• Tidak ada hasil yang ditemukan

Doktrin dapat dihukumnya Korporasi

Dalam dokumen Hukum Pidana Lingkungan (Halaman 147-153)

T

147 Hukum Pidana Lingkungan

apakah pengurus saja atau korporasi itu sendiri atau keduanya harus dituntu tau dipidana.92

DR. SAIDAH, MH. 148

T

pelanggaran, atau tindakan pidana kejahatan yang telah mengakibatkan kerugian terhadap keuangan atau perekonomian negara; telah menimbulkan gangguan ketertiban umum (Ketentraman Publik); telah menimbulkan kematian massal, atau telah menimbulkan derita jasmania secara massal yang bukan berupa kematian; telah menimbulkan kerugian keuangan, atau telah menimbulkan kerusakan atau pencemaran lingkungan; atau tindak pidana yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.93

Muladi menyatakan perumusan pertanggung jawaban pidana korporasi dilakukan berdasarkan atas kepentingan masyarakat dan tidak dasar tingkatan kesalahan subjektif.

dalam hal ini strict (absolute) liability yang meninggalkan asas mens rea merupakan refleksi kecenderungan untuk menjaga keseimbangan kepentingan sosial.94

Doctrin Of Vicarious Liabilty

Teori atau ajaran atau doktrin ini diambil dari hukum perdata dalam konteks pertanggung jawaban perbuatan melawan hukum (Tortious liability) yang diterapkan pada hukum pidana. Vicarious liability biasanya berlaku dalam hukum pidana tentang perbuatan melawan hukum (the law torts) berdasarkan doctrine of respondeat superior. Dalam perbuatan-perbuatan perdata, seorang majikan bertanggung

93 Ibid., hlm.140

94 Ibid., hlm.140

T

149 Hukum Pidana Lingkungan

jawab untuk kesalahan-kesalahan yang oleh dilakukan bahwanya sepanjang hal itu terjadi dalam rangka pekerjaan.

hal ini memberikan kemungkinan kepada pihak yang dirugikan karena perbuatan-perbuatan melawan hukum dari mereka untuk menggugat majikannya agar membayar ganti rugi apabila dapat dibuktikan pertanggung jawabannya.95

Ajaran vicarious liability (ajaran pertanggung jawaban vikarius) merupakan pengembangan yang terjadi dalam hukum pidana, karena ajaran ini menyimpang dari atas umum yang berlaku dalam sistem hukum Common Law , bahwa seorang tidak dapat dipertanggung jawabkan perbuatannya tanpa sepengetahuannya atau tanpa otorisasi.

Maka, berdasarkan ajaran Vicarious liability ini pihak lain dapat dipertanggung jawabkan secara pidana atas perbuatan pihak lain dalam Common Law, seorang majikan (Employer) bertanggung jawab secara Vikarius (liable vicariosly) atas perbuatan-perbuatan dari bahannya yang telah menimbulkan gangguan publik , atau dalam hal membuat pernyataan-pernyataan yang dapat merusak nama baik orang lain.

Doctrin Of Delegation

Doktrin ini merupakan salah satu alasan untuk dapat mempertanggung jawabkan pidana secara vikarius, karena adanya pendegelasian dari seseorang kepada orang lain

95 Ibid., hlm.140

DR. SAIDAH, MH. 150

T

untuk melaksanakan wewengan dari seseorang yang dimilikinya. Pendelegasian wewengan oleh majikan kepada bawahannya ini merupakan alasan pembenar bagi dapat diberikannya pertanggung jawaban pidana kepada majikannya atas perbuatannya pidana yang dilakukan oleh bawahannya yang memperoleh pendelegasian wewengan itu.96

Doctrin Of Identification

Teori atau doktrin ini mengajukan bahwa untuk dapat mempertanggung jawabkan pidana kepada suatu korporasi harus mampu di Identifikasi siapa yang melakukan tindakan pidana tersebut. dan, apa bila tindak pidana itu dilakukan oleh mereka yang merupakan directin mean dari korporasi tersebut, maka baru pertanggung jawaban dari tindak pidana itu dapat dibebankan kepada korporasi. Teori atau doktrin ini memberikan alasan pembenar bagi pembebanan pertanggung jawaban pidana kepada korporasi yang notabene tidak dapat berbuat dan tidak mungkin memiliki mens rea karena tidak memiliki kalbu. Perbuatan yang tidak dianggap sebagai tindak pidana yang dilakukan oleh personil korporasi adalah hanya apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh personil korporasi yang memiliki

96 Ibid., hlm 142

T

151 Hukum Pidana Lingkungan

kewenangan untuk dapat bertindak sebagai directing mind dari korporasi tersebut.97

Doctrin Of Aggregation

Doktrin atau ajaran Aggregasi ini mengajarkan seseorang dianggap meregasikan (Mengkombinasikan) semua perbuatan dan semua unsur mental (sikap kalbu) dari berbagai orang secara relevan dalam lingkungan perusahaan untuk dapat memastikan bahwa semua perbuatan dan unsur mental tersebut adalah suatu tindak pidana seperti seakan- akan semua perbuatan dan unsur mental itu telah dilakukan oleh 1 orang saja.

Dalam korporasi dapat saja orang melaksanakan perintah atasannya, tanpa tau latar belakang yang melakukan pidana, yang dilakukannya. karena pelaku actus reus (unsur perbuatan) ini tidak memiliki mens rea (unsur kesalahan) , maka pelaku sesungguhnya tidak dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatan tersebut. namun demikian, korporasi harus tetap bertanggung jawab atau perbuatan pidana yang dilakukan karena terpenuhi syarat adanya actus reus dan adanya mens rea sebagai hasil agregasi (gabungan) dari beberapa orang.98

Doctrin Reactive Corporate Fault

97 Ibid., hlm 143

98 Ibid., hlm 143

DR. SAIDAH, MH. 152

T

Doktrin atau ajaran ini mengajarkan bahwa, korporasi yang menjadi terdakwa diberi kesempatan oleh pengadilan untuk melakukan sendiri pemeriksaan, siapa yang dianggap paling bersalah , dan tindakan apa yang telah diberikan kepada orang yang dianggap bersalah tersebut. Apabila laporan perusahaan atau korporasi ini dianggap cukup memadai maka korporasi dibebaskan dari pertanggungjawaban tersebut. Namun apabila, laporan korporasi tersebut dianggap tidak memadai oleh pengadilan, maka baik korporasi maupun para pemimpin akan dibebani pertanggung jawaban atas kelalaian tidak memenuhi perintah pengadilan itu. hukum yang dapat diberikan pengadilan kepada korporasi dapat berupa publisitas yang tidak mengtungkan bagi korporasi (court ordered publicity) Korporasi harus melakukan kegiatan-kegiatan pelayanan tertentu kepada masyarakat (Comite Service) dan hukum berupa tindakan disiplin terhadap korporasi yang bersangkutan (Punitive injuctive setence).

Pengakuan terhadap korporasi sebagai subjek hukum pidana sebanarnya telah diakui di Indonesia, sejak bentuknya Undang-undang No.5 Drt. Tahun 1995 tentang Tindak Pidana Ekonomi yang dalam Undang-undang ini, telah diatur bahwa korporasi yang mana dalam undang-undang ini, telah diatur bahwa korporasi dapat dipidana. Demikian pula Undang-undang Pemberantasan Korupsi Undang- undang pemberantasan Terorisme, Undang-undang Narkotika, undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan

T

153 Hukum Pidana Lingkungan

Lingkungan Hidup, Undang-undang Kehutanan, Undang- undang Perkebunan telah menjadikan korporasi sebagai subjek hukumnya yang dapat dipidana.

Dalam dokumen Hukum Pidana Lingkungan (Halaman 147-153)