• Tidak ada hasil yang ditemukan

5

Gambar 9 . Diagram Pie Distribusi Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia Periode Tahun 2010

sampai dengan tahun 2018, Berdasarkan Kelompok Usia Penderita

Frekuensi yang didapatkan berdasarkan morbiditas penderita PPOK meningkat seiring semakin meningkatnya usia. Stratifikasi penelitian yang dilakukan di Pulau Jawa menunjukkan bahwa terdapat 100% angka kejadian PPOK pada usia ≥ 36 tahun (0-100%) dibanding kelompok usia

< 36 tahun (0%), begitupun sebaran penelitian di luar Pulau Jawa juga menunjukkan bahwa usia ≥ 36 tahun memiliki persentase yang jauh lebih tinggi (21-100%) dibanding anak usia < 36 tahun (12-79%). Hasil secara keseluruhan dari penelitian-penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa frekuensi tertinggi yaitu pada anak usia ≥ 36 tahun sebesar 450 penderita (80,9%) sementara anak usia < 36 tahun sebesar 106 penderita (19,1%).

81%

19%

6

Usia seseorang menjadi salah satu faktor utama terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). usia diatas >36 tahun lebihorentan terhadap penyakitoPPOK, hal iniodisebabkan karenaoorang tua kurang dapat melakukan batuk yang efektif karena efek usia pada kekuatan otot pernapasan dan closing volume yang lebih besar. Pembersihan mukosiliar lebih lambat dan kurang efektif, dan pemulihan pembersihan mukosiliar setelah adanya jejas (biasanya infeksi virus) melambat seiring dengan usia.(15)

7

Tabel 8. Distribusi Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Beberapa Lokasi di Indonesia periode Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2018, Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita.

Ket:

N = Jumlah

% = Persen

Sebaran

Tempat Tempat Tahun

Jenis Kelamin Keterangan Laki-laki Perempuan

N % N %

Pulau Jawa

RSIB 2012 49 76,6 15 23,4

L= 75,7- 90%

RSUDKJU 2013 53 75,7 17 24,3

P= 10- 24,3%

RSPAWS 2016 27 90 3 10

Luar Pulau Jawa

RSUDAWS 2014 47 87 7 13

RSAASP 2011 42 84 8 16

RSUPDMD 2016 20 100 0 0

RSUDAAP 2015 55 91,7 5 8,3

L = 63,3- 100%

RSTTPS 2016 62 73 23 27

P= 0- 39,9%

RSURPM 2018 8 100 - -

PLKK 2017 65 69,1 29 39,9

PKM 2019 19 63,3 11 36,7

TOTAL 398 77,1 118 22,8 L= 77,`%

P= 21,8 %

8

Gambar 10. Diagram Pie Distribusi Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia Periode Tahun 2010 sampai dengan tahun 2018, Berdasarkan Jenis Kelamin

Penderita.

Hampir semua hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di dominasi oleh laki-laki daripada perempuan dengan rerata perbandingan 3,73 : 1. Dari ke 11 penelitian, tidak ada yang menunjukkan hasil bahwa frekuensi laki- laki yang menderita PPOK lebih besar daripada penderita perempuan serta didominasi oleh laki- laki (L=75,7-90%) dibanding perempuan di Pulau Jawa (P= 10-24,3%) begitupun dengan luar pulau jawa didominasi oleh laki- laki (63,3-100%) daripada perempuan (0-39,9%), menariknya terdapat proporsi perbandingan pada perempuan sebanyak 1:3 dibanding

79%

21%

Proporsi Distribusi (%)

Laki- Laki Perempuan

9

penderita pria. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan juga proporsi penderita PPOK pada wanita.

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit paru obstruktif kronik menurut penelitian dari Raka Petra Prazasta(2015) merujuk penelitian dari Raherison C,Girodet PO (2009) menyatakan bahwa proporsi jenis kelamin memiliki andil besar angka kejadian PPOK,terjadi peningkatan pada proporsi usia dibawah 55 tahun pada wanita disebabkan karena saluran napas dan volume paru yang dimiliki oleh perempuan berukuran lebih kecil daripada pria10.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ronald M.Davis mendapatkan bahwa peran sosioekonomi memegang peranan penting terjadinya peningkatan angka kejadian PPOK pada pria11.

10

Tabel 9. Distribusi Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Beberapa Lokasi di Indonesia periode Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2018, Berdasarkan Pekerjaan Penderita .

Ket:

N = Jumlah

% = Persen

Sebaran

Tempat Tempat Tahun

Pekerjaan

Keterangan Beresiko

Tidak Beresiko

N % N %

Pulau Jawa

RSPAWS 2016 9 30 21 70 Beresiko = 30-100%

RSPGPC 2017 32 53,4 28 46,6

RSPJ 2015 12 100 - -

RSUDKJU 2013 54 77,1 16 22,9

Tidak Beresiko 22,9- 70%

BBKPMS 2017 85 100 - -

Luar Pulau Jawa

RSUDAAP 2016 55 91,7 5 8,3

RSTTPS 2016 70 82 15 18

RSHAMM,RSDP 2016 157 100 - - Beresiko

Beres82-100%

RSUDSP 2013 48 94,1 3 5,9

Tidak Beresiko = 5,9-18%

TOTAL 531 85,7 88 14,2

Beresiko = 85,7 Tidak Beresiko

14,2

11

Gambar 11 . Diagram Pie Distribusi Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia Periode

Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2018, Berdasarkan Pekerjaan Penderita.

Berdasarkan data menunjukkan dari total perbandingan rumah sakit di Pulau Jawa dan di rumah sakit di luar Pulau Jawa terdapat perbedaan secara signifikan hasil kesimpulan yang didapatkan dimana penelitian yang dilakukan oleh Tyas Shinta Anggraeni di RS dr.Ario Wirawan Salatiga yang satu satunya memperlihatkan. bahwa frekuensi pekerjaan tidak beresiko (70%) lebih besar yang terserang PPOK daripada yang beresiko (30%) Sedangkan yang berada diluar Pulau Jawa semuanya melaporkan bahwa proporsi tertinggi kejadian PPOK pada orang yang

86%

14%

Proporsi Distribusi (%)

Beresiko Tidak beresiko

12

memiliki pekerjaan yang beresiko lebih besar (82- 100%) dari yang tidak beresiko (5,9-18%) . Secara mayoritas dari 10 penelitian didapatkan proporsi terjadinya PPOK pada orang yang memiliki pekerjaan yang beresiko lebih besar (85,7%) dibanding yang tidak beresiko (14,2%).

Namun, perbandingan antara proporsi Luar Pulau Jawa lebih besar pada orang bekerja (93,64%) dibanding proporsi orang yang bekerja di Pulau Jawa (75,59%).

Pekerjaan menjadi salah satu faktor yang memegang peranan signifikan terhadap angka kejadian PPOK.Menurut penelitian Suryadinata(2018) bagi pekerja industri dipengaruhi oleh polutan organik yaitu debu organic dan bakteri atau toxin dari jamur, lingkungan industri dan industri tekstil yang berasal dari konstruksi gedung, bahan kimia pabrik, industri kayu,industri besi,tambang, dan sebagainya diperkirakan mencapai 19%.

Beberapa penelitian juga telah dilaksanakan dan ditemukan bahwa paparan kronik di kota dan polusi udara berkontribusi menurunkan proses fungsi paru disebabkan karena faktor lingkungan secara terperinci dihubungkan sebagai trend peningkatan polusi udara11.

13

Keterangan:

RSURPM : RSU Royal Prima Medan

RSUPDMD : RSUP dr.M.Djamil

RSUPAWS : RSP dr.Ario Wirawan Salatiga

RSUDSP : RSUD dr.Soedarso Pontianak

RSUDKJU : RS Koja Jakarta Utara

RSUDAWS : RSUD Abdul Wahab Sjahranie

RSUDAAP : RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

RSTTPS : RS Tentara Tingkat IV Pematang Siantar RSTPHM : RS Tingkat II Putri Hijau Medan

RSPJ : RSP Jember

RSPGPC : RS M.Partowidigdo Goenawan Cisarua Bogor

RSIB : Rumah Sakit Immanuel Bandung

RSHAMM,RSDP : RSH Adam Malik Medan, RS dr.Pringadi RSAASP : Rumah Sakit Asy-Syafii Pamekasan

PLKK : Puskesmas Lepo- Lepo Kendari

PKM : Puskesmas Mandala

BBKPMS : Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta

14

BAB VI

Dokumen terkait