Aspal buatan adalah aspal yang terbuat dari minyak bumi yang diproses dengan Metode tertentu Yang relatif rumit. proses pembuatan aspal biasa dilaksanakan di l industri khusus pembuatan aspal. Biasanya ada jenis aspal buatan yang sering digunakan di lndonesia antara lain:
Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut berbasis minyak
- Aspal cair cepat mantap (RC = rapid curing) - Aspal cair mantap sedang (MC = medium curing) - Aspal cair lambat mantap (SC = slow curing)
Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras - Aspal emulsi anionik, yaitu aspal emulsi yang berion negatif.
- Aspal emulsi kationik, yaitu aspal emulsi yang berion positif.
- Aspal emulsi non-ionik, yaitu aspal emulsi yang tidak berion (netral).
Aspal modifikasi dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu bahan tambah
- Aspal Polymer Elastomer - Aspal Polymer Plastomer
2.5.1. Pengertian Aspal Buton
Aspal buton adalah aspal alam yang terdapat di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara yang selanjutnya dikenal dengan istilah asbuton.
Asbuton atau aspal batu Buton ini pada umumnya berbentuk padat yang terbentuk secara alami akibat proses geologi. Proses terbentuknya asbuton berasal dari minyak bumi uang terdorong muncul ke permukaan menyusup diantara batuan yang porous (Kementrian PU, 2006)
2.5.2. Lokasi Sumber Daya Asbuton
Lokasi sumber daya aspal terletak di Pulau Buton, secara administratif termasuk ke dalam Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. (Gambar 2.5). Sumber daya aspal alam di Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan satu-satunya endapan aspal alam di Indonesia. Aspal alam di Pulau Buton ini telah diketahui sejak awal abad ke- 20. Penyelidikan pertama kali dilakukan oleh Elbert tahun 1909. Kemudian tahun 1922-1930 oleh Departemen Tambang Pemerintahan Belanda di Hindia Timur. Pada Tahun 1926 aspal Buton dikerjakan oleh
N.V. Meijnbouwen Cultuur Maatscappij Boeton sampai terjadinya perang Pasific atas dasar kerja borongan untuk pemerintah sampai tahun 1954.
(Buku 1 Pedoman Pemanfaatan Asbuton)
II-29
Gambar 2.3. Lokasi Asbuton
2.5.3. Manfaat Asbuton Sebagai Bahan Campuran aspal
Asbuton memiliki kelebihan, yaitu: kandungan Nitrogen dan Parameter Maltene yang relatif tinggi serta kandungan mineral kapur dan silika. Pengaruh dari sifat tersebut maka secara teknik apabila Asbuton digunakan sebagai bahan campuran beraspal, maka campuran beraspal tersebut akan meningkat sifat tekniknya. Sejalan dengan naiknya karakteristik campuran beraspal tersebut, maka secara finansial pun untuk wilayah-wilayah tertentu kemungkinan akan lebih ekonomis. Hal tersebut sangat tergantung terhadap harga aspal keras pada suatu wilayah.
Di bawah ini diuraikan kelebihan secara teknik penggunaan Asbuton sebagai bahan campuran beraspal panas dan diuraikan contoh
penggunaan Asbuton sebagai bahan campuran beraspal panas di daerah Jawa Barat yang mana secara finansial masih kompetitif (cukup ekonomis) bila dibandingkan dengan harga campuran beraspal yang tanpa menggunakan Asbuton (Buku 1 Pedoman Pemanfaatan Asbuton).
2.5.4. Keunggulan Asbuton
Deposit Asbuton dalam jumlah besar dapat menjamin pasokan kebutuhan akan aspal. Dari pengujian yang telah dilakukan, didapat hasil campuran beraspal yang ditambah asbuton menghasilkan campuran beraspal yang bermutu baik dengan kecenderungan sebagai berikut (Reza Fitra Sandi, 2013) :
a) Stabilitas Marshall campuran beraspal yang lebih tinggi b) Stabilitas dinamis campuran beraspal yang lebih tinggi
c) Meningkatkan umur konstruksi (dari hasil uji fatigue) d) Lebih tahan terhadap perubahan temperatur
e) Nilai modulus yang meningkat
Kecenderungan tersebut terjadi karena Asbuton mengandung bahan aromatik dan resin yang tinggi, sehingga di dalam campuran Asbuton mempunyai:
a) Daya lekat yang lebih tinggi (anti stripping) b) Kelenturan yang tinggi (fatigue life tinggi)
Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, penentu kebijakan memberikan pernyataan bahwa Asbuton:
a) Cocok digunakan untuk lokasi temperatur tinggi (tropis) b) Cocok digunakan untuk heavy loaded highway.
2.5.5. Kelebihan penggunaan Asbuton secara teknik
Berdasarkan hasil kajian dilaboratorium, diperoleh bahwa untuk pembuatan campuran beraspal panas dengan menggunakan Asbuton Butir, Aspal yang imodifikasi Asbuton dan Bitumen Asbuton modifikasi memiliki kelebihan secara teknik yaitu sebagaimana ditunjukkan dengan besaran mekanistik, yaitu Modulus Resilien (MR) atau Modulus Elastisitas (E). Makin banyak penambahan Asbuton (khususnya untuk jenis Asbuton Butir) maka Modulus Resilien (MR) campuran beraspal makin tinggi.
Apabila membatasi penggunaan Asbuton Butir sehingga Modulus Resilien tidak terlampau tinggi yang dapat mengakibatkan campuran beraspal mudah patah karena tebal nominalnya hanya 4 cm (misal untuk ACWC), khususnya untuk lapis tambah (overlay). Untuk itu, Modulus Resilien campuran beraspal yang menggunakan Asbuton ditetapkan maksimum 2,5 kali Modulus Resilien lapis permukaan beraspal jalan existing (umumnya berkisar antara 1500 MPa). Jadi Modulus Resilien campuran beraspal yang menggunakan Asbuton maksimum sebesar 3750 MPa. Berdasarkan uraian di atas, maka pada Gambar 5.4 diperoleh bahwa proporsi maksimum masing-masing tipe Asbuton Butir adalah Tipe 5/20 sebanyak 5%, Tipe 15/20 sebanyak 7%, Tipe 15/25 sebanyak 8,5% dan Tipe 20/25 sebanyak 10,5%. Adapun untuk campuran beraspal panas yang menggunakan Aspal yang dimodifikasi Asbuton atau yang menggunakan Bitumen Asbuton Modifikasi apabila dibandingkan dengan campuran beraspal panas yang hanya menggunakan Aspal Pen 60, maka kedua campuran beraspal
tersebut memiliki Modulus Resilien (MR) sekitar 1,5 kali dari Modulus Resilien (MR) campuran beraspal panas yang hanya menggunakan Aspal Pen 60 (umumnya sebesar 2500 MPa). Untuk seluruh campuran beraspal panas yang menggunakan Asbuton memiliki ketahanan terhadap terjadinya alur dengan ditunjukkan dengan nilai Stabilitas Dinamis hasil pengujian dengan alat Wheel Tracking Machine dengan besaran > 2500 lintasan/mm (Buku 1 Pedoman Pemanfaatan Asbuton).
2.5.7. Kelemahan Asbuton
Meskipun telah melewati proses fabrikasi, Asbuton masih memiliki beberapa titik kelemahan sebagai berikut ( Mita, 2010):
a) Inkonsistensi kualitas produksi Asbuton b) Kandungan bitumen
c) Penetrasi bitumen d) Kadar air Asbuton
e) Belum terjaminnya ketersediaan Asbuton pada saat pelaksanaan di lapangan.
f) Ketidak sesuaian kemampuan supply oleh pabrik pengolah Asbuton dengan demand proyek pengguna yang ditunjang oleh kebijakan Ditjen Bina Marga.
g) Biaya transportasi pengiriman ke pengguna yang relatif mahal.
h) Pola kerjasama antara produsen dan konsumen yang belum menemukan titik harmonis.
i) Pembagian wilayah kerja pemasaran dari produsen.
j) Harga yang wajar, dengan perincian analisa biaya terhadap:
k) Harga bahan baku Asbuton
l) Biaya transportasi
m) Biaya pengolahan asbuton butir.
Selain kelemahan yang sudah disebutkan sebelumnya, pada beberapa kasus dijumpai kekurangpahaman pengguna Asbuton terhadap teknologi yang akan diterapkan. Disamping permasalahan tersebut, quality control dan quality assurance memang belum diimplementasikan secara optimal. Hal ini mengakitbatkan Asbuton di dalam lapisan beraspal ”dituduh” sebagai penyebab kerusakan dini.