• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASAS-ASAS PENDIDIKAN

Dalam dokumen ILMU PENDIDIKAN (Halaman 79-86)

Ilmu Pendidikan 79

T

w

BAB V

Dr. Ahdar, S. Ag, S. Sos, M.Pd. I

T

80

membangkitkan kehendak, hasrat atau motivasi), dan

3. Tut wuri handayani (Jika di belakang, mengikuti dengan awas).

Asas tut wuri handayani merupakan konseptualisasi konsep tujuh Asas Perguruan Nasional Taman Siswa yang lahir pada tanggal 3 Juli 1922 yang merupakan asas perjuangan untuk menghadapi Pemerintah Kolonial Belanda. Ketujuh Asas tersebut secara singkat disebut “Asas 1922” adalah sebagai berikut.

1. Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri

2. dengan mengingat persatuan dalam perikehidupan umum.

3. Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah, yang lahir dan batin dapat memerdekakan diri.

4. Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.

5. Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.

6. Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh penuhnya lahir maupun batin hendaklah diusakakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apa pun dan dari siapa pun yang mengikat baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin.

7. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak

8. harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.

Ilmu Pendidikan 81

T

9. Bahwa dalam mendidik anak anak perlu adanya keihlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak anak.

UNESCO menetapkan definisi kerja pendidikan seumur hidup sebagai konsep bahwa pendidikan harus menetapkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Meliputi seluruh hidup setiap individu.

2. Mengarah kepada pembentukan, pembaruan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi bidupnya.

3. Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfilment)

4. setiap individu.

5. Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri.

6. Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termasuk yang formal, non formal dan informal (Lipu La Sulo, 1990).

Istilah ‘pendidikan seumur hidup’ berkaitan erat dan, kadang kadang digunakan saling bergantian dengan makna yang sama dengan istilah ‘belajar sepanjang hayat’. Kedua istilah ini memang

Dr. Ahdar, S. Ag, S. Sos, M.Pd. I

T

82

tak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Seperti diketahui, penekanan istilah ‘belajar’ adalah perubahan perilaku (kognitif/afektif/psikomotor) yang relatif tetap karena pengaruh pengalaman, sedang isalah ‘pendidikan’ menekankan pada usaha sadar dan sistematis untuk penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan pengaruh pengalaman tersebut lebih efisien dan efektif (Tirtarahardja, 2005).

Dalam asas pendidikan seumur hidup, proses belajar mengajar di sekolah mengemban dua misi yakni; memberikan pembelajaran kepada peserta didik dengan efisien dan efektif dan meningkatkan kemampuan belajar mandiri sebagai basis dari belajar sepanjang hayat. Kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus dirancang dan diimplementasi dengan memperhatikan dua dimensi sebagai berikut.

1. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah yang meliputi:

keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan peserta didik, termasuk relevansi bahan ajar dengan masa depan dan pengintegrasian masalah kehidupan nyata ke dalam kurikulum. Kurikulum dan perubahan sosial kebudayaan, kurikulum seyogyanya memungkinkan antisipasi terhadap perubahan sosial kebudayaan. The forecasting curriculum yakni perancangan kurikulum berdasarkan suatu prognosis, baik tentang perilaku peserta didik pada saat menamatkan sekolahnya, pada saat hidup ia dalam sistem yang sedang berlaku, maupun pada saat ia hidup dalam sistem yang telah

Ilmu Pendidikan 83

T

berubah di masa depan. Keterpaduan bahan ajar dan pengorganisasian pengetahuan, terutama dalam kaitannya dengan struktur pengetahuan yang sedang dipelajari dengan penguasaan kerangka dasar untuk memperoleh keterpaduan ide bidang studi itu. Penyiapan untuk memikul tanggung jawab, baik tentang dirinya sendiri maupun dalam bidang sosial/ pekerjaan, agar kelak dapat membangun dirinya sendiri dan bersama sama membangun masyarakatnya.

Pengintegrasian dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik, yakni pengalaman di keluarga untuk pendidikan dasar dan demikian seterusnya. Untuk mempertahankan motivasi belajar secara permanen, peserta didik harus dapat melihat kemanfaatan yang akan didapatnya dengan tetap mengikuti pendidikan itu, seperti kesempatan yang terbuka baginya, mobilitas pekerjaan, pengembangan kepribadiannya, dan sebagainya.

2. Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yakni keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah, yaitu: kurikulum sekolah merefleksi kehidupan di luar sekolah; kehidupan di luar sekolah menjadi objek refleksi teoretis di dalam bahan ajaran di sekolah, sehingga peserta didik lebih memahami persoalan persoalan pokok yang terdapat di luar sekolah. Memperluas kegiatan belajar ke luar sekolah: kehidupan di luar sekolah dijadikan tempat kajian empiris, sehingga kegiatan belajar mengajar terjadi di dalam dan di luar sekolah. Melibatkan orang tua dan

Dr. Ahdar, S. Ag, S. Sos, M.Pd. I

T

84

masyarakat dalam kegiatan belajar-mengajar, baik sebagai narasumber dalam kegiatan belajar di sekolah maupun dalam kegiatan belajar di luar sekolah.

Perancangan dan implementasi kurikulum yang memperhatikan kedua dimensi itu akan mendekatkan peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya. Kemampuan dan kemauan menggunakan sumber sumber belajar yang tersedia itu akan memberi peluang terwujudnya belajar sepanjang hayat. Dan masyarakat yang memiliki semangat belajar sepanjang hayat akan menjadi suatu masyarakat yang gemar belajar (learning society).

Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung berkaitan dengan Asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar. Asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar.

Perwujudan Asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru, dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator di samping peran-peran lain seperti Informator, organisator, dan sebagainya. Sebagai fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar, sehingga memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Di sisi lain sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan

Ilmu Pendidikan 85

T

sumber belajar.

Pengembangan kemandirian dalam belajar seyogianya dimulai dalam kegiatan intrakurikuler selanjutnya dalam kegiatan kokurikuler dan ekstra kurikuler dalam bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri.

Dr. Ahdar, S. Ag, S. Sos, M.Pd. I

T

86

w

BAB VI

Dalam dokumen ILMU PENDIDIKAN (Halaman 79-86)