkamah Agung no 30/P/HUM/2012 dalam pertibangannya tertulis penyedia jasa dilarang mencantumkan klausula baku dalam menjalankan usahanya, sedangkan TiKi Bondowoso sampai saat ini masih tetap mencantumkan klausula baku tersebut sehingaa tindakan tersebut sangat merugikan konsumen dan tidak sesusi dengan Perundang-Undangan yang berlaku.

Bahwa selama dalam penelitian peneliti tidak bisa mengjakaji data-data terkait dari TiKi Bondowoso dikarenakan:

a. Pihak TiKi terkesan menutup-nutpi dan selalu berpatokan/berpedoman pada peraturan yang dibuat sendiri

b. Pihak TiKi kurang begitu mengerti tentang Perundang- Undangan di Indonesia.

c. Pihak TiKi belum pernah mengalami atau menghadapi gugatan yang dilayangkan konsumen yang dirugikan ke pengadilan (secara litigasi).

d. Konsumen masih belum mengetahui hak-haknya yang diatur secara jelas dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

BAB V

Dalam dokumen perlindungan konsumen pengguna jasa (Halaman 77-84)

Dokumen terkait