TEORI SOSIAL BUDAYA
D. Beberapa tokoh sosiologi beraliran strukturalisme
5. Ralf Dahrendorf
Ia dikenal sebagai sosiolog yang mempunyai keahlian konflik berorientasi ke studi struktur dann institusi social. Ia berpendirian bahwa masyarakat mempunyai dua wajah ( konflik dan consensus ) dan karena itu teori sosiologi harus di bagi menjadi dua bagian juga yakni teori konflik dan teori consensus. Teori consensus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat dan teoritisi konflik harus menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang yang mengikat masyarakat secara bersama-sama. Ia menyatakan bahwa masyarakat tidak akan ada tanpa konsensu dan konflik yang menjadi persyaratan satu dengan lainnya. Ia menawarkan konsepsi tentang otoritas dalam suatu sruktur social.
Inti tesisnya adalah gagasan bahwa berbagai posisi di dalam masyarakat mempunyai kualitas otoritas yang berbeda. Otoritas tidak terletak dalam individu masyarakat , tetapi di dalam posisi. Karena itu antar posisi masyarakat tidak terelakan konflik. Sumber structural konflik harus dicari di dalam tatanan peran
social yang berpotensi untuk mendominasi atau tunduk.
Otoritas dalam setiap asosiasi bersifat dikotomi; karena itu ada dua kelompok konflik yang dapat terbentuk setiap asosiasi. Kelompok yang memegang otoritas dan kelompok subordinat yang hanya mempunyai kepentingan.
Konsep kepentingan menurutnya adalah kelompok yang berada di atas dan yang berada di bawah didefinisikan berdasarkan kepentingan bersama.
Kepentingan merupakan fenomena psikologi dan berskala luas. Selanjutnya ia membedakan tiga tipe utama kelompok. Pertama, kelompok semua ( quasi group ) atau sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama. Kedua, kelompok kepentingan. Ketiga, kelompok konflik atau kelompok yang terlibat dalam konflik kelompok actual. Aspek terakhir dari teori konflik yang dikembangkannya adalah hubungan konflik dengan perubahan.
Menurutnya konflik berfungsi untuk mempertahankan status qua. Tetapi konflik juga mendorong percepatan perubahan social dan perkembangan dari realitas social.14 Konflik dengan satu kelompok dapat membantu menciptakan kohensi
14 Geroge Ritzer dan Douglas J. Goodman, Loc-cit., hal. 156.
Menurut Dahrenddrof bahwa segera setelah kelompok konflik muncul, kelompok tersebut melakukan tindakan yang menyebabkann perubahan dalam struktur social. Bila konflik itu hebat, perubahan yang terjadi adalah radikal. Bila konflik dsertai tindakan kekerasan, akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba. Apapun cirri konflik dan perubahan maupun dengan hubungan antar konflik dan status quo.
melalui aliansi dengan kelompok lainnya. Contoh konflik dengan Arab menimbulkan alienasi antara Israel dan Amerika Serikat. Berkurangnya konflik Isreal dengan Arab sangat mungkin dapat memperlemah hubungan antara Israel dan Amerika Serikat.
Konflik juga membantu fungsi komunikasi.
Sebelum konflik, kelompok-kelompok mungkin tak percaya terhadap posisi musuh mereka. Tetapi akibat konflik , posisi dan batas antarkelompok menjadi jelas.
Konflik juga memungkinkan pihak yang bertikai menemukan ide yang lebih baik mengenai kekuatan realtif mereka dan meningkatkan kemungkinan untuk saling mendekati atau berdamai.15. Ia mencoba membangun teori perjuangan kelas untuk menemukan formasi yang tepat dalam memusatkan teori kelas dan pertentangan kelasnya dalam masyarakat industri.
Baginya kelas bukan berarti kelompok yang memmiliki saran dan prasarana produksi. Tetapi kelas-kelas tersebut lahir dari kepentingan-kepentingan bersama para individu yang mampu berorganisasi. Karena terjadi interaksi dan penegasan struktur organisasi artinya ia menunjukan teori masyarakat secara parsial . Melalui teori ini dia menjelaskan bahwa bagaimana organisasi- organisasi dapat dan benar-benar lahir dari pertentangan kelas. Hakikat parsial dari teori yang dikembangkannya
15 Dilihat dari perpektif teoritis ada kemungkinan Dahrendrof mencoba mengawinkan fungsionalisme dan teori konflik marxisme dengan melihat kepada fungsi konflik social dalam formasi social itu sendiri.
Tetapi, perlu diingat bahwa konflik juga mempunyai disfungsi.
adalah pembahasan mengenai hakikat manusia dan sosiologi.
Sasaran sosiologi sesungguhnya manusia yang dibedakan oleh ekonomi, psikologi, moral, hokum, dan sebagainnya. Untuk itulah tujuan analisis sosiologi tentang kelompok konflik dan konflik kelompok perlu menganut suatu orientasi structural dari tindakan pemegangan posisi tertentu. Dengan anologi terhadap orientasi kesadaran (subjektif), tampaknya dapat dibenarkan untuk mendeskripsikan sebagian kepentingan. Asumsi kepentingan paling tidak mendekati obyektif yang diasosiasikan dengan posisi social dalam struktur masyarakat. Yang tidak mengandung unsur ramifikasi atau implikasi psikologis.
Kelemahan dari teori konflik ini salah-satunya adalah pengabaian dari ketertiban dan stabilitas. Di samping itu teori konflik juga berideologikan radikal.
Dalam kaitannya dengan khasanah penelitian kemanusiaan dan kemasyarakatan, maka tujuan penelitiannya adalah agar peneliti-peneliti sosial mampu memahami dan mengungkapkan hubungan-hubungan yang nyata, menghilangkan mitos dan bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut. Ilmu sosial termasuk di dalamnya sosiologi harus menjelaskan ketertiban sosial sehingga menjadi katalist bagi transformasi ketertiban sosial atau menerangkan fakta sosial, mengkritiknya dan memberdayakann manusia supaya mengerti dan mengubah keadaan tersebut. Lebih jauh, bila ilmu sosiologi dikaitkan dengan masalah keagamaan , maka
akan muncul dua bentuk pengertian. Pertama , hasil- hasil agama diperuntukan bagi kepentingan ilmu studi agama, dan Kedua , hasil-hasil kajian itu diperuntukaan bagi kepentingan sosiologi.
Dalam konteks peneliti atau pengkaji agama yang menggunakan sosiologi, maka ada dua kemungkinan yakni: satu berangkat dari sarjana sosiologi, sedangkan yang lainnya berangkat sebagai sarjana ilmu agama yang mengkaji agama secara akademik. Ahli sosiologi agama terikat oleh mekanisme kerja sosiologi obyektif, yaitu untuk mengathui manusia dan masyarakat sejauh dapat diperoleh atau dicapai melalui penelitian terhadap unsur, proses, pengaruh dal lain sebgainnya dalam kehidupan kelompok. Asumsi dasarnya adalah tingkah laku manusia (model of reality) yang dipahami sebagai produk kehidupan berkelompok.
Sebaliknya, para sarjana agama yang menggunakan pendekatan sosiologi tidak menganggap agama sebagai fungsi pengelompokan sosial yang alamiah atau tidak dideskripsikan sebagai suatu bentuk pelahiran budaya. Tetapi dirumuskan secara luas sebagai suatu studi tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta khalaqoh-khalaqoh yang terjadi di dalam masyarakat tersebut. Keterhubungan tersebut di cari model for reality (kebermaknaan sosialnya) yang dimulai dari dukungan , motivasi, gagasan, kelembagaan , selain itu juga dilihat kekuatan-kekuatan sosial, organisasi dan stratifikasi sosial.
Analisis teori sosial budaya dalam melihat hubungan manusia dengan masyarakatnya sebagai mana pernah dikemukakan oleh para pendahulu sosiologi aliran fungsionalisme seperti Aguste Comte, Spencer, Pareto dan Durkheim serta Radcliff Brown dan Malinowski. Sosiologi beraliran fungsional ini adalah suatu teori sosiologi yang memandang masyarakat sebagai suatu lembaga Sosial dalam keseimbangan Sosial. Kelembagaan dalam sebuah masarakat dipandang sebagai perwujudan konkret dari sebuah tema cultural yang ada dalam kehidupan masyarakat. Teori fungsionalisme memusatkan perhatiaannya pada prasyarat fungsional atau kebutuhan yang harus dipenuhi oleh suatu system sosal dalam mempertahankan kehidupannya dan struktur yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Sesuai dengan pandangan ini system Sosial memiliki kecendrungan untuk melaksanakan fungsi tertentu yang dibutuhkan untuk kelangsungan system sosial. Karena itu analisis sosiologi berusaha meneliti struktur sosial yang melaksanakann fungsi untuk memenuhi kebutuhan sistem sosial tersebut.