• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disunnahkan melakukan qunut sewaktu-waktu

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kata

‘qunut’ bermakna berdiri, diam, terus-menerus beribadah, berdoa, bertasbih dan khusyuk.”4 Yang dimaksud disini adalah berdoa. Yaitu pada rakaat ketiga yang dibaca padanya surat al ikhlash. Qunut dalam witir hukumnya sunnah, terkadang dikerjakan terkadang tidak. Syaikhul Islam Ibnu

1 HR Bukhari: 990, Muslim: 749 2 HR Bukhari: 6310, Muslim: 736

3 HR Abu Dawud: 1423, An Nasa’i: 1733, Ibnu Majah: 1171, dinilai shahih oleh An Nawawi (al Khulashah 1/556), al Albani (Shahih An Nasa’I 1/273)

4 Zadul Ma’ad: 1/276.

Taimiyyah rahimahullah memilih pendapat lebih utama untuk sering tidak dikerjakan.

Alasannya: banyak hadis yang menerangkan tentang witir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Aisyah, Ummu Salamah, Ibnu Abbas, Hudhaifah dan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhum. Namun tidak disebutkan dalam hadis- hadis tersebut beliau melakukan qunut witir. Aisyah termasuk yang paling sering bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun demikian ia tidak menginformasikan bahwa beliau qunut dalam witirnya.

Masalah: apakah qunut valid dari sabda Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam atau perbuatan beliau?

Pendapat pertama: valid dari sabda dan perbuatan beliau.

Mereka berdalil dengan,

Pertama: dari perbuatan beliau, hadis Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut pada witir sebelum rukuk.”1

Kedua: dari sabda beliau, hadis Hasan bin Ali radhiyallahu

‘anhu, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepadaku bacaan yang aku baca dalam witir,

“Allahummah-dinii fiiman hadaita, wa ‘aafinii fiiman

‘aafaita, wa tawallanii fiiman tawallaita, wa baarik lii fiiman a’thaita, wa qinii syarra maa qadhaita, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa ‘alaika, wa innahu laa yadzillu man maalaita, tabaarakta wa ta’aalaita.”2

Pendapat kedua: tidak valid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut witir baik dari sabdanya atau perbuatannya.

1 HR Abu Dawud dengan ta’liq: 1427, An Nasa’i: 1700, Ibnu Majah: 1182.

2 HR Ahmad: 1718, Abu Dawud: 1425, Tirmidzi: 464, An Nasa’i: 1746, Ibnu Majah:

1178.

Hadis Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu yang lalu, ia adalah hadis dhaif, dinilai dha’if oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnul Mundzir.

Hadis Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhua dalah hadis shahih, namun lafadz ‘qunut witir’ dalam hadis tersebut syadz, diriwayatkan ahlu sunan dari jalur Abu Ishaaq dari Buraid bin Abi Maryam dari Abul Hauraa dari Hasan.

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan hadis tersebut dari Yahya bin Sa’id, dari Syu’bah, dari Buraid bin Abi Maryam dengan lafadz, “Beliau mengajarkan kami doa ini:

Allahummah-dinii fiiman hadaita…”1 mereka berkata, “Inilah yang mahfudz (benar dari sisi riwayat), karena Syu’bah lebih tsiqah dari semua yang meriwayatkan dari Buraid, maka riwayatkannya (Syu’bah) dikedepankan dari selainnya.

Ibnu Khuzaimah rahimahullah berkata, “Hadis ini diriwayatkan oleh Syu’bah bin Hajjaj dari Buraid bin Abi Maryam dalam kisah tetang doa, namun tidak disebutkan qunut juga tidak disebutkan witir, dan Syu’bah lebih hapal… andai hadis ini valid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa baliau memerintahkan untuk qunut dalam witir, atau beliau melakukan qunut dalam witir, maka tidak boleh bagiku menyelisihi hadis Nabi, shallallahu

‘alaihi wa sallam namun aku tidak mengetahui hal itu valid.”2 Sebelumnya, Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Tidak sah dalam masalah ini satu hadis pun dari Nabi…”3

Pendapat yang kedua ini adalah yang lebih kuat –wallahu a’lam. Akan tetapi valid dari para sahabat qunut dalam witir.

Atho ditanya tentang qunut, ia berkata, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakannya.” Valid dari Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu sebagaimana dalam riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi, beliau mengatakan,

1 HR Ahmad: 1727

2 Shahih Ibnu Khuzaimah: 2/152.

3 Al Talkhish, Ibnu Hajah: 2/18.

‘Hadis hasan’, valid juga dari Ibnu Umar dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah.

Apakah qunut dilakukan sebelum rukuk atau setelahnya?

Para ulama berselisih pendapat dalam masalah itu. Faktor perselisihannya adalah, karena tidak ada keterangan yang valid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal ini, sehingga para ulama menganalogikannya dengan qunut nawazil.

Ada yang mengatakan sebelum rukuk. Mereka berdalil dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abza radhiyallahu ‘anhu, “Aku shalat di belakang Umar bin Khathab pada shalat subuh, aku mendengar beliau setelah membaca surat sebelum rukuk mengucapkan, “Allahumma iyyaka na’budu…”1

Ada yang mengatakan setelah rukuk. Mereka berdalil dengan hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dalam shahih Bukhari dan Muslim, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saat beliau mengangkat kepalanya mengucapkan, “Sami’allaahu liman hamidah, rabbanaa wa lakal-hamdu.” Kemudian berdoa untuk orang-orang dengan menyebutkan nama-nama mereka…

2 begitu pula hadis Anas radhiyallahu ‘anhu dalam shahih Bukhari, disebutkan padanya, “Setelah rukuk.”3

Pendapat yang lebih kuat –wallahu a’lam- adalah, urusannya luas, boleh sebelum rukuk atau setelahnya dalam rakaat terakhir.

Imam Bukhari membuat bab: “Bab qunut sebelum rukuk dan setelahnya.” Akan tetapi qunut setelah rukuk lebih banyak hadis-hadisnya, sebagaimana yang dilugaskan oleh sekelompok para ulama, sehingga didominankan atas qunut sebelum rukuk.

1 HR Al Baihaqi: 2/211, dinilai shahih sanadnya oleh al Albani (al Irwa: 2/171) 2 HR Bukhari: 804, Muslim: 675

3 HR Bukhari: 956

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Setelah rukuk lebih saya sukai.”1 Maka, ini termasuk bentuk variasi dalam sunnah, terkadang qunut sebelum rukuk dan terkadang setelahnya.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Adapun masalah qunut, manusia terbagi menjadi dua kelompk dan pertengahan.

Ada yang berpendapat bahwa qunut hanya sebelum rukuk, ada yang berpendapat hanya setelahnya. Adapun fukaha ahli hadis seperti Ahmad dan yang lainnya, mereka membolehkan keduanya, karena keduanya terdapat dalam sunnah shahihah, walaupun mereka cenderung lebih memilih qunut setelahnya karena riwayatnya lebih banyak dan lebih sejalan dengan qiyas (analogi). Mendengar doa cocok setelah ucapan hamba,

sami’allaahu liman hamidah’. Pujian disyariatkan sebelum berdoa, sebagaimana hal ini ditunjukkan oleh surat al Fatihah, bagian awalnya pujian dan bagian akhirnya doa.”2

Masalah: apakah mengangkat tangan dalam qunut witir?

Yang benar mengangkat kedua tangan. Ini pendapat yang dipilih oleh mayoritas (jumhur) ulama rahimahumullah.

Sebagaimana hal ini valid dari Umar radhiyallahu ‘anhu dalam riwayat al Baihaqi dan ia menilainya shahih.3 Al Baihaqi berkata, “Sesungguhnya sejumlah para sahabat radhiyallahu

‘anhum mengangkat tangan-tangan mereka dalam qunut.”4

Masalah: dengan apa qunut witir dimulai?

Dikatakan, qunut dimulai dengan doa sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan Hasan radhiyallahu

‘anhu, “Allahummah-dinii fiiman hadaita..” mereka berdalil

1 Masa`il Ahmad: 1/100.

2 Majmu al Fatawa: 33/100.

3 HR Al Baihaqi: 2/211.

4 As Sunan al Kubra: 2/211

dengan hadis Hasan radhiyallahu ‘anhu yang telah lalu. Dan telah dijelaskan, bahwa hadis yang shahih dalam masalah ini tanpa penyebutan, ‘qunut witir’. Begitu pun andai redaksi ini shahih, hadis ini tidak berarti disunnahkannya memulai qunut witir dengan doa Hasan radhiyallahu ‘anhu.

Yang rajih (kuat) –wallahu a’lam- adalah, qunut dimulai dengan hamdalah, pujian kepada Allah, shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian doa. Karena yang seperti ini lebih dikabulkan.

Ini ditunjukkan oleh hadis Fadhalah bin Ubaid radhiyallahu

‘anhu ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seseorang berdoa dalam shalatnya, namun tidak bershalawat kepada Nabi, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang ini teburu-buru.” Lalu beliau memanggil laki-laki itu dan berkata kepadanya juga kepada selainnya,

“Jika salah seorang diantara kalian berdoa, hendaknya ia memulai dengan tahmid, pujian kepada Allah, lalu bershalawat kepada Nabi, kemudian berdoalah setelah itu sekehendaknya.”1 Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Yang disunnahkan dalam doa adalah memulai dengan tahmid dan pujian sebelum ia mengutarakan kebutuhannya. Lalu ia meminta kebutuhannya sebagaimana dalam hadis Fadhalah bin Ubaid radhiyallahu ‘anhu.”2

Masalah: apakah mengusap wajah dengan kedua tangan setelah doa qunut?

Yang benar, tidak disunnnahkan mengusap wajah setelah doa, karena tidak ada dalilnya. Adapun perkataan Umar radhiyallahu ‘anhu, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

1 HR Tirmidzi: 3477, ia berkata: ini hadis hasan shahih.

2 Al Wabil al Shayyib, hal. 110.

sallam mengangkat kedua tangannya dalam doa, beliau tidak menurunkan keduanya hingga mengusapkan keduanya ke wajahnya.”1 Hadis ini adalah dhaif. Karena sanadnya berporos pada Hammad bin ‘Isa al Juhany, ia seorang yang lemah. Hadis ini dinilai lemah orang al ‘Iraqy, Nawawi dan Ibnul Jauzy. Yahya bin Ma’iin dan Abu Zur’ah berkata, “Hadis munkar” Abu Zur’ah menambahkan, “Saya khawatir hadis ini tidak memiliki asal.” Rahimahumullah al jamii’.

Hadis ini memiliki penguat dari hadis Yazid bin Saa`ib radhiyallahu ‘anhu, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, akan tetapi ia juga lemah, karena sanadnya berporos pada Ibnu Lahii’ah, dan ia juga seorang yang lemah.

Maka, yang sunnah adalah tidak mengusap wajah setelah doa, karena tidak valid dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tidak valid dari sahabat, tidak dalam qunut witir, tidak juga dalam selainnya. Tidak di dalam shalat tidak juga diluar shalat. Imam Malik ditanya tentang seseorang yang mengusap wajahnya dengan kedua tangannya saat berdoa. Ia mengingkarinya dan berkata, “Aku tidak mengetahuinya.”2

Al Marwazi rahimahullah berkata, “Adapun Ahmad bin Hanbal, menceritakan kepadaku Abu Dawud, ia berkata, “Aku mendengar Ahmad ditanya tentang seseorang yang mengusap wajahnya setelah witir, ia berkata, “Aku tidak pernah mendengarnya.” Aku juga melihat Ahmad tidak pernah melakukannya.

Al Baihaqi rahimahullah berkata, “Adapun mengusap wajah dengan kedua tangan setelah selesai berdoa, maka aku tidak mengetahui pendapat seorang pun dari salaf dalam doa qunut, walaupun diriwayatkan dari sebagian mereka di

1 HR Tirmidzi: 3386

2 Lihat: Kitab al Witr, al Marwazi, hal. 236.

luar shalat. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah hadis yang dhaif, yang dipakai oleh sebagian mereka di luar shalat. Adapun dalam shalat, maka ia termasuk amalan yang tidak valid berdasarkan hadis yang shahih, atsar dan qiyas. Oleh karena itu, yang lebih utama adalah tidak mengerjakannya dan hendaknya mencukupkan diri dengan amalan yang dikerjakan oleh Salaf radhiyallahu ‘anhum berupa mengangkat tangan namun tidak mengusapkannya ke wajah dalam shalat.”1

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Adapun mengusap wajah dengan kedua tangan, maka tidak ada satu pun hadis, atau dua hadis yang dapat saling menguatkan untuk dijadikan hujjah.”2

Dokumen terkait