Jabatan pengawas merupakan awal dari sebuah proses kepemimpinan aparatur sipil negara (ASN) sebagai bagian dari siklus kepemimpinan dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanan publik instansi pemerintah. Setiap tahapan dalam siklus kepemimpinan tersebut memegang peranan penting yang dapat menentukan kualitas layanan yang diberikan. Proses kepemimpinan yang dimulai dengan baik akan sangat mempengaruhi dan berperan besar dalam menentukan kesuksesan dan keberlangsungan seseorang dalam memimpin sebuah pelaksanaan tugas pelayanan.
Oleh karenanya proses kepemimpinan tersebut perlu dikawal dan dilatih serta terus diasah agar dapat menghasilkan kepemimpinan yang ideal.
Aksi perubahan sebagai bagian dari proses melatih dan mengasah kepemimpinan dalam melaksanakan tugas pelayanan, dirancang sebagai sebuah inovasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan yang dijalankan tersebut.
Seperti halnya program kerja yang rutin dilaksanakan, sebuah aksi perubahan dapat pula dipandang sebagai sebuah program kerja baru yang menuntut perencanaan yang matang, dukungan pimpinan dan kerja sama tim, namun yang membedakan serta yang paling utama adalah pemimpin aksi perubahan yang menjadi motor penggerak program baru tersebut. Untuk mencapai tujuan aksi perubahan tersebut, diperlukan strategi pelaksanaan sebagai berikut:
1. Membangun Integritas
Kamus besar Bahasa Indonesia mendefinisikan integritas sebagai sebuah keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan. Sebagai sebuah konsep yang abstrak yang tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan tersebut, integritas perlu dituangkan dalam bentuk konkret melalui langkah-langkah strategis yang ditempuh dengan memanfaatkan segala potensi dan kemampuan yang dimiliki, melalui serangkaian kegiatan yang terstruktur dan terencana, sebagai sebuah kesatuan program yang utuh dalam rangka mencapai tujuan pelaksanaan kegiatan sehingga menghasilkan suatu kondisi yang dapat mencerminkan kinerja yang terukur.
Langkah-langkah strategis yang dilakukan untuk membangun integritas pada aksi perubahan yang dijalankan adalah sebagai berikut:
a. Melaporkan gagasan perubahan kepada pimpinan
Langkah strategis pertama yang ditempuh dalam pelaksanaan aksi perubahan ini tentu sebagai bagian dari organisasi yang memiliki struktur kepemimpinan maka sebelum memulai rangkaian kegiatan perlu melaporkan ide/gagasan perubahan yang akan dijalankan kepada pimpinan. Tujuan dari kegiatan ini adalah disamping untuk mendapatkan dukungan pelaksanaan juga untuk meminta arahan dan bimbingan dari pimpinan terutama mentor sebagai orang pertama yang harus diajak berdiskusi dan dimintakan saran. Mentor memegang peran sangat penting dalam setiap aksi perubahan bahkan merupakan juri kunci terhadap keberhasilan dan tindak lanjut dari gagasan yang disampaikan tersebut.
Gambar 1: Melaporkan Gagasan Perubahan Kepada Karo Set. Pimpinan
b. Membangun komunikasi dengan Stakeholder
Dalam menjalankan suatu peran pekerjaan, dimana pun dalam sebuah lingkup organisasi termasuk pada instansi pemerintah tidak akan terlepas dari berbagai bentuk komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi baik secara horizontal dalam satu level jabatan yang setara maupun secara vertikal keatas terhadap atasan selaku pimpinan maupun bawahan kepada staf selaku pelaksana teknis, dalam satu kesatuan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan secara
Sekecil apa pun partisipasi dari sebuah nomenklatur jabatan pada setiap tahapan kegiatan, perannya belum tentu atau bahkan tidak dapat digantikan oleh nomenklatur jabatan lain. Oleh karenanya penting untuk membangun komunikasi dengan semua stakeholder baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung tanpa memandang besar kecilnya peran stakeholder tersebut, agar kegiatan dapat berjalan dengan lancar.
Dalam menjalankan aksi perubahan ini, penulis berupaya menjalin komunikasi yang intens dengan segenap stakeholder terkait, agar dapat memastikan maksud dan tujuan dari aksi perubahan ini tersampaikan dan diterima sebagaimana mestinya kepada sebanyak-banyaknya stakeholder, khususnya kepada stakeholder yang secara langsung sangat berkaitan sehingga peta stakeholder nantinya akan mengalami pergeseran-pergeseran kearah yang lebih mendukung terhadap terlaksananya aksi perubahan.
Setelah melalui serangkaian proses komunikasi dan diskusi dengan para stakeholder, disamping banyak mendapatkan masukan, saran, dan koreksi yang tanpa semua itu aksi tidak saja dapat berlanjut sampai dengan tahap sekarang ini, manfaat lain yang diperoleh adalah dapat meyakinkan dan mendapatkan dukungan beberapa stakeholder penting karena tingkat influence yang tinggi yaitu, Deputi Bidang Administrasi dan Deputi Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi yang merupakan lingkup jabatan eselon I pada Sekretariat Jenderal MPR.
Teknik komunikasi asertif juga dilakukan untuk melakukan pendekatan agar dapat memberi pemahaman dan pengertian khususnya kepada stakeholder yang berada pada posisi defender dan meyakinkan peran penting mereka dalam rangkaian aksi perubahan sehingga karena peran pentingnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi nya dalam struktur organisasi.
Pendekatan yang dilakukan kepada Deputi Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi adalah dengan menyampaikan betapa pentingnya akurasi penyiapan materi yang dapat dipengaruhi oleh proses penyiapan yang memiliki alur jelas dan terstruktur dengan baik, sehingga apa yang menjadi substansi materi dapat tersampaikan dengan baik. Sebagai perangkap jabatan Kepala Biro Pengkajian Konstitusi, Deputi Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi sangat memahami pentingnya substansi materi tersebut sehingga bersedia mendukung aksi perubahan ini.
Gambar 2: Dukungan Plt. Deputi Bid. Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi
Strategi komunikasi yang disampaikan kepada Deputi Bidang Administrasi agar mendukung aksi perubahan ini adalah, dengan menyampaikan pentingnya penataan alur kerja yang jelas melalui sebuah SOP, dikaitkan dengan indeks nilai reformasi birokrasi khususnya terkait nilai tata laksana sebagai komponen pengungkit nilai reformasi birokrasi Sekretariat Jenderal MPR.
Gambar 3: Rapat Koordinasi Tim Reformasi Birokrasi Setjen MPR
Momen penyelenggaraan Rapat Koordinasi Tim Reformasi Birokrasi Sekretariat Jenderal MPR pada tanggal 7 Juni 2022 digunakan untuk melakukan pendekatan, karena sebagai komponen dari tata laksana yang merupakan komponen pengungkit nilai reformasi birokrasi dimana pada saat laporan ini disusun masih menjadi komponen pengungkit dengan nilai paling rendah, membuat daya dorong yang kuat untuk mendukung langkah yang ditempuh pada aksi perubahan ini.
Sebagai Deputi Bidang Administrasi yang tentu sangat berkepentingan dengan segala bentuk upaya untuk menaikkan nilai akhir reformasi birokrasi melalui penguatan nilai-nilai komponen pengungkitnya. Oleh karena dampak yang dihasilkan dari aksi perubahan ini sejalan dengan tujuan rutinitas dan kesibukan yang beberapa waktu belakangan ini yang sedang digenjot pelaksanaannya dalam rangka peningkatan nilai reformasi birokrasi Sekretariat Jenderal MPR, maka Deputi Bidang Administrasi tentunya sangat mendukung aksi perubahan ini.
Gambar 4: Dukungan Plt. Deputi Bidang Administrasi
Bentuk dukungan yang diberikan tergambar dari Surat Pernyataan dukungan yang ditandatangani dan juga melalui rekaman video testimoni/dukungan yang diberikan sebagaimana terlampir.
Dengan telah bergesernya posisi Deputi Bidang Administrasi dan Deputi Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi dari tabel pemetaan
stakeholder, yang semula berada pada posisi latent menjadi promoter pada aksi perubahan ini, maka pemetaan stakeholder terbaru dapat dilihat pada tabel pergeseran stakeholder dibawah.
Tabel 16: Tabel Stakeholder Sebelum Mengalami Pergeseran LATENT
(high influence, low interest) PROMOTER
(high influence, high interest)
• Pimpinan MPR
• Sekretaris Jenderal MPR
• Deputi Bidang Administrasi
• Deputi Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi
• Karo Pengkajian Konstitusi
• Karo SDM
• Karo Setpim
• Kabag. Set. Ketua MPR
• Kabag. ORTALA
• Kabag. SDM
• Kasubbag. TU dan Rumah Tangga Ketua MPR
• Staf Pelaksana Bagian Set. Ketua MPR APATETIK
(low influence, low interest) DEFENDER
(low influence, high interest)
• Bagian Pemeliharaan, Instalasi, dan Angkutan
• Bagian Pengamanan
• Biro Humas
• Bagian Akuntansi dan Evaluasi
• Staf Pelaksana Bagian ORTALA Tabel 17: Tabel Stakeholder Pergeseran Setelah Mengalami Pergeseran
LATENT
(high influence, low interest)
PROMOTER (high influence, high interest)
• Pimpinan MPR
• Sekretaris Jenderal MPR • Deputi Bidang Administrasi
• Deputi Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi
• Karo Pengkajian Konstitusi
• Karo SDM, Organisasi, dan Hukum
• Karo Setpim
• Kabag. Set. Ketua MPR
• Kabag. ORTALA dan Kasubbag Tata Laksana
• Kabag. SDM
• Kasubbag. TU dan RT Ketua MPR
• Staf Pelaksana Bagian Set. Ketua MPR
• Staf Pelaksana Bagian ORTALA APATETIK
(low influence, low interest) DEFENDER
(low influence, high interest)
• Bagian Pemeliharaan, Instalasi, dan Angkutan
• Bagian Pengamanan
• Biro Humas
• Bagian Akuntansi dan Evaluasi
Strategi komunikasi dalam Dari tabel di atas dapat dilihat untuk posisi Pimpinan MPR atau lebih khusus disini adalah Ketua MPR dan juga Sekretaris
Sebagai pucuk pimpinan tertinggi pemegang otoritas kebijakan, sangat dipahami apabila bentuk dukungan yang diberikan dalam bentuk tidak langsung, karena terlalu banyaknya urusan yang ditangani dan terlalu panjangnya rentang kendali yang dijalankan. Bentuk dukungan secara tidak langsung tersebut diperoleh melalui level dibawahnya yang lebih memahami dan memperhatikan hal yang lebih teknis tentunya.
c. Membentuk tim kerja
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendirian. Demikian pula dalam bekerja pada sebuah lingkup organisasi pekerjaan dimana seseorang tidak dapat bekerja sendirian. Perlu sebuah kerja sama dan team work yang efektif agar dapat menjalankan sebuah misi pekerjaan, sehingga proses yang dijalankan dapat membuahkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, dalam menjalankan aksi perubahan ini tentu membutuhkan bantuan sebuah tim kerja yang efektif yang dibentuk melalui proses pendekatan, musyawarah, dan terbuka.
Gambar 5: Membentuk Tim Efektif
Proses pendekatan dalam pembentukan tim sangat perlu dilakukan, agar keanggotaan tim yang dibentuk didasari pemahaman terhadap tujuan pelaksanaan aksi perubahan dalam rangka perbaikan kinerja dan output layanan organisasi yang merupakan kepentingan bersama, sehingga anggota tim dapat melaksanakan tugas tim dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab jabatan masing-masing.
d. Pengendalian tahapan
Dalam rangka menjaga pelaksanaan aksi perubahan agar dapat berjalan sesuai dengan perencanaan, maka perlu membuat segmentasi kegiatan dengan membagi rangkaian kegiatan menjadi beberapa tahapan proses agar lebih mudah dalam pengerjaan dan pengendalian dalam setiap tahapannya tersebut. Untuk memudahkan dalam memantau dan mengendalikan tahapan, pelaksanaan kegiatan dibagi kedalam empat tahapan yang mengacu kepada siklus PDCA (Plan, Do, Check, Act) sebagai berikut:
Perencanaan (Plan)
Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pada tahapan awal pelaksanaan kegiatan adalah dengan membentuk tim efektif sebagai modal dasar untuk dapat bergerak lebih lanjut. Adapun tahapannya pembentukan tim efektif adalah sebagai berikut:
1) Melakukan komunikasi dengan calon anggota Tim Efektif melalui rapat persiapan dan pembentukan tim dengan agenda menyampaikan ide gagasan dalam aksi perubahan yang akan dijalankan sekaligus meminta kesediaan untuk menjadi bagian dalam tim efektif yang akan dibentuk.
2) Menyusun daftar anggota Tim Efektif pelaksanaan "Optimalisasi Proses Penyiapan Materi Ketua MPR RI Melalui Penataan Prosedur Kerja"
dilengkapi struktur kepanitiaan dan uraian tugas masing-masing.
3) Melaksanakan rapat persiapan dengan Mentor dan Tim Efektif untuk membuat usulan penerbitan Surat Tugas sebagai dasar legalitas tim dalam menjalankan aksi perubahan.
4) Mengajukan usulan Surat Tugas dari Kepala Biro Sekretariat Pimpinan kepada Plt. Kepala Biro SDM, Organisasi dan Hukum tentang Tim Efektif pelaksanaan "Optimalisasi Proses Penyiapan Materi Ketua MPR RI Melalui Penataan Prosedur Kerja".
Output dari tahapan ini adalah terbentuknya tim efektif Optimalisasi Proses Penyiapan Materi Ketua MPR RI Melalui Penataan Prosedur Kerja dengan dasar Surat Tugas dari Plt. Kepala Biro SDM, Organisasi dan Hukum.
Gambar 6: Surat Tugas Tim Efektif
Pelaksanaan (Do)
Setelah memperoleh persiapan dan dukungan teknis pelaksanaan dengan telah terbentuknya tim efektif, maka tahapan berikutnya yaitu pelaksanaan dapat dimulai. Adapun rangkaian kegiatan pada tahapan ini adalah sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan rapat penyusunan SOP dengan Mentor dan Tim Efektif untuk menginventarisi lingkup pekerjaan dan menyesuaikannya dengan tugas pokok dan fungsi jabatan sesuai dengan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal tahun 2022.
2) Melakukan penyusunan draf SOP penyiapan materi.
3) Melakukan pembahasan draf SOP dengan Bagian Organisasi dan Tata Laksana.
4) Pengesahan SOP Penyusunan Materi Ketua MPR oleh Kepala Biro Sekretariat Pimpinan.
Hasil dari tahapan ini adalah terbentuknya SOP penyiapan Materi Ketua MPR sesuai dengan tugas pokok dan fungsi terbaru Sekretariat Jenderal MPR yang pada saat penulisan ini dibuat mengalami perubahan dengan dikeluarkannya Peraturan Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Pengecekan (Check)
Selanjutnya untuk dapat mengetahui keberhasilan dan mendapatkan respons dan masukan terhadap aksi yang dijalankan, maka perlu dilakukan pengecekan melalui serangkaian kegiatan uji coba pelaksanaan SOP Penyiapan Materi Ketua MPR. Tahapan ini akan menghasilkan gambaran ideal kondisi di lapangan setelah uji coba dijalankan, untuk selanjutnya dilakukan evaluasi dan perbaikan pada tahapan selanjutnya.
Evaluasi, Sosialisasi, dan Rencana Tindak Lanjut (Act)
Langkah berikut yang merupakan penutup pada tahapan kegiatan jangka pendek aksi perubahan ini adalah melakukan evaluasi terhadap SOP yang sudah diuji coba untuk dijalankan, lalu kemudian membuat rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi yang kemudian ditutup dengan
1) Melakukan rapat evaluasi uji coba pelaksanaan SOP Penyiapan Materi Ketua MPR.
2) Melakukan sosialisasi SOP Penyiapan Materi Ketua MPR melalui pemanfaatan teknologi informasi SMS Broadcast kepada pejabat/pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal MPR.
3) Membuat rencana tindak lanjut terhadap pelaksanaan SOP Penyiapan Materi Ketua MPR.
Dengan tersosialisasikannya SOP penyiapan materi sebagai salah satu bagian dari kompilasi SOP pada Sekretariat Jenderal MPR, kedepannya diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja dalam pelaksanaan tugas e. Kepatuhan pada aturan
Pelaksanaan kegiatan aksi perubahan ini dilakukan dalam rangka dan dengan memperhatikan aturan-aturan terkait yang berlaku, dengan memperhatikan prinsip-prinsip standar pelayanan yang ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan, yaitu:
1) Sederhana
SOP disusun dengan alur yang jelas dan memperhatikan unsur kesederhanaan sehingga mudah dipahami dan dijalankan serta mengurangi
2) Partisipatif
Tahapan kegiatan dalam SOP tentu melibatkan berbagasi stakeholder terkait dan juga rencana program jangka menengah yang melibatkan sumber daya manusia diluar struktur penyusunan materi dapat menambah tingkat partisipasi pegawai dalam penyusunan materi.
3) Akuntabel
Alur yang jelas dengan kompetensi pelaksana yang sesuai dapat meningkatkan akuntabilitas layanan yang menghasilkan output yang berkualitas pula.
4) Berkelanjutan
SOP yang dibuat akan ditetapkan melalui keputusan pejabat yang berwenang mengesahkan sebagai dasar keberlakuan dan sekaligus memberikan jaminan keberlanjutannya.
5) Transparansi
Dengan adanya standar baku pelayanan dengan alur yang jelas sebagaimana tertuang dalam SOP, maka tahapan kegiatan dapat termonitor dengan jelas
6) Keadilan
Setiap individu penerima layanan memiliki hak yang sama atas layanan yang diberikan. Dengan adanya SOP yang berlaku bagi semua pelaksana yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung, dapat menjamin keadilan penerima manfaat layanan.
f. Kontribusi inovasi terhadap integritas pegawai
Melalui sebuah SOP, maka sebuah alur ataupun tahapan yang dilalui dan dijalankan tidak dapat terelakkan karena sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi jabatan masing-masing pelaksana yang terlibat tersebut baik langsung maupun tidak langsung. Kondisi yang terkesan imperatif ini dapat diartikan secara positif yaitu pembiasaan pegawai untuk tertib terhadap aturan yang nantinya akan dapat membentuk karakter pegawai menjadi lebih integritas.
g. Kesesuaian proses pencapaian aksi perubahan
Aksi perubahan yang dijalankan pada dasarnya sudah sesuai dengan perencanaan yang tertuang dalam Rancangan Aksi Perubahan. Setiap tahapan dijalankan dengan berbagai jenis kegiatan yang sesuai dan relevan, dimana
setiap tahapan proses tersebut dapat tergambarkan dari bukti-bukti maupun dokumentasi yang disuguhkan dalam laporan maupun lampiran terpisah yang secara rinci lebih lanjut akan dijelaskan pada bagian pembahasan Capaian Tahapan Output Inovasi di bawah.
2. Pengelolaan Budaya Pelayanan
Sebuah perubahan idealnya adalah upaya menuju keadaan yang lebih baik dengan mengikis budaya-budaya yang tidak relevan dan menghambat mutu pelayanan untuk kemudian dilakukan perubahan dan perbaikan agar dapat meningkatkan mutu dan kinerja pelayanan.
Peningkatan kinerja pelayanan yang diharapkan dapat tercapai tersebut tentu selaras dan harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengarah kepada prinsip-prinsip pelayanan publik yang berkualitas, untuk mewujudkan sebuah tata pemerintahan yang good and clean governance.
Untuk mewujudkannya maka perlu sebuah upaya perbaikan dengan tujuan melakukan perubahan yang dilakukan dalam bentuk terobosan inovasi adalah dalam rangka mengikis budaya-budaya yang tidak relevan dan menghambat mutu pelayanan tersebut salah satunya adalah melalui aksi perubahan yang sedang dijalankan.
Budaya pada hakikatnya adalah sebuah kebiasaan yang dijalankan secara berulang dan konsisten. Konteksnya dalam pelayanan, maka budaya pelayanan adalah kebiasaan yang terbentuk dalam memberikan pelayanan yang dipengaruhi berbagai faktor, seperti aturan pelayanan, pedoman pelayanan, komitmen pelayanan, standar pelayanan dan juga alur pelayanan yang tertuang dalam sebuah SOP. Penerapan SOP yang baik, jelas, dan konsisten akan menciptakan suatu pembiasaan yang kemudian membentuk budaya pelayanan, dan pada akhirnya menjadi karakter pelayanan yang ideal.
3. Pengelolaan Tim Kerja
Agar tim kerja yang telah dibentuk dapat bekerja secara efektif, maka struktur keanggotaan tim perlu dibahas dan direncanakan agar dalam menjalankan tugas, sesuai dengan pembidangan fungsi jabatan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan aksi perubahan sebagaimana dapat digambarkan pada tabel dibawah.
Tabel 18: Struktur dan Uraian Tugas Tim Efektif
NO. NAMA NIP JABATAN URAIAN TUGAS
1 Agus Subagyo, S.S., M.IR.
197708242000031002 Pengarah Memberikan arahan dan kebijakan umum serta mendampingi dan mengkoordinasikan pertemuan kepada pimpinan yang lebih tinggi 2 Agus Ananda,
S.Kom
198108172002121002 Action
Leader - Merencanakan dan memimpin pelaksanaan aksi perubahan - Berkomunikasi dan berkoordinasi
dengan stakeholder
- Melakukan pemantauan dan
pengendalian pelaksanaan tahapan kegiatan
- Melakukan evaluasi dan perbaikan aksi perubahan
- Bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilakukan oleh anggota tim efektif
3 Indra Ardianto,
A.Md 197512022002121001 Koordinator Mengkoordinasikan dan menggerakkan anggota tim efektif 4 Achmad
Syaeffudin 197806232000031002 Anggota - Menyiapkan dan mengantar surat undangan/nota dinas
- Menyiapkan rapat (sarana dan prasarana, konsumsi, daftar hadir, dan notulensi)
- Menyelesaikan proses administrasi 5 Azhyqa
Rereantica Martkliana
199503222015032001 Anggota
6 Muhammad Reza,
S.H., M.H. Anggota
7 Hambali Anggota
4. Pemanfaatan Teknologi Informasi
Perkembangan Teknologi Informasi sudah sedemikian pesatnya mengalami kemajuan hingga mampu merambah hampir seluruh aspek penunjang kehidupan, dari yang kompleks dan rumit, hingga barang dengan fungsi yang sangat sederhana namun dapat terhubung dengan dunia maya. Kecanggihan teknologi informasi tersebut berkembang dan dikembangkan untuk memudahkan aktivitas kegiatan. Suatu hal yang bahkan sebelumnya tidak terbayangkan, sekarang sudah menjadi teknologi yang umum digunakan hampir semua orang seperti kecanggihan telepon selular, dari alat komunikasi dengan layar monokrom yang berfungsi menampilkan nomor telepon yang digunakan, melompat jauh menjadi sebuah alat multifungsi gabungan dari beberapa teknologi dengan layer yang bahkan jauh lebih jernih dari layer televisi sebelumnya, hingga tidak salah bila muncul frasa dunia dalam genggaman karena fitur-fitur dan kemampuan yang dihadirkanpun sedemikian banyaknya.
Dalam menjalankan program aksi perubahan ini pun tentu tidak terlepas dari penggunaan dan pemanfaatan teknologi. Sebuah hal yang mustahil tidak dijalankan dan digunakan pada era sekarang seperti penggunaan komputer sebagai sarana penunjang pelaksanaan pekerjaan. Namun memang yang perlu
digarisbawahi dalam aksi ini tentunya adalah unsur kebaruannya, dimana sebelumnya tidak digunakan atau masih menggunakan metode manual dan offline hingga akhirnya beralih menjadi digital dan online melalui pemanfaatan media sharing dan penyimpanan berbasis cloud (google drive), media komunikasi sosial, SMS broadcast dan portal Sekretariat Jenderal MPR, dan juga aplikasi persuratan dan pengarsipan yang nantinya akan dikembangkan lebih lanjut dimana secara keseluruhan teknologi dan aplikasi tersebut dapat diakses melalui smartphone.