BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 BBLR
2.3.6 Diagnosis
- Umur ibu, kemungkinan akan dijumpai ibu dengan usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
- Hari pertama haid terakhir (HPHT)
- Riwayat persalinan sebelumnya apakah dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus, lahir mati, pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan.
- Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
- Kenaikan berat badan ibu selama hamil sangat lambat
- Aktivitas, penyakit yang diderita, dan obat-obatan yang diminum selama hamil.
2. Pemeriksaan Fisis - Pemeriksaan APGAR Score
Tabel 2.1 APGAR Score
Keterangan: tidak asfiksia ≥ 7, asfiksia ringan-sedang 4-6, asfiksia berat ≤ 3 Asfiksia neonatorum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Asfiksia Ringan (Vigorous baby)
Skor apgar 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. Asfiksia Sedang (Mild-moderate asphyxia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali per menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat (severe asphyxsia)
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali per menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
Keterangan 0 1 2
A
Appearance (warna kulit)
Seluruh tubuh biru/pucat
Tubuh kemerahan, ekstremitas biru
Seluruh tubuh kemerahan
P
Pulse
(laju jantung) Tidak ada < 100 x/menit
> 100 x/menit, bayi terlihat bugar G
Grimace
(refleks) Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan A
Activity
(tonus otot) Lumpuh
Ekstremitas fleksi
sedikit Gerakan aktif
R
Respiration (usaha bernapas)
Tidak ada Lambat Menangis kuat
- Berat badan bayi < 2500 gram
- Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan) seperti tulang rawan telinga belum terbentuk, refleks lemah, jaringan lemak bawah kulit sedikit, kulit tipis, merah dan transparan.
- Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan) seperti tengkorak kepala keras, gerakan cukup aktif dan tangisan cukup kuat, daya mengisap cukup kuat, kulit keriput, lemak bawah kulit tipis.10
- Pemeriksaan skor Ballard (New Ballard Score).
Dilakukan untuk menilai usia gestasi berdasarkan maturitas neuromuskular dan maturitas fisik. Total skor pada maturitas neuromuskular dijumlahkan dengan total skor maturitas fisik, kemudian dikonversi ke perkiraan usia gestasi dalam satuan minggu.
Tabel 2.2. The New Ballard Score (Neuromuscular Maturity)
Tabel 2.3. The New Ballard Score (Physical Maturity)
1
0
4
2
3
3
13
- Tes kocok (shake test) dianjurkan untuk bayi kurang bulan untuk melihat ada tidaknya sindrom gangguan pernapasan.
- Bila perlu (sesuai kondisi klinis) dan fasilitas tersedia, diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.
- Foto rontgen dada diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dan mengalami sindrom gangguan napas.
- USG kepala terutama pada bayi dengan kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 2 hari unutk mengetahui adanya hidrosefalus atau perdarahan intrakranial.
2.3.7 Penatalaksanaan BBLR
Penatalaksanaan umum awal bayi dengan berat lahir rendah sama dengan bayi normal yaitu dilakukan resusitasi neonatus. Pertama pastikan apakah bayi bernapas atau langsung menangis, serta apakah tonus ototnya baik. Jika bayi dikatakan langsung menangis dan tonus ototnya baik, maka dilanjutkan dengan perawatan rutin yaitu menjaga bayi tetap hangat, mengeringkan bayi dan sekaligus merangsang taktil, serta lanjutkan observasi pernapasan, laju denyut jantung, dan tonus.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu:
1. Pencegahan Risiko Perdarahan
Masalah perdarahan pada neonatus berhubungan dengan kurang matangnya sistem pembekuan darah saat lahir. Perdarahan pada neonatus mungkin dapat disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah abnormal atau menurun, gangguan trombosit, dan gangguan pembuluh darah. Untuk bayi dengan berat lahir rendah serta kurang bulan tentu tidak memiliki tingkat kematangan sistem organ yang sama dengan bayi cukup bulan. Sehingga risiko untuk terjadi perdarahan akan menjadi lebih besar.
Pencegahan perdarahan untuk setiap bayi baru lahir dapat dilakukan dengan cara memberikan injeksi vitamin K1 1 mg secara intramuskular pada paha kiri sesaat setelah lahir.
2. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi
Bayi dengan berat badan lahir rendah dirawat didalam inkubator. Inkubator yang modern dilengkapi dengan alat pengukur suhu dan kelembapan agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi bila inkubator dibersihkan.
Kemampuan bayi BBLR dan bayi sakit untuk hidup lebih besar bila mereka dirawat pada atau mendekati suhu lingkungan yang netral. Suhu ini ditetapkan dengan mengatur suhu permukaan yang terpapar radiasi, kelembaban relatif, dan aliran udara sehingga produksi panas (yang diukur dengan komsumsi oksigen) sesedikit mungkin dan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal.
Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang dan komsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5 – 37 °C. Dalam keadaan tertentu bayi yang sangat prematur tidak hanya memerlukan inkubator untuk mengatur suhu tubuhnya tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas atau topi maupun pakaian.
3. Pengaturan dan Pengawasan Intake
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan cairan dan kalori bayi BBLR. Pemberian cairan secara hati-hati dalam memenuhi kebutuhan fisiologis akan memberi dampak positif pada fungsi kardiovaskular dan intestinal, tanpa menyebabkan dehidrasi yang signifikan.14
Pemenuhan cairan bisa dilakukan dengan cara enteral dan parenteral. Bila reflek menetek dan menelan belum ada yang disertai dengan mual muntah, pemberian cairan dilakukan dengan cara parenteral. Bila reflek menetek dan menelan sudak baik pemberian cairan dilakukan secara enteral. Kecukupan cairan parenteral dengan BB < 1500 gram, mulai dengan 80-90 mL/KgBB/hari naik bertahap 10-20 mL/KgBB/hari pada hari berikutnya sampai jumlah maksimum 160-180 mL/KgBB/hari. Untuk BB ≥ 1500 gram mulai dengan 60-80 mL/KgBB/hari naik bertahap 10-20 mL/KgBB/hari pada hari berikutnya sampai jumlah maksimum
140- 160 mL/KgBB/hari. Kecukupan cairan secara enteral diberikan 135-200 mL/KgBB/hari.15
Pemberian kalori pada hari pertama pasca lahir harus dapat memenuhi kebutuhan basal metabolic rate (BMR) yaitu 50kkal/KgBB/hari. Pemberian meningkat bertahap 25-30 kkal/KgBB/hari sampai tercapai kecukupan kalori selama pemberian nutrisi parenteral total (NPT) yaitu 90-100 kkal/KgBB/hari.
Pemberian kalori untuk mencapai pertumbuhan optimal selama pemberian enteral nutrisi adalah 115- 120/kkal/KgBB/hari.15
ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu menghisap dan menelan. ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI adalah pilihan yang harus didahulukan untuk diberikan. ASI juga dapat dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Bila reflek menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde ke lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 135- 200 mL/kgBB/hari. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusus bayi BBLR.14,15
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam inkubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur inkubator
harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku.14
Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dalam mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol atau menyusui pada ibunya, makanan diberikan melalui Oro Gastric Tube (OGT). Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan berat badan lebih rendah.14,15
4. Pencegahan Infeksi
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Untuk mencegah terjadinya penularan infeksi dari ibu seperti infeksi hepatitis B, bayi yang baru lahir bisa diberikan imunisasi Imunisasi Hepatitis B pertama (HB 0) diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah pemberian injeksi vitamin K1 secara intramuskular, untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan kerusakan hati.
Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptis dan antiseptik alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat.14
5. Pengawasan Jalan Nafas
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchioles, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli.
Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta.
Dalam kondisi seperti ini, diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernafasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.7,14 2.3.8 Perawatan dan Pemantauan (Monitoring) BBLR
1. Perawatan Di Rumah Sakit
Pada bayi BBLR yang harus dilakukan tindakan penanganan di rumah sakit, juga tergantung pada kondisi bayi masing-masing. Namun, tindakan yang dilakukan oleh tim medis pada bayi dengan BBLR akan segera diperiksa fungsi organ-organ tubuhnya terutama paru-paru dan jantung. Sebelum mencapai berat
yang cukup, bayi BBLR biasanya memerlukan perawatan intensif dalam inkubator.
Salah satu penyebabnya, bayi bertubuh kecil sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Oleh sebab itulah, bayi perlu dimasukkan ke kotak kaca yang bisa diatur kestabilan suhunya.
Tidak ada patokan pasti untuk lama perawatan bayi BBLR di rumah sakit. Bayi dengan berat 1.000 gram, misalnya, memerlukan perawatan seksama dan bertahap sehingga bisa satu bulan lebih harus berada dalam inkubator. Lama perawatan lebih ditentukan oleh kemampuan bayi beradaptasi dengan lingkungan, seperti tidak ada lagi gangguan pernafasan, suhu tubuh telah stabil dan bayi sudah punya refleks isap dan menelan yang baik. Sebelum pulang, bayi sudah harus mampu minum sendiri dengan botol maupun puting susu ibu. Selain itu, kenaikan berat badannya telah berkisar 10-30 gram/hari dan suhu tubuh tetap normal di ruangan biasa. Bayi juga tidak menderita gangguan pernafasan lagi dan tidak membutuhkan oksigen serta obat-obatan yang diberikan melalui pembuluh darah atau infuse.7,14,15
2. Perawatan Di Rumah
Orang tua terutama ibu, secara fisik dan psikologis harus mampu dan siap merawat bayinya di rumah. Ibu harus dapat menguasai cara memberi ASI dengan benar, cara memandikan, merawat tali pusat, mengganti popok, memberi Pendamping ASI (PASI), juga menjaga kebersihan dan lingkungan yang optimal untuk tumbuh kembang bayi. Ibu harus percaya diri dan berani merawat bayinya
sendiri, karena dari situlah akan terjadi kontak untuk menciptakan bonding antara ibu dan bayi.7
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua saat merawat bayi BBLR di rumah, yaitu sebagai berikut: (a) Perhatikan suhu,(b) beri minum dengan porsi kecil tapi sering, (c) utamakan pemberian ASI (Air Susu Ibu), (d) pemberian imunisasi, (e) lakukan banyak sentuhan, (f) hindarkan kontak terhadap orang/lingkungan yang berisiko tinggi, (g) cuci tangan sebelum memegang bayi, (h) pakailah masker bila kondisi badan sakit sebelum memegang bayi, (i) lakukan pemijatan bayi secara rutin (tanyakan dokter tentang caranya), (j) beri vitamin.7,14
3. Pemantauan (monitoring) BBLR 1. Pemantauan saat dirawat
Pantau berat badan bayi secara periodik yaitu: (a) Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir ≥ 1.500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir < 1500 gram), dan bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari: (a) Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari, (b) tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari, (c) apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari.14,15
2. Pemantauan setelah pulang
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah atau mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut: (a) Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan, (b) hitung umur koreksi, (c) pertumbuhan yang meliputi berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala, (d) tes perkembangan yaitu Denver development screening test (DDST), (e) awasi adanya kelainan bawaan.14
2.3.9 Masalah Kelahiran BBLR 1. Hipotermi
Salah satu masalah utama BBLR adalah mempunyai suhu yang tidak stabil dan cenderung hipotermia (suhu < 36,5 °C). Suhu yang cenderung hipotermia disebabkan oleh produksi panas yang kurang dan kehilangan panas dengan cepat.
Produksi panas kurang karena sirkulasi panas tubuh belum sempurna, respirasi lemah, konsumsi oksigen yang rendah, otot yang belum aktif, serta kurang asupan makanan. Kehilangan panas terjadi akibat dari permukaan tubuh yang relatif lebih luas dan kurangnya lemak subkutan. Mekanisme kehilangan panas pada bayi dapat terjadi melalui konduksi, evaporasi, konveksi, dan radiasi.14,16
2. Hipoglikemi
Gula darah berfungsi sebagai makanan otak dan membawa oksigen ke otak. Jika asupan glukosa ini kurang, akibatnya sel-sel syaraf di otak mati dan memengaruhi
kecerdasan bayi kelak. BBLR membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir dan minum sangat sering (setiap 2 jam) pada minggu pertama.
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam pertama dalam kadar 40 mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress dingin akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektifitas ventilasi paru menurun sehingga kadar oksigen darah berkurang. Hal ini menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat pada penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi hipoglikemi. Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi.7,14,16
Hipoglikemi juga bisa terjadi karena ada masalah dalam pemberian ASI.
Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah, lambungnya kecil dan tidak dapat mengisap.
Bayi dengan BBLR sering mendapatkan ASI dengan bantuan, membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit tetapi sering. Bayi BBLR dengan
kehamilan ≥ 35 minggu dan berat lahir ≥ 2000 gram umumnya bisa langsung menyusui.14,16
3. Infeksi Neonatus
Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan pembentukan antibodi menjadi terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita infeksi.
Bayi berat lahir rendah terutama BKB sangat rentan terhadap infeksi terutama infeksi nosocomial. Hal ini disebabkan oleh kadar imunoglobulin serum yang rendah, aktivitas bakterisidal neutrofil dan efek sitotoksik limfosit juga masih rendah. Risiko infeksi nosokomial meningkat apabila beberapa bayi dirawat bersama dalam satu inkubator, bayi terlalu lama dirawat di rumah sakit, serta rasio perawat-pasien yang tidak seimbang.
Faktor risiko infeksi pada neonatus dibagi menjadi 2 yaitu risiko mayor dan risiko minor. Faktor risiko mayor meliputi ibu demam suhu >38°C, ketuban pecah dini >24 jam, korioamniotis, fetal distress DJJ > 160x/menit atau DJJ < 100x/menit, ketuban hijau. Sedangkan faktor infeksi minor meliputi ketuban pecah dini >12 jam,
asfiksia (1’<5, 5’<7), BBLSR, usia kehamilan <37 minggu, gemelli, keputihan, tersangka ISK, ibu demam suhu 37,5°C.10,16
4. Sindroma Gangguan Pernapasan
Bayi BBLR bisa kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia lahir. Bayi BBLR membutuhkan kecepatan dan keterampilan resusitasi.
Gangguan nafas yang sering terjadi pada bayi BBLR kurang bulan (masa gestasi yang pendek) adalah penyakit membran hialin, dimana angka kematian ini menurun dengan meningkatnya umur kehamilan. Membran hialin ini jarang terjadi pada bayi besar yang lahir pada waktunya kecuali bayi yang lahir dengan bedah sesar dan bayi dari ibu penderita diabetes mellitus. Penyakit membran hialin disebabkan karena defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah sehingga mudah terjadi apneu. Apneu didefinisikan sebagai periode tak bernapas selama lebih dari 20 detik dan disertai bradikardia. Kelainan ini dapat ditemukan pada pemantauan yang teliti dan terus menerus. Semua bayi dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu harus secara rutin dan terus menerus dipantau sampai apneu itu hilang selama satu minggu. Disamping itu lemahnya reflek batuk, hisap, dan menelan dapat mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi.
Sedangkan gangguan nafas yang sering terjadi pada bayi BBLR lebih bulan adalah aspirasi mekonium. Selain itu, pada bayi BBLR dapat mengalami gangguan
pernafasan oleh karena bayi menelan air ketuban sehingga masuk ke dalam paru- paru dan kemudian mengganggu pernafasannya.7,16,17
5. Masalah Kardiovaskular
Lebih dari 50% prematur menderita perdarahan intraventrikuler yang disebabkan karena bayi prematur sering menderita apnoe, asfiksia berat dan syndrome gangguan pernafasan. Akibatnya bayi menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperapnoe menyebabkan aliran darah ke otak bertambah yang akan lebih banyak dan tidak ada otoregulasi serebral pada bayi prematur sehingga mudah terjadi perdarahan pembuluh kapiler yang rapuh dan ischemia di lapisan germinal yang terletak di dasar ventrikel lateralis antara nukleus kaudatus dan ependin.
Perdarahan pada neonatus mungkin dapat disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah abnormal atau menurun, gangguan trombosit, dan gangguan pembuluh darah. Faktor yang berperan serta dalam masalah perdarahan pada bayi BBLR antara lain adalah: (a) Meningginya fragilitas kapiler, arteri, dan jaringan kapiler vena dalam jaringan germinal paraventrikular yang mudah rusak, dan (b) Meningginya tekanan vascular.
Masalah lain pada sistem kardiovaskular yang sering terjadi adalah anemia. Anemia fisiologik pada bayi BBLR disebabkan oleh supresi eritropoesis pasca lahir, persediaan besi janin yang sedikit, serta bertambah besarnya volume darah sebagai akibat pertumbuhan yang relatif lebih cepat. Oleh karena itu, anemia pada bayi
BBLR terjadi lebih dini. Kehilangan darah pada janin atau neonatus akan memperberat anemianya. Persediaan zat besi pada neonatus termasuk bayi dengan BBLSR biasanya mencukupi sampai berat badannya menjadi 2 kali berat lahir.7,16
6. Ikterus
Ikterus adalah warna kulit kuning yang merupaka tanda klinis dari hiperbilirubinemia. Hiperbilirubunemia adalah alah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik.
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Frekuensi ikterus pada bayi cukup bulan dan kurang bulan ialah secara berurut 50-60% dan 80%. Bayi dengan hiperbilirubinemia tampak kuning akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna kuning pada sklera dan kulit.
Pada janin, tugas mengeluarkan bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta, dan bukan oleh hati. Setelah bayi lahir, tugas ini langsung diambil alih oleh hati, yang memerlukan sampai beberapa minggu untuk penyesuaian. Selama selang waktu tersebut, hati bekerja keras untuk mengeluarkan bilirubin dari darah. Walaupun demikian, jumlah bilirubin yang tersisa masih menumpuk di dalam tubuh. Oleh karena bilirubin berwarna kuning, maka jumlah bilirubin yang berlebihan dapat memberi warna pada kulit, sklera, dan jaringan-jaringan tubuh lainnya.
Etiologi ikterus yang sering ditemukan ialah: hiperbilirubinemia fisiologik, inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus, dan polisitemia/hiperviskositas. Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase, sferositosis kongenital, sindrom Lucey-Driscoll, penyakit Crigler-Najjar, hipotiroid, dan hemoglobinopati.18,19
BAB III