• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi

Dalam dokumen LAPORAN PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN (Halaman 88-92)

BAB III ANALISIS MASALAH

3.3 Monitoring dan Evaluasi

3.3.2 Evaluasi

Material : slide

presentasi, Poster, brosur, Kalender Obat Tuberkulosis, ILM (video dan cetak) Methode : Seminar

sederhana, tanya jawab

Money :

Rp.120.000

terkait Penyakit Tuberkulosis, penjaringan target terduga, komunikasi yang baik kepada

sasaran, penggunaan metode dan media yang tepat serta penjelasan penggunaan ILM untuk keberlanjutan program

kemampuan kader dalam pemilihan metode hingga penggunaan media promosi kesehatan yang tepat (Poster, Brosur,

Kalender Minum Obat Tuberkulosis, dan ILM)

Melalui kegiatan ini, didapatkan hasil berupa komitmen pencegahan dan pengendalian penyakit menular Tuberkulosis oleh pihak yang ikut terlibat.

Telah dilakukan kegiatan intervensi melalui pelaksanaan kegiatan penyuluhan terkait Tuberkulosis kepada masyarakat. Pelaksanaannya dilakukan dalam dua jenis kegiatan, dimana kegiatan penyuluhan pertama diberikan kepada masyarakat Jorong Kampuang Tangah yang disertai dengan kegiatan skrinning kesehatan PTM dan PM. Penyuluhan dilakukan dengan memanfaatkan media poster serta brosur yang disebarkan kepada masyarakat yang mengikuti pemeriksanaan. Kemudian, kegiatan penyuluhan kedua dilakukan kepada pengujung yang datang ke Puskesmas Mungka dengan menggunakan metode ceramah. Dalam kedua pelaksanaanya, telah dilakukan pemberian pre test dan post test pada tiap- tiap masyarakat yang hadir dengan tujuan untuk mengukur adanya peningkatan pemahaman pada masyarakat setelah diberikannya penyampaian materi terkait Tuberkulosis. Masyarakat yang hadir cukup interaktif saat mendengarkan penyampaian materi yang diberikan oleh mahasiswa PBL. Adapun kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan intervensi ini yaitu kurang memadainya tempat pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang dilakukan di wilayah Puskesmas Mungka. Hal ini disebabkan pada saat pelaksanaannya sedang berbarengan dengan kegiatan renovasi gedung puskesmas. Sehingga suasana selama pelaksanaan penyuluhan terasa yang kurang kondusif.

Kegiatan intervensi ketiga yang dilakukan yaitu melalui kegiatan penjaringan terhadap target terduga Tuberkulosis serta kontak serumah

diseluruh wilayah kerja Puskesmas Mungka. Kegiatan penjaringan pertama dilakukan di wilayah Talang Maur bersama dengan lintas sektor (nagari) dan kader pada Hari Jumat, 29 September 2023. Kemudian, kegiatan penjaringan kedua dilakukan pada hari Senin, 2 Oktober 2023 di wilayah Lubuak Simato. Dalam pelaksanaannya, dilakukan sesi tanya jawab terkait gejala penyakit Tuberkulosis pada masyarakat terduga dan nantinya dilakukan pengumpulan sputum dan skrinning Tuberkulosis bagi masyarakat yang terindikasi. Melalui kegiatan ini, diketahui status target terduga Tuberkulosis yang perlu diberikan pengobatan dan tindak lanjut sehingga dapat mencegah terjadinya penularan kasus Tuberkulosis di wilayah Kecamatan Mungka. Salah satu kendala yang dirasakan saat pelaksanaan kegiatan penjaringan ini adalah kurang terbukanya keluarga yang menjadi target terduga Tuberkulosis untuk dimintai keterangan terkait masalah kesehatannya. Beberapa masyarakat masih tampak acuh terhadap bahaya penularan penyakit Tuberkulosis ini, sehingga masih diperlukannya peningkatan kesadaran melalui kegiatan penyuluhan secara rutin oleh pihak puskesmas dan kader terkait.

Pelaksanaan intervensi keempat adalah peningkatan kapasitas kader bersama dengan Puskesmas Mungka. Kegiatan ini dilaksanakan pada Hari Kamis, 5 Oktober 2023 di Gedung Serba Guna Nagari Mungka. Dalam pelaksanaannya, dilakukan pembekalan kepada seluruh kader yang bertujuan untuk meningkatkan keaktifannya agar mampu secara mandiri dan berkesinambungan dalam menjalankan berbagai tugasnya, terkhusus dalam mengatasi penyebaran penyakit Tuberkulosis. Telah dilakukan

pemaparan materi terkait gambaran umum penyakit Tuberkulosis, bagaimana pelaksanaan penjaringan target terduga, tata cara komunikasi yang sesuai dengan karakteristik sasaran, serta apa saja metode dan media yang tepat untuk digunakan. Beberapa kader yang hadir tampak aktif memberikan pertanyaan dan masukan dalam keberhasilan pelaksanaan program. Kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan kegiatan intervensi ini adalah keadaan cuaca yang tidak mendukung pada saat pelaksanaan kegiatan yang mengakibatkan kurangnya partisipan kader yang hadir. Hal ini mengakibatkan tidak meratanya pemberian pembekalan pengetahuan dan keterampilan pada seluruh kader yang ada di wilayah kerja Puskesmas Mungka.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tuberkulosis

4.1.1 Defenisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA).

Umumnya, bakteri ini sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan Tuberkulosis paru, namun tidak menutup kemungkinan bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (Tuberkulosis ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya.(6)

Tuberkulosis merupakan sebuah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh agen infeksi bakteri M. tuberkulosis yang umumnya menyerang organ paru pada manusia. Penyakit ini ditularkan oleh penderita BTA positif yang menyebar melalui droplet nuclei yang keluar saat seorang penderita batuk atupun bersin. Bakteri yang menyebar di udara dapat dihirup oleh orang sehat sehingga dapat menyebabkan infeksi.(10)

4.1.2 Epidemiologi Tuberkulosis

World Health Organization dalam Global Tuberkulosis Report tahun 2021 menyatakan bahwa pada tahun 2020 sekitar 9,9 juta orang meninggal dunia diakibatkan oleh Tuberkulosis paru dengan kasus terbanyak berada di wilayah Asia Tenggara (43%), Afrika (25%) dan Pasifik Barat (18%). Selain itu, terdapat 8 negara yang menyumbangkan kasus Tuberkulosis terbanyak diantaranya India (26%), Cina (8,5%), Indonesia (8,4%), Filipina (6,0%), Pakistan (5,8%), Nigeria (4,6%), Bangladesh (3,6%) dan Afrika Selatan (3,3%).

Jumlah kasus Tuberkulosis setiap tahunnya selalu meningkat, dimana pada tahun 2017 jumlah kasus yang ditemukan mencapai 443.670 kasus yang kemudian meningkat tajam di tahun 2018 yakni sebesar 565.869 hingga mencapai 568.987 kasus pada tahun 2019. Pada tahun 202, jumlah temuan kasus Tuberkulosis di Indonesia mengalami penurunan menjadi 351.936 kasus. Sedangkan, pada tahun 2021 kasus Tuberkulosis di Indonesia mengalami peningkatan hingga mencapai 393.323 kasus.(11) Menurut Global Tuberkulosis Report tahun 2021, angka insiden Tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2020 adalah sebesar 301 per 100.000 penduduk. Angka kasus ini telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka insidens Tuberkulosis tahun 2019 yaitu sebesar 312 per 100.000 penduduk. Namun, angka kematian Tuberkulosis tahun 2019 dan 2020 masih berada pada level yang sama yaitu sebesar 34 per 100.000 penduduk.

Pada tahun 2018, terdapat lima provinsi yang berkontribusi lebih dari 50% notifikasi kasus Tuberkulosis, yaitu Jawa Barat (105.794 kasus), Jawa Timur (71.791 kasus), Jawa Tengah (65.014 kasus), DKI Jakarta (41.441 kasus), dan Sumatera Utara (35.035 kasus). Kelima provinsi tersebut merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terpadat se-Indonesia. Mengacu pada data dan informasi profil kesehatan Indonesia tahun 2022, temuan jumlah kasus terduga Tuberkulosis di Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar 51.713 kasus. Terdapat temuan seluruh kasus positif Tuberkulosis yaitu sebesar 8.216 kasus, dengan 5.036 kasus (61,3 %) pada laki-laki dan 3.180 kasus (38,7 %) pada perempuan.(7) Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat tahun 2021, angka penemuan kasus Tuberkulosis di Kabupaten Lima Kota berada pada angka rata-rata sebesar 25,30 %, dimana kasus ini berada dalam peringkat 10 besar tertinggi. Terdapat lima kabupaten/kota dengan angka penemuan kasus tertinggi yaitu Pesisir Selatan (55,10 %), Padang Pariaman (51,40 %), Pasaman Barat (49,00 %), Padang (48,00 %), dan Pasaman (37,70 %).(5)

Puskesmas Mungka merupakan salah satu puskesmas yang berada di Kabupaten Lima Puluh Kota yang terletak di wilayah Kecamatan Mungka dengan luas wilayah kerja sebesar 83,76 km2. Wilayah kerja Puskesmas Mungka tersebar pada 5 nagari dan 24 jorong dengan jumlah penduduk sebesar 27.023 jiwa. Berdasarkan data capaian kinerja program Tuberkulosis di Puskesmas Mungka, angka temuan target terduga Tuberkulosis adalah sejumlah 267 orang dengan sasaran/target per tahun sebesar 940 orang. Angka

temuan ini terbilang masih rendah dengan kesenjangan yang cukup tinggi dikarenakan belum maksimalnya kegiatan penjaringan suspect Tuberkulosis yang telah dilakukan.

4.1.3 Etiologi dan Transmisi Tuberkulosis

Secara umum, terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi Tuberkulosis, yaitu Mycobacterium tuberkulosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti dan Mycobacterium cannettii. Hingga saat sekarang ini, Mycobacterium Tuberkulosis masih menjadi bakteri yang paling sering ditemukan dengan rute penularan antar manusia melalui udara.

Penularan Tuberkulosis dari manusia ke manusia lain umumnya terjadi lewat udara melalui percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar saat seorang yang terinfeksi Tuberkulosis mengalami batuk, bersin, maupun berbicara. Percik renik juga dapat dikeluarkan saat pasien Tuberkulosis paru melalui prosedur pemeriksaan yang menghasilkan produk aerosol seperti saat dilakukannya induksi sputum, bronkoskopi dan juga saat dilakukannya manipulasi terhadap lesi atau pengolahan jaringan di laboratorium. Percik renik, yang merupakan partikel 1 sampai 5 μm dapat menampung 1-5 basilli, dan bersifat sangat infeksius, dan dapat bertahan di dalam udara sampai 4 jam. Dikarenakan ukurannya yang sangat kecil, percik renik umumnya memiliki kemampuan mencapai ruang alveolar dalam paru, dimana bakteri kemudian terjadi replikasi.

Penularan Tuberkulosis biasanya terjadi di dalam ruangan yang gelap dengan minim ventilasi, dimana percik renik dapat bertahan di udara dalam waktu yang lebih lama. Saat terjadinya kontak dekat dengan orang terinfeksi dalam waktu yang lama, maka risiko penularan akan meningkat. Apabila seseorang telah terinfeksi, proses paparan hingga berkembang menjadi penyakit Tuberkulosis aktif berkaitan erat pada kondisi imun individu. Pada individu dengan sistem imun normal, 90% tidak akan berkembang menjadi penyakit Tuberkulosis dan hanya 10% dari kasus akan menjadi penyakit Tuberkulosis aktif. Risiko paling tinggi terdapat pada dua tahun pertama pasca-terinfeksi. Umumnya kelompok dengan risiko tinggi terinfeksi adalah anak-anak dibawah usia 5 tahun dan lanjut usia.

Seseorang dengan kondisi imun rendah lebih rentan mengalami penyakit Tuberkulosis aktif dibandingkan dengan orang dengan kondisi sistem imun yang normal. Diketahui bahwa 50-60% orang dengan HIV-positif yang terinfeksi Tuberkulosis akan mengalami penyakit Tuberkulosis yang aktif. Hal ini juga dapat terjadi pada kondisi medis lain dimana sistem imun mengalami penekanan seperti pada kasus silikosis, diabetes melitus, dan penggunaan kortikosteroid atau obat-obat imunosupresan lain dalam jangka panjang.(8)

4.1.4 Faktor Risiko Tuberkulosis

Menurut Pribadi et al. (2017), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian Tuberkulosis, antara lain:

1. Usia

Usia ikut berperan dalam kejadian Tuberkulosis. Diketahui bahwa risiko Tuberkulosis digambarkan seperti kurva normal terbalik, dimana seseorang berisiko tinggi terjangkit Tuberkulosis pada usia 2 tahun pertama dan memiliki daya tahan yang lebih baik saat usia lebih dari 2 tahun hingga dewasa. Kemudian, puncak tertinggi seseorang untuk terserang Tuberkulosis kembali berada seiring dengan bertambahnya usia seseorang atau sekelompok orang.

2. Status rumah

Kondisi rumah merupakan salah satu faktor risiko penularan Tuberkulosis melalui paru-paru. Hal ini dikarenakan atap, dinding, dan lantai dapat menjadi tempat berkembang biaknya kuman. Suatu kondisi saat lantai dan dinding sulit dibersihkan meningkatkan risiko menumpuknya debu, sehingga nantinya dapat menjadi tempat berkembang biak yang baik bagi kuman.

3. Merokok

Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor risiko yang dapat memperburuk gejala Tuberkulosis pada seseorang. Dengan demikian, seorang perokok aktif umumnya lebih rentan terhadap untuk terjangkit penyakit Tuberkulosis.

4. Riwayat kontak

Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis merupakan suatu penyebab penularan penyakit Tuberkulosis. Diketahui bahwa rata-rata satu penderita dapat menginfeksi 2-3 orang dalam satu rumah tangga. Jika

dalam suatu rumah tangga terdapat penderita Tuberkulosis yang lebih banyak, maka risiko yang dimiliki 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita Tuberkulosis.(12)

4.1.5 Gejala Tuberkulosis

Seseorang ditetapkan sebagai terduga dan penderita Tuberkulosis apabila ditemukan beberapa gejala Tuberkulosis. Menurut Andareto (2015), bentuk gejala umum yang sering dirasakan pada penderita Tuberkulosis yaitu:

1. Batuk lebih dari 2 minggu secara terus menerus.

Umumnya kondisi batuk yang ditemukan disertai dengan dahak. Jika seorang penderita sudah dalam kondisi yang cukup parah juga dapat juga ditemukan kondisi batuk yang disertai darah.

2. Demam lebih dari sebulan dan ikut disertai meriang pada malam hari.

Tak jarang juga ditemukan kondisi penderita yang berkeringat pada malam hari meskipun tidak dilakukannya aktivitas fisik.

3. Nafsu makan berkurang.

Jika kondisi ini terjadi pada anak-anak, maka dapat mengganggu pertumbuhan anak sehingga mengakibatkan tumbuh kembang anak tidak sesuai dengan usianya.

4. Penurunan berat badan

Badan terasa kurang fit (malaise), lemah, dan lesu.

Selain gejala umum yang biasa ditemukan pada pasien Tuberkulosis, menurut Rimbi (2014) terdapat beberapa gejala khusus diantaranya:

1. Melemahnya suara napas yang disertai dengan kondisi sesak 2. Sakit pada dada

3. Infeksi pada tulang, keluar cairan nanah pada kulit diatasnya.

Jika telah ditemukannya beberapa gejala tersebut pada pasien terduga Tuberkulosis yang sebelumnya telah memiliki riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis BTA(+), maka dapat dilakukan penetapan dugaan bahwa orang tersebut juga menderita Tuberkulosis. Gejala umum yang ditemukan pada penderita Tuberkulosis ekstra paru dapat dilihat dari organ yang terinfeksi. Sedangkan itu, beberapa gejala dan tanda pada pasien Tuberkulosis ekstra paru umumnya dapat berupa nyeri dada pada Tuberkulosis pleura atau Pleuritis, pembesaran kelenjar limfe (Limfadenitis tuberkulosis), dan pembengkokan tulang belakang (Spondilitis tuberkulosis).(13)

4.1.6 Upaya Penanggulangan Tuberkulosis

Tujuan utama penanggulangan Tuberkulosis yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024 dan strategi pembangunan kesehatan nasional Kemenkes RI 2020-2024 adalah menurunkan insidensi Tuberkulosis dari 319 per 100.000 penduduk di tahun 2017 menjadi 190 per 100.000 penduduk di tahun 2024.

Upaya menuju eliminasi Tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2030 seperti yang telah diamanatkan dalam RPJMN 2020-2024 dan Strategi

Pembangunan Kesehatan Nasional 2020-2024 akan dicapai dengan penerapan enam strategi, yakni:

1. Penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk mendukung percepatan eliminasi Tuberkulosis 2030

2. Peningkatan akses layanan Tuberkulosis bermutu dan berpihak pada pasien

3. Optimalisasi upaya promosi dan pencegahan, pemberian pengobatan pencegahan Tuberkulosis dan pengendalian infeksi

4. Pemanfaatan hasil riset dan teknologi skrining, diagnosis, dan tatalaksana Tuberkulosis

5. Peningkatan peran serta komunitas, mitra dan multisektor lainnya dalam eliminasi Tuberkulosis

6. Penguatan manajemen program melalui penguatan sistem kesehatan.(14)

Pencegahan dan pengendalian risiko bertujuan untuk mengurangi hingga mengeliminasi penularan dan kejadian penyakit Tuberkulosis di masyarakat. Beberapa bentuk upaya yang dapat dilakukan diantaranya:

a. Pengendalian Kuman Penyebab Tuberkulosis

b. Mempertahankan cakupan pengobatan dan keberhasilan pengobatan tetap tinggi

c. Melakukan penatalaksanaan penyakit penyerta (komorbid Tuberkulosis) yang mempermudah terjangkitnya Tuberkulosis, misalnya HIV, diabetes, dll.

1. Pengendalian Faktor Risiko Individu

a. Membudayakan PHBS atau Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, makan makanan bergizi, dan tidak merokok

b. Membudayakan perilaku etika berbatuk dan cara membuang dahak bagi pasien Tuberkulosis

c. Meningkatkan daya tahan tubuh melalui perbaikan kualitas nutrisi bagi populasi terdampak Tuberkulosis

d. Pencegahan bagi populasi rentan

1) Vaksinasi BCG bagi bayi baru lahir

2) Pemberian profilaksis INH pada anak di bawah lima tahun 3) Pemberian profilaksis INH pada ODHA selama 6 bulan dan

diulang setiap 3 tahun

4) Pemberian profilaksis INH pada pasien dengan indikasi klinis lainnya seperti silikosis

2. Pengendalian Faktor Lingkungan a. Mengupayakan lingkungan sehat

b. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya sesuai persyaratan baku rumah sehat

3. Pengendalian Intervensi daerah berisiko penularan

a. Kelompok khusus maupun masyarakat umum yang berisiko tinggi penularan Tuberkulosis (lapas/rutan, masyarakat pelabuhan, tempat kerja, institusi pendidikan berasrama, dan tempat lain yang teridentifikasi berisiko.

b. Penemuan aktif dan masif di masyarakat (daerah terpencil, belum ada program, padat penduduk).

4. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).

Upaya dalam mencegah penularan Tuberkulosis pada semua orang yang terlibat dalam pemberian pelayanan pada pasien Tuberkulosis menjadi focus perhatian utama. Fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan layanan Tuberkulosis harus menerapkan PPI Tuberkulosis untuk memastikan berlangsungnya deteksi segera, tindakan pencegahan dan pengobatan seseorang yang dicurigai atau dipastikan menderita Tuberkulosis. Upaya tersebut diterapkan dalam penanggulangan infeksi dengan 4 pilar, yaitu:

1. Pengendalian secara Manajerial

Komitmen, kepemimipinan dan dukungan manajemen yang efektif berupa penguatan dari upaya manajerial bagi program PPI Tuberkulosis yang meliputi:

• Membuat kebijakan pelaksanaan PPI Tuberkulosis.

• Membuat Standar Prosedur Operasional (SPO) mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans.

• Membuat perencanaan program PPI Tuberkulosis secara komprehensif.

• Memastikan desain dan persyaratan bangunan serta pemeliharaannya sesuai PPI Tuberkulosis.

• Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI Tuberkulosis, yaitu tenaga, anggaran, sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

• Monitoring dan Evaluasi.

• Melakukan kajian di unit terkait penularan Tuberkulosis.

• Melaksanakan promosi pelibatan masyarakat dan organisasi masyarakat terkait PPI Tuberkulosis

2. Pengendalian secara administratif

Pengendalian secara administratif merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah/mengurangi pajanan kuman Mycobacterium Tuberkulosis kepada petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan lingkungan sekitarnya dengan menyediakan, menyebar luaskan dan memantau pelaksanaan prosedur baku serta alur pelayanan. Upaya ini mencakup:

• Strategi Temukan pasien secepatnya, Pisahkan secara aman, Obati secara tepat (TEMPO).

• Penyuluhan pasien mengenai etika batuk.

• Penyediaan tisu dan masker bedah, tempat pembuangan tisu, masker bedah serta pembuangan dahak yang benar.

• Pemasangan poster, spanduk dan bahan untuk KIE.

• Skrining bagi petugas yang merawat pasien Tuberkulosis.

3. Pengendalian lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan

Pengendalian lingkungan fasyankes adalah upaya peningkatan dan pengaturan aliran udara/ventilasi dengan menggunakan teknologi sederhana untuk mencegah penyebaran kuman dan mengurangi/menurunkan kadar percikan dahak di udara. Upaya Penanggulangan dilakukan dengan menyalurkan percikan dahak kearah tertentu (directional airflow) atau menambahkan radiasi ultraviolet sebagai germisida. Sistem ventilasi terbagi atas 3 jenis, yaitu:

• Ventilasi Alamiah

• Ventilasi Mekanik

• Ventilasi campuran

4. Pemanfaatan Alat Pelindung Diri

Penggunaan alat pelindung diri pernafasan oleh petugas kesehatan di tempat pelayanan sangat penting untuk menurunkan risiko terpajan. Hal ini dikarenakan kadar percik renik belum dapat dihilangkan hanya dengan menggunakan upaya administratif dan lingkungan.(1)

4.1.7 Suspect Tuberkulosis

Tersangka penderita Tuberkulosis adalah seseorang dengan gejala batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Kondisi batuk ini umumnya

diikuti dengan beberapa gejala tambahan seperti dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, malaise, berkeringat di malam hari walaupun tanpa melakukan kegiatan fisik, hingga demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain Tuberkulosis, seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker paru dan lain-lain. Mengingat tingginya prevalensi Tuberkulosis di Indonesia saat ini, maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala-gejala tersebut, dianggap sebagai seorang terduga (suspect) pasien Tuberkulosis dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

Penjaringan terhadap terduga (suspect) pasien Tuberkulosis merupakan salah satu dari serangkaian kegiatan untuk menemukan pasien Tuberkulosis sebagai langkah untuk pencegahan penularan penyakit terhadap orang lain.

Penjaringan terduga pasien Tuberkulosis dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang didukung dengan promosi secara akif oleh petugas kesehatan bersama masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan suspect penderita Tuberkulosis. Dalam menemukan suspek, perlu adanya dukungan pengetahuan penderita Tuberkulosis. Hal ini dikarenakan perilaku menemukan suspek Tuberkulosis muncul karena penderita telah mempunyai pengetahuan yang memadai tentang penyakit Tuberkulosis dan sikap yang positif terhadap program penanggulangan Tuberkulosis.

4.2 Plan Do Check Action (PDCA) 4.2.1 Tahap Plan (Perencanaan)

Tahap Perencanaan diawali dengan pengumpulan data sekunder dari Puskesmas Mungka. Data yang dikumpulkan berupa data capaian PKP (Penilaian Kinerja Puskesmas) pada bulan Januari – Juni 2023. Selain data tersebut, mahasiswa PBL juga berdiskusi dan meminta pendapat dengan Pembimbing Lapangan dan pemegang program terkait program yang tinggi kesenjangan antara target dan capaiannya di Puskesmas Mungka.

Dari hasil analisis data berdasarkan sumber data diatas, mahasiswa mengevaluasi seluruh program, menentukan perioritas, dan penyelesaian masalah. Menurut lampiran indikator target dan capaian Puskesmas Mungka Januari – Juni 2023 penemuan target terduga Tuberkulosis merupakan salah satu kelompok dengan kesenjangan cukup tinggi yaitu sebesar 30.9%.

Selanjutnya, data tersebut dilakukan pengkajian dengan menggunakan metode USG (Urgency, Seriousness, dan Growth), sehingga ditetapkan rendahnya penemuan target terduga Tuberkulosis sebagai perioritas masalah.

Beberapa penyebab rendahnya penemuan target terduga Tuberkulosis di Puskesmas Mungka adalah :

1. Man (Manusia)

Berdasarkan analisis data sekunder lampiran indikator target dan capaian Puskesmas Mungka Januari - Juni 2023 serta observasi yang didapatkan penyebab masalah yang dilihat dari sisi masyarakat, masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang tuberkulosis. Ditandai dengan banyaknya dijumpai masyarakat yang hanya meminta obat batuk kepada dokter ketika mendapatkan gejala

dari penyakit Tuberkulosis tanpa mau memeriksakan dahaknya.

Kemudian, kurangnya satuan tugas berantas Tuberkulosis di Puskesmas Mungka dalam mencari, menemukan, dan mengumpulkan target terduga Tuberkulosis. Serta, kurangnya peran lintas sektor dalam hal pengendalian dan pencegahan penyakit Tuberkulosis.

2. Methode (Metode)

Penyebab masalah kasus tuberkulosis adalah tidak meratanya intervensi yang dilakukan dalam pencegahan tuberkulosis. Intervensi dilakukan oleh penanggungjawab program dan bidan yang bertugas di wilayah terkait untuk melakukan investigasi dari rumah ke rumah yang terduga Tuberkulosis. Namun, karena rendahnya kesadaran hingga dukungan dukungan lintas sektor menyebabkan gerakan penjaringan sulit dilaksanakan dan mencapai target yang telah ditetapakan. Hal ini menjadi semakin parah dengan penderita Tuberkulosis yang tidak menggunakan masker ketika keluar rumah, minum obat tidak tepat waktu, tidak menjaga jarak dengan anggota keluarga, dan kurangnya kesadaran anggota keluarga bahwa tuberkulosis adalah penyakit yang berbahaya dan mudah menular.

3. Material (Sarana)

Penyebab masalah Tuberkulosis dari segi material adalah kurang maksimalnya penggunaan media promosi kesehatan terkait penyakit tuberkulosis. Sedangakan melalui media inilah peluang besar penyedia layanan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai

penyakit Tuberkulosis. Seperti pelaksaan penyuluhan pada saat pasien munggu diberikan layanan kesehatan.

4. Environment (Lingkungan)

Penyebab masalah dari segi lingkungan adalah rendahnya kesadaran masyarakat tentang mudahnya penularan bakteri Tuberkulosis dan betapa berbahaya nya penyakit tersebut. Hal ini sesuai dengan kejadian di lapangan dimana penderita Tuberkulosis tidak menggunakan masker ketika keluar rumah, minum obat tidak tepat waktu, tidak menjaga jarak dengan anggota keluarga, dan kurangnya kesadaran anggota keluarga bahwa Tuberkulosis adalah penyakit yang berbahaya dan mudah menular.

Setelah penyebab masalah ditemukan ada beberapa solusi alternatif yang diperoleh melalui brandstorming antara mahasiswa, pemegang program, dan pembimbing lapangan. Kemudian kelompok menetapkan prioritas pemecahan masalah menggunakan metode efektifitas dan efisiensi dengan menghitung indikator diantaranya, besarnya masalah yang bisa diatasi (M), pentingnya jalan keluar untuk menyelesaikan masalah (I), ketepatan jalan keluar (V) dan biaya yang dikeluarkan (C) untuk menghasilkan prioritas pemecahan masalah (P).

Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan tiga prioritas alternatif pemecahan masalah yaitu:

1. Penandatanganan komitmen oleh lintas sektor terhadap peran aktif pemecahan masalah penyakit Tuberkulosis

Dalam dokumen LAPORAN PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN (Halaman 88-92)

Dokumen terkait