• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asas-Asas Akad/Perjanjian Syariah

BAB II PENYELESAIAN GUGATAN GANTI RUGI

B. Asas-Asas Akad/Perjanjian Syariah

menentukan pelaksanaan dan persyaratan-persyaratan lainnya, melakukan perjanjian dengan siapa pun, maupun bentuk perjanjian (tertulis atau lisan) termasuk menetapkan cara-cara penyelesaian bila terjadi sengketa. Kebebasan membuat perjanjian ini dibenarkan selama tidak bertentangan dengan ketentuan syariah Islam.

Dengan kata lain, syariah Islam memberikan kebebasan kepada setiap orang yang melakukan akad sesuai yang diinginkan, tetapi yang menentukan akibat hukumnya adalah ajaran agama.

Tujuannya untuk menjaga agar tidak terjadi penganiayaan antara sesama manusia melalui akad dan syarat-syarat yang dibuatnya.

Asas ini pula menghindari semua bentuk paksaan, tekanan, dan penipuan dari pihak manapun. Perbuatan-perbuatan tersebut merupakan bagian ketertiban umum, sehingga apabila dilanggar maka termasuk melanggar ketentuan umum dan/atau kesusilaan.

Adanya unsur pemaksaan dan pemasungan kebebasan bagi pihak- pihak yang melakukan perjanjian, maka legalitas perjanjian yang dilakukan bisa dianggap meragukan bahkan tidak sah. Landasan asas kebebasan (al-hurriyyah) ini antara lain didasarkan pada ayat-ayat Alquran dan Hadis Rasululullah saw. Ayat-ayat Alquran tersebut antara lain terdapat dalam QS. Al-Baqarah (2):

256; QS. Al-Ma'idah (5): 1; QS. Al-Hijr (15): 29; QS. Ar-Rum (30): 30; QS. At-Tin (95): 4; dan QS. Al-Ahzab (33): 72. Bunyi dari sebagian ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut.

ِتوُغ ََّّٰطلٱِب ۡرُف ۡكاي ناماف ِِّۚ ياغۡلٱ انِم ُد ۡش ُّرلٱ انَّيابَّت داق ِِۖنيِ دلٱ يِف اها ار ۡكِإ ٓ الَ

او ۡرُعۡلٱِب اكاس ۡمات ۡسٱ ِداقاف ِ َّللَّٱِب ۢنِم ۡؤُي او اس ُ َّللَّٱ او ۗااهال امااصِفنٱ الَ َّٰىاقۡث ُوۡلٱِة

ٌ يِم

ميِلاع ٢٥٦

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);

Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang

sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan Allah. Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al- Baqarah (2): 256).

اميِهاب مُكال ۡتَّل ِحُأ ِِّۚدوُقُعۡلٱِب ْاوُف ۡواأ ْا ٓوُنامااء انيِذَّلٱااهُّياأَّٰٓاي ۡتُي اام َّلَِإ ِمَّٰاعۡنا ۡلۡٱ ُة

َّٰىال

ُدي ِرُي اام ُمُك ۡحاي ا َّللَّٱ َّنِإ ۗ م ُرُح ۡمُتناأ او ِدۡيَّصلٱ يِ ل ِحُم ارۡياغ ۡمُكۡيالاع ١

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.

Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.

Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah (5):1).

َّٰاس ۥُهال ْاوُعاقاف ي ِحو ُّر نِم ِهيِف ُت ۡخافان او ۥُهُتۡي َّواس ااذِإاف انيِد ِج

٢٩

Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (QS. Al-Hijr (15):

29).

اف يِتَّلٱِهَّللٱ ات ار ۡطِف ِّۚا ٗفيِناح ِنيِ دلِل اكاه ۡج او ۡمِقاأاف ات الَ ِّۚااهۡيالاع اساَّنلٱ اراط

اَ يِد ۡب

انوُمال ۡعاي الَ ِساَّنلٱ اراث ۡكاأ َّنِكَّٰال او ُمِ ياقۡلٱُنيِ دلٱ اكِلَّٰاذ َِِّّۚللَّٱ ِقۡلاخِل ٣٠

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;

(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.

(Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Rum (30): 30).

ٖميِوۡقات ِناس ۡحاأ ٓيِف انَّٰاسنِ ۡلۡٱ اانۡقالاخ ۡداقال

٤

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk y.atig sebaik-baiknya. (QS. At-Tin (95): 4).

ناأ ان ۡياباأاف ِلااب ِجۡلٱ او ِض ۡرا ۡلۡٱ او ِت َّٰاو َّٰامَّسلٱ ىالاع اةانااما ۡلۡٱ اان ۡض اراع اَّنِإ ٗلَوُهاج ا ٗموُلاظ انااك ۥُهَّنِإ ُِۖن َّٰاسنِ ۡلۡٱ ااهالاماح او ااهۡنِم انۡقاف ۡشاأ او ااهانۡلِم ۡحاي ٧٢

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS. Al-Ahzab (33): 72).

Hadis Nabi Riwayat Tirmizi dari’Amir bin’Auf:

Perdamaian dapat dilakukan kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat-syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.

Konsep kebebasan (al-hurriyyah) ini dalam KUH Perdata dinamakan asas kebebasan berkontrak dan asas kepastian hukum (pacta sunt servanda). Menurut asas tersebut, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata). Kebebasan berkontrak mengandung makna bahwa orang bebas untuk mengadakan perjanjian baru di luar Perjanjian bernama yang diatur dalam KUH Perdata dan bahkan isinya menyimpang dari perjanjian bernama. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, setiap orang memiliki kebebasan untuk mengadakan perjanjian

dengan isi yang bagaimanapun juga sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, ketertiban umum dan kesusilaan yang baik.

2. Persamaan atau Kesetaraan (Al-Musawah)

Asas ini memberikan landasan bahwa kedua belah pihak yang melakukan perjanjian mempunyai kedudukan yang sama antara satu dan lainnya. Pada saat menentukan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan pada asas persamaan atau kesetaraan ini. Dasar hukum dari asas ini adalah QS. Al-Hujurat (49): 13.

اَ ِئٓااباق او اٗبوُعُش ۡمُكَّٰانۡلاعاج او َّٰىاثنُأ او ٖراكاذ نِ م مُكَّٰانۡقالاخ اَّنِإ ُساَّنلٱااهُّياأَّٰٓاي َِّللَّٱ ادنِع ۡمُكام ار ۡكاأ َّنِإ ِّْۚا ٓوُف ارااعاتِل ٞريِباخ ميِلاع ا َّللَّٱ َّنِإ ِّۚۡمُكَّٰىاقۡتاأ

١٣

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

(QS. Al-Hujurat (49): 13).

Asas persamaan atau kesetaraan (al-musawah) sering dinamakan juga asas keseimbangan para pihak dalam perjanjian.

Sebagaimana asas equality before the law, maka kedudukan para pihak dalam perjanjian adalah seimbang (equal). Meskipun demikian, secara faktual terdapat keadaan di mana salah satu pihak memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding pihak lainnya, seperti hubungan pemberi fasilitas dengan penerima fasilitas, adanya perjanjian-perjanjian baku (standard contract) yang memaksa pihak lain seolah-olah tidak memiliki pilihan selain take it or leave it. Hukum Islam mengajarkan bahwa

standard contract tersebut tetap sifatnya hanya merupakan usulan atau penyajian ('ardh al-syuruth) dan bukan bersifat final yang harus dipatuhi pihak lainnya (jardh al-syuruth).

Pentingnya pelaksanaan asas ini, meskipun secara faktual hal-hal di atas terjadi, dalam perkembangannya diakui bahwa perlu ada ketentuan untuk melindungi pihak yang kedudukannya lebih lemah. Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, yaitu dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, antara lain melarang adanya ketentuan baku/klausul baku yang dapat merugikan konsumen. Dalam Pasal 18 UU No.8 Tahun 1999 antara lain diatur sebagai berikut:

a. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausul baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

1) Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

2) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

3) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

4) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

b. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausul baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

c. Setiap klausul baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

3. Keadilan (Al-'Adalah)

Keadilan adalah salah satu sifat Tuhan dan Alquran menekankan agar manusia menjadikannya sebagai ideal moral (QS. Al-' Araf (7): 29, QS. An-Nahl (16): 90, dan QS. Asy-Syura (42): 15). Bahkan Alquran menempatkan keadilan lebih dekat kepada takwa (QS. Al-Ma'idah (5): 8-9). Pelaksanaan asas ini dalam akad, di mana para pihak yang melakukan akad dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi semua kewajibannya (QS. Al-Baqarah (2): 177, QS. Al- Mu'minun (23): 8, dan QS. Al-Ma'idah (5): 1).

Asas ini berkaitan erat dengan asas kesamaan, meskipun keduanya tidak sama, dan merupakan lawan dari kezaliman. Salah satu bentuk kezaliman adalah mencabut hak-hak kemerdekaan orang lain: dan/atau tidak memenuhi kewajiban terhadap akad yang dibuat. Bunyi dari ayat-ayat Alquran berkaitan dengan keadilan adalah sebagai berikut.

ُهوُعۡدٱ او ٖد ِج ۡسام ِ َ ُك ادنِع ۡمُكاهوُج ُو ْاوُميِقاأ او ِِۖط ۡسِقۡلٱِب يِ ب ار اراماأ َۡ ُق انوُدوُعات ۡمُكاأاداب ااماك ِّۚانيِ دلٱ ُهال اني ِصِل ۡخُم ٢٩

Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan." Dan (katakan-lah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada- Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan

(demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)." (QS. Al- 'Araf (7): 29).

او ِنَّٰاس ۡحِ ۡلۡٱ او ِلۡداعۡلٱِب ُرُمۡأاي ا َّللَّٱ َّنِإ۞

ِناع َّٰىاهۡناي او َّٰىاب ۡرُقۡلٱ يِذ ِٕيٓااتيِإ

انو ُرَّكاذات ۡمُكَّلاعال ۡمُكُظِعاي ِِّۚيۡغابۡلٱ او ِراكنُمۡلٱ او ِءٓااش ۡحافۡلٱ ٩٠

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl (16): 90).

ٓاامِب ُتنامااء َۡ ُق او ِۖۡمُهاءٓا او ۡهاأ ٌۡ ِبَّتات الَ او ِۖات ۡرِمُأ ٓااماك ۡمِقات ۡسٱ او ُِۖعۡدٱاف اكِلَّٰاذِلاف ن ِم ُ َّللَّٱ ال ازناأ اانُل َّٰام ۡعاأ ٓاانال ِۖۡمُكُّب ار او اانُّب ار ُ َّللَّٱ ُِۖمُكانۡياب الِد ۡعا ِلۡ ُت ۡرِمُأ او ِٖۖبَّٰاتِك

ُري ِصامۡلٱ ِهۡيالِإ او ِۖاانانۡياب ٌُ ام ۡجاي ُ َّللَّٱ ُِۖمُكانۡياب او اانان ۡياب اةَّجُح الَ ِۖۡمُكُل َّٰام ۡعاأ ۡمُكال او ١٥

Maka karena itu, serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan Katakanlah: "Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allah-lah Tuhan Kami dan Tuhan kamu. Bagi Kami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara Kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)."

(QS. Asy-Syura (42): 15).

ۡمُكَّنام ِر ۡجاي الَ او ِِۖط ۡسِقۡلٱِب اءٓااداهُش ِ َّ ِللَّ انيِم ََّّٰواق ْاوُنوُك ْاوُنامااء انيِذَّلٱااهُّياأَّٰٓاي ا َّللَّٱ َّنِإ ِّۚاَّللَّٱْاوُقَّتٱ او َِّٰۖۖ اوۡقَّتلِل ُ ارۡقاأ اوُه ْاوُلِد ۡعٱ ِّْۚاوُلِدۡعات َّلَاأ َّٰٓىالاع عم ۡواق ُنا اناش

انوُلامۡعات اامِب ُۢريِباخ

٨

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang- orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al- Ma'idah (5): 8).

4. Kerelaan/Konsensualisme (Al- Ridhaiyyah)

Dasar asas ini adalah kalimat antara-dhin minkum (saling rela di antara kalian) sebagaimana terdapat dalam Alquran Surah An- Nisa' (4): 29:

ًة ار َّٰاجِت انوُكات ناأ ٓ َّلَِإ َِ ِطَّٰابۡلٱِب مُكانۡياب مُكال َّٰاو ۡماأ ْا ٓوُلُكۡأات الَ ْاوُنامااء انيِذَّلٱااهُّياأَّٰٓاي ِّۚۡمُكاسُفناأ ْا ٓوُلُتۡقات الَ او ِّۚۡمُكنِ م ٖضا ارات ناع ا ٗمي ِح ار ۡمُكِب انااك ا َّللَّٱ َّنِإ

٢٩

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Asas ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak. Bentuk kerelaan dari para pihak tersebut telah wujud pada saat terjadinya kata sepakat tanpa perlu dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu. Dalam hukum Islam, secara umum perjanjian itu bersifat kerelaan/konsensual. Kerelaan antara pihak-pihak yang berakad dianggap sebagai prasyarat bagi terwujudnya semua transaksi.

Apabila dalam transaksi tidak terpenuhi asas ini, maka itu sama artinya dengan memakan sesuatu dengan cara yang batil (al-akl

bil bathil). Transaksi yang dilakukan tidak dapat dikatakan telah mencapai sebuah bentuk kegiatan yang saling rela di antara para pelaku, jika di dalamnya ada tekanan, paksaan, penipuan, dan miss statement. Jadi, asas ini mengharuskan tidak adanya paksaan dalam proses transaksi dari pihak manapun. Kondisi ridha ini diimplementasikan dalam perjanjian yang dilakukan di antaranya dengan kesepakatan dalam bentuk shighat (ijab dan qabul) serta adanya konsep khiyar (opsi).

Asas al-ridhaiyyah ini dalam KUH Perdata sering dinamakan asas konsensualisme atau asas konsensuil. Asas ini termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian, dan merupakan penjabaran lebih lanjut dari asas kebebasan berkontrak. Asas konsensualisme menganut paham bahwa perjanjian lahir pada saat tercapai kesepakatan para pihak.

Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila tercapai sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas. Pada umumnya perjanjian-perjanjian itu adalah bersifat konsensuil, misalnya perjanjian jual beli, tukar- menukar, dan sewa-menyewa. Pasal 458 KUH Perdata menyatakan jual beli dianggap telah terjadi seketika setelah tercapai kata sepakat tentang benda dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.

Namun, adakalanya ketentuan perundang-undangan menetapkan suatu formalitas bagi pembuatan suatu perjanjian, seperti harus dibuat secara tertulis atau dengan akta notaris dengan ancaman batalnya perjanjian apabila tidak dipenuhi syarat formil tersebut (perjanjian formil). Misalnya, Perjanjian Kredit.

Pembiayaan harus dibuat secara tertulis, dan Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan harus dibuat dengan Akta Notaris.

5. Kejujuran dan Kebenaran (Ash-Shidq)

Kejujuran adalah satu nilai etika yang mendasar dalam Islam. Islam adalah nama lain dari kebenaran (QS. Ali Imran (3):

95). Allah berbicara benar dan memerintahkan semua muslim untuk jujur dalam segala urusan dan perkataan (QS. Al-Ahzab (33): 70). Adapun bunyi kedua ayat tersebut adalah sebagai berikut.

انيِك ِر ۡشُمۡلٱ انِم انااك اام او ِۖاٗفيِناح اميِه َّٰارۡبِإ اةَّلِم ْاوُعِبَّتٱاف ُۗ َّللَّٱ اقاداص َۡ ُق ٩٥

Katakanlah: Benarlah (apa yang difirmankan) Allah. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik. (QS. Ali Imran (3): 95).

ان ِماأ ۡنِإاف ِۖٞةاضوُبۡقَّم ٞنَّٰاه ِراف اٗبِتااك ْاوُدِجات ۡمال او ٖرافاس َّٰىالاع ۡمُتنُك نِإاو۞

َّلٱ ِ د اؤُيۡلاف ا ٗض ۡعاب مُكُض ۡعاب ْاوُمُت ۡكات الَ او ۗۥُهَّب ار ا َّللَّٱ ِقَّتايۡل او ۥُهاتان َّٰاماأ انِمُت ۡؤٱيِذ

ٞميِلاع انوُلامۡعات اامِب ُ َّللَّٱ او ۗۥُهُبۡلاق ٞمِثااء ٓۥُهَّنِإاف ااه ۡمُت ۡكاي نام او ِّۚاةاد َّٰاهَّشلٱ ٢٨٣

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah (seperti berjual beli, utang-piutang, atau sewa-menyewa, dan sebagainya) tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya, dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar, dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur, dan

persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah untuk perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu (jika) kamu tidak menulisnya, dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu dan bertakwalah kepada Allah;

Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

(QS. Al-Baqarah (2): 282). Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah (2): 283).

Kedua ayat di atas, mengisyaratkan agar akad yang dilakukan benar-benar berada dalam kebaikan bagi semua pihak

yang melakukan akad, sehingga akad itu harus dibuat secara tertulis (kitabah). Asas kitabah ini terutama dianjurkan untuk transaksi dalam bentuk tidak tunai (kredit). Di samping juga diperlukan adanya saksi-saksi (syahadah), rahn (gadai, untuk kasus tertentu), prinsip tanggung jawab individu.