• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

3) Sel Dendritik

Sel dendritik merupakan sel “sentinel” pada respons innate immunity dan berperan penting sebagai antigen presenting cell (APC) dan menjadi perantara antara innate dan adaptive immunity. Sel dendritik terletak pada parenkim paru, mengalami migrasi ke daerah intraepithelial dan segera berespons terhadap infeksi atau kerusakan

22

jaringan melalui aktivasi naive T cells12.

b) Adaptive Immunity (a) T Cells

Infiltrasi T cells teraktivasi, khususnya CD8+cytotoxic Tcells telah lama diketahui sebagai penyebab inflamasi kronik pada COPD. Infiltrasi CD8+ Tcells berkorelasi positif terhadap beratnya konstriksi aliran udara inhalasi dan progresi penyakit, juga mempengaruhi peningkatan apoptosis sel alveolar melalui FasL atau perforin/granzyme dependent dan pelepasan TNF-α. Mekanisme ini berperan penting terhadap destruksi parenkim paru pada COPD12.

(b) B Cells

B lymphocytes meningkat pada saluran bronkus maupun bronkiolus penderita COPD. Peranan B Cells pada COPD terutama pada peningkatan respons CD4+ Tcell dan produksi autoantibodi. Pada emfisema CD4 Tcells terdapat pada folikel limfoid yang mengandung germinal centers. Peningkatan jumlah folikel B cell pada paru berhubungan dengan derajat parahnya penyakit. Peningkatan kadar elastin specific auto- antibodies disertai dengan peningkatan jumlah B cells secreting anti-elastin pada COPD. Anti elastin autoimmune responses merupakan mekanisme penting yang berperan pada mekanisme autoimun yang memicu kerusakan jaringan paru, sedangkan mekanisme elastolitik partikel dan gas dari rokok menyebabkan

23

peningkatan elastin specific auto- antibodies12.

Gambar 3. Mekanisme Innate dan Adaptive Immunity pada COPD Sumber: Rosa, D,W.

Anti elastin autoimmune responses merupakan mekanisme penting yang berperan pada mekanisme autoimun yang memicu kerusakan jaringan paru, sedangkan mekanisme elastolitik partikel dan gas dari rokok menyebabkan peningkatan elastin specific auto- antibodies12.

(c) Respon Inflamasi Pada PPOK

Beberapa sel inflamasi berperan sebagai mediator inflamasi pada respon penyakit PPOK. Paparan terhadap rokok, partikel atau gas berbahaya dapat mengaktivasi kaskade inflamasi yang disertai dengan pelepasan sejumlah sitokin dan kemokin yang berperan terhadap terjadinya inflamasi kronik dan kerusakan jaringan. Sel epitelial yang teraktivasi akan menghasilkan mediator inflamasi seperti interleukin (IL- )1b, tumour necrosis factor (TNF-α), CXCL8 (IL-8), dan granulocyte- macrophage colony stimulating factor (GM-CSF),Beberapa sinyal kemotaktik yang berperan pada rekruitmen neutrofil yaitu LTB4, IL-8, dan

24

CXC kemokin yang terdiri atas; GRO-a (growth related oncogen-a) CXCL1, CXCL8 dan ENA-78 (epithelial neutrophil-activating protein of 78 kDa), semuanya meningkat pada PPOK. Mediator ini berasal dari makrofag alveoli dan sel epithelial., sedangkan neutrofil itu sendiri merupakan sumber IL-8. Migrasi neutrofil ke traktus respiratorius bersama dengan IL-8 dan leukotriene B4 (LTB4)12.

Gambar 4. Peranan neutrofil pada respon inflamasi COPD Sumber : Rosa, D,W.

Neutrofil akan mensekresi serine protease, yang mengandung Cathepsin G, Proteinase-3 neutrophil elastase (NE),matrix metalloproteinase (MMP)-8 dan MMP-9. Mediator-mediator ini berperan pada destruksi alveolar, selain itu serine protease merupakan stimulan terjadinya sekresi mukus, gambar 412.

c) Protease- Antiprotease imbalance

Paparan kronik terhadap inhalasi asap rokok dan kandungan material di dalamnya menyebabkan inaktivasi antiprotease endogen, hal ini

25

disebabkan karena aktivasi makrofag alveolar yang memicu influx neutrofil dan CD8+Tcells kedalam paru. Makrofag dan neutrofil melepaskan enzim-enzim protease seperti neutrofilelastase, proteinase 3, MMP dan cathepsin. Enzim-enzim proteinase ini akan menghambat inhibitor endogen, seperti neutrofil elastase menghambat tissue inhibitors of MMPs dan MMPs degrading α1-antitrypsin. Enzim proteinase ini akan menyatu dengan komponen matriks ekstraseluler, elastin fibers, collagen dan membentuk fragmen elastin atau collagen-derived peptides seperti proline-glycine-proline12.

Fragmen elastin ini merupakan chemotactic peptide fragments yang berfungsi pada proses migrasi makrofag dan neutrofil kedalam paru.

Akumulasi makrofag dan neutrofil menyebabkan inflamasi lokal yang memicu terjadinya nekrosis jaringan dan menjadi penyebab kerusakan paru12.

Faktor genetik juga mengatur aktivitas enzim protease di dalam paru yang menyebabkan terjadinya emfisema paru. Respon genetik diketahui dan telah diteliti lama karena adanya defisiensi α1-antitriypsin, yaitu sebagai inhibitor enzim protease. Defisiensi α1- antitrypsin bisa terjadi kepada individu yang merokok dan individu yang tidak merokok, merokok memungkinkan perberatan situasi . Peranan MMPs, SERPINE2 dan inhibitor aktivasi MMP dengan terjadinya kerusakan matriks ekstraseluler, terkait erat dengan faktor gen pada COPD12.

26

d) Stres Oksidatif

Paparan oksidan baik dari dari dalam maupun dari luar terus- menerus terjadi di paru-paru. Sel paru-paru telah memiliki proteksi yang cukup baik dari enzim maupun dari non enzim. Perubahan keseimbangan antara oksidan dan antioksidan, peningkatan antioksidan akan menyebabkan stres oksidasi pada paru-paru. Maka akan terjadi respon peradangan pada paru-paru. Ketidakseimbangan inilah yang berperan penting terhadap proses perkembangan PPOK. Stres oksidatif terjadi ketika Reactive Oxigent Species yang diproduksi melebihi mekanisme pertahanan anti oksidan dan mengakibatkan efek yang merugikan (kerusakan lemak, protein dan DNA)12.

Inflamasi yang menyebabkan perubahan struktur sel saluran napas disertai peningkatan produksi ROS, neutrofil, eosinofil dan makrofag.

Superoxide anions (O2-) terbentuk melalui reduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase dan ini akan diubah menjadi hydrogen peroxide(H2O2) oleh superoxide dismutases. O2- dan H2O2 bereaksi dengan besi bebas membentuk radikal reactive hydroxyl (OH). Oxidative stress juga menjadi penyebab utama oksidasi arachidonic acid dan terbentuknya mediator prostanoid yang disebut isoprostanes.

Isoprostanes menyebabkan bronchokonstriksi dan eksudasi plasma.

Granulosit peroksidase seperti mieloperoksidase (MPO) pada neutrofil berperan penting pada mekanisme terjadinya stres oksidatif12..

Pada neutrofil, H2O2 berasal dari superoxide anions (O2-) yang merupakan hasil metabolisme MPO dengan ion chloride, juga

27

menghasilkan hypochlorous acid yang merupakan oksidan yang kuat.

Mieloperoksidase juga merubah residu nitrat tirosin menjadi peroxynitrite12.

Gambar 5. Peranan Stres Oksidatif pada COPD

Sumber : Rosa, D.W.

Stres oksidatif pada COPD meningkatkan proses inflamasi dan proses destruksi sel epitel. Peningkatan proteolisis merupakan efek dari penurunan anti protease seperti secretory leukoprotease inhibitor (SLPI) dan α1-antitrypsin (α1-AT), selain itu stress oksidatifjuga menyebabkan aktivasi nuclear factor (NF)-kβ yang menyebabkan peningkatan sekresi cytokines CXCL8(IL-8) dan tumour necrosis factor-α (TNF-α) serta peningkatan produksi isoprostanes12.

e) Autoimun pada COPD

Mekanisme autoimun pada COPD tergantung pada sistem regulasi imun, faktor gen, dan faktor lingkungan, hal ini dapat menjadi faktor penghambat maupun menjadi faktor pencetus terjadinya proses autoimun

28

pada COPD. Akibat paparan kronik terhadap material inhalasi dari asap rokok menyebabkan peningkatan kadar elastin spesific autoantibodies, hal ini terjadi karena material inhalasi dari asap rokok bersifat elastolytic yang mengurai elastin dari sel alveolar menjadi elastin peptides atau collagen breakdown products (proline-glycine-proline/PGP), elastin peptides ini bersifat neoantigen dan menginduksi respon autoimun12.

Respon autoimun pada COPD terjadi akibat peningkatan sel B yang menyebabkan peningkatan pelepasan secreting anti elastin antibodies yang bereaksi dengan elastin peptides, sehingga menyebabkan kerusakan jaringan paru12.

g. Manifestasi Klinis

Tergantung pada jenis penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), temuan pemeriksaan fisik dapat Bervariasi.Temuan bronkitis kronis (blue bloaters) dapat sebagai berikut:

a) Penderita mungkin mengalami obesitas13. b) Batuk dan berdahak sering terjadi13.

c) Penggunaan otot-otot pernafasan respirasi adalah hal paling sering13. d) Rhonchi kasar dan mengi dapat terdengar pada auskultasi13.

e) Penderita mungkin memiliki tanda-tanda gagal jantung kanan (yaitu, cor pulmonale), seperti edema dan sianosis13.

f) Karena mereka memiliki banyak tanda fisik yang sama, COPD mungkin sulit dibedakan dari gagal jantung kongestif (CHF). Satu tes samping tempat tidur mentah untuk membedakan COPD dari CHF

29

adalah aliran ekspirasi puncak. Jika penderita meniup 150-200 mL atau kurang, mereka mungkin mengalami eksaserbasi PPOK; aliran yang lebih tinggi mengindikasikan kemungkinan eksaserbasi CHF13.

Temuan Emfisema (pink puffers) mungkin sebagai berikut: 1) Penderita mungkin sangat kurus dengan barrel chest13.

2) Mereka biasanya memiliki sedikit atau tidak ada batuk atau dahak13. 3) Pernapasan dapat dibantu dengan mempersempit bibir dan dibantu

oleh otot pernafasan aksesorius ; mereka dapat mengadopsi posisi duduk tripod. Dengan cara ini, penderita berusaha mempertahankan sejumlah positive end-expiratory pressure (PEEP) pada akhir ekspirasi, untuk membantu menjaga paru-paru tetap terbuka, karena hilangnya struktur paru-paru akibat penyakit13.

4) Dada mungkin hyperresonant, dan mengi terdengar; bunyi jantung sangat jauh13.

5) Penampilan keseluruhan lebih seperti eksaserbasi PPOK klasik13.

h. Diagnosis Banding

Pada penderita asma dengan PPOK memiliki beberapa perbedaan antara lain pada penderita PPOK jarang disertai dengan atopi sedangkan pada penderita asma banyak terjadi riwayat atopi, pada penderita asma dan PPOK secara bersama tidak didapatkan makrofag, sedangkan neutrofil dapat ditemukan pada keduanya, yang menjadi pembeda adalah pada penderita asma disertai dengan ditemukannya sel eosinofil pada

30

pemeriksaan sputum. sedangkan riwayat yang lain yaitu batuk berdahak kronis, hiperaktivitas bronkus,sesak dan mengi tidak spesifik, sedangkan yang menjadi ciri khas bahwa apabila terjadi sakit mendadak yang terjadi pada usia muda menandakan terjadinya asma13.

i. Diagnosis PPOK 1) Anamnesis

Penyakit paru obstruktif kronik sudah dapat dipertimbangkan pada hampir semua penderita berdasarkan tanda dan gejala. Diferrential diangosis yaitu asma, tuberculosis, bronkiektasis, serta emfisema.

Keganasan dan penyakit paru kronik lainnya dapat dipisahkan. Anamnesis lanjutan dapat membantu konfirmasi diagnosis14.

Tampak gejala yang biasanya didapatkan pada penderita PPOK adalah yaitu :

a) Batuk kronik

Batuk kronik ialah batuk dengan frekuensi yang sering hilang dan muncul berlangsung tiga bulan selama dua tahun terakhir yang sembuh menggunakan pengobatan. Batuk muncul pada sepanjang hari atau intermitten. Biasanya batuk muncul pada malam hari14.

b) Berdahak kronik

Terjadinya peningkatan sputum yang menumpuk di saluran pernafasan. Terkadang penderita mengkonfirmasi adanya berdahak

31

secara terus menerus tanpa adanya batuk. Karakterisktik khus yaitu batuk dan dahak kronik ini terjadi khususnya pada pagi hari dan siang hari14.

c) Sesak napas

Utamanya pada saat beraktivitas. Pada umunya penderita mulai adaptasi dengan sesak nafas karena bersifat progressif serta lambat yang pada akhirnya keluhan sesak jarang dikeluhkan. Skala sesak sering digunakan untuk menegakkan diagnosis melalui anamnesis14.

Untuk menilai derajat sesak napas penderita PPOK,dapat diukur derajatnya dengan :

1) MRC Dyspnea Scale15.

2) Baseline Dyspnea Index (BDI)15. 3) Transition Dyspnea Index (TDI)15.

Untuk mengetahui penlianai sesak napas pada kurun waktu yang terbatas maka digunakan BDI , dan apabila ingin melakukanpengukuran perubahan dari baseline maka digunakan TDI15.

32

Tabel 2. Skala Dispnea menurut Medical Research Council (MRC Dispnea Scale).

Skala Dispnea menurut Medical Research Council (MRC Dyspnea Scale)

Gradasi 1 Sesak Napas biasanya muncul apabila beraktivitas secara berat

Gradasi 2 Sesak napas muncul bila berjalan secara cepat di lantai yang datar, atau di tempat yang sedikit landai

Gradasi 3 Bila melakukan aktivitas jalan dengan teman seusia di jalanan dengan medan datar terasa selalu lebih lambat, atau jika berjalan sendirian di jalan yang datar, sering istirahat agar dapat mengambil nafas.

Gradasi 4 Butuh beristirahat agar dapat mengambil napas setiap jalan sejauh 30m (100 yard) di jalanan dengan medan yang datar, dan setelah berjalan beberapa menit

Gradasi 5 Muncul sesak napas apabila gerak untuk menggunakan dan saat membuka baju.

(Dikutip dari Jeremy,2010)

Tabel 3. Kegagalan Fungsi dinilai melalui Baseline Dyspnea Index (BDI)

Baseline Dyspnea Index (BDI) dan Kegagalan Fungsi (Functional Impairment).

Gradasi 4 Tidak mendapatkan rintangan (no impairment). Dapat beraktivitas seperti biasanya dan bekerja tidak disertail adanya perasaan sesak pada napas. Halangan ringan (slight impairment). Ditemukan adanya rintangan apabila melakukan suatu aktivitas, dan tidak dapat terselesaikan dengan baik. Ditemukan adanya pola perubahan dan berkurangnya aktivitas yang biasanya dilakukan seperti biasanya dikarenakan menurunnya kapabilitas (ausdauer).

33

Lanjutan Tabel 3

Dan sampai sekarang belum diketahui apakah kemampuan yang berkurang ini dikarenakan sesak napas.

Gradasi 3 Ditemukannya rintangan ringan (slight impairment).

Terdapat adanya halangan untuk beraktivitas dengan satu aktivitas, serta tidak dapat menyelesaikan. Dan adanya pengurangan aktivitas kerja yang sedikit biasa dilakukan sehari- hari karena berkurangnya kemampuan (ausdauer).

Masih belum jelas apakah pengurangan kemampuan ini disebabkan oleh sesak napas.

Gradasi 2 Ditemukannya rintangan sedang (moderate impairment).

Pada penderita ini tidak dapat lagi beraktivitas apapun yang biasa dilakukannya dikarenakan adanya sesak napas.

Gradasi 1 Adanya rintangan berat (severe impairment). Pada penderita ini tidak dapat lagi beraktivitas apapun serta berhenti dari segala macam aktivitas yang biasa dia lakukan dikarena adanya sesak napas.

(Dikutip dari Jeremy,2010) Tabel 4. Transition Dyspnea Index (TDI) Perubahan dalam Gangguan

Fungsi (Change In Functional Impairment).

Transition Dyspnea Index (TDI) Perubahan dalam Gangguan Fungsi Gradasi -3 penurunan berat (major deterioration). Penderita yang biasanya

beraktivitas dengan baik, terpaksa harus berhenti beraktivitas dan tidak mampu melakukan aktivitas sehari- hari yang biasanya dilakukan karena adanya sesak napas.

Gradasi -2 penurunan sedang (moderate deterioration). Penderita yang biasanya beraktivitas dengan baik, terpaksa tidak dapat beraktivitas atau tidak mampu untuk agar mempertahankan aktivitas yang biasanya dilakukan setiap hari.

Gradasi -1 Penurunan ringan (minor deterioration). Terpaksa mencari profesi yang lebih ringan serta mengurangi jumlah aktivitas ataupun intensitas aktivitas karena sesak napas.

Gradasi 0 Tidak ada perbaikan (no change). Tidak terdapat perbedaan karena keluhan sesak nafas tidak ada.

Gradasi +1 Disertai perbaikan (minor improvement). Dapat Beraktivitas kembali dengan mengurangi kecepatan, juga dapat mulai melakukan bermacam aktivitas yang biasa tapi sedikit lebih giat

34

Lanjutan Tabel 4

daripada dahulu dikarenakan terdapat perbaikan pada pernapasannya.

Gradasi +2 Disertai perbaikan sedang (moderate improvement). Dapat beraktivitas kembali dengan waktu mendekati biasanya juga/

beraktivitas kembali sedang dengan hanya mengalami rintangan sedang.

Gradasi +3 Disertai perbaikan besar (major improvement). Dapat beraktivitas dengan kecepatan semula dan juga t kembali bekerja seperti saat normal hanya mengalami hambatan ringan karena adanya penyembuhan pada pernafasannya

(Dikutip dari Jeremy,2010)

d) Penurunan Aktivitas

Penderita PPOK akan mengalami turunnya kapasitas fungsional dan kegiatan sehari hari. Kebugaran fisik yang kurang pada penderita PPOK dipengaruhi oleh fungsi otot bantu pernafasan. Pada penderita PPOK terjadi kelemahan otot perifer oleh karena hipoksia, hiperkapnia, inflamasi dan malnutrisi kronis14.

Dikatakan PPOK (secara klinis) yaitu didapatkan adanya pada anamnesis ditemukan kejadian pernah kontak kepada faktor yang menjadi risiko dan adanya batuk kronik disertai berdahak dan sesak nafas utamanya saat beraktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau pada orang yang memiliki usia tua14.

35

2) Peneriksaan Fisik

Dokumen terkait