• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diferensial dan Aproksimasi

Dalam dokumen DASAR-DASAR KALKULUS (Halaman 81-86)

BAB III TURUNAN

3.7. Diferensial dan Aproksimasi

74 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s d. 4π‘₯π‘₯2+ 7π‘₯π‘₯𝑦𝑦2= 2𝑦𝑦3 e. √5π‘₯π‘₯𝑦𝑦+ 2𝑦𝑦=𝑦𝑦2+π‘₯π‘₯𝑦𝑦3 f. π‘₯π‘₯𝑦𝑦+ sin(π‘₯π‘₯𝑦𝑦) = 1

2. Tentukan persamaan garis singgung sesuai dengan titik yang telah ditentukan:

a. π‘₯π‘₯3𝑦𝑦+𝑦𝑦3π‘₯π‘₯= 30 di titik (1, 3) b. sin(π‘₯π‘₯𝑦𝑦) =𝑦𝑦 di titik (πœ‹πœ‹2, 1) c. π‘₯π‘₯23βˆ’ 𝑦𝑦23βˆ’2𝑦𝑦= 2 di titik (1,βˆ’1) 3. Tentukan 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑

a. 𝑦𝑦= 3π‘₯π‘₯53+√π‘₯π‘₯ b. 𝑦𝑦= √π‘₯π‘₯3 +3βˆšπ‘‘π‘‘1

c. 𝑦𝑦= √3π‘₯π‘₯3 2βˆ’4π‘₯π‘₯ d. 𝑦𝑦= 1

(𝑑𝑑3+2𝑑𝑑)23

e. 𝑦𝑦=√π‘₯π‘₯2+ sinπ‘₯π‘₯ f. 𝑦𝑦= 3βˆšπ‘‘π‘‘2+sin 𝑑𝑑1

g. 𝑦𝑦= √1 + cos(π‘₯π‘₯4 2+ 2π‘₯π‘₯)

4. Apabila 𝑠𝑠2𝑑𝑑+π‘Ÿπ‘Ÿ3= 1 maka tentukan 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 5. Apabila 𝑦𝑦= sin(π‘₯π‘₯2) + 2π‘₯π‘₯3 maka tentukan 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 75

1. Definisi Diferensial:

Misalkan 𝑦𝑦=𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) adalah fungsi terdiferensiasi dari variabel bebas π‘₯π‘₯.

βˆ†π‘₯π‘₯ adalah pertambahan sebarang dalam variabel bebas π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ disebut diferensial variabel bebas π‘₯π‘₯, adalah sama dengan βˆ†π‘₯π‘₯

βˆ†π‘₯π‘₯ adalah perubahan sebenarnya dalam variabel 𝑦𝑦 ketika π‘₯π‘₯ berubah dari π‘₯π‘₯ π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜ π‘₯π‘₯+βˆ†π‘₯π‘₯ yaitu 𝑦𝑦=𝑓𝑓(π‘₯π‘₯+βˆ†π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)

𝑑𝑑𝑦𝑦 disebut diferensial variabel tak bebas 𝑦𝑦, didefinisikan oleh 𝑑𝑑𝑦𝑦=𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯)𝑑𝑑π‘₯π‘₯ Contoh:

Tentukan 𝑑𝑑𝑦𝑦 apabila:

(1) 𝑦𝑦=π‘₯π‘₯3βˆ’3π‘₯π‘₯+ 1 (2) 𝑦𝑦=√π‘₯π‘₯2+ 3π‘₯π‘₯

(3) 𝑦𝑦= sin(π‘₯π‘₯4βˆ’3π‘₯π‘₯2+ 11) Penyelesaian:

Apabila telah mengetahui bagaimana menghitung turunan maka tahu bagaimana menghitung diferensial, sehingga cukup menghitung turunan dan mengalikannya dengan 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

(1) 𝑦𝑦=π‘₯π‘₯3βˆ’3π‘₯π‘₯+ 1 maka:

𝑑𝑑𝑦𝑦= (3π‘₯π‘₯2βˆ’3)𝑑𝑑 (2) 𝑦𝑦=√π‘₯π‘₯2+ 3π‘₯π‘₯ maka:

𝑦𝑦= (π‘₯π‘₯2+ 3π‘₯π‘₯)12

𝑑𝑑𝑦𝑦=1

2(π‘₯π‘₯2+ 3π‘₯π‘₯)βˆ’12(2π‘₯π‘₯+ 3)𝑑𝑑π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑𝑦𝑦=1

2βˆ™ 2π‘₯π‘₯+ 3

(π‘₯π‘₯2+ 3π‘₯π‘₯)βˆ’12𝑑𝑑π‘₯π‘₯= 2π‘₯π‘₯+ 3 2√π‘₯π‘₯2+ 3π‘₯π‘₯𝑑𝑑π‘₯π‘₯

76 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

(3) 𝑦𝑦= sin(π‘₯π‘₯4βˆ’3π‘₯π‘₯2+ 11) maka:

𝑑𝑑𝑦𝑦= cos(π‘₯π‘₯4βˆ’3π‘₯π‘₯2+ 11)βˆ™(4π‘₯π‘₯3βˆ’6π‘₯π‘₯)𝑑𝑑π‘₯π‘₯

Perhatikan bahwa dapat dikatakan:

𝑑𝑑𝑦𝑦=𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯)𝑑𝑑π‘₯π‘₯

𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) =𝑑𝑑𝑦𝑦 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

Sehingga dapat dilustrasikan aturan-aturan dalam tabel berikut:

N0 ATURAN TURUNAN ATURAN DIFERENSIAL

1 𝑑𝑑𝑑𝑑

𝑑𝑑π‘₯π‘₯= 0 𝑑𝑑𝑑𝑑= 0

2 𝑑𝑑(π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜)

𝑑𝑑π‘₯π‘₯ =π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜

𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑(π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜) =𝑑𝑑 π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜

3 𝑑𝑑(π‘˜π‘˜+𝑣𝑣)

𝑑𝑑π‘₯π‘₯ =π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯+𝑑𝑑𝑣𝑣

𝑑𝑑π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑(π‘˜π‘˜+𝑣𝑣) =π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜+𝑑𝑑𝑣𝑣

4 𝑑𝑑(π‘˜π‘˜π‘£π‘£)

𝑑𝑑π‘₯π‘₯ =π‘˜π‘˜π‘‘π‘‘π‘£π‘£ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯+π‘£π‘£π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜

𝑑𝑑π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑(π‘˜π‘˜π‘£π‘£) =π‘˜π‘˜ 𝑑𝑑𝑣𝑣+𝑣𝑣 π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜ 5 𝑑𝑑 (π‘˜π‘˜π‘£π‘£)

𝑑𝑑π‘₯π‘₯ =𝑣𝑣 (π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜π‘‘π‘‘π‘₯π‘₯) βˆ’ π‘˜π‘˜ (𝑑𝑑𝑣𝑣 𝑑𝑑π‘₯π‘₯)

𝑣𝑣2 𝑑𝑑 (π‘˜π‘˜

𝑣𝑣)=𝑣𝑣 π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜ βˆ’ π‘˜π‘˜ 𝑑𝑑𝑣𝑣 𝑣𝑣2

6 𝑑𝑑(π‘˜π‘˜π‘›π‘›)

𝑑𝑑π‘₯π‘₯ =π‘›π‘›π‘˜π‘˜π‘›π‘›βˆ’1π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜

𝑑𝑑π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑(π‘˜π‘˜π‘›π‘›) =π‘›π‘›π‘˜π‘˜π‘›π‘›βˆ’1π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜

2. Aproksimasi

Diferensial mempermainkan beberapa peranan, tetapi saat ini penggunaan utamanya yaitu dalam penyediaan aproksimasi. Misalkan, 𝑦𝑦=𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) yang tampak dalam gambar berikut:

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 77

Pertambahan βˆ†π‘₯π‘₯ menghasilkan pertambahan yang berkorespondensi βˆ†π‘¦π‘¦ dalam 𝑦𝑦 yang dapat dihampiri oleh 𝑑𝑑𝑦𝑦, sehingga 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯+βˆ†π‘₯π‘₯) dihampiri oleh:

𝑓𝑓(π‘₯π‘₯+βˆ†π‘₯π‘₯) =𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) +𝑑𝑑𝑦𝑦=𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) +𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)βˆ†π‘₯π‘₯

Rumus tersebut sebagai acuan dalam menyelesaian permaslahan yang ada.

Contoh:

(1) Misalkan Anda memmerlukan aproksimasi yang baik terhadap √4, 6 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 √8, 2 tetapi kalkulutor Anda mati. Apa yang mungkin Anda kerjakan?

(2) Gunakan diferensial untuk mengaproksimasikan pertambahan luas sebuah gelombang sabun pada saat jari-jarinya bertambah dari 3 inci menjadi 3,25 inci.

Penyelesaian:

(1) Tinjau grafik 𝑦𝑦=√π‘₯π‘₯ yang disketsakan dalam gambar berikut:

Ketika π‘₯π‘₯ berubah dari 4 ke 4,6 maka √π‘₯π‘₯ berubah dari √4 = 2 ke (secara aproksimasi) √4 +𝑑𝑑𝑦𝑦.

Sehingga diperoleh:

𝑦𝑦=√π‘₯π‘₯=π‘₯π‘₯12 π‘šπ‘šπ‘‘π‘‘π‘šπ‘šπ‘‘π‘‘ 𝑑𝑑𝑦𝑦=1

2π‘₯π‘₯βˆ’12𝑑𝑑π‘₯π‘₯= 1 2√π‘₯π‘₯𝑑𝑑π‘₯π‘₯

78 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

Pada saat π‘₯π‘₯= 4 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑π‘₯π‘₯= 0,6 memiliki nilai:

𝑑𝑑𝑑𝑑= 1

2√4(0, 6) =0, 6 4 = 0,15 Sehingga diperoleh: √4, 6β‰ˆ √4 +𝑑𝑑𝑑𝑑= 2 + 0,15 = 2,15

Ketika π‘₯π‘₯ berubah dari 9 ke 8, 2 maka √π‘₯π‘₯ berubah dari √9 = 3 ke (secara aproksimasi) √9 +𝑑𝑑𝑑𝑑

Pada saat π‘₯π‘₯= 9 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=βˆ’0, 8 memiliki nilai:

𝑑𝑑=√π‘₯π‘₯=π‘₯π‘₯12 𝑑𝑑𝑑𝑑=1

2π‘₯π‘₯βˆ’12𝑑𝑑π‘₯π‘₯= 1 2√π‘₯π‘₯𝑑𝑑π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑𝑑𝑑= 1

2√9(βˆ’0, 8) =βˆ’0, 8

6 β‰ˆ βˆ’0,133

Sehingga diperoleh: √8, 2β‰ˆ √9 +𝑑𝑑𝑑𝑑 β‰ˆ3βˆ’0, 133 = 2,867

Nilai-nilai aproksimasi 2, 15 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 2, 867 boleh dibandingkan terhadap nilai-nilai yang sebenarnya hingga empat posisi decimal yaitu 2, 1448 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 2, 8636

(2) Luas gelembung bola sabun diberikan oleh 𝐴𝐴= 4πœ‹πœ‹π‘Ÿπ‘Ÿ2 maka boleh mengaproksimasi nilai sebenarnya, βˆ†π΄π΄ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘Ÿπ‘Ÿπ‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘ 𝑑𝑑𝐴𝐴 dengan:

𝐴𝐴= 4πœ‹πœ‹π‘Ÿπ‘Ÿ2 𝑑𝑑𝐴𝐴= 8πœ‹πœ‹π‘Ÿπ‘Ÿ π‘‘π‘‘π‘Ÿπ‘Ÿ

Pada π‘Ÿπ‘Ÿ= 3 dan βˆ†π‘Ÿπ‘Ÿ= 0,025 maka: 𝑑𝑑𝐴𝐴= 8πœ‹πœ‹(3)(0,025)β‰ˆ1,885 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑖𝑖𝑑𝑑 π‘π‘π‘‘π‘‘π‘Ÿπ‘Ÿπ‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘

Soal Latihan:

Tentukan 𝑑𝑑𝑑𝑑: (1) 𝑑𝑑=π‘₯π‘₯2+π‘₯π‘₯ βˆ’3 (2) 𝑑𝑑= (2π‘₯π‘₯+ 3)βˆ’4 (3) 𝑑𝑑= (sinπ‘₯π‘₯+ cosπ‘₯π‘₯)3 (4) 𝑑𝑑= (7π‘₯π‘₯2+ 3π‘₯π‘₯ βˆ’1)βˆ’32 (5) 𝑑𝑑=√(𝑑𝑑2βˆ’cos𝑑𝑑+ 2)3

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 79 BAB IV

APLIKASI TURUNAN

4.1. Maksismum dan Minimum

Misalkan diberikan suatu fungsi 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) dengan daerah asal 𝑆𝑆 maka ada tiga pertanyaan sebagai berikut:

(1) Apakah 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) memiliki nilai maksimum dan minimum pada 𝑆𝑆?

(2) Jika 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) mempunyai nilai maksimum atau minimum maka dimanakah nilai-nilai tersebut dicapai?

(3) Apabila nilai-nilai itu ada maka berapakah nilai-nilai maksimum dan minimum itu?

1. Definisi:

Misalkan 𝑆𝑆, daerah asal 𝑓𝑓, mengandung titik 𝑐𝑐. Dikatakan bahwa:

a. 𝑓𝑓(𝑐𝑐) adalah nilai maksimum 𝑓𝑓 pada 𝑆𝑆 jika 𝑓𝑓(𝑐𝑐)β‰₯ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) untuk semua π‘₯π‘₯ di 𝑆𝑆 b. 𝑓𝑓(𝑐𝑐) adalah nilai minimum 𝑓𝑓 pada 𝑆𝑆 jika 𝑓𝑓(𝑐𝑐)≀ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) untuk semua π‘₯π‘₯ di 𝑆𝑆 c. 𝑓𝑓(𝑐𝑐) adalah nilai ekstrim 𝑓𝑓 pada 𝑆𝑆 jika ia adalah nilai maksimum atau nilai

minimum

d. Fungsi yang ingin kita maksimumkan atau minimumkan adalah fungsi objektif Apakah 𝑓𝑓 mempunyai nilai maksimum (atau minimum) pada 𝑆𝑆? Jawabannya bergantung pertama-tama pada himpunan 𝑆𝑆 tersebut dengan meninjau fungsi sebagi berikut:

a. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =1π‘₯π‘₯ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑆𝑆= (0,∞); fungsi ini tidak mempunyai nilai maksimum atau minimum.

b. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =1π‘₯π‘₯ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑆𝑆= [1, 3]; fungsi ini mempunyai nilai maksimum:

𝑓𝑓(1) = 1 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑 𝑓𝑓(3) =13.

c. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =1π‘₯π‘₯ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑆𝑆= (1,3]; fungsi ini tidak mempunyai nilai maksimum dan nilai minimum 𝑓𝑓(3) =13

80 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

Jawaban juga tergantung pada jenis fungsi dengan meninjau fungsi diskontinu yang didefinisikan:

𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) ={ π‘₯π‘₯,𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 1≀ π‘₯π‘₯< 2 π‘₯π‘₯ βˆ’2,𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 2≀ π‘₯π‘₯ ≀3

Pada 𝑆𝑆= [1, 3], fungsi 𝑔𝑔 tidak mempunyai nilai maksimum (cukup dekat dengan 2 tetapi tidak pernah mencapainya) dan mempunyai nilai minimum 𝑔𝑔(2) = 0.

2. Teorema A (Teorema Keberadaan Maksimum-Minimum)

Apabila 𝑓𝑓 kontinu pada interval tertutup [𝑗𝑗,𝑏𝑏] maka 𝑓𝑓 mempunyai nilai maksimum dan nilai minimum disana.

Perhatikan kata-kata kunci dalam teorema A: 𝒇𝒇 disyaratkan harus kontinu dan himpunan 𝑺𝑺 disyaratkan harus berupa interval tertutup.

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 81 Umumnya fungsi objektif mempunyai suatu interval 𝐼𝐼 sebagai daerah asalnya, tetapi interval ini boleh berupa sebarang dari berbagai type interval. Beberapa permasalahan yaitu:

a. Misalkan 𝐼𝐼= [π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏] yang memuat kedua titik ujungnya; [π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) hanya memuat tiitk ujung kiri; (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) sama sekali tidak memuat titik ujung.

Nilai-nilai ekstrim dari fungsi yang didefinisikan pada interval tertutup seringkali terjadi pada titik-titik ujung yang tampak pada gambar berikut:

b. Jika 𝑐𝑐 sebuah titik tempat 𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) = 0 disebut titik stasioner. Nama itu dari fakta bahwa pada titik stasioner maka grafik 𝑓𝑓 mendatar katen garis singgung mendatar.

Nilai-nilai ekstrim seringkali terjadi pada titik stasioner yang tampak pada gambar berikut:

82 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

c. Jika 𝑐𝑐 merupakan titik dalam dari 𝐼𝐼 dan 𝑓𝑓′ tidak ada maka titik 𝑐𝑐 disebut titik singular. Pada titik singular maka 𝑓𝑓 memiliki sudut yang tajam, garis singgung vertical, atau berupa loncatan, atau di dekatnya grafik bergoyang sangat buruk.

Nilai-nilai ekstrim dapat terjadi pada titik-titik singular yang tampak pada gambar berikut:

d. Ketiga jenis titik yaitu titik ujung, titik stasioner dan titik singular merupakan titik- titik kunci dari teori maksimum minimum. Sebarang titik dalam daerah asal fungsi 𝑓𝑓 yang termasuk salah satu dari tiga type ini disebut titik kritis.

Contoh:

Tentukan titik-titik kritis dari 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =βˆ’2π‘₯π‘₯3+ 3π‘₯π‘₯2 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 [βˆ’12, 2]

Penyelesaian:

Titik-titik ujung adalah βˆ’12 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑 2.

Untuk mencari titik stasioner dipecahkan 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =βˆ’6π‘₯π‘₯2+ 6π‘₯π‘₯= 0 Untuk π‘₯π‘₯ diperoleh 0 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑 1. Tidak ada titik-titik singular

Jadi titik-titik kritisnya adalah βˆ’12, 0, 1 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑 2

3. Teorema B (Teorema Titik Kritis)

Misalkan 𝑓𝑓 didefinisikan pada interval 𝐼𝐼 yang memuat titik 𝑐𝑐. Jika 𝑓𝑓(𝑐𝑐) adalah nilai ekstrim maka 𝑐𝑐 haruslah berupa satu titik kriti. Dengan kata lain, 𝑐𝑐 adalah salah satu dari:

a. Titik ujung dari 𝐼𝐼

b. Titik stasioner dari 𝑓𝑓; yaitu titik dimana 𝑓𝑓′(𝑐𝑐) = 0 atau c. Titik singular dari 𝑓𝑓; yaitu titik dimana 𝑓𝑓′(𝑐𝑐) 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 83 Bukti:

Perhatikan pada kasus pertama, dengan 𝑓𝑓(𝑐𝑐) adalah nilai maksismum 𝑓𝑓 pada 𝐼𝐼 dan misalkan bahwa 𝑐𝑐 bukan titik ujung ataupun titik singular maka harus dibuktikan bahwa 𝑐𝑐 adalah titik stasioner.

Sekarang, karena 𝑓𝑓(𝑐𝑐) adalah nilai maksimum maka 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)≀ 𝑓𝑓(𝑐𝑐) untuk semua π‘₯π‘₯ dalam 𝐼𝐼 yaitu:

𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝑓𝑓(𝑐𝑐)≀0 Jika π‘₯π‘₯<𝑐𝑐 sehingga π‘₯π‘₯ βˆ’ 𝑐𝑐< 0 maka:

𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝑓𝑓(𝑐𝑐)

π‘₯π‘₯ βˆ’ 𝑐𝑐 β‰₯0 (1) Sedangkan jika π‘₯π‘₯>𝑐𝑐 maka:

𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝑓𝑓(𝑐𝑐)

π‘₯π‘₯ βˆ’ 𝑐𝑐 ≀0 (2) Tetapi 𝑓𝑓′(𝑐𝑐)π‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Ž, karena 𝑐𝑐 bukan titik singular.

Akibanya, ketika misalkan π‘₯π‘₯ β†’ π‘π‘βˆ’ dalam (1) dan π‘₯π‘₯ β†’ 𝑐𝑐+ dalam (2) maka diperoleh masing-masing 𝑓𝑓′(𝑐𝑐)β‰₯0 π‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘‘π‘‘ 𝑓𝑓′(𝑐𝑐)≀0, sehinga disimpulkan bahwa 𝑓𝑓′(𝑐𝑐) = 0 (dalam pembuktian ini berarti digunakan fakta bahwa pertidaksamaan ≀ tidak beribah pada operasi pengambilan limit.

4. Nilai Ekstrim

Dari teorema A dan B dapat disederhanakan saat menghitung nilai maksimum dan nilai minimum suatu fungsi kontinu 𝑓𝑓 pada π‘–π‘–π‘‘π‘‘π‘–π‘–π‘–π‘–π‘–π‘–π‘–π‘–π‘Žπ‘Žπ‘–π‘– 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑑𝑑𝑖𝑖𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐼𝐼.

Langkah 1: carilah titik-titik kritis 𝑓𝑓 pada 𝐼𝐼

Langkah 2: hitunglah 𝑓𝑓 pada setiap titik kritis, yang terbesar diantara nilai-nilai adalah maksimum dan yang terkecil adalah minimum

Contoh:

Tentukan nilai-nilai maksimum dan minimum dari 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯3 pada [βˆ’2, 2]

Penyelesaian:

𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) = 3π‘₯π‘₯2

Ketika π‘₯π‘₯= 0 maka 𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) = 0 maka titik kritisnya adalah π‘₯π‘₯= 0 dan titik-titik ujungnya adalah π‘₯π‘₯=βˆ’2 π‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘‘π‘‘ π‘₯π‘₯= 2.

84 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

Perhitungan 𝑓𝑓 pada titik-titik kritis menghasilkan:

𝑓𝑓(βˆ’2) =βˆ’8,𝑓𝑓(0) = 0 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑓𝑓(2) = 8

Jadi nilai maksimum 𝑓𝑓 adalah 8 (tercapai di π‘₯π‘₯= 2) dan nilai minimum adalah βˆ’8 (tercapai di π‘₯π‘₯=βˆ’2).

Perhatikan pada contoh di atas, tampak bahwa 𝑓𝑓′(0) = 0 tetapi 𝑓𝑓 tidak mencapai suatu minimum ataupun maksimum di π‘₯π‘₯= 0. Hal ini tidak bertentangan dengan teorema B karena teorema B menyatakan bahwa jika 𝑐𝑐 adalah titik kritis maka 𝑓𝑓(𝑐𝑐) adalah suatu minimum atau maksimum dan teprema B menyatakan bahwa jika 𝑓𝑓(𝑐𝑐) adalah minimum atau maksimum maka 𝑐𝑐 adalah titik kritis.

Contoh:

(1) Tentukan nilai-nilai maksimum dan minimum dari:𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = βˆ’2π‘₯π‘₯3+ 3π‘₯π‘₯2 pada [βˆ’12, 2]

(2) Fungsi 𝐹𝐹(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯23 kontinu dimana-mana. Tentukan nilai-nilai maksimum dan minimumnya pada [βˆ’1,2]

(3) Tentukan nilai maksimum dan minimum dari 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯+ 2 cosπ‘₯π‘₯ pada [βˆ’πœ‹πœ‹, 2πœ‹πœ‹]

Penyelesaian:

(1) 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = βˆ’2π‘₯π‘₯3+ 3π‘₯π‘₯2 pada [βˆ’12, 2], maka:

𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) =βˆ’6π‘₯π‘₯2+ 6π‘₯π‘₯ Titik-titik ujung adalah βˆ’12 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 2.

Untuk mencari titik stasioner dipecahkan 𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) =βˆ’6π‘₯π‘₯2+ 6π‘₯π‘₯= 0 Untuk π‘₯π‘₯ diperoleh 0 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 1. Tidak ada titik-titik singular

Diperoleh titik-titik kritisnya adalah βˆ’12, 0, 1 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 2, sehingga:

𝑓𝑓 (βˆ’1 2)= 1 𝑓𝑓(0) = 0 𝑓𝑓(1) = 1 𝑓𝑓(2) =βˆ’4

Jadi nilai maksimum adalah 1 (dicapai di βˆ’12 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 1) dan nilai minimum adalah

βˆ’4 (dicapai di 2).

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 85 (2) Fungsi 𝐹𝐹(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯23 pada [βˆ’1,2], maka:

𝐹𝐹′(π‘₯π‘₯) =2 3π‘₯π‘₯βˆ’13 sehingga diperoleh:

𝐹𝐹′(π‘₯π‘₯) =23π‘₯π‘₯βˆ’13 tidak pernah nol, tetapi 𝐹𝐹′(π‘₯π‘₯) tidak ada dan 0 π‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žβ„Ž 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜.

Titik-titik ujungnya βˆ’1 π‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘‘π‘‘ 2

𝐹𝐹(βˆ’1) = 1 𝐹𝐹(0) = 0 𝐹𝐹(2) =√43

Jadi nilai maksimum adalah √43 dan nilai minimum adalah 0

86 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

(3) Fungsi 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯+ 2 cosπ‘₯π‘₯ pada [βˆ’πœ‹πœ‹, 2πœ‹πœ‹], maka:

𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) = 1βˆ’2 sinπ‘₯π‘₯ Yang terdefinisi pada (βˆ’πœ‹πœ‹, 2πœ‹πœ‹) dan 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜sinπ‘₯π‘₯=12.

Satu-satunya dalam interval [βˆ’πœ‹πœ‹, 2πœ‹πœ‹] yang memenuhi sinπ‘₯π‘₯=12 adalah:

π‘₯π‘₯=πœ‹πœ‹

6 π‘‘π‘‘π‘˜π‘˜π‘›π‘› π‘₯π‘₯=5πœ‹πœ‹ 6 Sehingga diperoleh titik-titik kritis adalah βˆ’πœ‹πœ‹,πœ‹πœ‹6,5πœ‹πœ‹6 , 2πœ‹πœ‹ Nilai fungsi pada titik-titik kritis:

𝑓𝑓(βˆ’πœ‹πœ‹) =βˆ’2βˆ’ πœ‹πœ‹ β‰ˆ βˆ’5,14 𝑓𝑓 (πœ‹πœ‹

6)=√3 +πœ‹πœ‹

6β‰ˆ2,26 𝑓𝑓 (5πœ‹πœ‹

6)=βˆ’βˆš3 +5πœ‹πœ‹

6 β‰ˆ0,89 𝑓𝑓(2πœ‹πœ‹) = 2 + 2πœ‹πœ‹ β‰ˆ8,28

Jadi nilai maksimum adalah 2 + 2πœ‹πœ‹ (tercapai di π‘₯π‘₯= 2πœ‹πœ‹) dan nilai minimum adalah βˆ’2βˆ’2πœ‹πœ‹ (tercapai di π‘₯π‘₯=βˆ’πœ‹πœ‹).

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 87 Soal-soal latihan:

1. Telaah Konsep:

a. Suatu fungsi ………. pada suatu interval ……… akan selalu mempunyai nilai maksimum dan nilai minimum pada interval tersebut.

b. Istilah nilai …….. menyatakan suatu nilai maksimum dan minimum

c. Suatu fungsi dapat mencapai nilai ekstrim hanya pada titik kritis. Titik-titik kritis ada tiga tipe yaitu : ………, ……….. dan ……….

d. Titik stasioner untuk 𝑓𝑓 adalah sebuah nilai 𝑐𝑐 sedemikian hingga ………. dan titik singular untuk 𝑓𝑓 adalah sebuah nilai 𝑐𝑐 sehingga ………

2. Tentukan titik-titik kritis, nilai maksimum dan nilai minimum pada interval yang diberikan:

a. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯2+ 4π‘₯π‘₯+ 4 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝 𝐼𝐼= [βˆ’4,0]

b. β„Ž(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯2+ 3π‘₯π‘₯ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝 𝐼𝐼= [βˆ’2,1]

c. 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) =1π‘₯π‘₯ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝 𝐼𝐼= [βˆ’1,3]

d. β„Ž(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯4βˆ’2π‘₯π‘₯2+ 2 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝 𝐼𝐼= [βˆ’2,2]

e. 𝑓𝑓(πœƒπœƒ) = sinπœƒπœƒ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝 𝐼𝐼=[βˆ’πœ‹πœ‹4,πœ‹πœ‹4] f. 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) = √π‘₯π‘₯ 3 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝 𝐼𝐼= [βˆ’1, 27]

g. β„Ž(𝑑𝑑) = cos𝑑𝑑 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝 𝐼𝐼= [0, 8πœ‹πœ‹]

h. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =πœƒπœƒ2secπœƒπœƒ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝 𝐼𝐼=[βˆ’πœ‹πœ‹4,πœ‹πœ‹4]

3. Tentukan titik-titik kritis dan nilai ekstrim pada [βˆ’1,5] untuk masing-masing fungsi:

a. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯3βˆ’6π‘₯π‘₯2+π‘₯π‘₯+ 2 b. 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) = |𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)|

88 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s 4.2. Kemonotonan dan kecekungan

Sebagai ilustrasi untuk memahami grafik naik dan grafik turun, maka perhatikan gambar berikut:

Dari gambar tersebut dapat dikatakan bahwa 𝑓𝑓 turun di kiri 𝑐𝑐 dan naik di kanan 𝑐𝑐.

Definisi:

Misalkan 𝑓𝑓 terdefinisi pada interval 𝐼𝐼 (terbuka, atau tak satupun). Dikatakan bahwa:

a. 𝑓𝑓 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑝𝑝𝑛𝑛𝑝𝑝𝑛𝑛 𝐼𝐼, jika untuk setiap pasangan bilangan π‘₯π‘₯1 𝑝𝑝𝑛𝑛𝑛𝑛 π‘₯π‘₯2 dalam 𝐼𝐼 maka:

π‘₯π‘₯1<π‘₯π‘₯2⟹ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯1) <𝑓𝑓(π‘₯π‘₯2)

b. 𝑓𝑓 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛 𝑝𝑝𝑛𝑛𝑝𝑝𝑛𝑛 𝐼𝐼, jika untuk setiap pasangan bilangan π‘₯π‘₯1 𝑝𝑝𝑛𝑛𝑛𝑛 π‘₯π‘₯2 dalam 𝐼𝐼 maka:

π‘₯π‘₯1<π‘₯π‘₯2⟹ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯1) >𝑓𝑓(π‘₯π‘₯2)

c. 𝑓𝑓 π‘šπ‘šπ‘šπ‘šπ‘›π‘›π‘šπ‘šπ‘‘π‘‘π‘šπ‘šπ‘›π‘› π‘šπ‘šπ‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘›π‘›π‘›π‘› 𝑝𝑝𝑛𝑛𝑝𝑝𝑛𝑛 𝐼𝐼, jika 𝑓𝑓 naik pada 𝐼𝐼 atau turun pada 𝐼𝐼

1. Turunan Pertama dan Kemonotonan Perhatikan untuk diingat kembali bahwa:

a. Turunan pertama 𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) memberikan kemiringan dari garis singgung pada grafik 𝑓𝑓 di titik π‘₯π‘₯, sehingga 𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) > 0 maka garis singgung menaik ke kanan yang berarti bahwa 𝑓𝑓 menaik

b. Turunan pertama 𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) memberikan kemiringan dari garis singgung pada grafik 𝑓𝑓 di titik π‘₯π‘₯, sehingga 𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) < 0 maka garis singgung menurun ke kanan yang berarti bahwa 𝑓𝑓 menurun

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 89 Teorema A (Teorema Kemonotonan):

Misalkan 𝑓𝑓 kontinu ada interval 𝐼𝐼 dan terdefinisikan pada setiap titik dalam dari 𝐼𝐼 maka:

a. Jika 𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) > 0 untuk semua titik-dalam 𝐼𝐼 maka 𝑓𝑓 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑝𝑝𝑛𝑛𝑝𝑝𝑛𝑛 𝐼𝐼 b. Jika 𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) < 0 untuk semua titik-dalam 𝐼𝐼 maka 𝑓𝑓 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛 𝑝𝑝𝑛𝑛𝑝𝑝𝑛𝑛 𝐼𝐼

Contoh:

(1) Jika 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = 2π‘₯π‘₯3βˆ’3π‘₯π‘₯2βˆ’12π‘₯π‘₯+ 7, tentukan dimana 𝑓𝑓 naik dan dimana 𝑓𝑓 turun (2) Tentukan dimana 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) =(1+π‘₯π‘₯π‘₯π‘₯2) menaik dan menurun

Penyelesaian:

(1) Diawali dengan mencari turunan 𝑓𝑓

𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = 2π‘₯π‘₯3βˆ’3π‘₯π‘₯2βˆ’12π‘₯π‘₯+ 7 𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) = 6π‘₯π‘₯2βˆ’6π‘₯π‘₯ βˆ’12 = 6(π‘₯π‘₯2βˆ’ π‘₯π‘₯ βˆ’2)

𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) = 6(π‘₯π‘₯+ 1)(π‘₯π‘₯ βˆ’2) Selanjutnya mencari nilai π‘₯π‘₯ yang memenuhi:

(π‘₯π‘₯+ 1)(π‘₯π‘₯ βˆ’2) > 0 Dan juga yang memenuhi:

(π‘₯π‘₯+ 1)(π‘₯π‘₯ βˆ’2) < 0 Sehingga diperoleh:

π‘₯π‘₯=βˆ’1 𝑝𝑝𝑛𝑛𝑛𝑛 π‘₯π‘₯= 2

90 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

Dengan interval yaitu: (βˆ’βˆž,βˆ’1), (βˆ’1, 2), (2,∞), yang dilakukan titik-titik uji, maka:

+ - +

-1 2

Menurut teorema A diperoleh kesimpulan bahwa:

a. Fungsi naik pada (βˆ’βˆž,βˆ’1) 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 (2,∞) b. Fungsi turun pada (βˆ’1, 2)

(2) Diawali dengan mencari turunan 𝑓𝑓

𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) =(1+π‘₯π‘₯π‘₯π‘₯2) 𝑔𝑔′(π‘₯π‘₯) =(1 +π‘₯π‘₯2)βˆ’ π‘₯π‘₯(2π‘₯π‘₯)

(1 +π‘₯π‘₯2)2 = 1βˆ’ π‘₯π‘₯2

(1 +π‘₯π‘₯2)2=(1βˆ’ π‘₯π‘₯)(1 +π‘₯π‘₯) (1 +π‘₯π‘₯2)2

Karena penyebut harus selalu positif maka maka 𝑔𝑔′(π‘₯π‘₯) mempunyai tanda sama yaitu (1βˆ’ π‘₯π‘₯)(1 +π‘₯π‘₯), sehingga diperoleh:

π‘₯π‘₯=βˆ’1 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 π‘₯π‘₯= 1

Dengan interval yaitu: (βˆ’βˆž,βˆ’1), (βˆ’1,1), (1,∞), yang dilakukan titik-titik uji, maka:

- + -

-1 1

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 91 Menurut teorema A diperoleh kesimpulan bahwa:

a. Fungsi turun pada (βˆ’βˆž,βˆ’1) 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 (1,∞) b. Fungsi naik pada (βˆ’1, 1)

2. Turunan Kedua dan Kecekungan

Suatu fungsib mungkin menaik dan tetp mempunyai grafik yag sangat bergoyang dengan analisa yaitu:

a. Jika garis singgung berbelok secara tetap dalam arah yang berlawanan arah putaran jarum jam maka dikatakan grafik cekung ke atas

b. Jika garis singgung berbelok secara tetap dalam arah yang searah putaran jarum jam maka dikatakan grafik cekung ke bawah

Definisi:

Misalkan 𝑓𝑓 terdefinisi pada interval terbuka maka dikatakan bahwa 𝑓𝑓 (dan grafiknya) cenderung ke atas pada 𝐼𝐼 jika 𝒇𝒇′ menaik pada 𝐼𝐼 dan 𝑓𝑓 (dan grafiknya) cenderung ke bawah pada 𝐼𝐼 jika 𝒇𝒇′ turun pada 𝐼𝐼.

Keterkaitan dengan teorema A maka dapat dikatakan bahwa turunan kedua dari 𝑓𝑓 adalah turunan pertama dari 𝑓𝑓′, sehingga 𝑓𝑓′𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑗𝑗𝑛𝑛𝑛𝑛𝑑𝑑 𝑓𝑓′′𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑛𝑛𝑝𝑝𝑛𝑛𝑓𝑓 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑓𝑓′𝑝𝑝𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑗𝑗𝑛𝑛𝑛𝑛𝑑𝑑 𝑓𝑓′′𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛𝑑𝑑𝑝𝑝𝑛𝑛𝑓𝑓.

Teorema B (Teorema Kecekungan):

Misalkan 𝑓𝑓 terdefinisikan dua kali pada interval terbuka 𝐼𝐼 maka:

a. Jika 𝑓𝑓′′(π‘₯π‘₯) > 0 untuk semua π‘₯π‘₯ dalam 𝐼𝐼 maka 𝑓𝑓 cekung ke atas pada 𝐼𝐼 b. Jika 𝑓𝑓′′(π‘₯π‘₯) < 0 untuk semua π‘₯π‘₯ dalam 𝐼𝐼 maka 𝑓𝑓 cekung ke bawah pada 𝐼𝐼

92 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s Contoh:

(1) Dimana 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =13π‘₯π‘₯3βˆ’ π‘₯π‘₯2βˆ’3π‘₯π‘₯+ 4 menaik, menurun, cekung ke atas dan cekung ke bawah?

(2) Dimana 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) =(1+π‘₯π‘₯π‘₯π‘₯2) cekung ke atas dan dimana cekung ke bawah? Sketsalah grafiknya 𝑔𝑔.

Penyelesaian:

(1) Fungsi 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =13π‘₯π‘₯3βˆ’ π‘₯π‘₯2βˆ’3π‘₯π‘₯+ 4 dengan turunan:

𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯2βˆ’2π‘₯π‘₯ βˆ’3 = (π‘₯π‘₯+ 1)(π‘₯π‘₯ βˆ’3) 𝑓𝑓′′(π‘₯π‘₯) = 2π‘₯π‘₯ βˆ’2 = 2(π‘₯π‘₯ βˆ’1)

Untuk 𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯2βˆ’2π‘₯π‘₯ βˆ’3 = (π‘₯π‘₯+ 1)(π‘₯π‘₯ βˆ’3) maka mencari nilai π‘₯π‘₯ yaitu:

(π‘₯π‘₯+ 1)(π‘₯π‘₯ βˆ’3) > 0 Dan

(π‘₯π‘₯+ 1)(π‘₯π‘₯ βˆ’3) < 0 Sehingga diperoleh:

π‘₯π‘₯=βˆ’1 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 π‘₯π‘₯= 3 Sehingga intervalnya:

(βˆ’βˆž, 1], (βˆ’1, 3), [3,∞)

+ - +

-1 3

Diperoleh kesimpulan bahwa:

a. Fungsi 𝑓𝑓 menaik pada (βˆ’βˆž, 1]𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 [3,∞) b. Fungsi 𝑓𝑓 turun pada (βˆ’1, 3)

Untuk 𝑓𝑓′′(π‘₯π‘₯) = 2π‘₯π‘₯ βˆ’2 = 2(π‘₯π‘₯ βˆ’1) maka mencari nilai π‘₯π‘₯ yaitu:

2(π‘₯π‘₯ βˆ’1) > 0 Dan

2(π‘₯π‘₯ βˆ’1) < 0 Sehingga diperoleh: π‘₯π‘₯= 1

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 93 Dengan intervalnya:

(βˆ’βˆž, 1)𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 (1,∞)

+ - 1

Diperoleh kesimpulan bahwa:

a. Fungsi 𝑓𝑓 cekung ke bawah pada (-∞, 1) b. Fungsi 𝑓𝑓 cekung ke atas pada (1,∞)

(2) Fungsi 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) =(1+π‘₯π‘₯π‘₯π‘₯2)

𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) =(1+π‘₯π‘₯π‘₯π‘₯2) 𝑔𝑔′(π‘₯π‘₯) =(1 +π‘₯π‘₯2)βˆ’ π‘₯π‘₯(2π‘₯π‘₯)

(1 +π‘₯π‘₯2)2 = 1βˆ’ π‘₯π‘₯2

(1 +π‘₯π‘₯2)2=(1βˆ’ π‘₯π‘₯)(1 +π‘₯π‘₯) (1 +π‘₯π‘₯2)2

Karena penyebut harus selalu positif maka 𝑔𝑔′(π‘₯π‘₯) mempunyai tanda sama yaitu (1βˆ’ π‘₯π‘₯)(1 +π‘₯π‘₯), sehingga diperoleh:

π‘₯π‘₯=βˆ’1 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 π‘₯π‘₯= 1

94 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

Dengan interval yaitu: (βˆ’βˆž,βˆ’1), (βˆ’1,1), (1,∞), yang dilakukan titik-titik uji, maka:

- + -

-1 1

Menurut teorema A diperoleh kesimpulan bahwa:

a. Fungsi turun pada (βˆ’βˆž,βˆ’1) 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 (1,∞) b. Fungsi naik pada (βˆ’1, 1)

Untuk turunan kedua:

𝑔𝑔′(π‘₯π‘₯) = 1βˆ’ π‘₯π‘₯2 (1 +π‘₯π‘₯2)2

𝑔𝑔′′(π‘₯π‘₯) =(1 +π‘₯π‘₯2)2(βˆ’2π‘₯π‘₯)βˆ’(1βˆ’ π‘₯π‘₯2)(2)(1 +π‘₯π‘₯2)(2π‘₯π‘₯) (1 +π‘₯π‘₯2)4

=(1 +π‘₯π‘₯2)[(1 +π‘₯π‘₯2)(βˆ’2π‘₯π‘₯)βˆ’(1βˆ’ π‘₯π‘₯2)(1 +π‘₯π‘₯2)(2π‘₯π‘₯)]

(1 +π‘₯π‘₯2)4

=2π‘₯π‘₯3βˆ’6π‘₯π‘₯

(1 +π‘₯π‘₯2)3=2π‘₯π‘₯(π‘₯π‘₯2βˆ’3) (1 +π‘₯π‘₯2)3

Karena penyebut selalu positif maka hanya perlu menyelesaikan:

2π‘₯π‘₯(π‘₯π‘₯2βˆ’3) > 0 Sehingga diperoleh:

π‘₯π‘₯=βˆ’βˆš3,π‘₯π‘₯= 0 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 π‘₯π‘₯=√3

Dengan interval (βˆ’βˆž,βˆ’βˆš3),(βˆ’βˆš3, 0),(0,√3), (√3,∞) dengan dilakukan titik-titik uji:

- + - + -√3 0 √3

Diperoleh kesimpulan bahwa:

a. Fungsi 𝑓𝑓 cekung ke bawah pada (βˆ’βˆž,βˆ’βˆš3) 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 (0,√3) b. Fungsi 𝑓𝑓 cekung ke atas pada (βˆ’βˆš3, 0) 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 (√3,∞)

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 95 Sketsa grafik:

3. Titik Belok

Misalkan 𝑓𝑓 kontinu di 𝑐𝑐, maka (𝑐𝑐,𝑓𝑓(𝑐𝑐)) merupakan suatu titik belok (inflection point) dari grafik 𝑓𝑓 jika 𝑓𝑓 cekung ke atas pada suatu sisi dan cekung ke bawah pada sisi lainnya dari 𝑐𝑐, dengan beberapa kemungkinan:

Titik-titik dimana 𝑓𝑓′′′(π‘₯π‘₯) = 0 atau dimana 𝑓𝑓′′′(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 merupakan calon-calon titik belok. Kata calon berarti ada kemungkinan berhasil atau gagal sebagai ttitik belok, misalnya titik dengan 𝑓𝑓′′′(π‘₯π‘₯) = 0 mungkin gagal menjadi suatu titik belok.

96 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s Contoh:

(1) Untuk 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯4 dengan gambar berikut:

Diperoleh bahwa benar 𝑓𝑓′′′(π‘₯π‘₯) = 0 π‘šπ‘šπ‘šπ‘šπ‘šπ‘šπ‘šπ‘š 𝑓𝑓′′′(0) = 0, tetapi titik asal bukan titik belok. Hal ini karena dalam mencar titik belok, diawali dengan mengenali apakah titik-titik dengan sifat 𝑓𝑓′′′(π‘₯π‘₯) = 0 (dan titik dimana 𝑓𝑓′′′(π‘₯π‘₯) π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘šπ‘šπ‘šπ‘š π‘šπ‘šπ‘‘π‘‘π‘šπ‘š), selanjutnya memeriksa apakah titik-titik tersebut benar-benar merupakan titik-titik belok.

(2) Perhatikan saat grafik 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =13π‘₯π‘₯3βˆ’ π‘₯π‘₯2βˆ’3π‘₯π‘₯+ 4 (contoh seselumnya)

Tampak terlihat bahwa fungsi tersebut memiliki tiga titik belok yaitu (βˆ’βˆš3,βˆ’βˆš34), (0,0)π‘‘π‘‘π‘šπ‘šπ‘‘π‘‘ (√3,√34)

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 97 (3) Tentukan semua titik belok untuk 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯13+ 2

Penyelesaian:

𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) = 1 3π‘₯π‘₯23 𝑓𝑓′′(π‘₯π‘₯) =βˆ’ 2

9π‘₯π‘₯53

Turunan kedua, 𝑓𝑓′′(π‘₯π‘₯) tidak pernah nol tetapi gagal untuk ada di π‘₯π‘₯= 0. Titik (0, 2) merupakan titik belok karena 𝑓𝑓′′′(π‘₯π‘₯) > 0 untuk π‘₯π‘₯< 0 dan 𝑓𝑓′′′(π‘₯π‘₯) untuk π‘₯π‘₯> 0. Fungsi tergambar sebagai berikut:

Soal-soal latihan:

1. Telaah konsep:

a. Jika 𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) > 0 dimana-mana maka 𝑓𝑓 adalah ……….., dimana-mana;

jika𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) > 0 dimana-mana maka 𝑓𝑓 adalah ……….

b. Jika ………… dan ………….. pada interval terbuka 𝐼𝐼 maka 𝑓𝑓 menaik dan cekung ke bawah pada 𝐼𝐼.

c. Sebuah titik ada grafik suatu fungsi kontinu tempat kecekungan berubah arah disebut ……….

d. Dalam mencoba melokasikan titik-titi belok untuk grafik suatu fungsi 𝑓𝑓, seharusnya mencari bilangan 𝑐𝑐 yang atau ………… atau ……….

98 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

2. Gunakan teorema kemonotonan untuk mencari dimana fungsi yang diberikan naik dan dimana turun:

a. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = 3π‘₯π‘₯+ 3 b. 𝑓𝑓(𝑑𝑑) = 𝑑𝑑2+ 2𝑑𝑑 βˆ’3 c. 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) = 2π‘₯π‘₯3βˆ’9π‘₯π‘₯2+ 12π‘₯π‘₯ d. β„Ž(𝑧𝑧) =𝑧𝑧44βˆ’4𝑧𝑧63

e. β„Ž(𝑑𝑑) = sin𝑑𝑑, 0≀ 𝑑𝑑 ≀2πœ‹πœ‹

3. Gunakan teorema kecekungan untuk menentukan dimana fungsi yang diberikan cekung ke atas dan dimana cekung ke bawah. Tentukan titik belok:

a. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = (π‘₯π‘₯ βˆ’1)2 b. 𝑓𝑓(𝑑𝑑) = 3𝑑𝑑3βˆ’18𝑑𝑑

c. 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯4βˆ’6π‘₯π‘₯3βˆ’24π‘₯π‘₯2+ 3π‘₯π‘₯+ 1 d. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = 2π‘₯π‘₯2+𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2π‘₯π‘₯

4. Tentukan dimana fungsi naik, turun, cekung ke atas dan cekung ke bawah:

e. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯3βˆ’12π‘₯π‘₯+ 1 f. 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) = 3π‘₯π‘₯4βˆ’4π‘₯π‘₯3+ 2 g. 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) = 3π‘₯π‘₯5βˆ’5π‘₯π‘₯3+ 1 h. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =√sinπ‘₯π‘₯ 𝑑𝑑𝑑𝑑 [0,πœ‹πœ‹]

i. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯23(1βˆ’ π‘₯π‘₯)

5. Pada interval [0, 6] sketsalah grafik suatu fungsi 𝑓𝑓 yang memenuhi semua syarat yang dinyatakan:

a. 𝑓𝑓(0) = 1;𝑓𝑓(6) = 3; menaik dan cekung ke bawah pada (0,6)

b. 𝑓𝑓(0) = 3;𝑓𝑓(3) = 0;𝑓𝑓(6) = 4;𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) < 0 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝 (0,3);𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) > 0 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝 (3,6);

𝑓𝑓′′(π‘₯π‘₯) > 0 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝 (0,5);𝑓𝑓′′(π‘₯π‘₯) > 0 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝 (5,6)

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 99 4.3. Teorema Nilai Rataan untuk Turunan

Teorema nilai rataan mudah dinyatakan dan dipahami. Teorema mengatakan bahwa jika grafik sebuah fungsi kontinu mempunyai garis singgung tegak pada setiap titik antar 𝐴𝐴 dan 𝐡𝐡, maka terdapat paling sedikit satu titik 𝐢𝐢 pada grafik di antara 𝐴𝐴 dan 𝐡𝐡 sehingga garis singgung di titik 𝐢𝐢 sejajar tali busur 𝐴𝐴𝐡𝐡.

1. Teorema A (Teorema Nilai Rataan untuk Turunan)

Jika 𝑓𝑓 kontinu pada interval tertutup [π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏] dan terdefinisikan pada titik dalamnya (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) maka terdapat paling sedikit satu bilangan 𝑐𝑐 dalam (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) dengan:

𝑓𝑓(𝑏𝑏)βˆ’ 𝑓𝑓(π‘Žπ‘Ž)

𝑏𝑏 βˆ’ π‘Žπ‘Ž =𝑓𝑓′(𝑐𝑐) Atau secara setara:

𝑓𝑓(𝑏𝑏)βˆ’ 𝑓𝑓(π‘Žπ‘Ž) =𝑓𝑓′(𝑐𝑐)(𝑏𝑏 βˆ’ π‘Žπ‘Ž) Bukti:

Analisis skema fungsi 𝑠𝑠(π‘₯π‘₯) =𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) yang tampak pada gambar berikut:

100 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

Tampak bahwa 𝑦𝑦=𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) merupakan persamaan garis yang melalui (π‘Žπ‘Ž,𝑓𝑓(π‘Žπ‘Ž))π‘‘π‘‘π‘Žπ‘Žπ‘‘π‘‘ (𝑏𝑏,𝑓𝑓(𝑏𝑏)). Garis ini memiliki kemiringan [𝑓𝑓(𝑏𝑏)βˆ’π‘“π‘“(π‘Žπ‘Ž)]

(π‘π‘βˆ’π‘Žπ‘Ž) dan melalui titik (π‘Žπ‘Ž,𝑓𝑓(π‘Žπ‘Ž)), bentuk kemiringan – titik untuk persamaannya adalah:

𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝑓𝑓(π‘Žπ‘Ž) =𝑓𝑓(𝑏𝑏)βˆ’ 𝑓𝑓(π‘Žπ‘Ž)

𝑏𝑏 βˆ’ π‘Žπ‘Ž (π‘₯π‘₯ βˆ’ π‘Žπ‘Ž)

Kemudian menghasilkan rumus untuk 𝑠𝑠(π‘₯π‘₯):

𝑠𝑠(π‘₯π‘₯) =𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) =𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝑓𝑓(π‘Žπ‘Ž)βˆ’π‘“π‘“(𝑏𝑏)βˆ’ 𝑓𝑓(π‘Žπ‘Ž)

𝑏𝑏 βˆ’ π‘Žπ‘Ž (π‘₯π‘₯ βˆ’ π‘Žπ‘Ž)

Perhatikan bahwa 𝑠𝑠(𝑏𝑏) =𝑠𝑠(π‘Žπ‘Ž) = 0 dan untuk π‘₯π‘₯ dalam (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) maka:

𝑠𝑠′(π‘₯π‘₯) =𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯)βˆ’π‘“π‘“(𝑏𝑏)βˆ’ 𝑓𝑓(π‘Žπ‘Ž) 𝑏𝑏 βˆ’ π‘Žπ‘Ž

Perhatikan, apabila terdapat suatu bilangan 𝑐𝑐 dalam (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) yang memnuhui 𝑠𝑠′(𝑐𝑐) = 0 maka akan selesai, karena persamaan terakhir menyatakan bahwa:

0 =𝑓𝑓′(𝑐𝑐) =𝑓𝑓(𝑏𝑏)βˆ’ 𝑓𝑓(π‘Žπ‘Ž) 𝑏𝑏 βˆ’ π‘Žπ‘Ž Yang setara dengan kesimpulan teorema tersebut.

Untuk melihat bahwa 𝑠𝑠′(𝑐𝑐) = 0 untuk suatu 𝑐𝑐 dalam (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) dengan alasan yaitu:

a. 𝑠𝑠 kontinu pada [π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏] karena merupakan selisih dua fungsi kontinu, sehingga menurut teorema maksimum minimum maka 𝑠𝑠 harus mencapai baik nilai maksimum ataupun minimum pada [π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏].

Apabila kedua nilai kebetulan adalah nol maka 𝑠𝑠(π‘₯π‘₯) secara identik adalah 0 pada [π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏] akibatnya 𝑠𝑠′(π‘₯π‘₯) = 0 untuk semua π‘₯π‘₯ dalam (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏), jauh lebih banyak dari yang diperlukan.

b. Jika salah satu nilai maksimum atau nilai minimum berlainan dengan 0 maka nilai tersebut dicapai pada sebuah titik dalam 𝑐𝑐, karena 𝑠𝑠(π‘Žπ‘Ž) =𝑠𝑠(𝑏𝑏) = 0. Sekarang 𝑠𝑠 mempunyai turunan di setiap titik dari (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) sehingga menurut teorema kritis maka 𝑠𝑠′(𝑐𝑐) = 0.

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 101 Contoh:

(1) Tentukan bilangan 𝑐𝑐 dengan teorema nilai rataan untuk 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = 2√π‘₯π‘₯ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 [1, 4]

(2) Misalkan 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯3βˆ’ π‘₯π‘₯2βˆ’ π‘₯π‘₯+ 1 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 [βˆ’1,2]. Tentukan semua bilangan yang memenuhi kesimpulan terhadap teorema nilai rataan.

(3) Misalkan 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯23 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 [βˆ’8, 27] maka perlihatkan bahwa kesimpulan terhadap teorema nilai rataan gagal dan jelaskan mengapa demikian.

Penyelesaian:

(1) 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = 2√π‘₯π‘₯ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 [1, 4]

Maka:

𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) = 2βˆ™1

2π‘₯π‘₯βˆ’12= 1

√π‘₯π‘₯ Dan

𝑓𝑓(4)βˆ’ 𝑓𝑓(1)

4βˆ’1 =4βˆ’2 3 =

2 3 Sehingga:

1

βˆšπ‘π‘=2 3 Penyelesaian tunggalnya yaitu:

𝑐𝑐=9 4 Tampak pada gambar berikut:

102 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

(2) 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯3βˆ’ π‘₯π‘₯2βˆ’ π‘₯π‘₯+ 1 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 [βˆ’1,2]

Maka:

𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) = 3π‘₯π‘₯2βˆ’2π‘₯π‘₯ βˆ’1 Dan:

𝑓𝑓(2)βˆ’ 𝑓𝑓(βˆ’1) 2βˆ’(βˆ’1) =

3βˆ’0 3 = 1 Sehingga:

3𝑐𝑐2βˆ’2𝑐𝑐 βˆ’1 = 1 Atau secara setara:

3𝑐𝑐2βˆ’2𝑐𝑐 βˆ’2 = 0 Penyelesaian ada dua yaitu:

𝑐𝑐=2 ±√4 + 24 6

𝑐𝑐1β‰ˆ βˆ’0,55 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑 𝑐𝑐2β‰ˆ1,22

Kedua bilangan tersebut berada dalam interval (βˆ’1, 2) Tampak pada gambar berikut:

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 103 (3) 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯23 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 [βˆ’8, 27]

Maka:

𝑓𝑓′(π‘₯π‘₯) =2

3π‘₯π‘₯βˆ’13 𝑝𝑝𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑝𝑝𝑑𝑑 π‘₯π‘₯ β‰ 0 Dan:

𝑓𝑓(27)βˆ’ 𝑓𝑓(βˆ’8) 27βˆ’(βˆ’8) =

9βˆ’4 35 =

1 7 Sehingga:

2

3π‘π‘βˆ’13=1 7 𝑐𝑐=(14

3)3β‰ˆ102

Tetapi 𝑐𝑐= 102 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑖𝑖𝑖𝑖𝑝𝑝𝑖𝑖 (βˆ’8, 27) seperti yang diisyaratkan dan tampak pada grafik bahwa 𝑓𝑓′(0)𝑑𝑑𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝𝑖𝑖 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝, sehingga 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) tidak terdefinisikan dimana-mana pada (βˆ’8, 27)

104 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s 2. Teorema B

Jika 𝐹𝐹′(π‘₯π‘₯) =𝐺𝐺′(π‘₯π‘₯) untuk semua π‘₯π‘₯ dalam (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) maka terdapat konstanta 𝑐𝑐 sedemikian rupa sehingga:

𝐹𝐹(π‘₯π‘₯) =𝐺𝐺(π‘₯π‘₯) +𝑐𝑐 Untuk semua π‘₯π‘₯ dalam (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏).

Bukti:

Misalkan 𝐻𝐻(π‘₯π‘₯) =𝐹𝐹(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝐺𝐺(π‘₯π‘₯) maka:

𝐻𝐻′(π‘₯π‘₯) =𝐹𝐹′(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝐺𝐺′(π‘₯π‘₯) Untuk semua π‘₯π‘₯ dalam (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏).

Pilih π‘₯π‘₯1 sebagai suatu titik (tetap) dalam (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) dan misalkan π‘₯π‘₯ sebarang titik lain disana. Fungsi 𝐻𝐻 memenuhui hipotesis teorema nilai rataan pada interval tertutup dengan titik-titik ujung π‘₯π‘₯1 π‘‘π‘‘π‘Žπ‘Žπ‘‘π‘‘ π‘₯π‘₯. Jadi terdapat bilangan 𝑐𝑐 sedemikian rupa sehingga:

𝐻𝐻(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝐻𝐻(π‘₯π‘₯1) =𝐻𝐻′(𝑐𝑐)(π‘₯π‘₯ βˆ’ π‘₯π‘₯1)

Tetapi menurut hipotesis 𝐻𝐻′(𝑐𝑐) = 0, sehingga 𝐻𝐻(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝐻𝐻(π‘₯π‘₯1) = 0 Atau 𝐻𝐻(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝐻𝐻(π‘₯π‘₯1) untuk semua π‘₯π‘₯ dalam (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏).

Karena 𝐻𝐻(π‘₯π‘₯) =𝐹𝐹(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝐺𝐺(π‘₯π‘₯) dapat disimpulkan bahwa 𝐹𝐹(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝐺𝐺(π‘₯π‘₯) =𝐻𝐻(π‘₯π‘₯1) Misalkan 𝑐𝑐=𝐻𝐻(π‘₯π‘₯1) maka disimpulkan bahwa 𝐹𝐹(π‘₯π‘₯) =𝐺𝐺(π‘₯π‘₯) +𝑐𝑐

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 105 Soal-soal latihan:

1. Telaah konsep:

a. Teorema nilai rataan untuk turunan menyatakan bahwa jika 𝑓𝑓 …………. pada (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) dan terdiferensiasikan pada ……… maka terdapat suatu titik 𝑐𝑐 dalam (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) sedemikian rupa sehingga ………..

b. Fungsi 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = |sinπ‘₯π‘₯| akan memenuhui hipotesis teorema nilai rataan pada interval [0,1] tetapi tidak memenuhuinya pada interval [βˆ’1, 1] karena

………

c. Jika dua fungsi 𝐹𝐹 π‘‘π‘‘π‘Žπ‘Žπ‘‘π‘‘ 𝐺𝐺 mempunya turunan yang sama pada interval (π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏) maka terdapat kontanta 𝐢𝐢 sedemikian rupa sehingga ………

d. Karena 𝐷𝐷π‘₯π‘₯(π‘₯π‘₯4) = 4π‘₯π‘₯3 maka jelas bahwa fungsi 𝐹𝐹 yang memenuhui 𝐹𝐹′(π‘₯π‘₯) = 4π‘₯π‘₯3 mempunyai bentuk 𝐹𝐹(π‘₯π‘₯) = ………

2. Didefinisikan sebuah fungsi dan diketahui sebuah interval tertutup. Putuskan apakah teorema nilai rataan dapat diberikan terhadap fungsi yang diketahui pada interval yang diberikan? Jika demikian, cari semua nilai 𝑐𝑐 yang mungkin dan sketsalah grafik fungsi yang diketahui dengan interval yang diberikan!

a. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯2+π‘₯π‘₯ ; [βˆ’2, 2]

b. 𝐻𝐻(𝑠𝑠) =𝑠𝑠2+ 3𝑠𝑠 βˆ’1 ; [βˆ’3, 1]

c. 𝑓𝑓(𝑧𝑧) =13(𝑧𝑧2+𝑧𝑧 βˆ’4) ; [βˆ’1, 2]

d. β„Ž(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯βˆ’3π‘₯π‘₯ ; [0, 2]

e. β„Ž(𝑑𝑑) =𝑑𝑑23 ; [0, 2]

f. 𝐺𝐺(πœƒπœƒ) = sinπœƒπœƒ ; [βˆ’πœ‹πœ‹,πœ‹πœ‹]

g. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯+1π‘₯π‘₯ ; [1, 2]

3. Gunakan teorema nilai rataan untuk memperlihatkan bahwa 𝑠𝑠=1𝑑𝑑 menurun pada sebarang interval dimana didefinisikan.

106 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s 4.4. Anti-Turunan

Matematika mempunyai banyak pasangan operasi balikan, diantaranya penambahan dan pengurangan, perkalian dan pembagian, pemangkatan dan penarikan akar. Apabila memecahkan persamaan yang melibatkan turunan maka memerlukan balikannya yaitu anti- turunan atau anti-diferensiasi atau integrasi (integral).

Definisi:

𝐹𝐹 merupakan suatu anti turunan 𝑓𝑓 pada interval 𝐼𝐼 jika 𝐷𝐷π‘₯π‘₯𝐹𝐹(π‘₯π‘₯) =𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) pada 𝐼𝐼 yaitu jika 𝐹𝐹′(π‘₯π‘₯) =𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) untuk semua π‘₯π‘₯ dalam 𝐼𝐼

Notasi anti-turunan merupakan notasi asal Leibviz dengan menggunakan lambing βˆ«β€¦π‘‘π‘‘π‘₯π‘₯, sehingga:

𝐷𝐷π‘₯π‘₯∫ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)𝑑𝑑π‘₯π‘₯=𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 ∫ 𝐷𝐷π‘₯π‘₯𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)𝑑𝑑π‘₯π‘₯=𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) +𝐢𝐢

Teorema A (Teorema Aturan Pangkat)

Jika π‘Ÿπ‘Ÿ adalah sebarang bilangan rasional kecuali βˆ’1 maka:

∫ π‘₯π‘₯π‘Ÿπ‘Ÿπ‘‘π‘‘π‘₯π‘₯= π‘₯π‘₯π‘Ÿπ‘Ÿ+1

π‘Ÿπ‘Ÿ+ 1 +𝐢𝐢= 1

π‘Ÿπ‘Ÿ+ 1π‘₯π‘₯π‘Ÿπ‘Ÿ+1+𝐢𝐢 Bukti:

Turunan ruas kanan adalah:

𝐷𝐷π‘₯π‘₯[π‘₯π‘₯π‘Ÿπ‘Ÿ+1

π‘Ÿπ‘Ÿ+ 1 +𝐢𝐢]= 1

π‘Ÿπ‘Ÿ+ 1(π‘Ÿπ‘Ÿ+ 1)π‘₯π‘₯π‘Ÿπ‘Ÿ+𝐢𝐢

Teorema ini mencakup π‘Ÿπ‘Ÿ= 0 yaitu:

∫1 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=π‘₯π‘₯+𝐢𝐢

Teorema ini tidak ada interval 𝐼𝐼 yang dirinci, maka dipahami hanya untuk interval tempat π‘₯π‘₯π‘Ÿπ‘Ÿ terdefinisi. Secara khusus, yang mengecualikan interval yang mengandung titik asal jika π‘Ÿπ‘Ÿ< 0.

Anti-turunan merupakan integral tak tentu. Anti-diferensiasi juga berarti integrasi.

Lambang ∫ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯, lambing ∫ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘–π‘–π‘Ÿπ‘Ÿπ‘‘π‘‘π‘–π‘– dan 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘‘π‘–π‘–π‘Ÿπ‘Ÿπ‘‘π‘‘π‘‘π‘‘.

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 107 Leibniz menggunakan kata sifat tak-tentu (indefinite) untuk menyatakan secara tidak langsung bahwa integral tak-tentu selalu melibatkan konstanta sebarang.

Contoh:

(1) Tentukan anti-turunan fungsi 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯2 (2) Tentukan anti-turunan fungsi 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = 4π‘₯π‘₯3 Penyelesaian:

(1) Anti-turunan 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯2

∫ π‘₯π‘₯2 𝑑𝑑π‘₯π‘₯= π‘₯π‘₯3 13

+𝐢𝐢=1 3π‘₯π‘₯3+𝐢𝐢 (2) Anti-turunan 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯43

∫ π‘₯π‘₯43 𝑑𝑑π‘₯π‘₯= π‘₯π‘₯73 73

+𝐢𝐢=3 7π‘₯π‘₯73+𝐢𝐢

Teorema B

∫sinπ‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=βˆ’cosπ‘₯π‘₯+𝐢𝐢

∫cosπ‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯= sinπ‘₯π‘₯+𝐢𝐢 Bukti:

Cukup lihat bahwa 𝐷𝐷π‘₯π‘₯(βˆ’cosπ‘₯π‘₯+𝐢𝐢) = sinπ‘₯π‘₯ dan 𝐷𝐷π‘₯π‘₯(sinπ‘₯π‘₯+𝐢𝐢) = cosπ‘₯π‘₯

4.5. Integral Tak-Tentu adalah Linear

Perhatikan bahwa pada turunan, 𝐷𝐷π‘₯π‘₯ merupakan suatu operator linear, yang memiliki dua sifat yaitu:

𝐷𝐷π‘₯π‘₯[π‘˜π‘˜ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)] =π‘˜π‘˜π·π·π‘₯π‘₯𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) 𝐷𝐷π‘₯π‘₯[𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) +𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)] =𝐷𝐷π‘₯π‘₯ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) +𝐷𝐷π‘₯π‘₯ 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) Dari dua sifat tersebut maka menyusul sifat ketiga secara otomatis yaitu:

𝐷𝐷π‘₯π‘₯[𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)] =𝐷𝐷π‘₯π‘₯ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝐷𝐷π‘₯π‘₯ 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) Ternyata bahwa βˆ«β€¦π‘‘π‘‘π‘₯π‘₯ juga memiliki sifat-sifat operator linear.

108 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

Teorema C (Integral Tak-Tentu adalah Operator Linear)

Misalkan 𝑓𝑓 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑔𝑔 mempunyai anti-turunan (integral tak-tentu) dan misalkan π‘˜π‘˜ suatu konstanta, maka:

∫ π‘˜π‘˜ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=π‘˜π‘˜ ∫ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

∫[𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) +𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)] 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=∫ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯+∫ 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

∫[𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)βˆ’ 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)] 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=∫ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ βˆ’ ∫ 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ Bukti:

Untuk memperlihatkan sifat yang pertama dan kedua, cukup mendiferensiasikan ruas kanan dan perhatikan bahwa diperoleh integran dari ruas kiri:

𝐷𝐷π‘₯π‘₯[π‘˜π‘˜ ∫ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)𝑑𝑑π‘₯π‘₯]=π‘˜π‘˜π·π·π‘₯π‘₯∫ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)𝑑𝑑π‘₯π‘₯=π‘˜π‘˜ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯)

𝐷𝐷π‘₯π‘₯[∫ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯+∫ 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)𝑑𝑑π‘₯π‘₯]=𝐷𝐷π‘₯π‘₯ ∫ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯+𝐷𝐷π‘₯π‘₯ ∫ 𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) +𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)

Sifat yang ketiga diperoleh dari sifat pertama dan kedua.

Contoh:

Menggunakan kelinearan ∫, hitunglah:

(1) ∫(3π‘₯π‘₯2+ 4π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ (2) ∫ (𝑒𝑒32βˆ’3𝑒𝑒+ 14) 𝑑𝑑𝑒𝑒 (3) ∫ (𝑑𝑑12+βˆšπ‘‘π‘‘) 𝑑𝑑𝑑𝑑 Penyelesaian:

(1) ∫(3π‘₯π‘₯2+ 4π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

∫(3π‘₯π‘₯2+ 4π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=∫3π‘₯π‘₯2 𝑑𝑑π‘₯π‘₯+∫4π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

= 3∫ π‘₯π‘₯2 𝑑𝑑π‘₯π‘₯+ 4∫ π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

= 3(π‘₯π‘₯3

3 +𝐢𝐢1)+ 4(π‘₯π‘₯2 3 +𝐢𝐢2)

=π‘₯π‘₯3+ 2π‘₯π‘₯2+ (3𝐢𝐢1+ 4𝐢𝐢2)

=π‘₯π‘₯3+ 2π‘₯π‘₯2+𝐢𝐢

Dua konstanta 𝐢𝐢1 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐢𝐢2 digabunga dalam sautu konstanta 𝐢𝐢 merupakan suatu hal yang secara konsisten selalu diikuti.

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 109 (2) ∫ (𝑒𝑒32βˆ’3𝑒𝑒+ 14) 𝑑𝑑𝑒𝑒

∫ (𝑒𝑒32βˆ’3𝑒𝑒+ 14) 𝑑𝑑𝑒𝑒=∫ 𝑒𝑒32 𝑑𝑑𝑒𝑒 βˆ’3∫ 𝑒𝑒 𝑑𝑑𝑒𝑒+ 14∫1 𝑑𝑑𝑒𝑒

=2 5𝑒𝑒52βˆ’3

2𝑒𝑒2+ 14𝑒𝑒+𝐢𝐢 (3) ∫ (𝑑𝑑12+βˆšπ‘‘π‘‘) 𝑑𝑑𝑑𝑑

∫ (1

𝑑𝑑2+βˆšπ‘‘π‘‘) 𝑑𝑑𝑑𝑑=∫ (π‘‘π‘‘βˆ’2+𝑑𝑑12) 𝑑𝑑𝑑𝑑=∫ π‘‘π‘‘βˆ’2 𝑑𝑑𝑑𝑑+∫ 𝑑𝑑12 𝑑𝑑𝑑𝑑

=π‘‘π‘‘βˆ’2

βˆ’1 + 𝑑𝑑32

32

+𝐢𝐢=βˆ’1 𝑑𝑑+2

3𝑑𝑑32+𝐢𝐢

4.6. Aturan Pangkat yang Digeneralisir

Perhatikan ketika aturan rantai diterapkan pada pangkat suatu fungsi. Jika 𝑒𝑒=𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) merupakan fungsi yang dapat didiferensiasi dan π‘Ÿπ‘Ÿ suatu bilangan rasional (π‘Ÿπ‘Ÿ β‰  βˆ’1), maka:

𝐷𝐷π‘₯π‘₯[π‘’π‘’π‘Ÿπ‘Ÿ+1

π‘Ÿπ‘Ÿ+ 1]=π‘’π‘’π‘Ÿπ‘Ÿβˆ™ 𝐷𝐷π‘₯π‘₯𝑒𝑒 Atau dengan cara penulisan fungsional:

𝐷𝐷π‘₯π‘₯[[𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)]π‘Ÿπ‘Ÿ+1

π‘Ÿπ‘Ÿ+ 1 ]= [𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)]π‘Ÿπ‘Ÿβˆ™ 𝑔𝑔′(π‘₯π‘₯) Akibatnya diperoleh suatu aturan penting untuk integral tak-tentu.

Teorema D (Aturan Pangkat yang Digeneralisir)

Misalkan 𝑔𝑔 suatu fungsi yang dapat didiferensiasi dan π‘Ÿπ‘Ÿ suatu bilangan rasional yang bukan βˆ’1 maka:

∫[𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)]π‘Ÿπ‘Ÿβˆ™ 𝑔𝑔′(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=[[𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)]π‘Ÿπ‘Ÿ+1

π‘Ÿπ‘Ÿ+ 1 ]+𝐢𝐢 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑔𝑔𝑑𝑑𝑑𝑑 π‘Ÿπ‘Ÿ β‰  βˆ’1

Atau jika dimisalkan:

𝑒𝑒=𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) π‘šπ‘šπ‘‘π‘‘π‘˜π‘˜π‘‘π‘‘ 𝑑𝑑𝑒𝑒=𝑔𝑔′(π‘₯π‘₯)𝑑𝑑π‘₯π‘₯ Sehingga diperoleh:

∫ π‘’π‘’π‘Ÿπ‘Ÿ 𝑑𝑑𝑒𝑒= π‘’π‘’π‘Ÿπ‘Ÿ+1

π‘Ÿπ‘Ÿ+ 1 +𝐢𝐢 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑔𝑔𝑑𝑑𝑑𝑑 π‘Ÿπ‘Ÿ β‰  βˆ’1

110 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

Jadi aturan pangkat yang digeneralisir hanyalah aturan pangkat biasa yang diterapkan pada fungsi, tetapi dalam menerapkannya harus selalu yakin mempunyai 𝑑𝑑𝑑𝑑 bersama-sama dengan π‘‘π‘‘π‘Ÿπ‘Ÿ.

Contoh:

Hitunglah:

(1) ∫(π‘₯π‘₯4+ 3π‘₯π‘₯)30 (4π‘₯π‘₯3+ 3) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ (2) ∫sin10π‘₯π‘₯cosπ‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

(3) ∫(π‘₯π‘₯3+ 6π‘₯π‘₯)5(6π‘₯π‘₯2+ 12) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ (4) ∫(π‘₯π‘₯2+ 4)10π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

Penyelesaian:

(1) ∫(π‘₯π‘₯4+ 3π‘₯π‘₯)30 (4π‘₯π‘₯3+ 3) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ Misalkan:

𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯4+ 3π‘₯π‘₯ Maka:

𝑔𝑔′(π‘₯π‘₯) = 4π‘₯π‘₯3+ 3 Menurut teorema D:

∫(π‘₯π‘₯4+ 3π‘₯π‘₯)30 (4π‘₯π‘₯3+ 3) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=∫[𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)]30 𝑔𝑔′(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

=[𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)]31

31 +𝐢𝐢=[π‘₯π‘₯4+ 3π‘₯π‘₯]31 31 +𝐢𝐢 (2) ∫sin10π‘₯π‘₯cosπ‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

Misalkan:

𝑔𝑔(π‘₯π‘₯) = sinπ‘₯π‘₯ Maka:

𝑔𝑔′(π‘₯π‘₯) = cosπ‘₯π‘₯ Menurut teorema D:

∫sin10π‘₯π‘₯cosπ‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=∫[𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)]30 𝑔𝑔′(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

=[𝑔𝑔(π‘₯π‘₯)]11

11 +𝐢𝐢=sin11π‘₯π‘₯ 11 +𝐢𝐢 (3) ∫(π‘₯π‘₯3+ 6π‘₯π‘₯)5(6π‘₯π‘₯2+ 12) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

Misalkan:

𝑑𝑑=π‘₯π‘₯3+ 6π‘₯π‘₯

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 111 Maka:

𝑑𝑑𝑑𝑑= (3π‘₯π‘₯2+ 6) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ Dan:

(6π‘₯π‘₯2+ 12) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯= 2(3π‘₯π‘₯2+ 6) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯= 2 𝑑𝑑𝑑𝑑 Sehingga diperoleh:

∫(π‘₯π‘₯3+ 6π‘₯π‘₯)5(6π‘₯π‘₯2+ 12) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=∫ 𝑑𝑑5 2 𝑑𝑑𝑑𝑑= 2∫ 𝑑𝑑5 𝑑𝑑𝑑𝑑= 2[𝑑𝑑6

6 +𝐢𝐢]=𝑑𝑑6 3 + 2𝐢𝐢

=(π‘₯π‘₯3+ 6π‘₯π‘₯)6 3 +𝐾𝐾 (4) ∫(π‘₯π‘₯2+ 4)10π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

Misalkan:

𝑑𝑑=π‘₯π‘₯2+ 4 Maka:

𝑑𝑑𝑑𝑑= 2π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ Sehingga diperoleh:

∫(π‘₯π‘₯2+ 4)10π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=∫(π‘₯π‘₯2+ 4)10βˆ™1

2βˆ™2π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯=1

2∫ 𝑑𝑑10 𝑑𝑑𝑑𝑑=1 2(𝑑𝑑11

11 +𝐢𝐢)

=(π‘₯π‘₯2+ 4)11 11 +𝐾𝐾

Soal-soal latihan:

1. Tentukan anti-turunan umum 𝐹𝐹(π‘₯π‘₯) +𝐢𝐢 a. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = 5

b. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯2+πœ‹πœ‹ c. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯54 d. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =3√π‘₯π‘₯12

e. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯2βˆ’ π‘₯π‘₯ f. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = 4π‘₯π‘₯5βˆ’ π‘₯π‘₯3

g. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) = 27π‘₯π‘₯7+ 3π‘₯π‘₯5βˆ’24π‘₯π‘₯3+√2π‘₯π‘₯ h. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯32βˆ’π‘₯π‘₯23

i. 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =4π‘₯π‘₯6π‘₯π‘₯+3π‘₯π‘₯3 4

112 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

2. Tentukan integral tak-tentu yang ditunjuk:

a. ∫(π‘₯π‘₯2+π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ b. ∫(π‘₯π‘₯+ 1)2 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ c. ∫(𝑧𝑧2βˆšπ‘§π‘§+1)2 𝑑𝑑𝑧𝑧 d. ∫(sinπœƒπœƒ βˆ’cosπœƒπœƒ) π‘‘π‘‘πœƒπœƒ

3. Gunakan aturan pangkat yang digeneralisir dengan 𝑒𝑒 sebagai variabel pada integral tak-tentu berikut:

a. ∫(√2π‘₯π‘₯+ 1)3 √2 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

b. ∫(5π‘₯π‘₯2+ 1) (5π‘₯π‘₯3+ 3π‘₯π‘₯ βˆ’8)6 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ c. ∫(πœ‹πœ‹π‘₯π‘₯3+ 1)4 3πœ‹πœ‹π‘₯π‘₯2 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

d. ∫(5π‘₯π‘₯2+ 1)√(5π‘₯π‘₯3+ 3π‘₯π‘₯ βˆ’2) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ e. ∫3𝑑𝑑 √2𝑑𝑑3 2βˆ’11 𝑑𝑑𝑑𝑑

f. ∫√2𝑦𝑦3𝑦𝑦2+5 𝑑𝑑𝑑𝑑 g. ∫ π‘₯π‘₯2 √π‘₯π‘₯3+ 4 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ h. (π‘₯π‘₯3+π‘₯π‘₯)√π‘₯π‘₯4+ 2π‘₯π‘₯2 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ i. ∫sinπ‘₯π‘₯ (1 + cosπ‘₯π‘₯)4 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

4. Tentukn ∫ 𝑓𝑓′′(π‘₯π‘₯) 𝑑𝑑π‘₯π‘₯ 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯ √π‘₯π‘₯3+ 1

5. Misalkan 𝑒𝑒= sin(π‘₯π‘₯2+ 4)4 maka tentukan ∫sin2π‘₯π‘₯ 𝑑𝑑π‘₯π‘₯

D a s a r - d a s a r K a l k u l u s | 113 BAB V

INTEGRAL TENTU

5.1. Jumlah Rienmann

Newton dan Leibniz keduanya memperkenalkan versi awal tentang konsep ini, tetapi Georg Friedrich Bernhard Reinmann (1826-1866) yang memberikn definisi modern dengan gagasan pertama yaitu jumlah Riemann.

Definisi:

Misalkan sebuah fungsi 𝑓𝑓 didefinisikan pada interval tertutup [π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏]. Fungsi ini bisa bernilai positif ataupun negative pada interval tersebut dan bahkan tidak perlu kontinu. Grafik tampak berikut:

Misalkan suatu patisi 𝑃𝑃 membagi interval [π‘Žπ‘Ž,𝑏𝑏] menjadi 𝑛𝑛 interval-bagian (tidak perlu sama panjang) dengan menggunakan titik-titik π‘Žπ‘Ž=π‘₯π‘₯1<π‘₯π‘₯2<β‹―<π‘₯π‘₯π‘›π‘›βˆ’1<π‘₯π‘₯𝑛𝑛=𝑏𝑏 dan misalkan βˆ†π‘₯π‘₯𝑖𝑖=π‘₯π‘₯π‘–π‘–βˆ’ π‘₯π‘₯π‘–π‘–βˆ’1. Pada interval bagian [π‘₯π‘₯π‘–π‘–βˆ’1,π‘₯π‘₯𝑖𝑖], ambil sebuah titik sebarang π‘₯π‘₯̅𝑖𝑖 (yang mungkin saja sebuah titik ujung) yang disebut sebagai titik sampel untuk interval bagian ke-𝑖𝑖.

Sebuah contoh dari konstruksi ini diperlihatkan dalam gambar berikut untuk 𝑛𝑛= 6.

Disebut jumlah:

𝑅𝑅𝑝𝑝=βˆ‘ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯̅𝑖𝑖) βˆ†π‘₯π‘₯𝑖𝑖

𝑛𝑛

𝑖𝑖=1

114 | D a s a r - d a s a r K a l k u l u s

Jumlah Rienmann untuk 𝑓𝑓 yang berpadanan terhadap partisi 𝑃𝑃. Tafsiran (interpretasi) geometrinya diperlihatkan dalam gambar berikut:

Contoh:

Hitung jumlah Rienmann untuk 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯2+ 1 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑝𝑝𝑖𝑖 [βˆ’1, 2] dengan menggunakan titik-titik partisi berjarak sama βˆ’1 <βˆ’0,5 < 0 < 0,5 < 1 < 1,5 < 2 dengan titik sampel π‘₯π‘₯̅𝑖𝑖 berupa titik tengah dari interval bagian ke-𝑖𝑖.

Penyelesaian:

𝑓𝑓(π‘₯π‘₯) =π‘₯π‘₯2+ 1 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑝𝑝𝑖𝑖 [βˆ’1, 2] yang tampak pada gambar berikut:

𝑅𝑅𝑝𝑝=βˆ‘ 𝑓𝑓(π‘₯π‘₯̅𝑖𝑖) βˆ†π‘₯π‘₯𝑖𝑖

𝑛𝑛

𝑖𝑖=1

𝑅𝑅𝑝𝑝= [𝑓𝑓(βˆ’0,75) +𝑓𝑓(βˆ’0,25) +𝑓𝑓(0,25) +𝑓𝑓(0,75) +𝑓𝑓(1,25) +𝑓𝑓(1,75)](0,5)

= [1,5625 + 1,0625 + 1,0625 + 1,5625 + 2,5625 + 4,0625](0,5)

= 5,9375

Dalam dokumen DASAR-DASAR KALKULUS (Halaman 81-86)

Dokumen terkait