BAB I PENDAHULUAN
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.7 Evaluasi
Menganjurkan pasien untuk diit rendah garam dan mengurangi makanan berlemak yaitu menjauhkam makanan yang mengandung banyak garam dan makanan berlemak seperti ikan asin dan daging
Sabtu, 13 Maret 2021 Pukl 08.00 WIB
Intoleansi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan pasien mengatakan cepat kelelahan
S :
1. Pasien mengatakan cepat kelelahan
2. Pasien mengatakan tidak mampu untuk berdiri sendiri
3. Keluarga Tn. S mengatakan jika kambuh, Ny. M tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri karena nyeri
O:
1. Kesadaran umum : lemah
2. Pasien tampak hanya berbaring di tempat tidur 3. Mobilitas pasien dibantu oleh keluarga
4. TTV
TD : 160/90 mmHg N : 89x/mnit S : 37,0̊ C RR : 23x/menit A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
1. Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
2. Mendorong pasien melakukan aktivitas yang ringan dan menguangi aktivitas yang berat
Minggu, 14 Maret 2021 Pukul 09.00 WIB
Nyei akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri dibagian kepala dan tengkuk leher
S:
1.Pasien mengatakan masih sedikit merasa sakit kepala, pusing, dan nyeri dibagian tengkuk leher
P : Saat tekanan darahnya naik
Q : Seperti di tusuk-tusuk dan cekot-cekot R : Dibagian kepala dan tengkuk leher T : Sewaktu-waktu
2.Durasi nyeri mulai jarang muncul
3.Ny. M megatakan sudah mengurangi mengkonsumsi ikan asin dan daging 4.Keluarga mengatakan sedikit memahami cara merawat Ny. M
O:
1.GCS : Composmentis (4,5,6)
2.Pasien sudah tidak sering memegangi kepala karena masih sedikit merasa sakit 3.Wajah pasien sedikit menyeringai menahan nyeri
4.Skala nyeri : 3 5.TTV
TD : 150/90 mmHg N : 85x/mnit S : 37,0̊ C RR : 23x/menit
A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan
Menganjurkan pasien untuk diit rendah garam dan mengurangi makanan berlemak yaitu menjauhkam makanan yang mengandung banyak garam dan makanan berlemak seperti ikan asin dan daging
Minggu, 14 Maret 2021 Pukul 09.00 WIB
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan pasien mengatakan cepat kelelahan
S :
1. Pasien mengatakan sedikit masih merasa kelelahan
2. Pasien mengatakan sudah sedikit mampu untuk berdiri sendiri
3. Keluarga Tn. S mengatakan, jika Ny. M sedikit mampu melakukan aktivitas secara mandiri
O:
1. Kesadaran umum : cukup
2. Pasien tampak sudah sedikit bisa bergerak di tempat tidur 3. Mobilitas pasien masih dibantu oleh keluarga
4. TTV
TD : 150/90 mmHg N : 85x/mnit S : 37,0̊ C RR : 23x/menit A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan
1. Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
2. Mendorong pasien melakukan aktivitas yang ringan dan menguangi aktivitas yang berat
Senin, 15 Maret 2021 Pukul 08.00 WIB
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri dibagian kepala dan tengkuk leher
S:
1.Pasien mengatakan sudah tidak merasa sakit kepala, pusing, dan nyeri dibagian tengkuk leher
P : Saat tekanan darahnya naik
Q : Seperti di tusuk-tusuk dan cekot-cekot R : Dibagian kepala dan tengkuk leher T : Sewaktu-waktu
2.Durasi nyeri sudah tidak muncul
3.Ny. M mengatakan sudah tidak mengkonsumsi ikan asin dan daging 4.Keluarga mengatakan sudah bisa memahami cara merawat Ny. M O:
1. GCS : Composmentis (4,5,6)
2. Pasien sudah tidak memegangi kepala dan tidak merasa sakit
3. Wajah pasien sudah tidak nampak menyeringai karena menahan nyeri 4. Skala nyeri : 2
5. TTV
TD : 130/80 mmHg N : 89x/mnit S : 36,9̊ C RR : 23x/menit A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan
Senin, 15 Maret 2021 Pukul 08.00 WIB
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan pasien mengatakan cepat kelelahan
S :
1. Pasien mengatakan sudah tidak merasa kelelahan 2. Pasien mengatakan sudah mampu untuk berdiri sendiri
3. Keluarga Tn. S mengatakan, jika Ny. M mampu melakukan aktivitas secara mandiri
O:
1. Keadaan umum : cukup
2. Pasien tampak sudah bisa duduk di samping tempat tidur 3. Mobilitas pasien sudah tidak dibantu oleh keluarga 4. TTV
TD : 130/80 mmHg N : 89x/mnit S : 36,9̊ C RR : 23x/menit A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan
BAB 4 PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang terjadi antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri akut di desa Cobansari Wonorejo Kabupaten Pasuruan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
4.1 Pengkajian 4.1.1 Identitas
Pada tinjauan pustaka menurut Triyanto (2014), orang yang berisiko menderita hipertensi yaitu di usia 65 tahun. Pada tinjauan kasus dijabarkan bahwa, pasien adalah seorang perempuan bernama Ny. M usia 55 tahun. Pada pengkajian identitas terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dikarenakan usia 65 dan 50 tergolong lanjut usia. Menurut Triyanto (2014), secara signifikan orang tua mengalami kasus mortalitas dan morbiditas lebih besar dari pada orang muda.
Kerentanan orang tua terhadap penyakit disebabkan oleh menurunnya fungsi sistem imun rubuh.
4.1.2 Riwayat kesehatan 4.1.2.1 Keluhan Utama
Pada tinjauan pustaka, biasanya pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi pusing dan sakit kepala. Sedangkan pada tinjauan kasus, pasien memilih tetap dirumah dengan keluhan nyeri dibagian kepala dan tengkuk leher. Untuk keluhan utama disini
tidak terjadi kesenjangan dikarenakan pasien dengan Hipertensi mengalami peningkatan tekanan vaskuler serebral yang mengakibatkan pasien mengalami pusing, sakit kepala dan nyeri dibagian tengkuk leher.
4.1.2.2 Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dikarenakan pada penderita hipertensi akan mengalami gejala seperti sakit kepala, pusing, dan nyeri terutama dibagian tengkuk leher.
4.1.2.3 Riwayat kesehatan keluarga
Pada tinjauan pustaka menurut Ardiyansyah (2015), kemungkinan ada anggota keluarga yang menderita penyakit hipertensi. Sedangkan pada tinjauan kasus, pasien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit hipertensi. Pada pengkajian ini terdapat kesenjangan dikarenakan penyebab dan faktor resiko terjadinya penyakit hipertensi beragam.
4.1.2.4 Lingkungan rumah dan komunitas
Pada tinjauan pustaka tidak dijabarkan tentang lingkungan rumah dan komunitas. Sedangkan pada tinjauan kasus, pasien mengatakan tinggal di lingkungan yang sedikit padat penduduk, dengan kondisi rumah yang sedikit cahaya yang masuk, jendela rumah yang jarang dibuka. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam rumah dapat menyebabkan kelembapan didalam dinding rumah dan tumbuh bakteri, virus, dan jamur didalam rumah.
4.1.2.5 Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Pada tinjauan pustaka menurut Ardiyansyah (2015), kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan biasanya merokok, faktor keturunan, mengkonsumsi obat-obatan. Sedangkan pada tinjauan kasus pasien mengatakan diakibatkan terlalu banyak memakan makanan yang mengandung garam dan pola istirahat yang kurang teratur.
4.1.2.6 Pemeriksan fisik
1) Sistem pernafasan (B1)
Pada tinjauan pustaka menurut Mubarak (2012), pada pasien hipertensi biasanya terjadi sesak, batuk, dan mengalami gangguan pernafasan. Sedangkan di tinjauan kasus pasien mengatakan tidak merasa sesak dan tidak mengalami gangguan pernafasan, pasien hanya mengalami nyeri dibagian kepala dan tengkuk leher.
2) Sistem kardiovaskuler (B2)
Pada tinjauan pustaka, menurut Mubarak (2012), Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Biasanya pasien tampak melindungi area yang sakit. denyut nadi perifer melemah, batas jantung tidak mengalami pergeseran, tekanan darah selalu tinggi, dan bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.
Pada tinjauan kasus, Nyeri dada tidak ada, irama jantung teratur, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 89 x/menit, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, denyut nadi perifer teraba kuat, tidak terdapat bunyi jantung tambahan, tidak terdapat sianosis, dan
tidak terdapat clubbing finger.
Pada sistem kardiovaskuler didapatkan kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Pada tinjauan pustaka dikatakan bahwa denyut nadi perifer melemah sedangkan pada tinjauan kasus dikatakan bahwa denyut nadi perifer pasien teraba kuat. hal ini dikarenakan pasien tidak mengalami syok sedangkan menurut Cemy (2014), melemahnya denyut nadi perifer merupakan tanda awal syok.
3) Sistem persyarafan (B3)
Pada tinjauan pustaka menurut Mubarak (2012), pada pasien dengan hipertensi yang berat sering terjadi penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer bila gangguan perfusi jaringan berat.
Pada pengkajian objektif, wajah pasien tampak meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat.
Pada tinajauan kasus, kesadaran composmentis dengan GCS 4-5-6, orientasi pasien terhadap tempat, waktu, dan orang baik, pasien mengalami nyeri kepala dan pusing, istirahat tidur siang kurang lebih 3 jam dan malam 8 jam, pupil isokor, reflek terhadap cahaya pupil mengecil saat diberi cahaya.
Pada sistem persyarafan tidak didapatkan kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dikarenakan pasien tidak mengalami hipertensi yang berat dan tidak mengalami gangguan perfusi jaringan berat.
4) Sistem perkemihan (B4)
Pada tinjauan pustaka menurut Mubarak (2012), pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan. Pada penderita hipertensi, perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Pada tinjauan kasus, Bentuk alat kelamin normal, kebersihan alat kelamin bersih, frekuensi berkemih 4-5 x/hari, jumlah 1000cc/24 jam, berbau khas, warna kuning jernih, pasien mengatakan jika ingin BAK/BAK pasien pergi ke kamar mandi sendiri dan jika tidak mampu melakukan sendiri biasanya dibantu oleh keluarganya.
Pada sistem perkemihan tidak didapatkan kesenjangan antara tinjauan kasus dan tinjauan pustaka, dikarenakan intake cairan pasien terpenuhi sehingga pasien tidak mengalami kekurangan volume cairan dan tidak didapatkan perubahan tanda- tanda vital.
5) Sistem pencernaan (B5)
Pada tinjauan pustaka menurut Tambayong (2016), pasien biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, dan penurunan berat badan.
Pada tinjauan kasus, pasien mengatakan tidak nafsu makan karena merasa nyeri, pola makan saat sakit 3x½ porsi sedangkan sebelum sakit 3x1 porsi sakit, menu diet sekarang nasi, lauk, dan sayur. Pasien mempunyai pantangan makan-makanan yang mengandung banyak garam, berat badan pasien saat ini 60kg
sedangkan sebelum sakit pasien mengatakan berat badannya 65kg, keadaan mulut pasien bersih, konstipasi, mukosa bibir lembab, bentuk bibir normal, gigi bersih, kebiasaan gosok gigi, abdomen supel, kebiasaam BAB saat di rumah sehari sekali, peristaltik usus 8x/menit.
Pada sistem pencernaan didapatkan adanya kesenjangan yaitu pada tinjauan kasus didapatkan pasien mengalami konstipasi. Salah satu penyebab konstipasi pada Ny. M adalah penurunan aktivitas fisik. Menurut Fitriani, dkk, (2014) Aktivitas fisik dapat meningkatkan gerakan peristaltik, sedangkan imobilitas dapat menurunkan gerakan peristaltik. Penurunan gerakan peristaltik usus inilah yang merupakan penyebab terjadinya konstipasi.
6) Sistem muskuluskeletal dan integumen (B6)
Pada tinjauan pustaka menurut Mubarak (2012), kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantungan pasien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Pada tinjauan kasus, kemampuan pergerakan sendi dan tungkai (ROM): Bebas, dengan kekuatan otot terdapat kelemahan otot pada ekstremitas bawah, tidak ada fraktur, tidak ada dislokasi, akral hangat, kelembaban lembab, tugor kulit < 3 detik, CRT < 2 detik, tidak ditemukan oedema, kebersihan kulit bersih, kemampuan melakukan aktivitas parsial, pasien mengatakan
bahwa selalu ganti pakaian, pasien tampak lemah dan pasien terbaring ditempat tidur.
Pada sistem Muskuluskeletal dan Integumen tidak terjadi kesenjangan. Menurut Nurarif & Kusuma (2016), kelemahan terjadi akibat intake nutrisi yang menurun.
7) Sistem pengindraan (B7)
Pada tinjauan pustaka menurut Mubarak (2012), pada pasien penderita hipertensi tidak ditemukan adanya kerusakan penginderaan.
Pada tinjauan kasus, pada pemeriksaan mata didapatkan data konjungtiva anemis, sklera putih, ketajaman penglihatan normal, klien tidak menggunakan alat bantu utuk melihat. Pada pemeriksaan hidung ditemukan bentuk hidung normal, mukosa hidung lembab, tidak terdapat sekret, ketajaman penciuman normal. Pada pemeriksaan telinga didapatkan bentuk telinga simetris antara kanan dan kiri, ketajaman pendengaran normal dan pasien tidak menggunakan alat bantu. Perasa pasien mengatakan dapat merasakan manis, pahit, asam, dan manis.
Pada sistem pengindraan tidak terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian keperawatan pada kasus yang diambil terdapat 2 diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri dibagian kepala dan tengkuk leher dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan pasien mengatakan cepat kelelahan dengan hasil data ((PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)).
4.2.1 Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri dibagian kepala dan tengkuk leher.
Masalah keperawatan ini ditegakkan berdasarkan data subjektif dan data objektif dimana data subjektif, pasien mengatakan nyeri pada bagian kepala sampai tengkuk leher, nyeri terasa ditusuk-tusuk dan cekot- cekot, nyeri yang dirasakan sewaktu-waktu dengan skala nyeri 5. Data objektif, pasien tampak menyeringai menahan nyeri, tekanan darah : 160/90 mmHg, suhu : 37,0°C, nadi : 89x/menit, dan RR : 23x/menit. Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan ((PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)).
Penulis memilih nyeri akut menjadi diagnosa keperawatan dengan high priority (prioritas pertama) yang harus diselesaikan dikarenakan pada tahap skoring prioritas masalah nyeri akut memiliki nilai 3,67 lebih tinggi dari intoleransi aktivitas dengan nilai 2,67.
4.2.2 Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
dibuktikan dengan pasien mengatakan cepat kelelahan.
Masalah keperawatan ini ditegakkan berdasarkan data subjektif dan data objektif dimana data subjektif, Ny. M mengatakan cepat kelelahan, tidak mampu untuk berdiri sendiri dan keluarga mengatakan jika hipertensinya kambuh, Ny. M tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri karena nyeri. Data objektif didapatkan pasien tampak lemah dan hanya berbaring di tempat tidur, mobilitas pasien dibantu oleh keluarga.
Intoleransi aktivtas adalah ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari ((PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)).
Penulis memilih intoleransi aktivitas menjadi diagnosa keperawatan yang kedua dikarenakan nilai skoring prioritas masalah intoleansi aktivitas 2,67 lebih rendah dari nilai skoring prioritas masalah nyeri akut dengan nilai 3,67.
Diagnosa yang ada dalam tinjauan pustaka tetapi tidak muncul dalam tinjauan kasus yaitu resiko penurunan curah jantung. Menurut Widyawati, (2014) untuk menegakkan diagnosa tersebut diperlukan data-data yang mendukung yaitu tekanan darah rendah, nadi cepat, sianosis, dan oliguria. Namun pada pasien Ny.M tidak ditemukan data tersbut, maka terdapat kesenjangan yang terjadi antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Diagnosa tersebut tidak muncul karena penulis tidak menemukan adanya kriteria pada pengkajian yang menuju pada diagnosa resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan afterload.
4.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Menurut UU Keperawatan No. 38 tahun 2014 perencanaan merupakan semua tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang diberikan pada pasien. Adapun intervensi yang dirumuskan sesuai dengan SIKI PPNI, 2018 yaitu sebagai berikut :
4.3.1 Diagnosa 1 : nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri dibagian kepala dan tengkuk leher yaitu dengan dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit melalui rencana asuhan keperawatan meliputi : 1).
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, 2). Observasi tanda-tanda vital, 3). Identifikasi skala nyeri, 4).
Identifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri, 5). Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi dan mengontrol rasa nyeri (kompres hangat dan relaksasi nafas dalam), 6). Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi dan mengontrol rasa nyeri (kompres hangat dan relaksasi nafas dalam) dan beri waktu untuk mengulang kembali.
4.3.2 Diagnosa 2 : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan pasien mengatakan cepat kelelahan yaitu dengan dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit melalui rencana asuhan keperawatan meliputi : 1). Identifikasi gangguan fungsi tubuh
yang mengakibatkan kelelahan, 2). Monitor pola dan jam tidur, 3).
Monitor lokasi ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas, 4).
Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus, 5). Anjurkan tirah baring, 6). Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap, 7).
Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan. Semua intervensi tersebut telah penulis lakukan pada saat kunjungan rumah Ny.M.
Pada intervensi tidak ada kesenjangan, karena rencana tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan tinjauan pustaka berdasarkan SIKI PPNI, 2018.
4.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang perlu untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan dan diselesaikan (Suprajitno, 2014). Pada pelaksanaan tindakan keperawatan telah dilaksanakan dengan rencana yang telah di tetapkan oleh penulis dibutuhkan pelaksanaan selama 3 hari.
4.4.1 Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri dibagian kepala dan tengkuk leher.
Implementasi yang dilakukan berdasarkan intervensi yang direncanakan yaitu : 1). Bina hungan saling percaya pada pasien dan keluarga, 2). Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, 3). Mengobservasi tanda-tanda vital, 4).
Mengidentifikasi skala nyeri, 5). Mengidentifikasi pengetahuan dan
keyaninan tentang nyeri, 6). Memberikan teknik non farmakologis untuk mengurangi dan mengontrol rasa nyeri (kompres hangat dan relaksasi nafas dalam), 7). Mengajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi dan mengontrol rasa nyeri (kompres hangat dan relaksasi nafas dalam) dan beri waktu untuk mengulang kembali.
Terdapat beberapa rencana tindakan yang tidak dilaksanakan yakni : 1). Identifikasi pengaruh budaya terhadap respons nyeri, 2).
Memonitor efek samping penggunaan analgesik, 3). Mengontrol lingkungan yang memperberat nyeri, 4). Berkolaborasi pemberian analgetik, jika perlu. Menurut Potter & Perry (2012), agar tidak ketergantungan obat dan efek sampingnya, penderita hipertensi diharapkan dapat menggunakan terapi non farmakologis untuk mengurangi nyeri dari hipertensi tersebut.
Rencana tindakan pemberian analgesik tidak dilaksanakan karena perawat berfokus pada penyembuhan dengan terapi non farmakologis, selain mudah dilaksanakan, pasien juga dapat menghemat biaya untuk pengobatannya.
4.4.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan pasien mengatakan cepat kelelahan.
Implementasi yang dilakukan berdasarkan intervensi yang direncanakan yaitu : 1). Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelemahan, 2). Monitor pola dan jam tidur, 3). Monitor lokasi ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas, 4). Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus, 5). Anjurkan tirah baring, 6).
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap, 7). Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.
Terdapat beberapa rencana tindakan yang tidak dilaksanakan yakni : 1). Monitor kelelahan fisik dan emosional, 2). Melakukan latihan gerak pasif dan/atau aktif, 3). Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan, 4). Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan.
4.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan pasien dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Nursalam, 2011). Pada kasus ini evaluasi dilakukan dengan mode SOAP secara oprasional. Subjektif (S) adalah hal- hal yang ditemukan pada keluarga secara subjektif setelah dilakukan intervensi keperawatan. Objektif (O) adalah hal-hal yang ditemukan oleh perawat secara objektif setelah dilakukan intervensi keperawatan. Analisis (A) adalah analisis dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan yang terkait dengan diagnosis. Perencanaan (P) adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon keluarga pada tahap evaluasi (Nursalam, 2011).
Setelah melakukan implementasi diatas selama 3 kali kunjungan rumah, didapatkan catatan perkembangan pada evaluasi hari terakhir sebagai berikut :
4.5.1 Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri dibagian kepala dan tengkuk leher.
Perkembangan yang muncul pada saat evaluasi pada Ny.M terdapat data subjektif : 1). Pasien mengatakan sudah tidak merasa sakit kepala, pusing, dan nyeri dibagian tengkuk leher, 2). Keluarga mengatakan sudah bisa memahami cara merawat Ny.M. Data objektif : 1). Pasien sudah tidak memegangi kepala dan tidak merasa sakit, 2).
Wajah pasien sudah tidak nampak menyeringai karena menahan nyeri.
Menurut kriteria hasil, evaluasi yang diharapkan yaitu 1).
Keluhan nyeri menurun, dengan skala 5 menjadi 2, 2). Ekspresi wajah dari grimace menjadi tidak grimace, 3). Tanda-tanda vital dalam batas normal, 4) Keluarga mampu merawat pasien dengan masalah nyeri.
4.5.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan pasien mengatakan cepat kelelahan.
Perkembangan yang muncul pada saat evaluasi pada Ny. M terdapat data subjektif : 1). Pasien mengatakan sudah tidak merasa kelelahan, 2). Pasien mengatakan sudah mampu untuk berdiri sendiri, 3). Keluarga Tn.S mengatakan, jika Ny.M mampu melakukan aktivitas secara mandiri. Data objektif : 1). Keadaan umum pasien cukup, 2). Pasien nampak sudah bisa duduk di samping tempat tidur, 3). Mobilitas pasien sudah tidak dibantu oleh keluarga.
Menurut kriteria hasil, evaluasi yang diharapkan yaitu : 1).
Saturasi oksigen dari yang menurun menjadi meningkat, 2).
Melakukan aktivitas sehari-hari dari yang kesulitan menjadi mudah,
3). Kecepatan berjalan dari yang menurun menjadi meningkat, 4).
Jarak berjalan dari yang menurun menjadi meningkat, 5). Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah dari yang menurun menjadi meningkat.
Pada akhir evaluasi semua tujuan dan kriteria hasil dapat dicapai, karena adanya kerjasama yang baik antara keluarga dan pasien. Hasil evaluasi pada Ny.M sudah sesuai dengan harapan, masalah teratasi dan intervensi dapat dihentikan.
BAB 5 PENUTUP
Setelah melakukan pengamatan dan melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri akut di desa Cobansari Wonorejo Kabupaten Pasuruan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sekaligus saran yang dapat bermanfaat dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada pasien hipertensi.
5.1 Kesimpulan
Dari hasil uraian tentang asuhan keperawatan pada pasien hipertensi, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
5.1.1 Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan data Ny.M tampak meringis karena menahan nyeri pada kepala sampai tengkuk leher akibat hipertensi yang dialami dengan skala nyeri 5, pasien juga mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi keturunan. Pasien beserta keluarga mengatakan jika hipertensinya kambuh, pasien tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
5.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang didapat yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri dibagian kepala dan tengkuk leher dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dngan pasien mengatakan cepat kelelahan.