RATA-RATA TINGKAT CAPAIAN RKPD
13. Belum optimalnya proses penerbitan dokumen perizinan
2.3.1 Permasalahan untuk Perumusan Prioritas dan Sasaran Pembangunan Daerah
Permasalahan untuk perumusan prioritas dan sasaran pembangunan
daerah dimaksudkan sebagai permasalahan yang bersifat makro yang akan
dipecahkan melalui rumusan misi, tujuan, sasaran, strategi dan arah
kebijakan. Analisis permasalahan ini dilakukan pada tiga level. Pertama,
masalah pokok, yakni permasalahan yang melibatkan indikator level
impact yang sifatnya makro dan akan dipecahkan melalui misi, tujuan dan
sasaran. Kedua, masalah, yakni penyebabkan dari masalah pokok,
kompleksitasnya lebih terjabarkan dari masalah pokok, dan akan dipecahkan melalui rumusan strategi. Ketiga, akar masalah, yakni penyebab dari masalah dan akan dipecahkan melalui rumusan arah kebijakan. Berdasarkan pemahaman itu maka pemetaan permasalahan untuk penentuan prioritas dan sasaran pembangunan Kabupaten Bulukumba dapat diuraikan sebagai berikut:
(1) Rendahnya Sumberdaya manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM )Kabupaten Bulukumba pada tahun 2019 (68,28), meningkat dari tahun 2018 (67,70). IPM ini lebih rendah dari IPM Provinsi (71,66), Yang menjadi catatan penting Kabupaten Bulukumba untuk peningkatan Pertumbuhan IPM tahun 2019 yang hanya 0,58 persen. IPM adalah indikator untuk mengukur kualitas (derajat perkembangan manusia) dari hasil pembangunan pada bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Peningkatan IPM menjadi manifestasi dari pembangunan manusia yang ditafsirkan sebagai sebuah keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan kemampuan memperluas pilihan – pilihan pada sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Masalah pokok ini disebabkan oleh dua masalah. Pertama, Rendahnya derajat pendidikan masyarakat. Harapan lama sekolah (HLS) tahun 2019 sebesar 12,91. Harapan lama sekolah (HLS) juga masih dibawah capaian propinsi sebesar 13,36. Rata-rata lama sekolah (RLS) juga masih dibawah capaian propinsi. Pada tahun 2019 sebesar 7,43, lebih rendah dibanding propinsi yang mencapainya 8,26 pada tahun 2019. Kedua, rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Usia harapan hidup (UHH) pada tahun 2019 bertambah menjadi 67,69 Capaian ini berada dibawah rata-rata propinsi sebesar 70,43. Akar dari masalah ini adalah (1) Terbatasnya daya tampung sarana- prasarana pendidikan PAUD, SD, SMP dan pendidikan kesetaraan dalam memberikan akses secara merata sesuai geografi wilayah; (2) Rendahnya pemerataan guru PAUD, SD, SMP dan pendidikan kesetaraan dalam pelayanan pendidikan sesuai standar pada seluruh wilayah; (3) Terbatasnya jangkauan sarana dan prasarana kesehatan dalam menjamin terselenggaranya pelayanan sesuai standar; (4) Terbatasnya jumlah dan kualitas tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan sesuai standar pada seluruh wilayah; (5) Belum terjangkaunya seluruh warga masyarakat oleh jaminan sosial kesehatan.
(2) Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat
Rata rata pengeluaran perkapita Kabupaten Bulukumba pada tahun 2019 sebesar Rp. 10.480.000,00. Nilai ini lebih rendah dari rata-rata pengeluaran perkapita Sulawesi Selatan (Rp. 11.120.000,00).
Namun demikian, persentase penduduk miskin tersebut merupakan yang terendah ketujuh dari 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.
Masalah lain adalah masih rendahnya tingkat pendapatan
masyarakat. Peningkatan PDRB per kapita penduduk Kabupaten
Bulukumba dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini terlihat sangat
signifikan dan konsisten, pada tahun 2015 PDRB per kapita baru
sebesar Rp.23.630.000,00 dan pada tahun 2019 telah mencapai
Rp.33.800.000 sementara di tahun yang sama PDRB Sulawesi Selatan
mencapai angka Rp. 57.030.000,00.
(3) Belum optimalnya fungsi infrastruktur wilayah
Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik. Pada tahun pada tahun 2019 panjang jalan dalam kondisi baik hanya 91,77%, sisanya dalam kondisi rusak sedang dan rusak berat. Indikasi lain dari masalah pokok ini adalah belum optimalnya sarana dan prasarana perhubungan baik untuk mobilitas antar pulau (pelabuhan/dermaga) maupun mobilitas antara wilayah perkotaan dan perdesaan atau antara dataran rendah dengan dataran tinggi (terminal dan marka jalan). Masalah lain terkait infrastruktur wilayah adalah keterpenuhan sarana-prasarana perumahan dan pemukiman yang belum mencukupi. Rasio rumah layak huni pada tahun 2019 sebesar 92,33%, persentase kawasan kumuh sebesar 83,52% dan rumah tinggal bersanitasi sebanyak 76,92%. Rumah tinggal yang tidak mengakses air bersih masih terdapat di berbagai wilayah terutama pada kepulauan dan dataran tinggi.
(4) Belum optimalnya pemenuhan standar dalam pelayanan dasar
Untuk urusan pendidikan, pelayanan pendidikan dasar belum
sepenuhnya memenuhi standar minimal. Cakupan 100% terhadap
penerima layanan untuk urusan pendidikan, kesehatan, pekerjaan
umum dan penataan ruang, pemukiman dan perumahan, ketertiban,
ketenteraman dan perlindungan masyarakat, dan sosial sesuai PP
02/2018 belum terpenuhi semua. Untuk urusan pendidikan ini
mencakup layanan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan kesetaraan. Untuk urusan kesehatan ini mencakup
pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bayi baru lahir, balita,
usia pendidikan dasar, usia produktif, usia lanjut, penderita
hipertensi, penderita DM, orang dengan gangguan jiwa berat, orang
terduga tuberculosis, orang dengan risiko terinfeksi virus yang
melemahkan daya tahan tubuh manusia. Untuk urusan pekerjaan
umum dan penataan ruang ini mencakup layanan pemenuhan
kebutuhan pokok air minum sehari-hari dan penyediaan pelayanan
pengolahan air limbah domestik. Untuk urusan perumahan dan
permukiman ini mencakup penyediaan dan rehabilitasi rumah yang
layak huni bagi korban bencana kabupaten/kota dan fasilitasi
penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena
relokasi program Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Untuk urusan
ketertiban, ketenteraman dan perlindungan masyarakat ini mencakup
pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum, informasi rawan
bencana, pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana,
penyelamatan dan evakuasi korban bencana danpenyelamatan dan
evakuasi korban kebakaran. Untuk urusan sosial ini mencakup
layanan rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas telantar di
luar panti, anak telantar di luar panti, lanjut usia telantar di luar
panti, layanan tuna sosial khususnya gelandangan dan pengemis di
luar panti, serta perlindungan dan jaminan sosial pada saat dan
setelah tanggap darurat bencana bagi korban bencana
kabupaten/kota. Masalah utama dalam pemenuhan SPM untuk
layanan-layanan tersebut adalah kelengkapan data penerima layanan
dan kecukupan SDM, sarana/prasarana dan fasilitas dalam
penyelenggaraan layanan.
(5) Belum optimalnya perwujudan tata kelola pemerintahan yang
Sistem akuntabilitas kinerja pemerintah Kabupaten Bulukumba sudah mengalami peningkatan dan mencapai Nilai B tahun 2019.
Dalam pengelolaan keuangan, opini BPK atas laporan keuangan juga telah memenuhi kualifikasi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Pemberian opini didasarkan atas laporan keuangan sesuai standar dan kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan. Menurutnya pencapaian WTP tersebut menjadi komitmen dari pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Namun demikian, dalam beberapa aspek perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik masih perlu menjawab berbagai tantangan, khususnya dalam merespons berbagai dinamika lingkungan strategis pemerintahan daerah. Karena itu, agenda reformasi birokrasi memerlukan percepatan dalam berbagai ranah. Beberapa masalah terkait hal ini adalah masih terbatas SDM aparatur dalam menjalankan fungsi perencanaan, pengawasan, pengelolaan teknologi informasi, dan pengelolaan keuangan; belum optimalnya ketersedian data dalam sistem informasi pembangunan daerah terkait indikator kinerja kunci sesuai kewenangan berbagai urusan, indikator SPM dan indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan; serta masih rendahnya kemampuan daerah dalam mencapai kapasitas keuangan dengan kontribusi PAD yang signifikan.
(6) Adanya kerentanan ekologi dalam mendukung keberlanjutan pembangunan
Untuk kawasan rawan bencana alam di Kabupaten Bulukumba dibagi menjadi dua yaitu kawasan rawan banjir dan kawasan rawan tanah longsor, yang meliputi sebagian wilayah Kecamatan Gantarang, sebagian wilayah Kecamatan Ujungbulu, dan sebagian wilayah Kecamatan Ujung Loe; dan Kawasan rawan tanah longsor berada di sebagian wilayah Kecamatan Kindang, sebagian wilayah Kecamatan Bontotiro, sebagian wilayah Kecamatan Herlang, sebagian wilayah Kecamatan Bulukumpa, dan sebagian wilayah Kecamatan Kajang.
Kondisi ekologis Kabupaten Bulukumba rentan terhadap berbagai
bencana. Ini disebabkan Kabupaten Bulukumba yang membentang
disepanjang Pesisir Pantai, ada 7 wilayah kecamatan yang termasuk
wilayah pesisir pantai di daerah Kabupaten Bulukumba. Bencana
banjir sering terjadi di daerah aliran Sungai Bialo, Sungai
Balantiyeng, Sungai Anyorang, dan Sungai Bijawang, terutama di
daerah muara dan alirannya pada daerah Palatte, Bampang, dan
Lembang. Banjir disebabkan tingginya curah hujan di sekitar
bagian hulu, daerah pengalirannya cukup sempit. Batuan
penyusunan adalah batuan gunungapi yang permeabilitas
danporositasnya rendah, adanya penggunaan tanah untuk budidaya
pertanian didaerah lereng yang tidak sesuai dengan topografi dan
kondisi Akar masalah dari kerentanan ekologis ini adalah kondisi
tutupan lahan yang terus mengalami degradasi terutama pada lahan
berkemiringan di wilayah pegunungan. Pada wilayah pesisir,
kerentanan ekologis ini disebabkan oleh tutupan mangrove yang juga
mengalami degradasi, meskipun pada sisi lain upaya rehabilitasi
mangrove terus berjalan melalui inisiatif masyarakat dan peranan
pemerintah.
2.3.2 Permasalahan untuk Penyelenggaraan Urusan
2.3.2.1 Permasalahan pada Urusan Wajib Pelayanan Dasar (1) Urusan Pendidikan
1. Dalam hal pendidikan anak usia dini (PAUD), partisipasi PAUD
Dalam dokumen
BUPATI BULUKUMBA - ppid bulukumba
(Halaman 175-179)