• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data Anak Jalanan Di Kota Makassar

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

D. Data Anak Jalanan Di Kota Makassar

Menurut Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Dinas Sosial Provinsi Sulawesi , terdapat 18.555 anak dan balita terlantar, 387 anak jalanan, 1.812 anak tidak mampu perlindungan khusus, dan 1.418 anak yang telah dianiaya.

Selain itu, pencatatan dan pelaporan kasus anak di Sulawesi Selatan tahun 2017 menunjukkan bahwa persentase korban yang masih anak-anak satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan persentase korban yang sudah dewasa. Ini hanyalah puncak gunung es dalam hal jumlah kasus kekerasan, khususnya kejahatan dan eksploitasi seksual; Akibatnya, deskripsi mungkin jauh lebih luas. 2.943.089 anak antara usia 0 dan 18 merupakan 35% dari populasi di provinsi Sulawesi Selatan.

Menurut Data Baseline Pembangunan Berkelanjutan Sulawesi Selatan, 55%

anak mengalami dua bentuk kemiskinan atau lebih, dan hampir 355.000 anak, atau 12% populasi, hidup di bawah garis kemiskinan. Sangat jelas dari data sebelumnya

bahwa banyak anak membutuhkan layanan kesejahteraan dan perlindungan yang komprehensif.

Mirisnya, pelayanan kesejahteraan dan perlindungan anak tetap berkonsentrasi pada penanganan korban atau kasus yang sudah terjadi. Padahal penanganan korban membutuhkan biaya yang lebih besar dan dampak yang lebih besar bagi anak. Pemerintah telah memutuskan untuk memperluas PKSAI ke daerah-daerah baru karena meningkatnya variasi dan kualitas layanan yang ditawarkan kepada anak-anak yang rentan dan berisiko serta keluarganya. Sesuai UU No. Sebagai kebutuhan pokok, Pasal 23 Tahun 2014 mengamanatkan pemerintah daerah menyelenggarakan pelayanan sosial.

Peraturan Nomor: Menurut dokumen Kementerian Sosial, Pengembangan potensi sumber kesejahteraan sosial, penyediaan dan penguatan lembaga penyedia layanan bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus, penyediaan layanan dasar bagi anak terlantar, pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan terhadap anak, dan penyediaan pelayanan dasar bagi anak terlantar merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI), salah satu komponen sistem perlindungan anak, berfokus pada pencegahan, pengurangan risiko, dan penanganan anak yang dilecehkan, ditelantarkan, atau dilecehkan dengan cara lain.

Kunci layanan PKSAI adalah sebagai berikut: Upaya pencegahan dini PKSAI untuk mengurangi kerentanan anak terhadap ancaman, penelantaran, dan kekerasan dalam bentuk apapun adalah signifikan.

Identifikasi yang akurat atas isu-isu spesifik dan kelompok anak-anak yang rentan. Integrasi penyampaian layanan dengan menurunkan risiko bagi keluarga dan anak-anak melalui kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN

1. Profil Anak Jalanan

Dalam perkembangan yang relatif pesat dewasa ini, setiap orang di kota, termasuk penduduk yang terus bertambah, harus ikut serta dalam laju pembangunan yang semakin pesat. Orang menjadi terlalu tergantung pada fasilitas dan fasilitas yang dibangun pemerintah. Sebagai akibat langsung dari hal ini, sejumlah besar anak-anak dan bahkan remaja di bawah usia 18 tahun terlibat dalam pergaulan bebas, terjun ke dalam lubang dan membahayakan prospek masa depan mereka.

Akibatnya, beberapa anak terdampar di jalanan. Fenomena lapangan akan dikaji dalam penelitian ini untuk mengetahui penyebab mendasar dari perilaku menyimpang anak jalanan yang menggunakan lem aibon. Sebagai hasil dari pendekatan kualitatif penelitian ini, data deskriptif tentang perilaku anak jalanan dapat diperoleh dengan menganalisis kata-kata tertulis dan lisan. Sebelum memulai wawancara, pengumpulan data, penyajian, dan penarikan kesimpulan atau analisis data, peneliti menyusun daftar pertanyaan.

Orang yang bersedia memberikan peneliti informasi diprofilkan di bawah ini.

Tabel 5.1 : Profil Anak Jalanan

No. Nama Asal JK Jenjang Pendidikan

1. Dendra Putra Makassar L SMA

2. Wawan Makassar L Drop Aout

3. Dwi Angga

Saputra

Makassar L SMA

4. Trianto Indra Makassar L SMA 5. Rezkianto Makassar L Drop Aout

Sumber : Hasil Penelitian Lapangan 2023

Informasi di atas berkaitan dengan anak jalanan yang ditemukan selama kerja lapangan. Selama proses pengumpulan data, informasi dikumpulkan di lokasi- lokasi kegiatan anak jalanan.

A. Dendra Putra (DP)

Dendra Putra adalah laki-laki yang lahir di Makassar pada tanggal 3 Mei 2006. Umurnya 17 tahun dan bersekolah di SMA Makassar. Dini adalah anak pertama dari saudara kedua. Ibu dan adik laki-lakinya yang masih kelas dua tinggal bersamanya. Orang tua Dini jarang memiliki pekerjaan.

Dia adalah anak laki-laki dari keluarga bahagia yang mengikuti orang tua mereka.

B. Wawan

Wawan adalah seorang laki-laki yang lahir di Makassar pada tanggal 23 Agustus 2004. Ia berhenti sekolah pada usia 19 tahun sekarang. Dia adalah anak kedua dan saudara kelima. Orang tuanya bekerja paruh waktu. Ibunya tidak memiliki pekerjaan, dan ayah serta keluarganya adalah penyemir

sepatu jalanan. Selain itu, karena kendala keuangan, saudara-saudaranya tidak dapat bersekolah.

C. Dwi Angga Saputra

Seorang anak laki-laki lahir di Makassar pada tanggal 9 Mei 2005. Saat ini berusia 18 tahun dan sedang menempuh pendidikan di salah satu SMA di Makassar. Dia adalah anak tunggal dan tinggal bersama kakek neneknya karena orang tuanya sudah lama bercerai.

D. Trianto Indra

Trianto Indra adalah laki-laki yang lahir pada tanggal 24 Maret 2002 di Makassar. Orang tuanya bekerja tidak tetap dan mengontrak rumah di Makassar. Ayahnya adalah seorang buruh harian, dan ibunya adalah seorang pembantu rumah tangga untuk seorang tetangga. Tuti adalah anak pertama dari ketiga bersaudara.

E. Rezkianto

Rezkianto adalah pria yang lahir di Makassar pada 16 Juni 2002. Ia merupakan anak pertama dari lima bersaudara di keluarganya. Orang tuanya adalah pemulung setiap hari. Mereka tinggal di rumah kontrakan kecil.

2. Pengalaman Anak Jalanan Selama Menggunakan Lem Aibon

Lima orang yang saya ajak bicara yang sebelumnya menggunakan lem mengatakan mereka merasa hanyut, mabuk, mengantuk, dan bahkan kehilangan kesadaran. Laporan informan DAS dan R menyatakan:

"Yang saya rasakan menggunakan lem, Itu membuat saya merasa baik, menenangkan pikiran saya, membuat saya merasa seperti melayang,

membuat saya mabuk, dan membuat saya merasa seperti tidak ada beban kalau saya menghirup lem terlalu lama”.

Yang lain menegaskan bahwa selama menggunakan lem biasa dilakukan secara sendiri bahkan biasa dilakukan secara berkelompok. Informan DP menegaskan:

“Kak, kalau saya hisap lem, sembunyi ka di kamar karena takut ka na lihat orang di rumah terus enak ki dirasa ka tidak ka tidak ada yang mau ganggu ki jadi puas sekali dirasa. Sering sekali ka itu hisap lem kalau dikamar, biasa sampai malam ka dikamar terus hisap lem ka saking enak sekali saya rasa.

Anak jalanan berinisial W mengatakan :

“Biasa ka lakukan ki sendiri itu isap lem ditempat sepi, biasa tong juga sama ka teman-teman ku kalau lagi nongkrong karena mulai ka hisap lem juga karena teman-teman ku ji yang ajak ka terus coba ki itu lem, karena penasaran ku mi itu mau ki coba keterusan pakai ki itu lem”.

Mayoritas dari mereka menggunakan lem secara berkelompok dengan teman-temannya karena merekalah yang mengajak temannya untuk mengisap lem, seperti yang dapat disimpulkan dari dua tanggapan tersebut.

a. Bagaimana Cara Anak Jalanan untuk Mendapatkan Uang Dalam Membeli Lem

Peneliti juga mengajukan pertanyaan kepada responden dari mana informan bisa mendapat uang untuk membeli lem dan dari kelima responden yang menjawab rata-rata mereka mendapatkan uang dari hasil ngamen di lampu merah, menjadi tukang parkir dan bahkan ada yang memalak teman-temannya untuk bisa membeli lem tersebut.

Informan T dan DAS mengatakan :

“cara ku biasa supaya bisa ka beli ki itu lem, biasa ngamen ka sama teman- teman ku di lampu merah kalau tidak ngamen ka biasa ka juga palak teman ku biar na kasih ka uangnya atau biasa ka juga palak ki lemnya yang na punya”.

Lima orang responden menjawab bahwa rata-rata mendapatkan uang untuk membeli lem dengan cara mengamen di lampu merah, bekerja sebagai tukang parkir, bahkan terkadang mencontek teman saat peneliti menanyakan dari mana informan mendapatkan uang tersebut.

b. Apakah Dalam Mengisap Lem Dilakukan Secara Sendiri atau Berkelompok?

Dari kelima anak jalanan yang telah diteliti, peneliti menarik kesimpulan dari dua anak jalanan yang telah diteliti.

TI dan DP mengatakan :

“terkadang to sendiri ja pakai itu, apalagi kalau malam di kamar ku ma itu hisap ki itu lem karena biasa malas ma keluar kalau malam jadi lebih ku pilih hisap itu lem di kamar. Tapi biasa tong ja juga sama teman-teman ku hisaip ki kalau lagi nongkrong di jalanan, ku hisap mi itu lem sama teman- teman ku tapi baku gilir ka biasa hisap ki”.

Dari kelima anak jalanan yang menggunakan lem mengaku bahwa mereka terkadang menghisap lem sendiri di kamarnya, namun terkadang juga mereka menghisap lem secara berkelompok bersama teman-teman nongkrongnya.

c. Apa yang digunakan untuk membeli lem?

Dari beberapa anak jalanan yang diwawancarai di lapangan, mereka mengaku kerap kali menggunakan uang saku mereka untuk membeli lem aibon.

Tapi sering kali juga mereka harus mencari uang dengan cara mengamen bahkan mejadi tukang parkir demi mendapatkan uang untuk membeli lem. Seperti hasil wawancara anak jalanan berinisial DP dan DAS yang mengatakan :

“ yang biasa ku pakai beli itu lem biasa uang jajan ku saya pakai kalau dikasih ka, tapi biasa tidak cukup ki itu uang ku ka dua ribu ji dikasih ka, makanya biasa jadi ka tukang parkir untuk bisa dapat uang ku pakek beli lem, biasa tong ka ikut sama teman-teman ku ngamen di lampu merah”.

Untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam menghisap lem, anak jalanan terkadang menggunakan uang jajannya untuk membeli lem, namun apabila uang mereka habis, mereka akan bekerja menjadi tukang parkir dan bahkan mereka mengamen di lampu merah untuk mendapatkan uang yang akan digunakan untuk membeli lem.

d. Apakah orang tua mengetahui hal tersebut?

Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap anak jalanan mereka mengaku bahwa orang tua mereka tidak mengetahui bahwa mereka menghisap lem dikarenakan mereka takut apabila orang tua mereka mengetahuinya. Seperti yang dikatakan anak jalanan yang berinisial RZK dan TI

“tidak na tau ki orang tua ku kak kalau saya biasa ka hisap lem, karena takut tong ka kalau na tau ki. Makanya to kak biasa ka hisap itu lem sembunyi-sembunyi diluar rumah karena kalau na tau ki orang tua ku pasti namarahi ka.

Kelima anak jalanan yang telah diwawancarai, mereka mengaku bahwa orang tua mereka tidak mengetahui jika mereka menghisap lem dan mereka juga mengaku bahwa mereka takut apabila orang mereka megetahui jika mereka mengisap lem, sehingga mereka menghisap lem secara sembunyi.

B. Pembahasan

Perilaku menghisap lem merupakan bentuk perilaku menyimpang.

Mengingat kemungkinan untuk mendapatkan narkotika dan obat-obatan terlarang tersebut cukup sulit karena masalah ekonomi. Sebagai alternatif lain, anak jalanan menggunakan zat adiktif yang ada disekitarnya dan mudah dijangkau seperti lem.

Lem yang merupakan bahan untuk perekat suatu benda, disalahgunakan oleh anak jalanan.

Jenis lem yang digunakan dalam melakukan aktifitas “ngelem” yakni, lem jenis fox. Lem ini mengandung bermacam-macam zat kimia yang sangat

berbahaya jika dikonsumsi. Menghisap lem adalah menghirup uap yang ada dalam kandungan lem tujuannya untuk mendapatkan sensasi tersendiri atau efek nyaman (fly).

Usia anak jalanan saat pertama kali menggunakan lem dan lama

menggunakan diperoleh informasi bahwa anak jalanan menggunakan lem/ngelem pada usia 17-20 tahun. Karena usia remaja merupakan usia yang masih rentang terhadap penyalahgunaan narkoba karena pada usia remaja tingkat emosi dan mental masih sangat labil, sehingga para anak jalanan mudah terpengaruh ke

dalam perilaku menyimpang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chomariah (2015) tentang perilaku menghisap lem pada remaja yang mengatakan bahwa dari delapan sampel yang diteliti memiiki rentang umur 15-21 tahun.

Anak jalanan menggunakan lem untuk megobati rasa penasaran, lem sangat terjangkau dan membuat tetap membuat fly layaknya Napza jenis lainnya, untuk menghilangkan rasa capek dan stress. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Chomariah (2015) bahwa perilaku menghisap lem merupakan salah satu tindakan yang dilakukan oleh anak remaja di Kelurahan Sri meranti sebagai obat untuk penenang pikiran sementara.

Dengan cara tersebut, mereka dapat merasakan sensasi, halusinasi bahkan fly yang dapat membuat pikiran mereka menja tenang dan tidak adanya persoalan hidup yang mereka rasakan.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengelaman menghisap lem, anak jalanan merasakan bahwa lem mampu menghilangkan stress, hal ini terjadi karena kandungan Lysergic Acid Diethyilamide (LSD) yang terdapat pada lem. Dalam sel otak terdapat bermacam-macam zat kimia yang disebut neurotransmitter. Zat kimia ini bekerja pada sambungan sel saraf yang satu dengan sel saraf lainnya (sinaps). Beberapa di antara neurotransmitter itu mirip dengan beberapa jenis narkoba.

Semua zat psikoaktif (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lain) dapat mengubah perilaku, perasaan dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap salah satu atau berapa neurotransmitter. Neurotransmitter yang paling berperan dalam terjadinya ketergantungan adalah dopamine serta serotonin.

Menurut Setiawan dalam Sulaiman (2015), Efek yang ditimbulkan dari menghirup uap lem itu sendiri hampir mirip dengan jenis narkoba yang lain yakni menyebabkan halusinasi, sensasi melayang-layang serta rasa tenang sesaat meski kadang efeknya bisa bertahan hingga 5 jam sesudahnya. Efek lain yang bisa ditimbulkan dari kegiatan ngelem ini sendiri antara lain adalah tidak merasakan lapar meskipun sudah waktunya makan karena ada penekanan sensor lapar di susunan saraf di otak.

Sensasi yang di rasakan anak jalanan dari ngelem membuat anak jalanan merasakan bahwa lem memiliki manfaat jika terus di gunakan (dihisap), anak jalanan merasakan manfaat dari ngelem yaitu membuat perasannya tenang ketika sedang mendapatkan masalah atau ketika mereka lelah seharian bekerja dijalan, menghilangkan rasa lapar, membuat badan jadi kuat, serta meningkatkan kepercayaan diri.

Seseorang mengalami ketergantungan pada zat umumnya melalui suatu proses perkembangan. Pertama orang yang bersangkutan harus mempunyai sikap positif terhadap obat tersebut, kemudian mulai bereksperimen dengan

menggunakannya, mulai menggunakannya secara teratur, menggunakannya secara

berlebihan dan terakhir menyalahgunakannya atau tergantung secara fisik padanya (Davidson, 2012).

Ketergantungan anak jalanan terhadap lem memberikan dampak negatif.

Dampak yang dirasakan setelah mengalami kecanduan, mereka merasakan dampak lebih dominan pada dampak fisik, seperti: kepala terasa pusing jika tidak mengkonsumsi, nafsu makan terganggu (sistem percernaan terganggu), anak jalanan merasakan sakit seluruh badan ketika tidak menghisap lem.

Anak jalanan juga mengalami dampak soial dari perilaku ngelem, karena kecanduan, anak jalanan tidak bisa lepas dari lem sehingga anak jalanan lebih sering menjauh dari lingkungan keluarga untuk menghindari kecurigaan keluarga terhadap perilakunya, serta anak jalanan harus memaksa dirinya selalu mencari uang untuk kebutuhannya tehadap lem.

Ngelem merupakan solusi jangka pendek atas masalah yang dihadapi informan. Mereka merasakan dengan ngelem semua masalah dan tekanan mapu mereka lupakan, namun karena kenikmataan sesaat mereka harus menanggung efek jangka panjang dari perilaku ngelem.

1. Faktor-faktor penyebab anak jalanan menggunakan lem aibon a) Faktor Pergaulan

Teman Bergaul/Sepermainan merupakan faktor yang paling menonjol dalam perilaku anak remaja yang mengisap lem, baik itu teman akrab, teman sekolah maupun teman bermain dilingkungan sekitar rumah. Mereka mempunyai pengaruh besar perkembangan usia anak menuju remaja, mereka merasa dekat

satu sama lain dan membentuk kelompok bersama memiliki persahabatan senasip, sepenanggugan, dan rasa solidaritas yang tinggi, melalui hal itu mereka akan mudah melakukan hal-hal yang dianggap menyenangkan tanpa memikirkan baik buruknya dimasa yang akan datang.

Pada umumnya perilaku dalam bentuk rayuan/godaan sering dialami anak remaja jika berada bersama dengan teman bergaul rasa persaudaraan atau

pertemanan yang kuat membuat mereka sulit menghindar dari bujukan teman/

kelompok bergaul terkadang jalan keluar dari masalah yang dihadapi bukannya menyelesaikan masalah tetapi hanya menghilangkan masalah untuk sementara waktu, bahwa dapat menambah menambah masalah baru diantaranya munculnya perilaku-perilaku menyimpang ikutan mengisap lem.

b) Rasa Ingin Tahu

Memang pada dasarnya manusia memilih rasa keingintahuan yang tinggi dan ingin selalu mencoba hal yang baru, lem sangat mudah didapatkan dengan harga yang murah dan terjangkau, lem dapat dipenjual belikan dan peroleh dari teman teman yang juga memiliki lem tersebut.

Pada akhirnya kehidupan sosial mereka berubah yang saat ini juga sama seperti remaja-remaja lainnya yang melakukan perilaku menyimpang seperti bergaul, jalan bersama-sama, ngobrol bersama-sama dengan teman sekolah

sekolahnya dan lain-lain, masyarakat sekitar tidak melakukan pengucilan terhadap mereka.

Karena kebanyakan dari orang disekitarnya tidak mengetahui kalau mereka mengisap lem aibon karena ketika menggunakan lem aibon dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi yaitu di jembatan dari keramaian dan rumah yang jarang atau sedikit penghuninya.

Seperti pengakuan anak jalanan Rezkianto dan Trianto Indra bahwa ia mengisap lem dengan cara sembunyi-sembunyi dan orang tuanya tidak

mengetahui kalau dia mengisap lem karena ketika orang tuanya mengetahuinya, otomatis ia akan mendapat akibat dimarahi dan melarang anaknya untuk mengisap lem jadi ia berusaha untuk menyembunyikannya.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Kesimpulan berikut dapat ditarik dari penelitian lapangan dan wawancara dengan orang-orang yang bekerja dengan anak jalanan:

1. Perilaku ngelem pada anak jalanan merupakan fenomena yang tidak aing lagi di masyarakat. Pengalaman yang dirasakan anak jalanan dari yang telah diteliti dan diwawancarai dilapangan, anak jalanan merasakan setiap menghisap lem rasanya seperti melayang, stres hilang, bikin senang dan membuat anak jalanan candu untuk menghisap lem aibon terus menerus.

2. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab anak jalanan dalam menggunakan lem aibon ini disebabkan kurangya pengawasan orang tua terhadap anaknya, akibatnya anak-anak jalanan dengan bebas menghisap lem karena tidak ada yang melarangnya. Selain itu lingkungan tempat tinggal serta teman bergaul juga merupakan faktor yang menyebabkan anak jalanan mengisap lem, dikarenakan anak jalanan lebih banyak berinteraksi dengan teman bergaulnya sehingga anak jalanan dengan mudah beradaptasi dengan apa yang dilakukan oleh temannya, dan apabila mereka melakukan yang dilakukan teman bergaulnya maka itulah yang mereka sebut solidaritas.

B. SARAN

Saran berikut disetujui oleh penulis:

1. Diharapkan berbagai pihak lebih berperan dalam upaya mencegah remaja menggunakan lem aibon pada malam hari dan mensosialisasikan penggunaan lem aibon yang aman melalui kegiatan yang positif.

2. Sama halnya dengan upaya penanggulangan kejahatan yang harus disesuaikan dengan penyebab penyakit, pengobatan untuk suatu penyakit harus disesuaikan dengan jenis atau faktor penyebabnya.

3. Kolaborasi dengan pihak terkait seperti pemerintah daerah sangat penting untuk mengedukasi masyarakat secara efektif tentang bahaya yang ditimbulkan oleh zat adiktif yang mudah didapat seperti lem aibon.

\

DAFTAR PUSTAKA

ACHMAD, A. A., MULYANA, N., & FEDRYANSYAH, M. (2017). Fenomena

“Ngelem” Oleh Anak Jalanan Di Kota Makassar. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian kepada masyarakat 4(2). https://doi.org/10.24198/jppm.v4i2.14395 Brier, J., & lia dwi jayanti. (2020). SOSIOLOGI PERUBAHAN SOSIAL (Vol. 21,

Issue 1). http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203 Fatmala, D. (2016). Peran Dinas Sosial Dalam Penanggulangan Anak Jalanan Di

Kota Banjarmasin. Jurnal Pendidikan 6.

http://repository.upstegal.ac.id/3373/1/skripsi ok.pdf.

Hidaya, N., & Mardliyah, U. (2018). Dampak Penggunaan Lem Aibon pada Kalangan Anak dibawah Umur. E Journal Muhammadiyah, 1(1), 17–30.

Ilmu, F., & Yogyakarta, U. N. (2005). Perilaku menyimpang dalam perspektif sosiologis.

Jurnal Civics, 2(2), 1–7.

Jalaludin, R. (2014). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. PT Mizan Pustaka, 73–103.

Labetubun, R., Ides, S. A., & Anggraeni, L. D. (2018). Latar Belakang Remaja Menggunakan Lem Aibon. Faletehan Health Journal, 5(1), 1–9.

https://doi.org/10.33746/fhj.v5i1.2

Mantiri, V. V. (2014). Perilaku Menyimpang Di Kalangan Remaja. Sosiologi, III(1), 1–13.

M. Djunaidi Ghony Dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jogjakarta:

Ar-Ruzz Media, 2012, h. 322.

Mark P. Orbe Encyclopedia of Communication Theory (2009 : 751-752)

nspk-permensos-21-2013-pengasuhan-anak. (2013). PERATURAN MENTERI SOSIAL

REPUBLIK INDONESIA, 22(2), 245–256.

Pravelensi, S. (2018). P r e va l e n s i 2018.

Rosalina, F., Cahyani, V. P. N., & Putri, V. R. (2019). Penyalahgunaan Lem Aibon Bagi Anak-Anak Di Kota Sorong Papua Barat. Abdimas: Papua Journal of Community Service, 1(1), 1–12. https://doi.org/10.33506/pjcs.v1i1.345 Setyawan, E. (2015). Bab I ْ ا ب ضح خ ي. Galang Tanjung, 2504, 1–9.

INTERNET

https://logovcelebes.id/penelitian/penelitian-kerjasama/item/101-kajian-sosial- ekonomi-kota-makassar-badan-perencanaan-pembangunan-daerah-bappeda-kota- makassar-tahun-2020

https://dinsos.sulselprov.go.id/pksai

Lampiran 1

INSTRUMEN WAWANCARA Nama :

Asal : Umur :

Jumlah saudara :

Pedoman wawancara dalm perilaku anak jalanan dalam penggunaan lem aibon di kota Makassar.

RUMUSAN MASALAH PERTAMA

1. Bagaimana pengalaman anak jalanan dalam mengonsumsi lem?

 Apa yang dirasakan setelah mengisap lem tersebut?

2. Faktor penyebab anak jalanan mengisap lem?

 Apakah mengisap lem ini dilakukan secara sendiri atau dilakukan secara berkelompok?

 Apa yang digunakan untuk membeli lem?

 Apakah orang tua tahu tentang hal ini?

Dokumen terkait