• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cara Mengatasi Heteroskedastisitas

BAB 5 HETEROSKEDASTISITAS

5.4. Cara Mengatasi Heteroskedastisitas

e. Hitunglah rasio dari kedua SSR. Jika nilainya lebih besar dari F 0,05;11;11 = 2,82 berarti terdapat heteroskedastisitas.

݄ ൌܴܵܵȀܾ݀

ܴܵܵȀܾ݀ ൌ ͳͷʹͲͳͷͺȀͳͳ

͵ͻͶ͵ͺͲǡͳȀͳͳ ൌ ͵ǡͺͷͶͷͷ

Nilai h>F 0,05;11;11, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat heteroskedastisitas.

Berbagai pengujian heteroskedastisitas telah diaplikasikan ter hadap data yang sama. Berdasarkan kesimpulan yang diper- oleh, didapatkan fakta bahwa Uji Goldfeld-Quant dan uji White lebih sensitive mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedasti sitas.

ε β

β β

β + + + + +

= X X pXp

Y 0 1 1 2 2 ... (5.1)

Pada kondisi homoskedastisitas, Var(Y)=Var(ε)=Iσ2.. Sedangkan pada kondisi heteroskedastisitas, ܸܽݎሺܻሻ ൌ ܸܽݎሺߝሻ ൌ ܫߪ. Metode WLS ini dilakukan dengan cara membagi persamaan (5.1) dengan i. Sehingga persamaannya kan menjadi :

ܻ ߪߚ

ߪߚܺ

ߪ ߚܺ

ߪ ൅ ڮ ൅ߚܺ ߪ ߝ

ߪ (5.2)

Jika nilai i diketahui maka persamaan (5.2) dapat dijalankan dengan OLS, namun jika tidak diketahui maka perlu di laku- kan estimasi terlebih dahulu antara lain :

a. Asumsi variansi eror prporsional ke X2 maka ܧሺߝሻ ൌ ߪܺ ܧሺߝሻ ൌ ߪܺ, dengan demikian digunakan transformasi ܺͳ.

b. Asumsi variansi eror prporsional ke X maka ܧሺߝሻ ൌ ߪܺ , dengan demikian digunakan transformasi ξܺͳ.

Tes Formatif :

1. Jelaskan yang dimaksud dengan Heteroskedastisitas !

2. Berikut adalah pasangan data dari 35 perusahaan. Terdapat tiga variable yang diteliti, yaitu persediaan (I), hasil penjualan (S), dan tingkat pinjaman (P).

a. Lakukan pengujian untuk mendeteksi ada tidaknya ge- jala heteroskedastisitas!

b. Jika terdapat heteroskedastisitas, asumsikan bahwa va- riansi eror proporsional terhadap S2.

NO I S P

1 10 100 17

2 10 101 17

3 10 101 17

4 11 103 16

5 11 105 16

NO I S P

6 11 106 16

7 12 108 15

8 12 109 15

9 12 111 14

10 12 111 14

11 12 112 14

12 13 113 14

13 13 114 13

14 13 114 13

15 14 116 12

16 14 117 12

17 14 118 12

18 15 120 11

19 15 122 11

20 15 123 11

21 16 125 11

22 16 128 10

23 16 128 10

24 17 131 10

25 17 133 10

26 17 134 9

27 17 135 9

28 17 136 9

29 18 139 8

30 18 143 8

31 19 147 8

32 19 151 8

33 19 167 8

34 20 163 7

35 20 171 7

6.1 PENGERTIAN AUTOKORELASI

Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana komponen eror berkorelasi dengan dirinya sendiri menurut urutan waktu (untuk data time series) atau urutan ruang (untuk data cross section). Model regresi linier mengasumsikan bahwa gejala autokorelasi ini tidak terjadi, artinya kovarian antara εi dan εj sama dengan nol. Dengan kata lain regresi linier mensyaratkan bahwa antara pengamat- an yang satu (yi) dan pengamatan yang lain (yj) haruslah saling bebas atau independent. Atau secara matematis dapat dituliskan pada persamaan (6.1).

Cov(εi,εj ) = E(εij ) = 0 ; i ≠ j (6.1) Apabila terjadi keterkaitan antara pengamatan yang satu dengan yang lainnya maka akan mengakibatkan terjadinya auto- korelasi atau disebut juga sebagai korelasi serial. Secara mate- matis dapat dituliskan pada persamaan (6.2).

Cov(εi,εj ) = E(εij ) 0 ; i ≠ j (6.2) Pada model ekonometrika, kasus autokorelasi akan sering terjadi karena pada umumnya model ekonometrika meng gu- na kan data urutan waktu (time series) dimana terdapat keter gan- tungan antara pengamatan ke-t (yt) dan pengamatan sebe lum- nya (yt-1). Secara grafik, ketergantungan tersebut dapat dilihat

BAB 6

AUTOKORELASI

jika grafik residual εt terhadap waktu (t) membentuk suatu pola tertentu misalnya pola tren linier menurun, pola tren linier me- naik, pola siklik atau musiman, dan pola kuadratik. Sedang- kan apabila acak dan tidak berpola, hal ini menandakan bahwa tidak terdapat gejala autokorelasi.

6.2 PENYEBAB AUTOKORELASI

Beberapa hal yang dapat menjadi penyebab munculnya gejala autokorelasi adalah sebagai berikut :

1. Adanya model Autoregresif

Pada model autoregresif, akan muncul lag dari variable de- penden yang menjadi variable independen. Misalnya pada fungsi konsumsi, dimana konsumsi (Ct) seseorang di penga - ruhi oleh pendapatan (Yt), kekayaan (Wt), dan juga pola kon sumsi pada masa lalu (Ct-1) . Hal ini logis karena se cara psikologis, konsumen tidak akan mengubah perilaku kon- sum si nya terlalu sering. Sehingga model regresi liniernya akan menjadi seperti pada persamaan (6.3).

ܥൌ ߚ ൅ ߚܻ൅ ߚܹ൅ ߚܥ௧ିଵ൅ ߝ (6.3) Jika variable Ct-1 tidak masuk ke dalam model, maka variable tersebut akan masuk ke dalam komponen residual vt3 Ct-

1t . Komponen residual vt akan berpola sistematis dan me- nyebabkan adanya autokorelasi.

2. Adanya bias spesifikasi akibat terdapat variable penting yang tidak masuk di dalam model. Pada persamaan (6.3) jika variable kekayaan (Wt) tidak masuk ke dalam model, hal ini akan mengakibatkan adanya autokorelasi karena kekayaan (Wt) akan masuk ke dalam komponen residual vt2 Wt + εt . Residual Vt akan berpola sistematis dan menyebabkan adanya autokorelasi.

3. Adanya bias spesifikasi akibat kesalahan penentuan bentuk fungsi yang digunakan di dalam model.

4. Adanya manipulasi data.

6.3 AKIBAT ADANYA AUTOKORELASI

Jika pada model regresi linier, semua asumsi klasik terpenuhi kecuali satu yaitu ada autokorelasi. Maka hasil estimasi dengan OLS akan tetap tak bias dan konsisten namun tidak efisien karena variansi besar. Dampak dari membesarnya variansi adalah seba- gai berikut :

1. Pengujian individual (uji t) menjadi tidak valid. Statistic t hitung akan mengecil akibar standar eror yang membesar, hal ini akan mengakibatkan kecenderungan gagal tolak H0. 2. Nilai standar error yang membesar mengakibatkan selang ke-

percayaan mlebar sehingga hasil estimasi menjadi tidak dapat dipercaya.

6.4 CARA MENDETEKSI AUTOKORELASI

Terdapat dua cara untuk mendeteksi ada tidaknya auto- korelasi, yaitu dengan metode grafik dan pengujian secara formal menggunakan uji statistika.

1. Metode Grafik

Tidak adanya autokorelasi berarti tidak terdapat autokore- lasi di dalam εt, yang secara riil datanya tidak dapat diperoleh secara langsung. Oleh karena itu digunakan nilai residual et yang merupakan estimasi dari εt. Nilai ini didapatkan dengan formula sebagai berikut :

݁ ൌ ܻെ ܻ෡ (6.4)

Metode grafik yang digunakan untuk mendeteksi ada tidak­

nya autokorelasi adalah grafik plot (scatter plot) antara et dengan t. Apabila pada scatter plot membentuk suatu pola tertentu misal- nya pola tren linier menurun, pola tren linier menaik, pola siklik atau musiman, dan pola kuadratik, hal tersebut menandakan bahwa terdapat autokorelasi.

Contoh 1 :

Berikut disajikan data Impor dan GNP (dalam dollar). Laku- kan Analisa secara grafik untuk mendeteksi ada atau tidak­

nya gejala autokorelasi !

t Import (Mt) GNP

1 3748 21777

2 4010 22418

3 3711 22408

4 4004 23319

5 4151 24180

6 4569 24893

7 4582 25310

8 4697 25799

9 4753 25886

10 5062 26868

11 5669 28134

12 5628 29091

13 5736 29450

14 5946 30705

15 6501 32372

16 6549 33152

17 6705 33764

18 7104 34411

19 7609 35429

20 8100 36200

Tabel 6.1 Data impor dan GNP

Berdasarkan data pada table 6.1 langkah-langkah meng- analisis menggunakan grafik adalah sebagai berikut :

a. Lakukan regresi impor (Mt) terhadap GNP untuk menda pat- kan nilai residual.

Gambar 6.1 Meregresikan impor dengan GNP

b. Setelah nilai residual muncul, maka buatlah grafik antara residual dan t. Klik Quick à Graph kemudian masukkan resid t pada series list kemudian klik OK.

c. Pilik Scatter kemudian klik OK. Maka akan muncul output seperti di bawah ini :

0 4 8 12 16 20 24

-300 -200 -100 0 100 200 300 400 500 RESID

T

Gambar 6.2 Scatter Plot antara t dan Residual

Pada gambar 6.2 nampak bahwa plot menyebar secara acak tidak membentuk pola tertentu maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala autokorelasi.

2. Uji Durbin Watson (DW)

Untuk menguji ada tidaknya korelasi pada lag-1, diguna kan uji durbin Watson. Uji durbin Watson menggunakan statistik c yang kemudian dibandingkan dengan nilai du dan dl yang di- peroleh dari table Durbin Watson dengan k merupakan banyak- nya variable yang terlibat di dalam model. Statistik dw dirumus- kan sebagai berikut :

݀ݓ ൌσ ሺ݁௧ୀଶ െ ݁௧ିଵሻ σ௧ୀଵ݁

(6.5)

Kriteria pengujian autokorelasi berdasarkan nilai dw adalah sebagai berikut:

a. dw < dl maka terdapat autokorelasi positif b. dw > du maka tidak terdapat autokorelasi positif

c. dl < dw < du maka pengujian tidak meyakinkan atau tidak dapat disimpulkan.

d. dw > (4-dl) maka terdapat autokorelasi negatif

e. dw < (4-dl) maka tidak terdapat autokorelasi negative Contoh 2 :

Berikut ini disajikan data dari 2 variabel yaitu konsumsi (Consm) dan GNP pada suatu negara selama 20 tahun. Dengan menggunakan uji durbin Watson, periksalah apakah terdapat autoorelasi?

t CONSM

(juta dollar)

GNP (juta dollar)

1986 21,89 330,2

1987 22,29 347,2

1988 19,63 366,1

1989 22,85 366,3

1990 33,77 399,3

1991 39,18 420,7

1992 30,58 442

1993 26,3 447

1994 30,7 483

1995 32,1 506

1996 30 523,3

1997 30,8 563,8

1998 30,8 594,7

1999 32,6 635,7

2000 35,4 688,1

2001 36,6 753

2002 38,6 796,3

2003 42,2 868,5

2004 47,9 935,5

2005 58,2 982,4

Tabel 6.2 Data Konsumsi dan GNP

Dengan mergresikan konsumsi terhadap GNP, didapat kan output sebagai berikut :

Gambar 6.3. Output Regresi Konsumsi terhadap GNP

Berdasarkan output pada gambar 6.3, didapatkan nilai durbin Watson (dw)=0,877. Dengan melihat table durbin watso pada n=20,=0,05, dan k=2 didapatkan nilai dl = 0,863 dan du = 1,271.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengujian tidak me- yakinkan atau tidak dapat disimpulkan karena nilai dw = 0,877 berada diantara nila dl dan du.

3. Uji Breush-Godfrey

Nama lain untuk uji Breush-Godfrey/ BG adalah uji Langrange- Multiplier/ LM . Uji LM dapat dengan mudah dilakukan dengan Eviews. Berdasarkan data pada table 6.1, langkah-langkah pe ng- ujian BG/ LM untuk mendeteksi autokorelasi adalah sebagai berikut :

a. Klik View à Residual Diagnostics à Serial Correlation LM Test. Maka akan keluar perintah seperti ini :

Gambar 6.4 Mengisi lag untuk uji LM b. Klik OK maka akan muncul

Gambar 6.5 Uji LM untuk mendeteksi autokorelasi

Berdasarkan output pada gambar 6.5, didapatkan nilai Prob.

Chi­Square(2) = 0.1282. Nilai ini lebih besar dari α=0,05 se­

hingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat auto korelasi.

6.5 CARA MENGATASI AUTOKORELASI

Salah satu cara mengatasi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan Generalized Least Square (GLS). Jika terdapat model regresi sebagai berikut :

ܻ ൌ ߚ൅ ߚܺ൅ ߝ (6.6) Biasanya ada asumsi bahwa error akan mengikuti autore- gresi tingkat pertama , seperti pada persamaan (6.7) berikut :

εt=ρεt-1+vt (6.7)

dengan ρ merupakan koefisien korelasi yang besarnya ­1<ρ<1.

Berdasarkan persamaan (6.7) maka vtt-ρεt-1. 1. Jika ρ diketahui

Membuat persamaan lag-1 dari persamaan (6.6), sehingga persamaan menjadi seperti berikut :

Yt-101 Xt-1t-1 (6.8) persamaan (6.8) dikalikan dengan ρ.

ρYt-1= ρβ 0+ρβ1 Xt-1+ρεt-1 (6.9) Selanjutnya persamaan (6.6) dikurangi dengan persamaan (6.9), menjadi

ܻെ ߩܻ௧ିଵൌ ߚሺͳ െ ߩሻ ൅ ߚሺܺെ ߩܺ௧ିଵሻ ൅ ߝ െ ߩߝ௧ିଵ (6.10) Dengan demikian persamaan (6.10) dapat disederhanakan se- bagai berikut :

ܻכ ൌ ߚכ൅ ߚܺכ൅ ݒ

Dengan ܻכ ൌ ܻെ ߩܻ௧ିଵǢ ܺכൌ ሺܺെ ߩܺ௧ିଵሻǢdanߚכ ൌ ߚሺͳ െ ߩሻ. Pada akhirnya pengamatan pertama akan hilang maka persama- an yang digunakan adalah :

ܻכൌ ܻඥͳ െ ߩ serta ܺכ ൌ ܺඥͳ െ ߩ (6.11) Persamaan (6.11) disebut sebagai persamaan beda umum (gene- ralized difference equation).

2. Jika ρ tidak diketahui

Pada praktiknya penggunaan persamaan beda umum tetap menyulitka karena nilai ρ jarang diketahui. Untuk mengatasi hal ini, terdapat beberapa alternative yang dapat digunakan, yaitu:

a. Metode selisih beda pertama (the First Difference Method) Nilai koefisien korelasi ρ terletak diantara 0 dan ±1. Nilai +1 berarti terdapat autokorelasi positif, nilai -1 berarti terdapat autokorelasi negatif, sedangkan nilai 0 berarti tidak terdapat autokorelasi. Misalnya apabila digunakan ρ = 1, persamaan (6.10) akan menjadi persamaan (6.12):

ܻെ ߩܻ௧ିଵൌ ߚሺܺെ ܺ௧ିଵሻ ൅ ߝെ ߝ௧ିଵ

οܻ ൌ ߚοܺ൅ ݒ (6.12)

Contoh 3 :

Data pada tabel 6.2 berikut terdiri dari tiga variabel yaitu Konsumsi (CONSM), GNP, Indeks Produksi Industri (IPI).

Untuk melihat ada atau tidaknya gejala autokorelasi, hal yang dilakukan pertama adalah melakukan regresi variabel CONSM terhadap GNP dan IPI dengan memasukkan persa- maan consm c gnp ipi di dalam equation specification seperti Nampak pada gambar 6.6. Output regresi yang dihasilkan ter dapat pada gambar 6.7.

t CONSM GNP IPI t CONSM GNP IPI

1986 21,89 330,2 45,1 2001 36,6 753 97,8 1987 22,29 347,2 50,9 2002 38,6 796,3 100 1988 19,63 366,1 53,3 2003 42,2 868,5 106,3

t CONSM GNP IPI t CONSM GNP IPI 1989 22,85 366,3 53,6 2004 47,9 935,5 111,1 1990 33,77 399,3 54,6 2005 58,2 982,4 107,8 1991 39,18 420,7 61,1 2006 52 1063,4 109,6 1992 30,58 442 61,9 2007 51,2 1171,1 119,7 1993 26,3 447 57,9 2008 59,5 1306,6 129,8 1994 30,7 483 64,8 2009 77,3 1412,9 129,3 1995 32,1 506 66,2 2010 64,2 1528,8 117,8 1996 30 523,3 66,7 2011 69,6 1700,1 129,8 1997 30,8 563,8 72,2 2012 66,8 1887,2 137,1 1998 30,8 594,7 76,5 2013 66,5 2127,6 145,2 1999 32,6 635,7 81,7 2014 98,3 2618,8 152,5 2000 35,4 688,1 89,8 2015 101,4 2633,1 147,1

Tabel 6.2 Data Konsumsi, GNP, Indeks Produksi Industri

Gambar 6.6 Menuliskan Persamaan Regresi

Gambar 6.7 Tampilan Hasil Analisis Regresi

Pendeteksian gejala autokorelasi dilakukan dengan uji Breusch- Godfrey. Output untuk uji ini terdapat pada gambar 6.8. Dari output tersebut nilai prob. Chi­square=0,0339 < α=0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi. Sehingga perlu dilakukan langkah-langkah penanganannya.

Gambar 6.8. Output Hasil Analisis Uji Breusch-Godfrey / Uji LM Langkah-langkah penanganan autokorelasi dengan

metode selisih beda pertama adalah sebagai berikut :

1. Lakukan analisis regresi dengan persamaan d(consm) c d(gnp) d(ipi)

Gambar 6.9. Mengisi Persamaan Regresi

Gambar 6.10 Hasil Analisis Regresi

2. Periksalah nilai durbin Watson pada output hasil re gresi yang terdapat pada gambar 6.10. Nilai durbin Watson

=2,012186>du=1,421 (nilai du didapatkan dari table durbin Watson). Dengan kriteria ini dapat disimpul kan bahwa tidak terdapat autokorelasi.

3. Untuk lebih meyakinkan dapat dilakukan uji Breusch- Godfrey. Dari uji ini didapatkan nilai Prob. Chi-Square (2)=0,2002> =0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi.

b. Koefisien Korelasi (ρ) Didasarkan pada Statistik Durbin Watson Nilai estimasi dari ρ adalah diperlihatkan pada persama- an (6.13) sebagai berikut :

ߩො ൎ ͳ െ݀

ʹ (6.13)

Untuk n kecil, Theil dan Nagar mengusulkan persamaan se- bagai berikut :

ߩො ൌ݊ቀͳ െ ݀ʹቁ ൅ ݇

݊െ ݇

(6.14)

dengan :

n = ukuran sampel/ banyaknya observasi d = nilai statistic durbin Watson

k = banyaknya parameter dalam model termasuk titik potong/ intersep

c. Koefisien Korelasi (ρ) Diestimasi Berdasarkan Residual et=ρet-1+vt

ρ diestimasi dengan meregresikan et terhadap et-1 tanpa titik potong, sedingg diperoleh nilai ߩො.

TES FORMATIF

1. Jelaskan yang disebut dengan autokorelasi!

2. Jelaskan penyebab timbulnya gejala autokorelasi !

3. Data pada tabel 6.3 berikut terdiri dari tiga variable yaitu Kon- sumsi (CONSM), Nilai Tukar Pound Sterling (L), dan Jumlah Rumah Tagga (H).

Tabel 6.3

t CONSM L H

1991 21,89 220,4 1491

1992 22,29 259,5 1504

1993 19,63 256,3 1438

1994 22,85 249,3 1551

1995 33,77 352,3 1646

1996 39,18 329,1 1349

1997 30,58 219,6 1224

1998 26,3 234,8 1382

1999 30,7 237,4 1553,7

2000 32,1 245,8 1296,1

2001 30 229,2 1365

2002 30,8 233,9 1492,5

2003 30,8 234,2 1634,9

2004 32,6 347 1561

2005 35,4 468,1 1509,7

2006 36,6 555 1195,8

2007 38,6 418 1321,9

2008 42,2 525,2 1545,4

2009 47,9 620,7 1499,5

2010 58,2 588,6 1469

2011 52 444,4 2084,5

2012 51,2 427,8 2378,5

2013 59,5 727,1 2057,5

2014 77,3 877,6 1352,5

2015 64,2 556,6 1171,4

a. Berdasarkan data pada table 6.2, lakukan analisis regresi dengan konsumsi sebagai variabel dependen.

b. Apakah terdapat gejala autokorelasi?

c. Jika terjadi autokorelasi, lakukan penyelesaian!

MODEL regresi dengan respon kualitatif sering ditemui dalam model ekonomi, misalnya mengenai keputusan suatu negara untuk mengimpor kedelai. Variabel keputusan ini terdiri dari dua macam (dikotomis/ biner) yaitu Y=0 untuk keputusan tidak mengimpor, sedangkan Y=1 untuk keputusan mengimpor. Ke- pu tusan mengimpor kedelai dipengaruhi oleh variabel stok ke- delai, harga beli dsb dimana variabel independen tersebut ber- sifat kuantitatif. Contoh lain adalah mengenai keputusan sebuah keluarga untuk membeli rumah yang dipengaruhi oleh besarnya pendapatan setiap bulannya. Variabel dependen yang dalam pem bahasan ini disebut sebagai variabel respon tidak harus ber- sifat dikotomis. Variabel respon kualitatif dapat juga bersifat multi kategori, misalnya mengenai keutusan memilih partai po- litik. Di dalam bab ini akan dibahas beberapa pendekatan sta- tistika untuk kasus model regresi dengan respon kualitatif, yaitu model probabilitas linier, model logit, dan model probit.

7.1. MODEL PROBABILITAS LINIER

Model probabilitas linier (linear probability model/ LPM) meng- asumsikan bahwa terdapat hubungan linier antara vaiabel inde- penden dan nilai probabilitasnya. Sebagaimana contoh sebe lum- nya, variabel respon Y menunjukkan kepemilikan rumah dari suatu keluarga, dengan Y=1 apabila memiliki rumah dan Y=0

BAB 7

MODEL REGRESI

DENGAN RESPON KUALITATIF

apabila tidak memiliki rumah. Model regresinya dapat ditulis sebagai berikut :

Yi12 Xii (7.1)

Dengan :

Y = 1, jika memiliki rumah Y = 0, jika tidak memiliki rumah X = 0, pendapatan keluarga

Model pada persamaan (7.1) sekilas memang seperti model regresi linier,namun variabel responnya bersifat biner dan hu- bungan antara pendapatan keluarga dan probabilitas kepe milikan rumah bersifat linier. Artinya semakin tinggi pendapatan sebuah ke luarga maka probabilitas untuk memiliki rumah juga semakin tinggi. Dengan demikian model di atas disebut sebagai model pro- ba bilitas linier.

Model LPM memiliki sifat yang mirip dengan model regresi linier biasa, sehingga OLS masih dapat digunakan. Namun model LPM memiliki beberapa kelemahan, yaitu :

1. Residual (ei) tidak berdistribusi normal, namun berdistribusi binomial. Distribusi error akan mengikuti distribusi dari variabel responnya yang berdistribusi binomial. Sebenarnya hal ini tidak akan begitu masalah apabila ukuran sampel yang digunakan besar, karena apabila data yang digunakan se- makin besar akan menuju distribusi normal.

2. Variansi dari residual menunjukkan terjadinya kasus he- te roskedastisitas. Adanya heteroskedastisitas pada model LPM mengakibatkan estimasi parameter menjadi tidak efisien.

Untuk mengatasi hal tersebut digunakan metode Weighted Least Square (WLS).

3. Nilai ܻ෠ tidak selalu di dalam interval 0≤ ܻ෠ ≤1. Apabila ܻ෠

ber nilai kurang dari 1 atau negatif maka nilainya akan di- asumsikan sama dengan 0, namun apabila nilai ܻ෠ lebih besar daripada 1 maka akan diasumsikan nilainya sama dengan 1.

4. Nilai R2 tidak dapat dijadikan ukuran untuk melihat ke se- suaian model.

Contoh 1 :

Berikut ini disajikan data mengenai kepemilikan rumah (Y) dan Pendapatan keluarga per bulan (X) dalam juta rupiah.

No Y X No Y X

1 0 2 26 0 4,9

2 0 2 27 1 5,2

3 1 4 28 1 5,8

4 1 5 29 0 4

5 1 6 30 1 3,7

6 1 4 31 0 4,1

7 1 3 32 0 2,9

8 0 1,5 33 0 3

9 1 4,5 34 1 5,5

10 1 6,3 35 1 3,8

11 1 5,7 36 1 4

12 1 4,2 37 1 4

13 1 4,3 38 0 2,1

14 1 3,3 39 1 4,3

15 1 3,3 40 1 4,4

16 1 4,6 41 1 4,1

17 0 4,1 42 0 3,5

18 1 2,8 43 1 4,3

19 1 7,7 44 0 4,6

20 1 6 45 0 5

21 1 4,1 46 1 5,8

22 0 3,6 47 1 4

23 1 5,1 48 0 3,8

24 1 4,7 49 1 4,1

25 1 5,5 50 1 5,3

Tabel 7.1 Data Kepemilikan rumah dan Pendapatan Keluarga

Setelah dilakukan komputasi data dengan analisis regresi menggunakan EVIEWS, didapatkan output sebagai berikut :

Gambar 7.1. Output Analisis Regresi

Berdasarkan output pada gambar 7.1, didapatkan model regresi ܻ෠ =0,085 + 0,184 X. Nilai β1 = -0,085 artinya probabilitas se buah keluarga untuk memiliki rumah dengan pendapatan 0 rupiah adalah sebesar -0,085. Nilai probabilitas tidak pernah negatif, sehingga diasumsikan bahwa nilai probabilias men- jadi 0 atau berarti tidak memiliki rumah. Nilai Prob(F-statistic)

=0,000472 berarti model yang digunakan cocok, namun perlu diwaspadai pula bahwa nilai R2 rendah yaitu sebesar 0,226854.

Hal ini berarti kesesuaian model tidak baik dan ada indikasi ter jadi heteroskedastistitas. Indikasi mengenai adanya hetero- skedastisitas diperkuat dengan scatter plot yang berpola pada gambar 7.2, 7.3, dan 7.4 serta uji Glejser yang terdapat pada gmbar 7.5. Gejala heteroskedastisitas dapat diatasi dengan Weighted Least Square (WLS).

Gambar 7.2 Scatter Plot X dan Y

Gambar 7.3 Scatter Plot ܻ෠ dan e2

Gambar 7.4 Scatter Plot X dan e2

Gambar.7.5 Output Uji Glejser

7.2. MODEL LOGIT

Model logit (Logistic Regression) memperbaiki kelemahan yang ada pada model LPM. Model logit menggunakan fungsi logit. Untuk memahami fungsi logit, digunakan contoh sebelum- nya mengenai probabilitas kepemilikan rumah (Pi) berdasarkan tingkat pendapatan (Xi). Model fungsi probabilitasnya adalah sebagai berikut :

ܲ ൌ ܧሺܻ ൌ ͳȁܺሻ ൌ ߚ൅ ߚܺ ൅ ߝ (7.2) X adalah pendapatan keluarga, sedangkan Y = 1 adalah keluarga yang memiliki rumah. Jika persamaan (7.2) diubah menjadi :

ܲ ൌ ܧሺܻ ൌ ͳȁܺሻ ൌ ͳ

ͳ ൅ ݁ିሺఉାఉ

(7.3) Dengan Z=β12X, maka persamaan (7.3) dapat disederhanakan menjadi :

ܲ ൌ ͳ

ͳ ൅ ݁ି௓ ൌ ݁ ͳ ൅ ݁

(7.4)

Persamaan (7.4) disebut sebagai fungsi ditribusi kumulatif logistik atau model logit. Jika Pi adalah probabilitas sebuah keluarga me- miliki rumah, maka 1-Pi adalah probabilitas keluarga tidak me- miliki rumah dapat ditulis sebagai berikut :

ͳ െ ܲ ൌ ݁ି௓

ͳ ൅ ݁ି௓ ൌ ͳ ͳ ൅ ݁

(7.5) Dengan demikian dapat dituliskan pula menjadi :

ܲ

ͳ െ ܲ ൌ ݁

(7.6)

Jika persamaan (7.6) dikalikan dengan logaritma natural (Ln), akan menjadi :

ܮ ൌ ܮ݊ ൬ ܲ

ͳ െ ܲ൰ ൌ ܼ ൌ ߚ ൅ ߚܺ

(7.7) Model logit dapat diterapkan dalam dua kondisi, yaitu pada kondisi data berkelompok dan data individual. Pada data berkelompok estimasi model menggunalan OLS, sedangkan pada data individual menggunakan ML.

1. Model Logit untuk Data Berkelompok

Penggunaan metode logit untuk dta berkelompok perlu di- lakukan penyesuaian, yaitu dengan metode Group Logit atau sering disebut sebagai GLOGIT. Sebagai contoh data pada table 7.2 yang menunjukkan banyaknya orang yang memiliki dan tidak memiliki rumah.

Contoh 2 :

Xi Ni ni

8 40 10

10 30 15

12 55 20

14 65 25

16 30 17

18 25 20

20 35 32

22 47 38

24 40 37

26 10 8

Xi : Penghasilan perbulan (juta rupiah)

Ni : banyaknya responden ni : banyaknya responden

yang memiliki rumah

Tabel 7.2 Data Kepemilikan Rumah

Data pada table 7.2 dapat dianalisis dengan metode glogit menggunakan OLS biasa, namun jika terdapat heteroskedastisitas maka harus digunakan WLS. Langkah analisis WLS dengan ban- tuan MS Excel adalah langkah-langkah sebagai berikut :

a. Hitunglah nilai Pi dengan rumus ܲ ͳ െ ܲ b. Hitunglah nilai 1-Pi dan ܲ

ͳ െ ܲ

c. Hitunglah nilai Li dengan rumus ܮ ൌ ܮ݊ ൬ ܲ ͳ െ ܲ൰ d. Hitunglah nilai Wi dengan rumus ܹ ൌ ܰ כ ൬ ܲ

ͳ െ ܲ൰ e. Hitunglah nilai ඥܹ

f. Hitunglah nilai ܮכ ඥܹ

g. Hitunglah nilai ܺכ ඥܹ i Xi Ni ni Pi 1-Pi Pi/

(1-Pi) ln(Pi/Li=

(1-Pi))

Ni*(Pi/Wi=

(1-Pi)) √Wi Li*=

Li*√Wi Wi*=

Xi*√Wi 1 8 40 10 0,250 0,750 0,333 -1,099 13,333 3,651 -4,012 29,212 2 10 30 15 0,500 0,500 1,000 0,000 30,000 5,477 0,000 54,772 3 12 55 20 0,364 0,636 0,571 -0,560 31,429 5,606 -3,137 67,273 4 14 65 25 0,385 0,615 0,625 -0,470 40,625 6,374 -2,996 89,233 5 16 30 17 0,567 0,433 1,308 0,268 39,231 6,263 1,680 100,215 6 18 25 20 0,800 0,200 4,000 1,386 100,000 10,000 13,863 180,000 7 20 35 32 0,914 0,086 10,667 2,367 373,333 19,322 45,737 386,437 8 22 47 38 0,809 0,191 4,222 1,440 198,444 14,087 20,290 309,915 9 24 40 37 0,925 0,075 12,333 2,512 493,333 22,211 55,801 533,067 10 26 10 8 0,800 0,200 4,000 1,386 40,000 6,325 8,768 164,438

Variabel yang diinginkan untuk analisis dengan WLS sudah didapatkan, yaitu pada dua kolom terakhir. Selanjutnya kedua variabel tersebut akan diinput ke dalam EVIEWS. Berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan :

a. Klik Quickà Empty Group (Edit Series) sehingga akan tampak kolom untuk mengisi data.

Gambar 7.6 Tampilan workfile yang siap diisi data

b. Berikan nama variabel dengan klik kanan kemudian pilih Insert Series kemudian isikan Li kemudian klik OK. Isikan data Li* pada lembar MS Excell. Lakukan hal yang sama untuk variabel Xi. Sehingga tampilan akan berubah menjadi seperti pada gambar 7.7 berikut :

Gambar 7.7 Tampilan Workfile dengan variabel Li dan Xi

c. Jalankan regresi OLS dengan persamaan li c xi. Maka akan didapatkan hasil regresi seperti pada gambar 7.8.

Gambar 7.8 Tampilan Hasil Regresi

Gambar 7.9 Tampilan Hasil Uji Glejser

Interpretasi hasil regresi pada gambar 7.8 adalah nilai koefi­

sien Xi sebesar 0,125 menunjukkan bahwa kenaikan gaji sebesar 1 juta akan meningkatkan kemungkinan memiliki rumah sebesar 12,5%. Hasil regresi pada gambar 7.8 sudah bebas dari masalah heteroskedastisitas, hal ini dibuktikan dengan hasil uji Glejser yang Nampak pada gambar 7.9.

2. Model Logit untuk Data Individual

Langkah-langkah pengolahan data pada model logit dengan data individual menggunakan EVIEWS adalah sebagai berikut : 1. Bukalah data pada contoh 1

2. Klik Quick à Estimate Equation… lalu isikan y c x pada Equation Estimation

3. Pilihlah BINARY-Binary Choice (Logit, Probit, Extreme Value) pada Estimation settings-Method

Gambar 7.10 Menentukan pilihan metode untuk logit

4. Pilihkan Logit pada Binary estimation method 5. Klik OK

Gambar 7.11 Output untuk analisis logit

Berdasarkan output pada gambar 7.11 didapatkan persamaan sebagai berikut :

ܮ ൌ ܮ݊ ൬ ܲ

ͳ െ ܲ൰ ൌ ܼ ൌ ߚ൅ ߚܺ

= -4,043619 + 1,215435X (7.8)

Model pada persamaan (7.8) di atas dapat digunakan untuk prediksi. Misalkan apabila sebuah keluarga memiliki pendapatan Rp5 juta setiap bulan, berapa besarkah kemungkinan keluarga tersebut memiliki mobil?

ܮ ൌ ܮ݊ ൬ ܲ

ͳ െ ܲ൰ ൌ െͶǡͲͶ͵͸ͳͻ ൅ ͳǡʹͳͷͶ͵ͷሺͷሻ ൌ ʹǡͲ͵͵ͷͷ͸

൬ ܲ

ͳ െ ܲ൰ ൌ ݁ଶǡ଴ଷଷହହ଺ ൌ ͹ǡ͸ͶͳʹͳͲʹͶͺ ൎ ͹ǡ͸Ͷͳ

ܲ ൌ ͹ǡ͸Ͷͳ

ͳ ൅ ͹ǡ͸Ͷͳ ൌ ͲǡͺͺͶʹ͹

Artinya jika sebuah keluarga memiliki pendapatan perbulan sebesar Rp5 juta kemungkinan untuk memiliki rumah adalah se- besar 88,427%.

Uji kesesuaian model (Godness-of-Fit Test) pada model logit menggunakan uji Hosmer Lemeshow. Caranya adalah dengan klik View à Godness-of-Fit Test (Hosmer-Lemeshow), kemu- dian klik OK pada Godness-of-Fit Test. Hasilnya terdapat pada gambar 7.12.

Gambar 7.12. Output Uji Hosmer-Lemeshow

Berdasarkan uji Hosmer-Lemeshow, didapatkan nilai Prob.

Chi-Sg (8) pada H-L Statistic sebesar 0,3951>. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model sudah sesuai atau signifikan.

7.3. MODEL PROBIT

Selain model logit yang sudah dibahas di depan, terdapat pendekatan lain yang dapat memperbaiki kelemahan pada model LPM yaitu dengan menggunakan model Cumulatif Distribution Functon (CDF) atau sering disebut sebagai model probit (probability unit) atau normit (normal kumulatif). Untuk dapat memahami mengenai model probit ini, akan digunakan contoh sebeumnya mengenai kepemilikan rumah berdasarkan pendapatan keluarga tiap bulan. Keputusan sebuah keluarga untuk memiliki rumah atau tidak, tergantung pada suatu indeks utilitas yang tidak ter- observasi (li), yang ditentukan oleh besarnya pendapatan per bulan. Nilai utilitas (li) mengekspresikan semakin besar ula pro- babilitas sebuah keluarga memiliki rumah. Jika ditulis dalam se- buah persamaan adalah sebagai berikut :

Ii = β1+β2Xi (7.9)

Indeks utilitas (li) memiliki nilai krisis atau disebut juga se- bagai threshold level yang dilambangkan dengan li* . Jika li > li* , maka sebuah keluarga akan memiliki rumah sedangkan jika li < li* maka sebuah keluarga tidak memiliki rumah. Parameter indeks pada persamaan (7.9) dan li* dapat diestimasi dengan asumsi normal pada probabilitas bahwa li*li dimana nilai CD-nya dapat di hitung.

ܲ ൌ ܲሺܻ ൌ ͳȁܺሻ ൌ ܲሺܫכ൑ ܫ

ൌ ܲሺܼ ൑ ߚ൅ ߚܺሻ ൌ ܨሺߚ൅ ߚܺሻ ൌ ܨሺܫ (7.10) F berdistribusi normal standard dengan CDF sebagai berikut :

ܨሺܫሻ ൌ ͳ

ξʹߨන ݁ ି௭ଶ ௗ௭

ି̱ ൌ ͳ

ξʹߨනାఉ݁ି௭ଶ ௗ௭

ି̱ (7.11)

Dengan demikian nilai li atau pun nilai β1 dan β2 didapatkan dengan cara :

Ii=F-1 (Ii )=β12 Xi (7.12) Kemudian untuk mendapatkan Ii sebaik mendapatkan β1 dan β2, jawabannya adalah tergantung apakah datanya berkelom- pok atau individual.

1. Model Probit untuk Data Berkelompok

Cara estimasi parameter pada model probit dengan data ke- lompok diilustrasikan dengan contoh data pada table 7.2. Dari table 7.2 tersebut bisa didapatkan nilai Pi yang merupakan nilai probabilitas atau nilai frekuensi relative sebuah keluarga memiliki rumah di setiap tingkat pendapatan. Nilai Ii didapatkan dari tabel Z pada saat nilai peluang sebesar Pi. Nilai Ii akan bernilai negatif ketika nilai Pi < 0,5, oleh karena itu perlu ditambahkan angka 5 dalam praktiknya. Lihatlah table 7.3 mengenai data hipotesis pendapatan keluarga terhadap kepemilikan rumah. Setelah itu dapat dilakukan analisis regresi dengan OLS antara Xi dengan Ii atau Ii+5.

i Xi Ni ni Pi Ii Ii+5

1 8 40 10 0,250 -0,674 4,326 2 10 30 15 0,500 0,000 5,000 3 12 55 20 0,364 -0,349 4,651 4 14 65 25 0,385 -0,293 4,707 5 16 30 17 0,567 0,168 5,168 6 18 25 20 0,800 0,842 5,842 7 20 35 32 0,914 1,368 6,368 8 22 47 38 0,809 0,872 5,872 9 24 40 37 0,925 1,440 6,440 10 26 10 8 0,800 0,842 5,842

Tabel 7.3 Data hipotesis pendapatan keluarga terhadap kepemilikan rumah