• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian terhadap aturan hukum yang mengatur tentang gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Agama. Penelitian ini berlandaskan “paradigma hermeneutik”. Hal ini dilandasi oleh pemahaman “filsafat dan paradigma hermeneutik” sebagaimana dijelaskan oleh Bernard Arief Sidharta57 sebagai berikut:

Ilmu hukum adalah ilmu normatif yang termasuk ke dalam kelompok ilmu-ilmu praktekal yang dalam pengembangannya berkonvergensi semua produk-produk ilmu lain (khususnya filsafat hukum, sosiologi hukum, sejarah hukum) yang relevan untuk (secara hermeneutis) menetapkan proposisi hukum yang akan ditawarkan untuk dijadikan isi putusan hukum sebagai penyelesaian masalah hukum konkret yang dihadapi. Penetapan proposisi hukum tersebut dilakukan berdasarkan aturan hukum

56 Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia Penyebab dan Solusinya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hlm.9

57 Bernard Arief Sidharta, Disiplin Hukum tentang Hubungan antara Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum (state of arts), Makalah disajikan dalam rapat tahunan Komisi Disiplin Ilmu Hukum, Jakarta:11-13 Februari 2001), hlm 9

positif yang dipahami (diinterpretasi) dalam konteks keseluruhan kaidah-kaidah hukum positif yang tertata dalam suatu sistem (sistematikal) dan latar belakang sejarah (historikal) dalam kaitan dengan tujuan pembentukannya dan tujuan hukum pada umumnya (taleologika) yang menentukan isi aturan hukum positif tersebut dan secara kontekstual merujuk pada faktor-faktor sosiologikal dengan mengacu nilai-nilai kultural dan kemanusiaan yang fundamental dalam proyeksi ke masa depan.

Pada dasarnya dalam penelitian hukum menggunakan metode penelitian normatif yang sering kali juga disebut metode penelitian doktrinal dengan optik preskriptif. Menurut Peter Mahmud Marzuki penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum, maupun doktrin- doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal tersebut sesuai dengan preskriptif ilmu hukum.58 Penelitian hukum tidak mengenal field research (penelitian lapangan).

Artinya apa yang diteliti dalam kegiatan penelitian hukum adalah bahan hukum dalam bentuk riset kepustakaan yang fokus pada bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.59 Namun adakalanya suatu penelitian dalam pengembangan tidak cukup menggunakan metode pendekatan normatif belaka. Dengan demikian maka pintu masuk penelitian yang dilakukan adalah bersifat normatif, namun dalam menggali informasi dan data yang digunakan untuk melengkapi hasil penelitian tidak cukup menggunakan pendekatan normatif tetapi harus menelusuri disiplin ilmu lain (perspektif eksternal), seperti ilmu sosial dan

58 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm 35

59 Johny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia Publishing, Malang, 2006, hlm 46

budaya. Setelah data dan informasi terkumpul, maka proses analisis kembali masuk menggunakan analisis normatif. Menurut Zaenuddin Ali, penelitian hukum normatif adalah penelitian yang membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.60 2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Pendekatan Kefilsafatan

Pendekatan kefilsafatan menurut Bahder Johan Nasution61 adalah pendekatan mengenai bidang-bidang yang menyangkut dengan obyek kajian filsafat hukum yang meliputi: (1) Ontologi hukum, yaitu mengkaji hakikat hukum seperti hakikat demokrasi, hubungan hukum dengan moral, dan sebagainya. (2) Aksiologi hukum, yaitu mempelajari isi dari nilai seperti nilai kebenaran, nilai keadilan, nilai kebebasan, dan sebagainya. (3) Epistemologi hukum, yaitu cara mendapatkan pengetahuan yang benar tentang ilmu hukum. (4) Taleologi hukum, yaitu menentukan isi dan tujuan hukum. (5) Ideologi hukum, yaitu pemahaman secara menyeluruh tentang manusia dan masyarakat. (6) Logika hukum, yaitu mempelajari kaidah-kaidah berpikir secara hukum dan argumentasi hukum. (7) Keilmuan hukum, yaitu merupakan meta teori bagi hukum.

b. Pendekatan Sosiologi Hukum

Pendekatan sosiologi hukum digunakan secara proporsional dan terbatas digunakan untuk meneliti proses hukum (law in

60 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.

24

61 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 93

process), dalam arti hukum dari sisi tampak kenyataannya,62 karena fakta kemasyarakatan tersebut dapat dijelaskan dengan bantuan hukum dan kaidah-kaidah hukum dapat dijelaskan dengan bantuan fakta kemasyarakatan. Dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum dapat diteliti fakta kemasyarakatan dalam proses penyelesaian gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Agama.

c. Pendekatan Politik Hukum

Pendekatan politik hukum digunakan untuk menyusun formulasi aturan ganti rugi dalam perbuatan melawan hukum di masa mendatang yang berbasis pada nilai-nilai dan asas-asas hukum Islam. Dengan politik hukum tersebut diharapkan negara dapat memberlakukan aturan ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum yang bersumber dari hukum Islam di negara Indonesia.

d. Pendekatan Konseptual

Pendekatan ini diperlukan untuk mengetahui pandang- pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pandangan dan doktrin yang ditemukan tersebut digunakan untuk membangun argumentasi dan mengkonstruksi konsep hukum mengenai ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum di Pengadilan Agama.

e. Pendekatan Normatif atau Dogmatik Hukum

Pendekatan ini sebagai pendekatan yang utama dalam penelitian ini. Pendekatan ini dilaksanakan dengan tujuan meneliti hukum positif dengan cara menghimpun, memaparkan, memperkirakan, menganalisis, menafsirkan dan menilai norma-

62 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hlm 326

norma hukum positif yang mengatur tentang ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum di Pengadilan Agama. Penulis akan mengkritisi ketentuan dalam KUH Perdata yang berkaitan dengan ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum dengan cara disandingkan dengan ketentuan ganti rugi menurut hukum ekonomi syariah

f. Pendekatan Perbandingan Hukum

Pendekatan perbandingan hukum digunakan untuk melakukan perbandingan antara aturan ganti rugi akibat perbuatan hukum dengan aturan ganti rugi akibat perbuatan hukum dalam hukum Islam. Dari perbandingan tersebut akan ditemukan persamaan dan perbedaan antara hukum ganti rugi dalam KUH Perdata dengan dengan hukum ganti rugi dalam Islam.

g. Pendekatan Futuristik

Pendekatan futuristik mengedepankan perumusan kembali mengenai aturan hukum tentang ganti rugi akibat perbuatan hukum di Pengadilan Agama dengan cara menemukan hukum (rechsvinding) dan pembentukan hukum (rechtsvorming), sehingga menghasilkan suatu kerangka konseptual berupa hukum yang dicitakan (ius constituendum) bagi politik hukum yang sesuai dengan cita hukum Pancasila.

3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Penelitian hukum hermeneutik terutama didasarkan pada bahan-bahan hukum bersifat normatif-preskriptif yang didukung dan dilengkapi dengan fakta kemasyarakatan bersifat empiris- deskriptif. Penggunaan istilah dan pengklasifikasian “bahan hukum” dan “fakta kemasyarakatan” karena kegiatan pengembangan ilmu hukum selalu melibatkan dua aspek, yakni

kaidah hukum dan fakta (kenyataan) kemasyarakatan. Dengan kata lain aspek normatif-preskriptif untuk menemukan kaidah hukumnya dan aspek empiris-deskriptif untuk menetapkan fakta yang relevan dari kenyataan kemasyarakatan dan bahwa dalam proses pengembangannya kedua aspek tersebut berinteraksi atau harus diinteraksikan.63

Bahan-bahan hukum bersifat normatif-preskriptif digunakan untuk mengkaji persoalan hukum yang terkait dengan substansi peraturan hukum positifnya (ius constituendum), sifatnya memberi manfaat pada pengembangan aturan hukum tentang ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum di Pengadilan Agama. Bahan hukum diklasifikasikan sebagai bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai kekuatan mengikat meliputi peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pokok masalah pembahasan penelitian ini

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berhubungan dengan obyek penelitian, seperti: rancangan undang-undang, literatur, jurnal ilmiah, hasil penelitian, artikel dan karya lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.64

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum

63 Mohammad Syaifuddin, Struktur dan Prosedur Penelitian Hukum Hermeneutik, Palembang, Pascasarjana, Universitas Sriwijaya, 2010

64 Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum termasuk dalam bahan hukum sekunder sepanjang relevan dengan obyek penelitian hukum yang dikaji, Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm 24

primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari bahan yang diambil dari media massa seperti majalah, surat kabar, kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia.65

Fakta kemasyarakatan bersifat empiris-deskriptif sebagai bahan untuk meneliti dan memperoleh data primer berupa informasi langsung berbentuk hasil wawancara kepada narasumber yang relevan dengan obyek penelitian. Penelitian lapangan ini dilakukan karena tidak semua bahan-bahan hukum yang diperlukan dapat diperoleh atau tersedia di perpustakaan.

Fakta kemasyarakatan bersifat empiris-deskriptif diperoleh dari informan yang dipilih pada beberapa instansi dan lembaga sosial dan keagamaan dengan cara purposive sample. Artinya penentuan informan didasarkan pada kewenangan, pengetahuan dan pengalaman, sehingga dapat memberikan informasi dan menjelaskan pandangan dan sikap normatif yang ada.

4. Pengumpulan dan Pengklasifikasian Bahan-Bahan Penelitian

Pengumpulan bahan-bahan hukum yang bersifat normatif- preskriptif dilakukan dengan cara penelusuran, pengumpulan dan studi dokumen baik secara konvensional maupun menggunakan teknologi informasi (internet). Cara yang dilakukan tersebut untuk mendapatkan gambaran tentang perumusan norma yang ada, serta membuat formula ke depan sebagai langkah perbaikan dari norma yang ada. Selanjutnya pengumpulan fakta kemasyarakatan bersifat empiris-deskriptif dilakukan dengan cara pengklasifikasian terhadap informan menggunakan teknik

65 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Radjawali Press, Jakarta, 1990, hlm 14

wawancara mendalam yang dilakukan terhadap sejumlah informan, yaitu pejabat di lingkungan Peradilan Agama.

5. Pengolahan Bahan-Bahan Penelitian

Bahan-bahan hukum yang bersifat normatif-preskriptif diolah dengan tahapan sebagaimana dijelaskan oleh van Hoecke yang dikutip oleh Bernard Arief Sidharta, yaitu: menstrukturkan, mendeskripsikan dan menyusun bahan-bahan hukum dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu:

a. Tataran teknis, kegiatan menghimpun, menata memaparkan peraturan hukum berdasarkan hierarki sumber hukum untuk membangun landasan legitimasi dalam menafsirkan peraturan hukum dengan menerapkan metode logika sehingga tertata dalam suatu sistem hukum yang koheren.

b. Tataran teleologis, yaitu menyusun peraturan hukum berdasarkan substansi hukum, dengan cara memikirkan menata ulang dan menafsirkan material yuridis dalam perspektif teologis, sehingga sistemnya menjadi lebih jelas dan berkembang, dengan menerapkan metode teleologis sebagai patokan sistematisasi.

c. Tataran sistematisasi eksternal, mensistematisasi hukum dalam rangka mengintegrasikannya ke dalam tatanan dan pandangan hidup, sehingga dapat menafsir ulang pengertian yang ada dan pembentukan pengertian baru dengan menerapkan metode interdisipliner atau transdisipliner, yakni dengan pendekatan antisipatif ke masa depan (futurologi).66

66 Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Sebuah Penelitian Tentang Fondasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional, Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm. 209

Selanjutnya mengenai fakta kemasyarakatan yang bersifat empiris-deskriptif diolah dengan cara klasifikasi yang dibuat dengan melihat karakter yang sama, kategorisasi yaitu mengelompokkan bahan-bahan hukum yang sejenis yang sesuai dengan kategorinya, untuk kemudian menemukan hubungan di antara berbagai kategori tersebut. Kemudian sistematisasi, yaitu suatu cara menghubungkan suatu kesamaan dalam suatu kelompok atau dalam kelompok berbeda. Selanjutnya interpretasi atau penafsiran yaitu, membuat jelas suatu hal, dimana kemudian dilakukan proses deskripsi, guna penyusunan transkrip wawancara untuk menemukan pola-pola dalam mencari pokok persoalan yang penting untuk disajikan.67

6. Analisis Bahan Penelitian

Metode yang digunakan dalam menganalisis bahan-bahan hukum yang bersifat normatif adalah metode normatif, artinya:

Metode doktrinal dengan optik preskriptif untuk secara hermeneutis dalam menemukan kaidah hukum yang menentukan apa yang menjadi kewajiban dan hak yuridis subyek hukum dalam situasi kemasyarakatan tertentu berdasarkan dan dalam kerangka tatanan hukum yang berlaku dengan selalu mengacu positivitas, koherensi, keadilan dan martabat manusia, yang dalam implementasinya (dapat dan sering harus) memanfaatkan metode dan produk penelitian ilmu-ilmu sosial.68

Hasil analisis bahan-bahan hukum yang bersifat normatif- deskriptif tersebut untuk selanjutnya diinteraksikan dengan fakta kemasyarakatan yang bersifat empiris-deskriptif yang dianalisis

67 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Putaka Setia, Bandung, 2002

68 Bernad Arief Sidharta, Op.Cit, hlm 218

dengan menggunakan metode kualitatif,69 yaitu suatu tata cara analisis yang menghasilkan data deskriptif analitis, artinya apa yang dinyatakan oleh informan baik secara lisan ataupun tertulis, dan perilakunya yang nyata yang kemudian diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.70

7. Penafsiran Bahan-Bahan Penelitian dan Pengambilan Kesimpulan

Bahan hukum yang bersifat normatif-preskriptif ditafsirkan dengan menggunakan metode penafsiran bertujuan (purpossive interpretation). Di samping juga menggunakan penafsiran hukum lain, seperti penafsiran otentik, penafsiran gramatikal, penafsiran sejarah, penafsiran sistematis, penafsiran sosiologis, dan penafsiran teologis. Kesimpulan dilakukan dengan cara perpaduan antara metode deduktif untuk bahan-bahan hukum normatif-preskriptif dan metode induktif untuk bahan hukum yang bersifat empiris-deskriptif. Perpaduan antara metode deduktif dengan induktif tersebut, diawali dengan penalaran hukum deduktif melalui penerapan teori-teori dan konsep-konsep hukum dalam melakukan analisis bahan penelitian yang bersifat normatif-preskriptif yang ditafsirkan dan dikonstruksikan dengan hasil analisis fakta kemasyarakatan yang bersifat empiris- deskriptif secara induktif yang bertujuan untuk menghasilkan, menstrukturkan, dan mensistematisasi temuan-temuan hukum baru dalam pengambilan kesimpulan dan saran-saran perbaikan tentang gugatan dalam perbuatan melawan hukum syariah dalam hukum Islam.

69 Muhammad Syaifuddin, Op.Cit, hlm 57

70 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jkarta, hlm 250