• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk perjanjianarbitrase

Dalam dokumen BUKU AJAR HUKUM BISNIS (Halaman 188-195)

ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

C. Perjanjian Arbitrase

3. Bentuk perjanjianarbitrase

Pasal 1 angka 3 UU Arbitrase dan Alternatif Penye- lesaian Sengketa menentukan bahwa:

Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul

sengketa”.

Berdasar ketentuan di atas, maka dapat diketahui bahwa perjanjian arbitrase dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Pactum de compromittendo

Kalimat yang menyatakan “………yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa ……..” yang menjadi dasar adanya perjanjian arbitrase yang berjenis pactum de compromittendo. Pactum de compromittendo dimaknai sebagai bentuk perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak sebelum terjadi sengketa atau perselisihan secara nyata.

Selain itu, dalam Pasal 7 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menentukan bahwa “Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase”. Kalimat yang menyatakan “……….

atau yang akan terjadi antara mereka………” yang juga menjadi dasar adanya perjanjian arbitrase yang berjenis pactum de compromittendo.

Sebelum adanya UU Arbitrase dan Alternatif Penye- lesaian Sengketa, Rv sudah lebih dahulu mengatur tentang pactum de compromittend. Pasal 615 ayat (3) RV menentukan, bahwa “adalah diperkenankan mengikatkan diri satu sama lain untuk menyerahkan sengketa yang mungkin timbul di kemuadian hari kepada putusan seorang atau beberapa orang arbiter (wasit)”. Demikian juga Konvensi New York 1958 juga telah mengatur tentang pactum de compromittendo.

Pasal II ayat (1) Konvensi New York 1958 menentukan

bahwa “…...the parties under take to submit to arbitration all or any differences …. Which may arise between them…..”.

Dalam praktek, dapat dijumpai dua cara penulisan pactum de compromittendo, yaitu:

1) Mencantumkan klausula arbitrase tersebut da- lam perjanjian pokok.16 Ini cara yang paling lazim. Klausula arbitrase langsung digabung dan dican tumkan dalam perjanjian pokok. Klausula arbitrase menjadi satu kesatuan dengan per- janjian pokok.

Ada beberapa contoh dari beberapa Negara ber- kaitan dengan cara penulisan klausula arbitrase seperti ini, yaitu:

a) Korea

All disputes, controversies, or differences which may arise between the parties, out of or in relation to or in connection with this contract, or for the breach thereof, shall be finally settled by arbitration in Seoul, Korea in accordance with the Commercial Arbitration Rules of the Korean Commercial Arbitration Association and under the laws of Korea. The Award rendered by the arbitrator (s) shall be final and binding upon both parties concerned”.

b) Singapore

Any dispute arising out or in conection with this contract, including any question regarding

16 Ibid., hlm. 65

its existance, validity or termination, shall be referred to and finally resolved by arbitration in Singapore in accordance with the Arbitration Rules of Singapore International Arbitration Centre (“SIAC Rules”) for the time being in force which rules are deemed to be incorporated by reference into this clause.“

c) Netherlands

All dispute arising in connection with the present contract or further contracts resulting theoreof, shall be finally setteld by arbitration in accordance with the Rules of the Netherlands Arbitration Institute (Nederlands Arbitrage Institute).”

d) International Chambers of Commerce (ICC)

All disputes arising in connection with the present contract shall be finally settled under the Rules of Conciliation and Arbitration of the International Chamber of Commerce by one or more arbitrators appointed in accordance with the said Rules.”

e) UNCITRAL

Any dispute, controversy or claim arising out of or relating to this contract, or the breach, termination or invalidity thereof, shall be settled by arbitration in accordance with the UNCITRAL Arbitration Rules as at present in force. The appointing authority shall be the ICC acting in accordance with the rules adopted by the ICC for this purpose.”

f) BANI

Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir.”

2) Pactum de compromittendo dibuat dalam akta tersendiri.17 Pembuatan perjanjian arbitrase de ngan cara ini, terdapat pemisahan antara perjanjian arbitrase dengan perjanjian pokoknya.

Masing-masing dibuat dalam akta yang terpisah.

Dengan demikian akan terdapat dua dokumen, yaitu dokumen perjanjian pokok dan dokumen perjanjian arbitrase. Meskipun dibuat dalam akta yang terpisah, factor waktu tetap harus menjadi unsur yang penting. Artinya, perjanjian arbitrase tetap harus dibuat sebelum ada sengketa, karena hal itu menjadi syarat formal keabsahan pactum de compromittendo.18

b. Akta kompromis

Dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa terdapat kalimat yang berbunyi: “……atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa”. Demikian juga dalam ketentuan Pasal 7 UU yang sama terdapat kalimat yang menyatakan:

17 Ibid., hlm. 65

18 Ibid., hlm. 66

Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi…….”. Pasal 9 ayat (1) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa juga dapat dijadikan dasar dibuatnya akta kompromis, yang berbunyi:

“Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak.

Berdasar beberapa ketentuan di atas, maka dapat diketahui bahwa perjanjian arbitrase dapat juga dibuat setelah terjadinya sengketa. Perjanjian arbitrase yang dibuat setelah terjadi sengketa antara para pihak disebut akta kompromis, yang dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis. Akta kompromis itu sendiri dimaknai an agreement resolving by mutual concessions to prevent a lawsuit.19 Akta kompromis ini menjadi jalan keluar bagi para pihak yang sedang bersengketa yang dalam perjanjian pokoknya belum mengatur tentang penyelesaian sengketa, tetapi para pihak menginginkan penyelesaiannya tidak melalui pengadilan.

Akta kompromis ini sebelumnya juga sudah diatur dalam Pasal 618 RV dan Pasal II ayat (1) Konvensi New York 1958, Pasal 618 Rv menentukan bahwa:

“(1) Persetujuan Arbitrase harus dilakukan secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak, jika para pihak tidak mampu menandatangani,

19 Ibid., hlm. 66.

maka persetujuan harus dibuat di muka notaris.

(2) Persetujuan harus memuat masalah yang men- jadi sengketa, nama dan tempat tinggal para pihak, serta nama dan tempat tinggal arbiter atau anggota para arbiter yang harus dalam jumlah ganjil”.Menurut ketentuan

Sedangkan Pasal II ayat (1) Konvensi New York 1958 tentang akta kompromis menyebutkan dengan kata- kata: “……or any diffetences which have arisen ……..”

Selanjutnya Pasal 9 ayat (3) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menentukan isi dari akta kompromis dengan ancaman batal demi hukum jika tidak memenuhi ketentuan tersebut. Isi dari akta kompromis yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (3) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah sebagai berikut:

“Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat:

1. masalah yang dipersengketakan;

a. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;

b. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;

c. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan;

d. nama lengkap sekretaris;

e. jangka waktu penyelesaian sengketa;

f. pernyataan kesediaan dari arbiter; dan g. pernyataan kesediaan dari pihak

yang bersengketa untuk menanggung

segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.”

Dalam dokumen BUKU AJAR HUKUM BISNIS (Halaman 188-195)