• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budaya sebagai Sistem Adaptif

Dalam dokumen Teori SosialBudaya dan Methodenstreit (Halaman 45-53)

BAB II Teori Budaya

A. Budaya sebagai Sistem Adaptif

BAB II

Transmisi Budaya

Unsur-unsur yang

ditransmisikan Proses Transmisi Cara Transmisi Unsur-unsur

budaya

Unsur-unsur sosial Unsur psikologi

Unsur fisiologi

Peran serta

Imitasi Identifikasi

Sosialisasi Bimbingan:

instruksi, persuasi, rangsangan, hukuman

Permainan

Turut dengan

kegiatan rutin sehari- hari

Pranata-pranata tradisional Inisiasi,

Upacara, tingkat Umur, sekolah agama, dan sekolah umum

Variabel transmisi kebudayaan yang disarankan Fortes1

Pentingnya keterkaitan antara komponen biologis dan komponen kultural dalam tingkah laku manusia, mendorong kajian-kajian tentang agresi, teritorialitas, peranan-peranan jenis kelamin (gender), ekspresi wajah, seksualitas, dan ranah-ranah lainnya di mana kultural dan biologis saling berhubungan menjadi kajian tersendiri dan signifikan. Paling tidak ada dua pokok pikiran penting:

1. Setiap pemikiran bahwa apa bila mempelajari lapisan konvensi kultural, maka pada akhirnya

1 Bagian dari konsepi Fortes mengenai tranmisi kebudayaan mirip dengan konsepsi T. Parsons megenai keempat sistem dalam theory of action , yakni sistem organic, sistem psikologi, sistem sosial dan sistem budaya.

Lihat dalam Koenjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat:

Jakarta, Gramedia, 1973, hal. 231

akan menemukan primal man dan keadaan manusia yang konvensional, primitif dan narrow outlook. Satu pelapisan budaya dan masyarakat yang sederhana.

2. Pemikiran determinisme ekologis maupun determinisme kultural yang eksterm sekarang dapat didukung oleh kepercayaan dann ideologi, tetapi belum didukung berdasarkan ilmu pengetahuan yang luas dan bijaksana. Yang perlu ditelusuri adalah bagaimana garis acuan biologis ditransformasikan dan dikembangkan ke dalam pola-pola kultural dalam masyarakat.

Dari sudut pandang teori budaya, perkembangan penting telah muncul dari pendekatan evolusioner terhadap budaya sebagai sistem adaptif. Artinya transformasi social dalam masyarakat juga melibatkan komponen turunan yakni konsep penyesuaian dan adaptasi ( adjustment dan adaptation ) Hal tersebut didasarkan pada :

1. Budaya adalah sistem2 dari pola-pola tingkah laku individual yang diturunkan secara sosial di dalam kehidupan masyarakat, dan berkerja menghubungkan komunitas manusia dengan lingkungan ekologi mereka. Dalam cara hidup ini termasuklah teknoligi dan bentuk organisasi ekonomi, pola-pola menetap, bentuk

2 Lihat Koentjaraningrat, Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia : Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1997, hal.5-9.Lihat Juga J.W.M Bakker ,Sj , Op-cit., hal. 15

pengelompokan sosial dam pengelompokan politik, kepercayaan dan praktek keagamaan dan seterusnya.

2. Bila budaya dipandang secara luas sebagai sistem tingkah laku bersama membentuk masyarakat, yang khas dari suatu penduduk, satu penyambung dan penyelaras kondisi- kondisi badanniah manusia, maka perbedaan pandangan mengenai budaya sebagai pola-pola dari ( pattern –of ) atau pola-pola untuk ( pattern – for ) 3adalah mekanisme tindakan selanjutnya.

Artinya budaya adaptif merupakan semua cara yang bentuk-bentuknya tidak langsung berada di bawah kontrol genetic yang berkerja untuk menyesuaikan individu-individu dan kelompok ke dalam komuniti lingkungan mereka.

3. Konsep budaya dalam masyarakat sesungguhnya turun jadi pola tingkah laku yang terikat kepada kelompok-kelompok tertentu yaitu menjadi adat-istiadat ( customs) atau cara kehidupan ( way of life ) manusia.

4. Perubahan budaya dalam masyarakat sesungguhnya adalah sesutau proses adaptasi dan maksudnya sama dengan seleksi alam..

Artinya secara luas bahwa masyarakat adalah individu-individu yang berbuat dan bertindak ,

3 Lihat dalam Reger M. Keesing, Teori-teori Tentang Budaya, dalam Antropologi Indonesia,Op-cit. hal. 7

harus menjalankan satu hubungan adaptif dengan lingkungannya dalam rangka untuk tetap dapat hidup. Meskipun manusia dapat melakukan adaptasi ini secara prinsipil melalui alat budaya, namun prosesnya dipandu oleh aturan-aturan seperti seleksi alam seperti yang mengatur adaptasi biologis.

5. Budaya sebagai sistem adaptif, maka budaya berubah ke arah keseimbangan ekosistem , namun bila keseimbangan itu diganggu oleh perubahan lingkungan, kependudukan, teknologi atau perubahan sistemik yang lainnya, maka perubahan yang terjadi sebagai penyesuaian lebih lanjut akan muncul melalui sistem kebudayaan. Karena itu, mekanisme umpan balik dalam sistem kebudayaan mungkin berkerja negatif ( self correction dan keseimbangan ) atau secara positif ( ketidakseimbangan dan perubahan arah).

6. Teknologi, ekonomi dan elemen organisasi sosial yang terikat langsung dengan produksi adalh bidang pokok budaya yang paling bersifat adaptif. Perubahan umumnya dimulai dan dari kondisi dan keadaan tersebut berkembang.

Namun, terdapat cara kerja yang berbeda . Ekonomi dan korelasi sosialnya sebagai faktor utama, dan sistem ideasional seperti agama, kepercayaan, adat-istiadat, dan ideologi lainnya ( epiphenomenal ) sebagai faktor yang kedua.

7. Komponen-komponen ideasional dari sistem kultural bisa memiliki konsekueansi adaptif dalam mengontrol penduduk, membantu mata pencarian hidup, menjaga ekosistem dan lain- lainnya. Analisis dapat saja dibangun melalui praktek-praktek keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, atau sector lain dari satu kompleks kebudayaan. Sebab, akan menampilkan hubungan-hubungan fungsional dengan kategori tingkah laku bersama dalam struktrur sosialnya.

Menurut Featherstone4, ada tiga konteks kebudayaan yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan masyarakat dan tindakan bersama antara lain :

1. Produksi kebudayaan, kebudayaan diproduksi atau diciptakan berdasarkan konsumen. Jika konsumen penuh, maka muncul kebudayaan baru. Jika konsumen semakin tertarik, muncul pula budaya inovasi. Kebudayaan dalam masyarakat sebagai ciptaan manusia sendiri akan melebar ke bidang yang lainnya.

2. Sosio genesis kebudayaan, kebudayaan akan terikat oleh lingkup atau daya jangkau yang mengitarinya (boundary). Lingkup sosial akan menciptakan produk budaya yang lain, karena

4 Lihat dalam Irawan Abdullah, Kuliah Tafsir Kebudayaan:

Yogykarta, Pascasarjana UGM, 1999, hal. 22. Lihat juga A. William, Haviland, Antropologi : Jakarta, Erlangga, 1985, hal. 333-340

di antara unsur sosial budaya tersebut merasa saling terkait. Bahkan, di antara unsur saling ada ketergantungan kepentingan. Umpamanya sebuah pasar , didekatnya akan muncul terminal, atau ketika berdiri suatu kampus universitas, didekatnya akan segera muncul kost-kostan. Hal ini semua terjadi karena ada kontak kepentingan yang tidak tertulis.

Kekuatan sosial ini merupakan suatu bentuk stimulin dan respon terhadap simbol-simbol budaya yang mengarah pada tindakan sosial dan struktur sosial . Sebab sangat besar pengaruhnya terhadap outhenticity budaya.

Umpamanya ketika seseorang mengunjungi suatu kkomunitas tertentu di lain daerah, maka ada stimulus yang kepada si pengunjung untuk dikatakan otentik dengan cara membeli kekhasan budaya setempat.

3. Psicho genesis kebudayaan, artinya suatu kebudayaan dapat muncul dari dorongan jiwa manusia. Karena itu muncul budaya-budaya lembut yang sarat dengan nilai dan lelaku spiritual. Budaya semacam ini merupakan tuntutan alamiah ( sunnatulah ) dari naluri manusia itu sendiri. Tidak jarang kebudayaan lembut seperti ini jauh dari pengaruh materialisme, melainkan pada kepuasan bathiniyah.

Dengan kata lain budaya sesungguhnya sangat adaptif, artinya meneliti budaya harus berpegang pada konteks ruang dan waktu.

Budaya dikatakan “ adaptif ”, sebab budaya bukan harga mati dan benda mati, namun budaya adalah sesuatu yang dipelajari dan tidak terbatas terhadap apa yang dilakukan oleh orang saja. Budaya sesungguhnya proses dari refleksi pemikiran dari manusia yang bertindak dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Budaya bersifat adaptif karena kebudayaan adalah hasil belajar, bukan warisan biologis. Proses penerusan budaya dari generasi ke generasi selanjutnya adalah sebuah proses enkulturasi. Di samping itu , budaya adalah kesatuan integrative, kebudayaan tidak berdiri-sendiri- sendiri, melainkan sebuah rangkaian paket makna dan simbol.

Untuk dapat menerapkan pengetahuan mengenai

“bagaimana identitas budaya dimainkan perananya dan dikembangkan ”, terhadap tingkah laku orang lain, maka harus dimulai dengan memahami karateristik identitas budaya. Mary Jane Collier5 menawarkan sebuah perspektif komunikasi identitas budaya dan antar budaya antara lain :

5 Lihat dalam Mary Jane. Collier, Cultural Identity and Intercultural Communication, dalm Samavor, Larry A dan Porter Ricard E.

(ed), intercultural Communication : A Reader, Berlmont: Wadsworth, 1994 , hal. 36-44

1. Perspepsi diri: proses pengakuan diri (avowal) dan pemberian (ascription seperti : stereotype ) orang lain .

2. Cara mengekspresikan identitas: melalui symbol inti, label, norma

3. Bentuk-bentuk identitas: individual, relasional dan komunal

4. Kualitas identitas: tahan, lama dan dinamis 5. Komponen kognitif, efektif, dan perilaku dari

identitas

6. Tingkat isi dan hubungan interpretasi

7. Perbedaan-perbedaaan kekhasan dan intensitas.

Dalam dokumen Teori SosialBudaya dan Methodenstreit (Halaman 45-53)

Dokumen terkait