• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. FOTOSINTESIS : PROSES FISIOLOGI UTAMA

4.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Respirasi

Hubungan yang erat antara respirasi dengan laju dan jenis pertumbuhan, demikian juga hubungannya dengan perubahan-perubahan kualitas produksi pertanian yang disimpan, menjadikan sejumlah faktor diketahui telah mempengaruhi respirasi yaitu temperatur, oksigen, CO2, aplikasi gula, kelembaban, cahaya, dan mineral. Di samping itu, hormon auxin dan turunan-turunan adenin dinyatakan juga sebagai penghambat oksidasi mitokondria, sebagaimana hasil penelitian Roussaux et al (1986).

Temperatur. Hubungan antara respirasi dengan temperatur ditunjukkan pertama kali oleh Gore (1911) yang meneliti respirasi pada sejumlah buah-buahan. Penelitiannya ini memberi informasi bahwa kenaikan temperatur akan menaikkan laju respirasi. Pada buah rasberri misalnya, penurunan temperatur dari 28,4o C menjadi 1,9o C telah mengurangi laju evolusi CO2 dari 284 mg menjadi 20 mg atau kurang lebih seperempat belas dari evolusi CO2 pada saat temperatur tinggi. Data-data dari sejumlah penelitian juga menunjukkan kesimpulan yang sama, baik terhadap biji-bijian, daun, atau berbagai jaringan tanaman.

Tidak seluruh produksi pertanian yang diteliti menunjukkan hubungan demikian, sebagaimana ditunjukkan oleh Hopkins (1924). Penelitiannya atas respirasi umbi kentang menunjukkan penurunan respirasi pada suhu tertentu yang kemudian menaik lagi pada suhu tinggi.

Perbedaan ini berhubungan dengan menaiknya kandungan gula yang dikonversi dari pati atau polysacharida lainnya. Menaiknya asam amino dan penurunan pH juga memberikan kontribusi terhadap perubahan laju respirasi ini. Meningkatnya respirasi sejalan dengan menaiknya suhu untuk kebanyakan produk pertanian mengakibatkan perubahan-perubahan kualitas. Sejumlah besar teknologi pasca panen dan penanganan bahan tanaman didasarkan atas pendekatan ini dalam usaha untuk mempertahankan kualitas dan viabilitas bahan tanaman. Penggunaan sekam kayu lembab dalam pengiriman bibit okulasi karet misalnya, dimaksudkan untuk merendahkan suhu pati sehingga daya tumbuh bibit dipertahankan sesampainya di tujuan.

Oksigen. Sejumlah bagian tanaman menunjukkan respon yang berbeda atas defisiensi CO2, sebagaimana hasil penelitian Taylor (1942)

61 V. TRANSPIRASI

Pendahuluan

Transpirasi merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan kehilangan air dalam bentuk uap dari jaringan tanaman. Bagian terbesar dari hilangnya air itu adalah melalui daun.

Sebagaimana dinyatakan Curtis dan Clark, aspek-aspek yang berhubungan dengan anatomi daun besar peranannya dalam transpirasi. Kesimpulan Turrel (1936, 1942) menunjukkan bahwa perbandingan antara permukaan luar dan dalam daun sangat bervariasi dan ditentukan luar dan dalam daun sangat bervariasi dan ditentukan oleh posisi daun di pohon, jenis daun, dan lingkungan pertumbuhannya.

Di samping itu, kehilangan uap air dan air dari tanaman dapat juga melalui transpirasi kutikular, yang disimpulkan berbeda-beda antar jenis tanaman. Tanaman yang resisten akan kekeringan (xerophyt) misalnya menguapkan air melalui kutikula dalam jumlah yang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan tanaman yang resisten akan kepekaan air berlebih (hydrophyt). Data-data yang ditunjukkan Pisek dan Berger (1938) menunjukkan perbedaan itu.

Tabel 5.1. Transpirasi Kutikular Beberapa Jenis Tanaman

Genus Besarnya transpirasi

(mg H2O/jam/g berat segar) Impatiens *

Caltha Quercus Pinus Opuntia **

130 47 24 1,5 0,1

*) Hydrophyt

**) Xerophyt

Sumber : Pisek dan Berger (1938)

Transpirasi juga dapat berlangsung melalui lenti sel, yang umum ditemui pada tanaman berkayu. Lenti sel, yang menyebar acak pada batang berfungsi sebagai celah pertukaran gas juga dapat melepas uap air dari tanaman. Gutasi, proses penekanan akar pun mengeluarkan air langsung dari tanaman sebagaimana yang dapat diamati pada daun-daun jagung di pagi hari.

Perkembangan pengetahuan tentang transpirasi sampai kepada kontrol yang dilakukan oleh resistensi stomata, sebagaimana kesimpulan Van de Honert (1948) sehingga bentuk daun, tebal daun, dan letak stomata menjadi kajian tersendiri untuk dapat menjelaskan transpirasi.

Manfaat transpirasi. Pada awal penelitian tentang transpirasi, sejumlah pendapat menyatakan bahwa proses penguapan air dari tanaman ini merugikan proses fisiologi tanaman secara keseluruhan. Pendapat Curtis (1926) ini bahkan dikuatkan oleh Miller (1931). Clements (1934), dengan menyajikan sejumlah hasil-hasil percobaan, melihat transpirasi sebagai suatu proses fisik yang menguntungkan tanaman. Uraiannya dapat dipandang sebagai dimensi baru tentang transpirasi yang dapat mempengaruhi pengelolaan tanaman secara modern dan diterapkannya teori-teori baru untuk dapat memahami transpirasi.

62 Transpirasi memberi manfaat-manfaat pengurangan suhu daun, sebagai penyangga suhu, sebagai suatu proses yang membantu pergerakan dan distribusi larutan anorganik, dan membantu fotosintesis sebagaimana diuraikan Clements (1934). Percobaan Miller (1923) sudah menunjukkan bahwa fluktuasi suhu daun yang tidak terlalu tinggi dikendalikan oleh transpirasi, terutama pada saat suhu udara sekitar daun dan intensitas cahaya tinggi. Di antara percobaan-percobaan yang melihat hubungan suhu daun dan transpirasi, adalah Blackman dan Mattihaei (1905) yang menyimpulkan hubungan ini lebih jelas. Percobaan dengan menempatkan helaian daun di wadah gelas dimana tangkai daun direndam air. Wadah kemudian ditutup dan ditempatkan pada cahaya matahari. Suhu daun melonjak hingga 52o C dan pada daun terlihat bercak coklat. Ini menunjukkan bahwa walaupun daun melakukan transpirasi, tetapi proses ini dibatasi sehingga mempengaruhi suhu udara sekitarnya.

Dalam banyak hal, transpirasi yang tinggi umumnya merusak daun pada suhur 40 – 50o C. Bila diasumsikan bahwa daun menerima energi radiasi matahari sebesar 1,4 kalori/cm2/menit (atau 8400 kalori/dm2/jam) dan setengahnya diabsorbsi daun, maka transpirasi daun dapat mencapai rata-rata 7,3 ml/dm2/jam untuk menjaga suhu daun agar tetap di bawah suhu udara sekitarnya. Dalam keadaan dimana suhu udara sekitar tinggi, kelembaban rendah dan air cukup, transpirasi akan mengurangi suhu daun 5 – 60o C. Tetapi bila transpirasi tidak berlangsung, suhu daun dapat menaik hingga 20 – 300o C. transpirasi hanya dapat sebagai pengendali suhu daun sepanjang adanya jaminan ketersediaan air. Pengamatan Loftfield (1921) menunjukkan bahwa suhu daun alfalfa, kentang, dan gula tebu berhubungan dengan sifat dan karakter stomata. Suhu daun dengan stomata yang terbuka umumnya lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara dan sebaliknya. Sifat dan karakter stomata sangat berhubungan dengan transpirasi.

63 DAFTAR PUSTAKA

Achida, N., Ohwaki, H., Yasuda, T. 1990. Effect on Increase of Water Level on the Uptake and Distribution Pattern of Nitrogen in the Main Stem and Tillers of Floating Rice.

Japan. J. Trop. Agr. 34. (10). 27 – 34.

Bidwell, R.G.S. 1974. Plant Physiology. 643p.

Blake, C.D. 1965. Fundamental of Modern Agriculture. Sydney Univ. Press. 497p.

Curtis, O.F. dan Clark, D.G. 1950. An Introduction to Plant Physilogy. Mc. Graw Hill. NY.

Toronto. London. 752p.

Daisley, LEA., Chong, C.K., Olsen, F.J., Singh, J., George, C. 1988. Effects of Surface Applied Grass Mulch on Soil Water Content and Yields of Cowpea and Eggplant in Antigua. Trop. Agric. (Trinidad). Vol. 65. No. 4. Okt. p. 300 – 304.

Darwis, S.N. 1992. Pengaruh Kemarau Panjang dan Usaha Mengatasinya pada Tanaman Perkebunan, idem. 8p.

Dehesh, K., Kreuz, K., Apel, K. 1987. Chlorophyl Synthesis in Green Leaves and Isolated Chloroplast of Barley (Hordeum vulgurae). Physol. Plantarium . 69. Copenhagen. 173- 181.

Djamin, A., Witjaksana, D., Salman, F. 1992. Pengaruh Kekeringan Terhadap Produksi dan Keragaman (Performance) Tanaman Kelapa Serta Usaha Mengurangi Dampaknya.

Seminar Pengkajian Dampak Kemarau Panjang 1991 dan Persiapan Menghadapi Kemarau Panjang 1992. AP3I. Bandung. 11p.

Dunham, R.J. and Nye, P.H. 1976. The Influence of Water Content on the Uptake of Ions by Root. III. Phosphate, Potassium, Calcium, and Magnesium Uptake and Concentration Gradients in Soil. J. app. ecol. 13. 967 – 984.

Essau, Anatomy of Seed Plants.

Goenadi, D.H. dan Hardjono, A. 1985. Penelitian Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Coklat di Indonesia. Bull. Perk. No. 3. 30 – 37.

Hardjowigeno, S. 1992. Keragaman Sifat Tanah Podsolik Merah Kuning di Indonesia. J. II.

Pert. Ind. Vol. 2 (1). p. 16-23.

Harian Kompas 12 April 1996.

Harian Kompas 7 Februari 1995.

Husny, Z. dan Daslin, A. 1995. Pengaruh Kadar Air Tanah Terhadap Pertumbuhan Bibit Dalam Polibeg. Jurnal. Penelitian Karet. 13 (1) : 32 – 39.

64 Kramer, P. 1949. Plant and soil Water Relationship. Mc. Graw. Hill, NY.347pp.

Kusandriani, Y. dan Sumarna, A. 1993. Respon Varietas Cabai pada Beberapa Tingkat Kelembaban Tanah. Bull. Penel. Hort. Vol. XXV. No. 1. p. 1 – 8.

Larsson, S. and Svenningsson, M. 1986. Cultivar Transpiration and Epicular Lipids of Primary Leaves of Barley (Horedeum vulgare). Physol. Plant. 68:13 – 19.

Lemon, E.R. 1984. CO2 and plants. The response of Plant to Rising Levels of Atmospheric Carbon Dioxide.

Maenpaan, P. and Aro, E.M. 1986. Chlorophyl Protein Complexes, Chlorophyl a/b Ration and Chloroplast Ultrastructure in Lemmna minor L Grown Under Different Light Condition. J. Plant. Physiol. Vol. 123. pp. 161-168.

Masri, M. dan Boote, K.J. 1987. Kesan Kekurangan Air Terhadap Pertumbuhan dan Fotosintesis Tanaman Jagung dan Kacang Soya. Mardi. Bull. Penhk. Vol. 15. No. 2.

August. p. 73 – 78.

Mathius, N.T. 1990. Hubungan Lokasi Biji di Dalam Buah dengan Kandungan Metabolit dan Kwalitas Benih Kakao. Menara Perkebunan 58 (2). 33 - 37.

Miller, E.C. 1938. Plant Physology with Reference to the Green Plant. Mc. Graw Hill. NY.

London. 1202p.

Minsity of Agriculture , Forestry and Fish. 1980. Green Energy Program. Japan. 106p.

Naqvi, S.S.M. 1995. Plant/Crop Hormones Under Stressful Condition. In edut by Pessarakli.

p. 645 – 660.

Nobel, P.S. Biophysical Plant Physilogy and Ecology. WH. Freeman and co. NY. 608p.

Novero, R.P., Toole, OJC., Cruz, R.T. Garrity, D.P. 1985. Leaf Water Potential, Crop Growth Response and Microclimate of Dryland Rice Under Line Soruce Sprinkler Irrigation.

Agric. and Forest. Meteor. 35 : 71 – 82.

Olsen, S.R. Kemper, W.D., van Schalk, J.C. 1965. Self Diffusion Coefficients of Phosphorus in Soil Measured by Transcient and Steady State Methods. Soil sci. Am. Proc. 29. 154 – 158.

Rachman, L.M. 1987. Penerapan Sistem Budidaya Pertanian Tanpa Olah Tanah Ditinjau dari Sifat Fisik Tanah. Seminar Budidaya Pertanian Tanpa Olah Tanah. Bogor. 17p.

Salomon, T.G. , Farineau, N., Cantrel,C., Oursel, A., Tuquet, C. 1987. Isolation and Characterisation of Developing Chloroplast from Light Grown Barley Leaves. Physiol.

Plantarium 69: 113-122.

65 Siclair, T.R. and Horis, T. 1989. Leaf Nitrogen Photosynthesis and Crop Radiation Use

Eficiency : A Review. Crop. Sci. 29. 90 – 98.

Sihombing, H., Amypalupy, Tjasadirhardja, A. 1992. Dampak Kemarau Panjang Tahun 1991 Terhadap Tanaman Karet dan Persiapan Menghadapi Kemarau Panjang Berikutnya.

Seminar Pengkajian Dampak Kemarau Panjang 1991 dan Persiapan Menghadapi Kemarau Panjang 1992. AP3I. Bandung. 17p.

Sinukaban, N. dan Adnuana, J.W.S. 1992. Pengaruh Strip Rumput Vetiver dan Sistem Pengelolaan Sisa Tanaman Terhadap Aliran Permukaan, Erosi dan Produktivitas Tanah. J. II. Pert. Ind. Vol. 2 (1). p. 24-30.

Soepardi, G., Leiwakabessy, F.M., Sitorus, S.R.P. 1974. Aluminium yang Dapat Dipertukarkan Sebagai Dasar Pengapuran pada Tanah Organik Masam. News Letter Soil Science of Indonesia Vol. 4. Jan. No. 1. p. 2 – 4.

Spedding, C.R.W. 1975. The Biology of Agriculture System. AP. 261p.

Steenbjerg, F. 1954. Manuring, Plant Production and the Chemical Composition of the Plant.

Plant and Soil V. No. 3. 1954. p. 226 – 242.

Sumaryono dan Erwinyono, R., 1992. Pengaruh Cekaman Air Tanah Terhadap Efisiensi Penggunaan Air dan Pertumbuhan Bibit Kakao dan Gulma. Jurnal II. Pert. Indonesia.

Vol. 2. No. 1 : 12 – 15.

Svenningson, H. and Liljenberg, C. 1986. Membrane Lipid Changes in Root Cell of Rape (Brassica napus) as a Function of Water Deficit Stress. Physiol. Plant. 68 : 53 – 58.

Takagaki, M., Sato, S., Ito, I. 1973. Effect of High Temperature on Growth and Net Photosynthetic Rate of Four Pepper (Capsicum annum L.) Varietas. Jap. Journ. Of.

Trop. Agric. p. 191 – 196.

Thamrin, H. Dewayani, W., Hutagalung, L. 1993. Karakteristik Fisik dan Kimia Buah Markisa Kultivar Gowa, Sinjai dan Tator. Jurnal Hort. 3 (2). 49 – 53.

Thomas dan Tambunan, D. 1996. Pengaruh Irigasi dan Pemupukan Terhadap Pertumbuhan, Intersepsi Cahaya dan Efisiensi Penggunaan Cahaya pada Semaian Karet. Jurnal.

Penel. Karet. 14 (1) : 16 – 26.

Ting, Irwin P. 1982. Plant Physology. Addison Wseley. Pub. Co. 642p.

Uchida, N., Azuma, T., Yasuda, T., Yamaguchi. 1981. Relationship Between Elongation and Several Growth Parameters of Floating Rice Under Deep Water Condition. Japan. J.

Trop. Agr. 33. (3). 164 – 172.

Dokumen terkait