• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membaca surat al Ikhlash, al Falaq dan an-Naas, meniupkannya pada kedua tangan lalu mengusapkan

Dalam dokumen Penjelasan Tentang Sunnah-Sunnah Sehari-Hari (Halaman 166-171)

ةَماَيِق ْ

C- Membaca surat al Ikhlash, al Falaq dan an-Naas, meniupkannya pada kedua tangan lalu mengusapkan

keduanya pada tubuh sebanyak tiga kali.

Hal ini berdasarkan hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha,

“Biasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak tidur pada setiap malam mengumpulkan kedua tangannya lalu meniup padanya, kemudian membaca

Qul huwallaahu ahad.” “Qul a’uudzu birabbil falaq

dan “Qul a’uudzu birabbin-naas.” Lalu mengusapkan keduanya pada bagian tubuh semampunya, beliau memulai dengan kepalanya, wajahnya, dan bagian depan tubuhnya. Hal itu beliau lakukan tiga kali.3

1 HR Bukhari: 4008, Muslim: 807.

2 Syarh Muslim, Nawawi, hadis: 808.

3 HR Bukhari: 5017.

Dari hadis yang lalu, dapat diambil pelajaran bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan sunnah ini setiap malam, sebagaimana hadis Aisyah, “Setiap malam.” Untuk yang ingin mempraktekkan sunnah ini, ia hendaknya mengumpulkan kedua tangannya lalu meniup padanya dengan surat al Ikhlash, al Falaq dan an Naas (mu’awwidzatain), kemudian mengusapkannya kepada tubuhnya sekemampuan, dimulai dari kepala dan wajahnya. Hal itu hendaknya ia lakukan tiga kali.

An-nafts (meniup) sama dengan an-nafkh, ia lebih ringan dari at-tafl, karena at-tafl tiupan yang disertai sedikit air liur. Ada yang mengatakan an nafts sama dengan at tafl.1

Dalam hadis diatas terdapat sedikit permasalahan, yaitu, zahir hadis menunjukkan bahwa tiupan sebelum bacaan, lalu apa faedah dari tiupan tersebut?

Diantara pada ulama ada yang berpendapat bahwa tiupan sebelum bacaan, sesuai dengan zahir hadisnya.

Hendaknya seseorang memulai dengan tiupan kemudian bacaan. Ini pendapat yang dipilih oleh Syaikh al Albani rahimahullah. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa tiupan setelah bacaan, karena keberkahannya terdapat pada tiupan atau sedikit air liur yang telah bercampur dengan al Qur`an.

Ini pendapat yang dipilih oleh guru kami Ibnu Utsaimin rahimahullah. Beliau mengatakan bahwa kata ‘tsumma

(kemudian) tidak selalu menunjukkan urutan. Beliau berkata, “Yang nampak, ia membaca satu kali, kemudian mengusap, lalu membaca lagi, kemudian mengusap.

1 Lihat: Lisan al Arab: ‘Nafatsa’ dan lihat: An Nihayah, Ibnul Atsair: ‘Nafatsa’

Masing-masing dengan bacaan ‘Qul huwallaahu ahad..”

Qul a’uudzu birabbil falaq..” dan “Qul a’uudzu birabbin- naas..” seluruhnya. Lalu ia mengusap. Kemudian ia mengulangi seluruh perbuatan itu. ini adalah yang ditunjukkan oleh teks hadis. Dan yang nampak –wallahu a’lam- bahwa tiupan setelah bacaan. Kata ‘kemudian’

tidak selalu menunjukkan urutan.

Dalam sebuah syair dikatakan:

“Kemudian orang yang menjadi pemimpin kemudian ayahnya menjadi pemimpin

Kemudian setelah itu kakeknya menjadi pemimpin.”

Hikmah dari semua itu adalah, bahwa air liur yang bercampur dengan bacaan tersebut, itulah yang mengandung keberkahan. Lalu, yang benar, usapan tersebut dilakukan ke atas tubuh yang terbalut baju.”1 Mungkin diantara hadis yang menunjukkan hal diatas adalah riwayat yang lain dari hadis ini dalam shahih Bukhari, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak tidur, beliau meniup dengan ‘Qul huwallahu ahad..”, dengan surat al Falaq dan an Naas (mu’awwidzatain) seluruhnya, kemudian mengusap dengan kedua tangan beliau itu wajahnya dan bagian jasadnya yang dapat dijangkau oleh kedua tangan beliau.” Aisyah radhiyallahu ‘anhu juga berkata, “Jika beliau sakit, beliau menyuruhku untuk melakukan hal itu.”2

Zahir dari hadis diatas menunjukkan bahwa tiupan itu dengan bacaan surat-surat tersebut, bukan sebelumnya.

1 Syarh Bukhari guru kami (6/60).

2 HR Bukhari: 5748.

Hadis ini juga menunjukkan bahwa Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam sangat menjaga sunnah ini. Hingga saat beliau sakit, beliau tetap melakukannya dengan cara menyuruh Aisyah. Dalam hadis di shahih Bukhari dan Muslim terdapat hadis yang menunjukkan bahwa tiupan ini bukan hanya dilakukan saat akan tidur, namun juga saat seseorang merasakan sakit pada tubuhnya. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau merasakan sakit, beliau meniupkan pada dirinya bacaan surat al Ikhlash, al Falaq dan an Naas, lalu mengusap bagian yang sakit itu dengan tangannya. Tatkala beliau sakit yang kemudian menyebabkan beliau meninggal, aku meniupkan pada diri beliau surat al Ikhlash, al Falaq dan an Naas yang biasa beliau lakukan, lalu aku mengusap tubuh beliau dengan tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”1 Dalam riwayat lain, “Aku mengusap dengan tangan beliau dalam rangka mencari keberkahannya.”2 D- Membaca surat al Kafirun:

Hal ini sebagaimana hadis Urwah bin Naufal radhiyallahu ‘anhu dari ayahnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Naufal, “Bacalah “Qul yaa ayyuhal kaafiruun..” lalu tidurlah setelah selesai, sesungguhnya surat itu mengandung sikap berlepas diri dari kesyirikan.”3

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan bahwa dalam bacaan sebelum tidur terdapat sejumlah hadis yang

1 HR Bukhari: 4439, Muslim: 2192.

2 HR Bukhari: 5016, Muslim: 2192.

3 HR Ahmad: 21934, Abu Dawud: 5055, dinilai hasan oleh al Albani rahimahullah.

shahih. Diantaranya hadis Abu hurairah radhiyallahu

‘anhu dalam bacaan ayat kursi. Telah dibahas dalam bab ‘Wakalah’ dan yang lainnya. Hadis Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dalam bacaan dua ayat terakhir surat al Baqarah. Telah dibahas juga dalam ‘Fadha`il al Qur`an’.

Kemudian hadis Urwah bin Naufal radhiyallahu ‘anhu dari ayahnya, “Bacalah ‘Qul yaa ayyuhal kaafiruun..”

kemudian tidurlah setelah selesai, sesungguhnya ia mengandung sikap berlepas diri dari kesyirikan.”1

Kedua, dari sunnah: terdapat doa yang banyak, diantaranya:

A- »َ

ْحَأَو ُتوُمَأ َّمُهَّللا َكِمْساِب

«

Bismika Allahumma amuutu wa ahyaa.2

(Dengan menyebut nama-Mu, ya Allah, aku mati dan aku hidup)

B-

اَهَتْيَيْح َ أ ْنِإ ،اَهاَيْ َمَو اَهُتاَمَم َكَل ،اَهاَّفَوَت َتْنَأَو ِسْفَن َتْقَلَخ َّمُهَّللا

«

»

َةَيِفاَعْلا َكُلَأْسَأ ِّنِإ َّمُهَّللا ،اَهَل ْرِفْغاَف اَهَّتَمَأ ْنِإَو ،اَهْظَفْحاَف

“Allaahumma khalaqta nafsii wa anta tawaffaha, laka mamatuhaa wa mahyaahaa, in ahyaitahaa fahfadzhaa, wa in amattahaa faghfir lahaa, Allahumma inni as`alukal ‘aafiyah.”3 (Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah yang telah menciptakan diriku dan Engkaulah yang akan mematikan aku. Engkau memiliki hak menghidupkan dan mematikan. Jika Engkau menghidupkan diriku, maka peliharalah ia, dan jika Engkau mematikannya,

1 Al Fath: hadis 6319.

2 HR Bukhari: 6324 dari hadis Hudzaifah.

3 HR Muslim: 2712 dari hadis Ibnu Umar.

ampunilah ia. Ya Allah aku memohon keselamatan kepadaMu)

C-

ّ ِ ُك َّبَرَو اَنَّبَر ،ميِظَع ْ لا ِشْرَع ْ لا َّبَرَو ِضْر َ لأا َّبَرَو ِتاَواَم َّسلا َّبَر َّمُهَّللا

»

َكِب ُذوُع َ

أ ، ِناَقْرُف ْ

Dalam dokumen Penjelasan Tentang Sunnah-Sunnah Sehari-Hari (Halaman 166-171)

Dokumen terkait