• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS WILAYAH KAJIAN, SUMBER, ISU DAN

B. Analisis Skripsi

4. Metode

Dalam menganalisis data yang ditemukan, penulis akan menggunakan metode analisi isi (Content Analisys). Menurut Burhan Bungin Analisis isi adalah teknik penelitian kualitatif dengan menekankan keajekan isi komunikasi, makna isi komunikasi, pembacaan simbol-simbol dan pemaknaan isi interaksi simbolis yang terjadi dalam komunikasi. Sedangkan secara teknik, analisis isi

27 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Tabulasi diakses pada 31 Juli 2022

mencakup upaya-upaya; klasifikasi lambang-lambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria tertentu dalam klasifikasi, dan menggunakan teknik analisis tertentu dalam membuat prediksi.

Terdapat setidaknya tiga alur yang harus dilalui dalam content analysis. Pertama, menemukan lambang atau simbol. Kedua, Klasifikasi data berdasarkan lambang atau simbol. Ketiga, Menganalisis data atau prediksi.28

Dalam penelitian ini penulis melakukan pengkodean pada setiap data skripsi yang diperoleh. Data tersebut terdiri dari 20 skripsi yang ditulisan pada tahun 2020-2021. Semua data tersebut, selanjutnya akan diklasifikasikan sesuai dengan kategori yang telah ditentukan, sebagai berikut:

1. Kategori wilayah kajian terdiri dari: (1) Sanad, (2) Matan, (3) Teori/ Ilmu Hadis, (4) Karya/Tokoh, (5) Fonomena/Living Hadis.

2. Kategori sumber primer terdiri dari: (1) Kitab Hadis Ummahat, (2) Kitab Hadis Non Ummahat, (3) Buku/ Karya Akademik, (4) Platfom Sosial, (5) Realita Masyarakat/Kejadian.

3. Kategori isu kajian terdiri dari: (1) Orisinalitas/Keaslian Hadis, (2) Otoritas/Makna/Pemahaman, (3) Teoritik, (4) Korelasi Teks- Realita.

4. Kategori Metode yang digunakan terdiri dari: (1) Klasik, (2) Modern/Kontemporer, (3) Kombinasi.

Hasil dari pengkodean ini nantinya akan disajikan dalam bentuk grafik kemudian akan dianalisis untuk melihat kesesuaiannya dengan kurikulum Prodi Ilmu Hadis, sehingga dapat ditemukan peta kajian Ilmu Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2020-2021.

28 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1996), 49.

5. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, saya menggunakan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi dan Tesis) Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2021, yang diterbitkan Dalam Keputusan Dekan Fakultas Ushuluddin Nomor: B- 35/F.3/Hk.005/05/2021 Tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi Dan Tesis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.29 Sedangkan untuk pedoman transliterasi saya menggunakan model transliterasi versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tercantum dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi dan Tesis) Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2021.30

F. Sistematika Penulisan

Demi memperjelas pembahasan skripsi ini penulis membagi penelitian ini menjadi dari lima bab, yang rancangannya sebagai berikut:

BAB pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari sub bab yang merupakan kerangka dasar dalam penelitian ini, cakupannya pertama, terdapat latar belakang masalah tentang mengapa penelitian ini dilakukan dengan menjelaskan signifikansi penelitian. Kedua yakni identifikasi, pembatasan dan rumusan masalah berupa poin-poin penting yang akan menjadi pembahasan. Ketiga, tujuan dan manfaat penelitian memaparkan tentang tujuan serta urgensi dari penelitian sesuai dengan topik yang diangkat. Kelima, tinjauan pustaka yang

29 Keputusan Dekan Fakultas Ushuluddin Nomor: B-35/F.3/Hk.005/05/2021 Tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi Dan Tesis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

30 Keputusan Dekan Fakultas Ushuluddin Nomor: B-35/F.3/Hk.005/05/2021 Tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi Dan Tesis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

memaparkan isi penelitian secara garis besar dari beberapa literatur yang berkaitan dengan topik penelitian ini guna menemukan distingsi penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan.

Keenam, metodologi penelitian yang mengungkap metode apa yang digunakan peneliti dalam menyelesaikan tahap penelitian, dan terakhir sistematika penulisan yang berisi logika pembuatan bab.

BAB kedua, Penulis akan membahas tentang landasan teori yang digunakan dalam skrispi ini. Suatu penelitian baru tidak bisa terlepas dari penelitian yang terlebih dahulu sudah dilakukan oleh peneliti lain.

Oleh karena itu, landasan teori dalam penelitian ini adalah sejarah perjalanan kajian hadis di Indonesia sebelum adanya institusionalisasi dan setelah adanya institusionalisasi Prodi Ilmu Hadis di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam untuk melihat sejauh mana signifikansi keberadaan Program Studi Ilmu Hadis di Indonesia terhadap perkembangan kajian Hadis di Indonesia.

BAB ketiga, berisi tentang gambaran umum Program Studi Ilmu Hadis UIN Jakarta serta Kajian Ilmu Hadis di sana.

BAB keempat, berisi analisis skripsi dari hasil pengkodingan yang telah dilakukan untuk meihat bagaimana peta kajian ilmu hadis di Prodi Ilmu Hadis UIN Jakarta. Berisi tentang kerangka kategorisasi dan klasifikasi skripsi, analisis skripsi dan terakhir prospek dan tantangan ke depan.

BAB kelima, berisi kesimpulan dari hasil penelitian secara keseluruhan, sebagai jawaban dari pertanyaan mendasar yang dikemukakan di dalam rumusan masalah pada bab satu. Lalu dilanjut saran dari penulis tentang beberapa rekomendasi bagi penelitian berikutnya mengenai sisi kosong yang belum terpenuhi di dalam skripsi.

pertama kali masuk ke Nusantara (abad ke-13 M) hal ini dapat dibuktikan dengan adanya hukum Islam (Living Law) yang telah hidup pada saat itu. Hukum Islam (fiqh) itu sendiri berasal dari hadis Nabi SAW. Singkatnya, para pembawa ajaran Islam ke nusantara juga dapat dikatakan sebagai pembawa hadis ke Nusantara.1

Meskipun demikian, kajian hadis ternyata baru berkembang pada abad ke-17 M. Hal ini ditandai dengan adanya karya-karya hadis dari ulama Nusantara yang muncul pada saat itu, di antaranya Nuruddin Ar-Raniri (w. 1068 H/1658 M) dengan karyanya Hidayat al-Habib al- Tarhib wa al-Tarhib dan ‘Abd al-Ra’uf al-Sinkili (w. 1105 H/1693 M) dengan karyanya al-Mau’izah al-Bad’iah, meskipun sebenarnya kedua karya tersebut lebih mengarah kepada pengajaran praktik keagamaan terutama fikih dan tasawuf dibandingkan Ilmu Hadis.2

Jika melihat fakta sejarah ini, sebenarnya memprihatinkan untuk diketahui bahwa kajian hadis sangat tertinggal dan baru ada karya setelah jarak yang cukup jauh yakni kurang lebih 5 abad lamanya. Hal ini diperparah juga dengan kenyataan bahwa setelah karya dari al- Raniri ini tidak diketahui lagi adanya karya hadis yang muncul.

Hingga pada abad ke 18 kajian hadis masih tidak populer, sepi,

1 Abdul Aziz, Khazanah Hadis di Indonesia (Bogor: Guepedia, 2019), 17.

2 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Bandung: Mizan, 2004), 14.

langkah, bahkan termarjinalkan.1 Menurut Muh. Tasrif, hal ini disebabkan karena pada saat itu kajian yang mendominasi adalah kajian tasawuf.2

Setelah tidak ada perkembangan selama dua abad lamanya, akhirnya pada abad ke 19 kajian hadis di Indonesia menunjukkan kemajuan yang positif. Hal ini ditandai dengan adanya dua ulama hadis Nusantara yang muncul, bahkan bukan sekedar diakui di Nusantara saja, kedua ulama ini juga diakui dan berpengaruh hingga ke Timur Tengah bahkan menjadi pengajar tetap di Masjid al-Haram Makkah 3, beliau adalah Syaikh Nawawi al-Bantani (1815-1897 M) dan Syaikh Mahfuz Termas (1868-1919 M) yang disebut-sebut sebagai Ulama Nusantara pertama yang menyandang gelar muhaddis (ahli hadis).4 Syaikh Nawawi al-Bantani banyak mengarang kitab hadis, salah satu di antaranya ialah kitab hadis arba’in dan Syarah Kitab Lubabal-hadîts. Sedangkan salah satu kitab yang paling terkenal dari karya Syaikh Mahfuz termas adalah kitab Manhaj Dzawi al-Nadzar fi Syarhi Manzhumah ‘Ilmi al-Atsar.5

Setelah kedua ulama besar ini, terdapat beberapa ulama Nusantara lainnya yang pada akhirnya memberikan perhatian lebih terhadap kajian hadis, mereka adalah Syaikh Ahmad bin Muhammad Yunus Lingga, Syaikh Idris al-Marbawi, Syaikh Utsman bin Syihabuddin al-

1 Muhajirin, Muhammad Mahfuzh at-Tarmasi: Ulama Hadits Nusantara Pertama (Yogyakarta: Idea Pres, 2016), 3.

2 M. Tasrif, “Studi Hadis di Indonesia Telaah Historis terhadap Studi Hadis dari Abad 17-Sekarang,” Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis, Vol. 5, No.1 (Januari 2004): 145.

3 Hasep Saputra, “Genealogi Perkembangan Studi Hadis di Indonesia,” Al-Quds:

Jurnal Studi al-Qur’an dan Hadis, vol. 1, No.1 (2017): 60.

4 Muhajirin, Muhammad Mahfuzh at-Tarmasi: Ulama Hadits Nusantara Pertama, h.4

5 Fathul Mukhlis, “Peranan Syaikh Mahfuzh Termas dalam Perkembangan Ulama Hadis Studi Kitab Manhaj Dzawi al-Nazhar” (Skripsi S1, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010), 54.

Funtiani al-Banjari, Syaikh Husein Nashir bin Muhammad Thiyib al- Mas’udi al-Banjari al-Qodhi, dan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari.6

Meskipun begitu, menurut Muhajirin pada abad ke 19 ini kajian hadis di Nusantara belum dapat dikatakan berkembang sepenuhnya, karena pada kenyataannya, materi pelajaran Ilmu Hadis beserta kitab- kitab hadis belum ditemukan pada lembaga-lembaga pendidikan di Nusantara.7 Hal ini juga diperkuat dengan temuan Hasep Saputra yang mana dari 38 literatur kajian hadis yang ditulis pada abad ke-19 sampai abad ke-20, tidak ada satu literatur hadis pun yang ditulis sebelum tahun 1900an.8

Muh. Tasrif dalam bukunya yang berjudul “Kajian Hadis Di Indonesia” juga mengatakan hal yang senada, yakni bahwa kajian hadis di Indonesia tidak seintens kajian ilmu keislaman lainnya, seperti kajian al-Qur’an, fikih, akhlak dan kajian lainnya yang mendapatkan lebih banyak perhatian. Kajian hadis bisa dikatakan berjalan sangat lambat, hal ini berdasarkan kenyataan bahwa para ulama Nusantara telah menulis di bidang hadis sejak abad ke-17 M.

Namun, jika dilihat selanjutnya, tulisan-tulisan tersebut tidak dikembangkan lebih jauh sehingga kajian hadis setelah itu mengalami kemandekan selama hampir satu setengah abad. Dan baru mendapatkan perhatian kembali pada abad ke-19 dengan dimasukkannya kajian hadis ke kurikulum pesantren dan madrasah, meskipun pada saat itu kajian terhadap ´ilmu mustalah al-hadîts - sebagai alat untuk meneliti kualitas hadis- masih mendapatkan perhatian yang kecil, hal ini disebabkan karena pengajaran materi

6 Muhajirin, Kebangkitan Hadis di Nusantara, 53-69.

7 Muhajirin, Kebangkitan Hadis di Nusantara, 52.

8 Hasep Saputra, Genealogi Perkembangan Studi Hadis di Indonesia, 60-61.

yang dilakukan lebih menekankan pada pengamalan ajaran Islam di berbagai bidang seperti akidah, akhlak, dan ibadah.9

Menurut Ramli Abdul Wahid, kajian hadis di Indonesia baru menunjukkan geliatnya pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menurutnya salah satu yang memprakarsai munculnya embrio perkembangan ini adalah Syaikh Ahmad Sukarti yang berasal dari Yaman dan belajar di Mekah pada ulama-ulama wahabi serta memiliki jaringan dengan kelompok pembaharuan di Mesir, sebagaimana yang dimaklumi bahwa jargon utama wahabi adalah “kembali kepada Al- Qur’an dan Hadis”. Sejalan dengan semakin maraknya arus pembaharuan dan pemurnian di Indonesia dengan kehadiran Persis dan Muhammadiyah, maka semakin marak pula kajian hadis.10

Ramli Abdul Wahid kemudian memetakan perkembangan kajian hadis di Indonesia ini menjadi beberapa periode: 1) tahun 1900 s.d.

1960. Kajian hadis baru mulai masuk kurikulum pesantren di Indonesia, 2) tahun 1960 s.d. 1980. Kajian hadis masuk ke kurikulum pendidikan Strata satu (S1) di perguruan tinggi. 3) tahun 1980 s.d.

2000 kajian hadis masuk ke kurikulum pascasarjana, dan 4) pada tahun 2000 s.d. sekarang kajian hadis di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat.11

Meskipun begitu, pada awal perkembangannya, Azyumardi Azra dalam penelitiannya yang berjudul “Kecenderungan kajian Islam di Indonesia: Studi tentang disertasi doktor program pascasarjana IAIN Jakarta” pada tahun 1997 menyimpulkan bahwa kajian hadis di

9 Muh Tasrif, Kajian Hadis Di Indonesia (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2007) 17.

10 Ramli Abdul Wahid, Sejarah Pengkajian Hadis di Indonesia (Medan: IAIN PRESS, 2010), vi-vii.

11 Ramli Abdul Wahid dan Dedi Masri, “Perkembangan Terkini Studi Hadis di Indonesia,”Jurnal MIQOT, Vol XLII, No. 2( 2018): 264-270.

Indonesia masih cenderung tercecer, kesimpulan ini berdasarkan fakta bahwa hanya terdapat tujuh disertasi dari total 109 disertasi doktor di IAIN Jakarta, dan dari tujuh disertasi tersebut hanya tiga disertasi yang merupakan kajian Ilmu Hadis, empat disertasi lainnya hanya membahas aspek historis atau tokoh hadis tertentu saja. 12

Kemudian, seiring dengan perkembangan zaman, kajian hadis tampaknya mulai diminati. Rifqi Muhammad Fatkhi dalam penelitiannya menemukan bahwa kajian hadis ternyata lebih diminati oleh mahasiswa jurusan tafsir hadis UIN Jakarta, hal ini diungkapkan dalam penelitiannya yang berjudul Popularitas Tafsir Hadis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang meneliti komposisi peta kajian tafsir hadis untuk periode 2006-2011. Dalam penelitiannya ini ditemukan bahwa skripsi kajian hadis secara kuantitas lebih banyak dijumpai daripada skripsi kajian tafsir.13

Kemudian, gambaran perkembangan selanjutnya disebutkan dalam skripsi karya Lili Siwidyaningsih yang berjudul Karakteristik Kajian Hadis di Indonesia Tahun 2011-2016 dapat disimpulkan bahwa kajian hadis di Indonesia mengalami pasang surut dan mengalami puncaknya pada tahun 2014, temuan tersebut didapatkan Lili berdasarkan penelitiannya atas artikel-artikel hadis berkala ilmiah yang dapat di akses secara online dari PTKIN-PTKIN di Indonesia. 14

Menurut Muh. Tasrif, kajian hadis di Indonesia memang mendapat perhatian yang lebih intensif sejak hadis menjadi salah satu mata

12 Azyumardi Azra, Kecenderungan Kajian Islam di Indonesia: Studi tentang disertasi doktor program pascasarjana IAIN Jakarta (Jakarta: P2M IAIN Syahid Jakarta, 1997), 23-24.

13 Rifqi Muhammad Fatkhi, Popularitas Tafsir Indonesia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Ciputat: HIPIUS, 2012)

14 Lili Siwidyaningsih, Karakteristik Kajian Hadis di Indonesia Tahun 2011- 2016, h.41-61.

Kajian Hadis di Indonesia berangsur-angsur mulai menunjukkan perkembangan yang lebih menggembirakan sejak hadis dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan di perguruan tinggi agama Islam.

Terlebih sejak berdirinya Program Studi Ilmu Hadis sebagai Program Studi yang berdiri sendiri (setelah pemekaran Program Studi Tafsir Hadis menjadi Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir serta Prodi Ilmu Hadis).

Adanya Prodi Ilmu Hadis saat ini, tidak dapat terlepas dari sejarah berdirinya Prodi Tafsir Hadis pada tahun 1988, berdasarkan KPM No.

122 tahun 1988 tertanggal 27 Juli 1988 Prodi Tafsir Hadis resmi didirikan pada Fakultas Syari’ah. Pada awal berdirinya, lulusan dari Prodi Tafsir Hadis ini berhak menjadi hakim peradilan agama.16

15 Muh Tasrif, Kajian Hadis Di Indonesia (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2007).

16 http://ilmuhadis.uin-suka.ac.id/id/page/Prodi/821-SEJARAH--PRODI-ILMU- HADIS-UIN-SUNAN-KALIJAGA-YOGYAKARTA diakses pada 09 Juli 2022

Hingga kemudian pada tahun 1989, terdapat kebijakan kementerian agama RI yang saat itu berada di bawah kepemimpinan Prof. Dr.

Muhammad Quraish Shihab untuk memindahkan Jurusan Tafsir Hadis yang pada waktu itu berada di Fakultas Syari’ah ke Fakultas Ushuluddin.17 Perubahan ini mengacu kepada pola pengkajian Tafsir Hadis di Universitas al-Azhar Kairo. Oleh karenanya, perubahan tersebut menjadikan pola pengajaran, kurikulum, materi dan profil lulusannya pun berbeda dengan sebelumnya. Kajian Tafsir Hadis di Fakultas Ushuluddin sesuai dengan tema-tema yang terkait erat dengan keushuluddinan yang menyangkut dimensi keagamaan yang lebih luas dari pada hukum, baik fiqih maupun syari’ah. Dengan demikian, perpindahan Prodi Tafsir Hadis ini mengisyaratkan adanya perubahan epistemologi di dalamnya.18

Dengan adanya Program Studi Tafsir Hadis ini, diharapkan kajian hadis di Indonesia tidak lagi marjinal dan tertinggal (dibanding kajian keilmuan Islam yang lainnya), namun ternyata harapan tersebut tidak sepenuhnya tercapai, Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan lebih lanjut bahwa “kajian hadis di Perguruan Tinggi Islam tampaknya juga masih belum berkembang secara maksimal, hal ini disebabkan karena Program Studi tafsir hadis yang ada lebih menekankan kajian tafsirnya dibandingkan kajian hadis.”19

17 Syafruddin, dkk. Dinamika Jurusan Tafsir Hadis UIN Imam Bonjol Padang, (Padang: UIN Imam Bonjol Padang, 2020), 150. Selengkapnya dapat diakses melalui https://ejournal.uinib.ac.id

18 http://ilmuhadis.uin-suka.ac.id/id/page/Prodi/821-SEJARAH--PRODI-ILMU- HADIS-UIN-SUNAN-KALIJAGA-YOGYAKARTA diakses pada 09 Juli 2022

19 Disampaikan dalam pidato saat acara Wisuda Sarjana ke-13 Darus Sunnah International Institute for Hadits Science di Ciputat-Tangerang Selatan, Sabtu 06 Juni 2015. Lihat di https://kemenag.go.id/berita/read/265658/menag--studi-dan-pengajaran- hadits-di-Indonesia-relatif-marjinal

Sehingga pada perkembangan selanjutnya, Program Studi Tafsir Hadis ini dikembangkan menjadi dua Program Studi yakni Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir serta Ilmu Hadis, hal ini berdasarkan Kebijakan nomenklatur keilmuan di kementerian agama, sesuai dengan peraturan Direktur Jendral Pendididikan Islam 1429 tahun 2012 tertanggal 31 Agustus 2012 tentang penataan Program Studi di perguruan tinggi agama Islam. Kemudian, diperkuat lagi dengan keputusan Jendral Pendidikan Islam No. 3389 tahun 2013 tentang penamaan perguruan tinggi agama Islam tertanggal 3 Desember 2013.20 Maka, Sejak saat peraturan tersebut disahkan, terdapat beberapa PTKIN yang membuka Program Studi Ilmu Hadis di dalam kampusnya, dan hal ini tentu saja menjadikan kajian hadis semakin marak dan diminati.

Pada Januari 2022, tercatat terdapat lima puluh delapan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di seluruh Indonesia, dengan rincian 23 UIN (Universitas Islam Negeri), 29 IAIN (Institut Agama Islam Negeri), dan 6 STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.21 Dari 58 PTKIN tersebut tercatat ada 31 PTKIN yang memiliki Program Studi Ilmu Hadis pada jenjang strata 1 (S1). Sedangkan, di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) terdapat 9 Program Studi Ilmu Hadis. Kemudian, dari 31 Prodi Ilmu Hadis di PTKIN ini terdapat 18 Program Studi Ilmu Hadis yang berstatus aktif, 1 berstatus tutup, 2 berstatus pembinaan, dan 10 berstatus alih bentuk. Data ini diperoleh dengan menelusuri website PDDIKTI (Pangkalan Data

20 Muhammad Alfatih Suryadilaga, “Profil Prodi Ilmu Hadis di Era Globalisasi Teknologi Informasi, Riwayah Jurnal Studi Hadis”, Volume 2, Nomor 1( 2016): 119.

21 http://diktis.kemenag.go.id/bansos/cari_nspt.php diakses pada 07 Januari 2022.

Pendidikan Tinggi) dengan kata kunci “Ilmu Hadis”, “Ilmu Hadits”

dan “Ilmu Hadist”.22

Dengan berdirinya Program Studi Ilmu Hadis di berbagai PTKIN dan PTKIS yang tersebar di seluruh Indonesia, diharapkan kajian Ilmu Hadis di Indonesia dapat lebih berkembang ke arah yang jauh lebih baik lagi. Sehingga di masa depan, diharapkan akan lahir para ulama dan ahli hadis yang mumpuni yang dapat memenuhi kebutuhan masayarakat dalam hal menjawab masalah-masalah kekinian di masyarakat sesuai kaidah-kaidah Ilmu Hadis yang benar.

Untuk dapat mencapai itu semua, tentu dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. SDM yang dimaksud di sini bukan hanya mahasiswanya saja, lebih dari itu, para pegajar Ilmu Hadis di Perguruan Tinggi juga perlu diperhatikan.

Menurut surat edaran Menristekdikti Nomor 105/M/VI/2015 tanggal 5 Juni 2015 tentang Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) dalam menjalankan amanah undang-undang Nomor 12/2012 tentang pendidikan tinggi, disebutkan bahwa idealnya rasio dosen dan mahasiswa adalah 1:20 (untuk ilmu eksakta) dan 1:30 (untuk ilmu sosial/ non eksakta).23 Rasio dosen dan mahasiswa ini sangat penting diperhatikan demi tercapainya kualitas pembelajaran yang maksimal.

Jika rasio ideal ini dapat terpenuhi, maka hal ini dapat lebih meningkatkan pemahaman mahasiswa, dosen dapat lebih memonitoring dengan maksimal sehingga dapat memahami karakter masing-masing mahasiswanya dan pada akhirnya dapat menggunakan

22 https://pddikti.kemdikbud.go.id/search/ilmu%20hadis diakses pada 15 Februari 2022.

23 https://lldikti.ristekdikti.go.id/berita/39/menristek-dikti-akan-awasi-rasio- jumlah-dosen-dengan-mahasiswa/ diakses pada 11 Juli 2022.

metode pembelajaran yang tepat. Jika pemahaman mahasiswa terhadap ilmu pengetahuan dapat terserap dengan baik, tentu hal ini akan meningkatkan prestasi akademik mahasiswa, dan pada akhirnya juga dapat mendorong perbaikan kualitas perguruan tinggi yang bersangkutan sehingga dapat meningkatkan nilai akreditasi dari BAN- PT.

Untuk itu, perlu diketahui tentang bagaimana perkembangan SDM peminat atas studi Ilmu Hadis di Indonesia berikut SDM pengajar atau dosennya. Penulis akan mengambil data dari Prodi Ilmu Hadis UIN Jakarta sebagai sample.

Tabel 2.1 Jumlah Mahasiswa Prodi Ilmu Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta24

No. Semester Jumlah Mahasiswa 1 Ganjil 2016 65

2 Genap 2016 65 3 Ganjil 2017 152 4 Genap 2017 152 5 Ganjil 2018 227

6 Genap 2018 227 .

No. Semester Jumlah Mahasiswa 7 Ganjil 2019 335

8 Genap 2019 335 9 Ganjil 2020 361 10 Genap 2020 341 11 Ganjil 2021 576

24 PDDikti - Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (kemdikbud.go.id) diakses pada 11 Juli 2022.

Gambar 2.1 Jumlah Mahasiswa Prodi Ilmu Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dapat terlihat bahwa jumlah mahasiswa Prodi Ilmu Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terus mengalami peningkatan peminat, hingga pada tahun 2021 memiliki total mahasiswa sebanyak 576 orang. Jika dilihat lebih detail sejak tahun 2016 hingga tahun 2021, masing-masing penambahan mahasiswa baru pada setiap tahun ajaran barunya yakni 87 orang, 75 orang, 108 orang, 26 orang, dan 215 orang.

Tercatat bahwa rasio dosen dengan mahasiswa pada tahun akademik 2017/2018 adalah 1:13,35 sedangkan pada tahun akademik 2018/2019 rasionya adalah 1:16,75.25 Perbandingan ini masih dianggap ideal, berdasarkan surat edaran Menristekdikti Nomor 105/M/VI/2015. Namun pada tahun 2021, rasio dosen dengan mahasiswa menjadi tidak ideal yakni 1:41,14 hal ini disebabkan jumlah mahasiswa yang terus bertambah tapi tidak diimbangi dengan jumlah SDM dosen yang mengajar. Tercatat jumlah mahasiswa pada

25 PDDikti - Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (kemdikbud.go.id) diakses pada 11 Juli 2022.

0 200 400 600 800

Ganjil 2016 Genap 2016 Ganjil 2017 Genap 2017 Ganjil 2018 Genap 2018 Ganjil 2019 Genap 2019 Ganjil 2020 Genap 2020 Ganjil 2021

Jumlah Mahasiswa

Jumlah Mahasiswa

tahun 2021 sebanyak 576 mahasiswa 14 orang dosen. Padahal menurut aturan Menristekdikti Nomor 105/M/VI/2015 idealnya rasio dosen dan mahasiswa adalah 1:20 (untuk ilmu eksakta) dan 1:30 (untuk ilmu sosial/ non eksakta).

2. Signifikansi Keberadaan Program Studi Ilmu Hadis di

karyanya mengalami peningkatan masing-masing 1,4%, 0,87% dan 0,08%:27

Begitupun yang terjadi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maupun kampus-kampus yang lainnya, Sudah menjadi sebuah keniscayaan bahwa lahirnya sebuah institusi atau Program Studi baru akan meningkatkan jumlah penelitian atau karya ilmiahnya. Secara logika, dengan adanya institusi dan mahasiswa yang belajar tentang satu fokus keilmuan tertentu (Baca: Ilmu Hadis) kemudian dituntut untuk menyelesaikan skripsi sebagai syarat kelulusan, maka peningkatan yang terjadi terhadap jumlah kelulusan juga akan mempengaruhi prospek atau potensi peningkatan karya ilmiah yang dihasilkan.

27 http://digilib.uinsgd.ac.id/view/divisions/Prodi=5Fhadits/ diakses pada 21 Juli 2022.

Dokumen terkait